Share

CHAPTER 3

Penulis: Titiw0901
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-04 16:35:49

Sudah tiga hari sekolah ramai dengan berita Alice berpacaran. Sebenarnya beritanya tidak akan seramai ini kalau Alice berpacaran dengan Jenan tapi karena Alice berpacaran dengan laki-laki selain Jenan berita ini jadi semakin panas. 

Bagaimana tidak, seluruh penjuru sekolah tahu kedekatan mereka berdua. Untuk disebut sebagai sahabat rasanya juga tidak wajar, mereka terlalu dekat. walaupun tidak ada konfirmasi dari Alice ataupun Jenan tapi tetap saja beritanya semakin menjadi karena Alice dituduh berselingkuh dari Jenan. Apalagi semenjak itu Jenan dan Alice tidak pernah lagi ke kantin berdua.

Untuk masalah kantin aku sudah mengecek sendiri. Tiga hari aku menunggu Jenan dikantin tapi kursi itu tetap kosong. Tidak ada Alice atau Jenan yang mengisi tempat itu. 

Dan sudah tiga hari juga ponselku ada di Jenan. Ini semua karena tragedi pingsanku itu, semuanya jadi serumit ini. 

Ditanganku sudah ada coklat. Aku berniat untuk meminta maaf dan  berterimakasih ke Jenan, aku juga akan meminta ponselku. Sebenarnya kalau disingkat, aku berusaha menyogok Jenan dengan coklat agar bisa mendapat ponselku kembali. 

Sekarang aku tinggal mengumpulkan keberanian untuk menghampiri Jenan. Dari informasi yang kudapat, tentu saja sumbernya dari Irish. Semenjak tiga hari yang lalu Jenan suka nongkrong ditaman belakang sendirian.

Dan aku berencana untuk menghampirinya sendirian, iya sendirian. Karena aku sudah berusaha mengajak Irish tapi dia dengan tegas bilang tidak mau, sangat tidak setia kawan. 

Kulihat Jenan sedang duduk disalah satu kursi yang ada ditaman. Dia hanya melamun tapi tetap saja terlihat menyeramkan. Ah, semenjak Jenan menyinggungku soal stalking, dia kelihatan menyeramkan dimataku. 

Aku mengambil nafas lalu membuangnya pelan untuk menenangkan diriku. Tenang Ana, tenang oke, relax. Jenan bukan monster, dia manusia. Aku hanya tinggal bilang terima kasih, minta maaf dan meminta ponselku setelah itu semuanya selesai. 

Dengan perlahan aku menghampiri Jenan. Wah, aura dia benar-benar gila sih. Wajar saja hampir tidak ada yang berani menghampirinya. Apalagi rumor yang kudengar setelah berita Alice pacaran dengan laki-laki lain ada beberapa perempuan yang mencari kesempatan dengan mendekati Jenan, tapi semuanya ditolak mentah-mentah. 

Sepertinya dia sadar aku berjalan kearahnya karena matanya langsung melihat ke arahku.

"Hai," aku menyapa Jenan dengan canggung.

Jenan hanya mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya, "mau apa lo?". 

Aku meringis ngeri, astaga responnya saja sedingin ini. Tapi ini demi ponselku, aku harus berani. 

"Ini, buat kamu." Aku menyodorkan coklat yang kubawa ke arahnya. 

Jenan tidak langsung mengambil coklat yang kusodorkan untuknya, dia hanya melihat coklatnya sebentar lalu menatapku lagi. Aku berusaha sabar. 

"Ini aku kasih buat kamu sebagai ucapan terima kasih dan permintaan maafku, juga aku mau minta kamu untuk meng--,"

"Iya. Gue mau." Jenan secara tiba-tiba memotong ucapanku, dia juga langsung mengambil coklat yang kubawa.

"Hah?" 

"Iya. Gue mau jadi pacar lo." Jelas Jenan yang membuatku langsung kebingungan. Sebentar, ini maksudnya apa? 

Aku menatap Jenan dengan pandangan tidak mengerti sedangkan Jenan hanya membalasnya dengan tatapan datar.

Keadaan macam apa ini?!

"Ta..tapi bukan itu maksudnya.." Aku berusaha menjelaskan maksud ucapanku yang dia potong. 

Jenan malah berdecak, "nggak usah bertele-tele. Gue tau ko lo suka sama gue. Iya gue terima lo. Sekarang kita pacaran." 

Aku hanya bisa menganga mendengar ucapannya yang sangat percaya diri. Tidak kusangka seorang Jenan bisa bicara seperti ini. Ya... Walaupun benar aku menyukainya tapi kan maksudku bukan mau memintanya jadi pacarku. Aku cuma mau ponsel ku kembali. 

