Senyuman lebar yang terkembang lima bulan lalu, kini seakan enggan terukir lagi di bibir. Saat perencanaan pembangunan tower A gedung apartemen Mega Astana di sebuah lokasi perbatasan Jawa barat dan Jakarta, Pak Abraham dan Pak Derry begitu semringah. Bahkan nominal dengan barisan angka nol yang panjang, yang akan menjadi keuntungan bisnis pun sudah berkibar-kibar di dalam benak mereka.
Namun kini kedua pria yang bersahabat sejak masa kuliah itu mengerutkan dahi sedemikian dalam ketika sederet masalah datang bertubi-tubi. Seolah semua problematika itu sedang menguji kepiawaian mereka yang sudah berkecimpung di dunia bisnis property yang sudah dijalani selama tujuh belas tahun.
Pak Abraham yang terkenal pandai dalam hal negosiasi dan strategi, dibuat terkejut bahkan nyalinya sempat menciut ketika menerima perwakilan dari beberapa investor di kantornya kemarin siang.
Pasalnya, para perwakilan investor tersebut membawa misi untuk membatalkan rencana investasi merek
Langkah kaki kedua pria setengah baya itu terlihat tak bersemangat menyusuri koridor panjang berkarpet tebal. Walaupun untuk menutupinya Pak Abraham dan Pak Derry bersusah payah menegakkan kepala, meluruskan tatapan ke depan, namun guratan putus asa itu tampak begitu jelas di sorot mata mereka.Seorang calon investor penyandang dana raksasa yang akan mereka temui, mendadak membatalkan sepihak pertemuan yang sedianya diadakan siang ini di sebuah lounge yang bertempat di lantai lima sebuah hotel mewah dikawasan Jakarta.Alasannya calon investor dari perusahaan property terkenal se-Indonesia itu belum mempelajari secara mendalam proposal penawaran kerjasama dari pihak perusahaan Pak Abraham. Alasan klasik namun terkesan sebagai sebuah penolakan secara halus.Hanya dengan alasan itu, intuisi mereka sebagai pebisnis mengatakan bahwa proyek pembangunan gedung apartement yang tengah berada di ujung tanduk itu sulit untuk terselamatkan.Kedua pria gagah paruh bay
Dari balik pintu yang terbuka, Pak Abraham memperhatikan Cinta yang berbaring telungkup di atas ranjang. Sorot matanya tak lagi tajam dan penuh amarah seperti sebelum-sebelumnya. Saat ini, pria yang terkenal berwibawa dan arogan itu menatap punggung putrinya dengan tatapan sendu. Yang jelas, ada penyesalan dan rasa bersalah yang begitu besar tergambar di air wajahnya.Perlahan ia mendekat, melangkah tanpa suara menuju ranjang, dimana Cinta tetap bergeming tanpa menyadari sang ayah sudah berada tepat di belakang.Pria paruh baya yang mengenakan baju santai rumahan itu sedikit terkejut saat bola matanya tertuju pada layar gawai yang tengah berada di genggaman Cinta.Foto wajah seorang pemuda yang pernah dia perlakukan dengan kejam tanpa perikemanusiaan. Pramudya.Namun mata tegasnya meredup ketika mengingat kelakuan sadisnya saat itu, memerintahkan para pengawal pribadinya untuk menghajar Pram hingga pemuda itu masuk rumah sakit karena sekujur tubuh penuh l
Artis memang tak lepas dari sorotan kamera dan perhatian publik. Apapun yang dilakukan para artis selalu sukses menarik perhatian. Mulai dari kabar bahagia hingga gosip miring, semua pasti menjadi bahan perbincangan.Bahkan segala yang berhubungan dengannya pun terkadang ikut menjadi bahan pemberitaan. Termasuk keluarga dan kehidupan privasinya.Seperti yang dialami Pak Abraham yang sudah dikenal semua orang sebagai orangtua artis Aura Cinta Anasatasia, kini menjadi salah satu objek yang paling diburu oleh para pencari berita.Pasalnya, pria paruh baya itu kini disebut-sebut sebagai pemilik sebuah proyek pembangunan gedung apartemen yang mangkrak dan bermasalah di sebuah lokasi perbatasan. Sehingga para konsumen yang sudah melakukan transaksi pembelian unit di apartemen tersebut terserang kepanikan dan hilang kepercayaan.Beberapa kali tajuk berita di televisi dan berbagai media online mengangkat masalah tersebut. Disertai dengan berbagai narasi yang meng