"Tapi Jenan, serius maksudnya bukan gitu.." aku masih berusaha menjelaskan dengan suara tercekik.

"Terus mau lo apa kesini?!" Tanya Jenan mulai ngegas.

Lah, ko dia malah marah-marah? Aku kan jadi takut, "aku mau minta ponselku." Pintaku dengan suara pelan. 

Jenan menatapku beberapa saat membuatku langsung bergidik ngeri karena tatapannya sangat tajam. 

Kulihat dia mengeluarkan handphoneku dari saku celananya, "ini?" Tanyanya. 

Tanpa basa-basi aku mengangguk, "aku mau minta handphoneku." 

"Lo suka sama gue?" 

Sebentar.. pertanyaan macam apa itu? Kenapa dia tiba-tiba bertanya soal itu? Padahal jelas-jelas tadi dia dengan percaya diri bilang kalau aku menyukainya. 

"Kamu kenapa nanya gitu?" Aku balik bertanya. Aku benar-benar bingung kenapa dia bertanya seperti itu, aku tidak paham apa tujuannya. 

"Lo suka sama gue, kan?" Jenan mengulang pertanyaannya, "ya, kan?" Dia terus menekanku untuk menjawab. 

Sial. Sepertinya ditinggal pacaran sama Alice membuat Jenan jadi gila. 

Aku harus jawab apa sekarang? Apa aku harus berbohong saja agar semuanya cepat selesai. Tapi kalau semisal dia tahu aku berbohong dan terus menekanku untuk jujur gimana? 

Apa... 

Mungkin ini jawaban Tuhan atas doa-doaku? Apa Tuhan sedang mengabulkan permintaanku? 

Iya! Benar! Tuhan sedang memberiku jalan untuk mengungkapkan perasaanku pada Jenan agar aku berhenti menyukai dia diam-diam. 

Aku menatap Jenan ragu-ragu.

Huftt.. aku berusaha meyakinkan diri. Ini kesempatanku, iya belum tentu ada kesempatan seperti ini lagi. 

"Iya, aku suka sama kamu. Aku bahkan suka sama kamu dari lama, tapi aku nggak berani bilang soalnya kamu pasti nolak aku." Ungkapku sejujur-jujurnya. 

"Oke, bagus." Sahutnya sambil menyodorkan handphone kearah ku. 

Baru saja aku mau mengambilnya, Jenan malah menariknya lagi dan bilang,

"kita pacaran hari ini."

Setelah itu dia benar-benar memberikan handphoneku dan langsung pergi dari taman meninggalkanku yang mematung karena terkejut. 

******

Sambil berlari aku buru-buru menghampiri Irish ke kelas. Aku bahkan mengabaikan beberapa sapaan dari anak kelas sebelah. 

"Rish!" Aku menepuk punggungnya. 

Irish mengumpat dan mengaduh kesakitan. Padahal aku merasa tidak menepuknya sekencang itu.

"Apa?!" Jawabnya sambil menatapku kesal. 

"Gue udah minta maaf ke Jenan." 

Wajah Irish langsung berubah yang tadinya terlihat kesal kini malah jadi antusias, "sumpah? Terus gimana?" Tanya nya, "eh, sini lo duduk biar enak ceritanya." Suruhnya. 

Aku langsung duduk. Aku juga meminum minuman Irish tanpa peduli pemiliknya melotot tidak terima. 

"Jangan pelit! Tar nggak gue ceritain nih." Ancamku yang langsung dihadiahi toyoran. 

"Jadi gimana? Ceritain cepet!" Tanya nya tidak sabaran. Aku memberinya kode dengan tanganku untuk sabar. 

"Tadi kan gue minta maaf ya sama bilang makasih. Tapi..." Aku menggantungkan kalimatku, membuat Irish menjadi kesal, "tapi dia malah bilang kalau dia mau jadi pacar gue." Sambungku. 

"Ha.. ha.. ha.. " Irish tertawa paksa, "gue udah serius taunya malah dengerin orang ngehalu." Ucapnya. 

Aku menatapnya tidak terima karena dibilang menghayal, "gue serius anjir!". Ku raih bahunya agar dia menatapku, "nih liat mata gue. Nggak ada tanda-tanda kebohongan kan?" Tanyaku. 

Irish menatap mataku, dia bahkan meneliti apakah aku berbohong atau tidak. 

"Lo serius An?" Tanyanya, "sumpah? Demi papah Zola yang cita-citanya gonta ganti?" Lanjutnya sambil menggoyang-goyangkan bahuku. 

Aku mengangguk berkali-kali meyakinkan Irish, "demi papah Zola gue nggak boong." Ucapku sungguh-sungguh. 