Pramudya.Sewaktu mendengar alasan Cinta memutuskan ikatan pertunangannya dengan Jamie, ia terbatuk-batuk tersedak saliva sendiri. Bahkan ia nyaris terjatuh dari kursinya, jika saja tangannya tak sigap menggapai tepi meja.‘Cowok itu gay?’‘Ya Tuhan. Untuk apa wanita cantik bertebaran di dunia, jika akhirnya memilih sesama pria?’Hampir saja ia meledakkan tawa membayangkan Cinta yang mempunyai sex appeal tinggi menjalani pernikahan dengan pria yang tak bernafsu pada perempuan. Merana tanpa kehangatan, sudah pasti itu yang akan Cinta rasakan.Namun ia tetap memasang wajah prihatin ketika Cinta mengganti mode panggilan menjadi mode video. Tentu saja ia tak ingin Cinta melihatnya tersenyum lebar saat gadis itu tengah merasakan duka karena pertunangan yang telah kandas.Akan tetapi Cinta justru tertawa bahagia saat menggodanya, “Kamu tambah cakep, Pram. Jangan-jangan sudah punya pengganti aku di sana?&rdqu
Pramudya.“Hallo, Pram. Sudah pulang?” Suara lembut itu menyapa dengan senyuman terkembang disertai gugup yang menyerang.“Bu ... Ocha?” Ia balik menyapa meyakini penglihatannya.Wanita setengah baya, mantan tetangganya di Jakarta, dan sudah seperti ibu baginya, kini berada tepat di hadapannya. Namun dengan penampilan yang sangat jauh berbeda.Tak ada lagi daster panjang dan sandal jepit menyelubungi tubuh dan kakinya, rambut di kuncir atau dicepol seadanya, dan wajah yang pucat tanpa sedikit pun polesan make up.Kini yang tampak adalah seorang wanita anggun dengan blazer dan rok ketat sepanjang betis warna hijau muda. Sepatu high heel warna senada. Rambut legamnya digelung rapi dengan bagian depan di sasak tinggi. Dan wajahnya yang putih bersih berpoles riasan tak berlebihan namun terkesan elegan. Persis seperti seorang wanita bangsawan.“Ini serius? Bu Ocha?” Lagi, Pram ternganga masih tak
30 tahun lalu. Bandung Selatan.Wanita cantik itu tengah terbaring di tepi ranjang dengan hati yang mengembang penuh kebahagiaan. Rasa sakit yang menyertai perjuangannya di atas meja bersalin tadi seketika menghilang entah kemana saat memandangi bayi mungil yang tergolek lelap di samping tubuhnya.Bayi mungil yang sangat tampan. Rambutnya yang halus, kulit kemerahan, bibir yang mungil dan hidung yang tegak, menyempurnakan keelokan rupanya.Wanita itu mengulum senyum saat bayi itu menggeliat di tengah lelapnya. Tangannya yang lemah terjulur dan membelai pipi kecil merona itu dengan punggung jemarinya.Pria yang menitiskan ketampanannya pada bayi itu juga tersenyum lebar. Tangan besarnya ikut terjulur membelai tubuh mungil yang dibebat kain biru itu.“Tampan, persis seperti ayahnya.” Wanita cantik berwajah Latin itu meliriknya sekilas. Lalu kembali memandangi mahluk hidup terindah yang baru saja keluar dari rahimnya.
Sebelum memasuki rumah sederhana itu, Pratama melempar pandangan ke belakang. Memperhatikan ke sekelilingnya dan memastikan bahwa keadaan aman untuknya.Dua hari sudah ia dan Rosa bersama bayi mungil mereka menempati rumah kawan kakaknya, Surtini, di perkampungan lain yang jauh dari kediaman Rossa. Jika menggunakan kendaraan roda empat, menempuh waktu sekitar empat jam untuk menjangkau tempat itu.Setelah dirasa aman, ia melangkah masuk ke dalam, langsung menuju kamar. Senyuman seketika terbit di bibir ketika melihat Rosa duduk di tepi ranjang, tengah berbincang-bincang dengan bayi mungil mereka.Sepasang mata bening bayi itu menatap lurus wajah Rosa sembari menjulurkan ujung lidah kecilnya berulang-ulang, seolah-olah bayi tampan itu mengerti apa yang Rosa bicarakan.Sesaat Rosa menoleh padanya lalu tersenyum manis dan membiarkan ia menempatkan diri tepat di sebelah Rosa, lalu mengecup kening Rosa, berlanjut pada kening putra pertamanya yang berada di dal
“Nona Rosalinda sudah tidak ada di tempat itu lagi, Tuan. Kata salah satu tetangga di kampung itu, dia lihat Nona dengan bayinya pergi tengah malam bersama seorang wanita.”“Dan tadi pagi salah satu anggota saya lihat perempuan yang mirip Nona Rosa keluar dari rumah Ayu, Tuan.”‘”Itu pasti Rosa.”“Dari awal aku sudah menduga, si Ayu babu sialan itu pasti tahu pernikahan Rosa dengan adiknya yang brengsek itu. Dan selama ini dia ikut andil menyembunyikan mereka.”“Dan sekarang Rosa punya bayi dari laki-laki miskin itu. Aku nggak nyangka anakku sebodoh itu!”“Jaka, tugas kau dan anggotamu: segera bawa pulang Rosalinda. Lalu kau habisi bayi itu, antar anak itu menyusul bapaknya ke akhirat, terserah mau kau apakan. Aku nggak sudi suatu hari nanti anak itu menuntut harta dariku!”“Tapi, Tuan. Anak itu darah daging Tuan juga.”Braaak!Meja