Aku menjelaskan kejadian ditaman tadi sedetail-detailnya, dari awal aku menghampiri Jenan sampai aku mematung sendirian. Irish mendengarkanku dengan seksama. 

"Tapi ini terlalu nggak masuk akal An," respon Irish, aku mengangguk setuju. 

"Iya, gue juga mikir gitu. Tapi ini kesempatan gue kan mbul?" Tanyaku. 

Irish menatapku serius, "gue nggak maksud hancurin harapan lo. Tapi ini tuh aneh banget." Dia memegang tanganku, "gue tau lo sesuka apa sama dia, tapi An.. mungkin aja dia cuma bercanda?" Lanjutnya dengan nada tak yakin. 

"Kalau dia cuma bercanda, Jenan sakit jiwa gara-gara ditinggal Alice sih mbul." Jawabku dengan nada prihatin. Satu sekolahpun tahu bagaimana kakunya Jenan. 

Aku juga sebenarnya sadar sih kalau kejadian tadi itu benar-benar terasa ganjil. Tapi aku baru berpikir sejauh ini sekarang.

Jenan bilang mau jadi pacarku disaat perempuan yang notabenenya jauh lebih baik dariku berusaha mendekatinya. Aku dan Jenan juga tidak pernah saling sapa, bahkan aku sangsi kalau dia tahu namaku. 

Astaga.. kenapa aku baru kepikiran sekarang? Tadi aku kemana aja? 

Tentu saja sibuk ambyar, sahut batinku mengejek. 

"Apa jangan-jangan Jenan cuma mau jadiin gue pelampiasan doang kali ya?" Tanyaku. 

Irish menatapku prihatin, "kalo iya,  kenapa harus lo ya An? Padahal banyak yang lebih cantik."

Aku mengumpat walaupun juga membenarkan ucapan Irish. 

Sial. Aku jadi kepikiran kenapa Jenan dengan gampang mau jadi pacarku? Apa tujuannya?

Apa dia hanya iseng? Atau dia mau menjadikanku pelampiasan?

Atau... 

Aku menggelengkan kepalaku berkali-kali. Itu tidak mungkin. Iya, itu sangat mustahil. Mana mungkin selama ini Jenan menyukaiku diam-diam dan menjadikan tragedi pingsan itu sebagai kesempatan untuk mendekatiku.

Astaga kewarasanku mulai hilang. 

Bab terkait

  • MONSTER   CHAPTER 4

    Aku mendadak jadi pusat perhatian. Sepanjang perjalanan menuju parkiran sekolah tidak ada yang tidak menatapku.Ini semua karena Jenan. Iya. Jenan tiba-tiba datang ke kelasku membuat kehebohan dengan mencariku untuk mengajak pulang bareng.Awalnya aku tidak percaya kalau Jenan mencariku. Tapi, setelah melihat wajah Sinta si biduan kelas itu aku baru percaya apalagi ketika melihat Jenan yang memberi kode kepadaku untuk cepat keluar.Jenan berjalan didepanku. Dia tidak berkata apa-apa daritadi. Dia bahkan tidak menyuruhku untuk berjalan disampingnya.Biasanya kalau didrama yang aku lihat kan begitu. Si laki-laki akan berhenti berjalan lalu menengok ke belakang dan bilang, "kenapa jalannya dibelakang? Kamu itu pacar aku jadi jalannya harus disampingku." Setelah itu mereka jalan bergandengan tangan dan perempuannya tersenyum malu-malu.Aku kembali menatap Jenan didepanku. Lalu mendesah pelan. Memang ya drama dan realita itu ber

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • MONSTER   CHAPTER 5

    Semalam Irish menelponku, dia benar-benar khawatir. Dia menanyakan keadaanku, dia bertanya apakah aku baik-baik saja? Apakah anggota tubuhku masih lengkap? Apakah aku masih hidup? Dia bertanya seolah-olah aku dibawa oleh monster, ya memang sih Jenan itu punya julukan monster tapi Jenan kan bukan monster sungguhan.Aku bilang pada Irish kalau aku baik-baik saja cuman mungkin aku akan jadi mayat dalam waktu dekat. Irish langsung memarahiku dan bilang, "ngomong dijaga!". Benar-benar tidak tahu diri.Aku juga tidak memberitahu tentang perjanjianku pada Irish. Aku takut Irish marah dan langsung menghinaku. Walaupun iya, tapi aku tidak mau mendengar itu darinya.Kami telponan cukup lama bahkan sampai larut malam.Dan pagi ini aku menjalankan rutinitasku seperti biasa. Mandi, pakai seragam, dan sarapan buatan bik Inah.Sampai akhirnya aku dibuat jantungan ketika membuka gerbang rumahku.Disana ada Jenan sedang duduk diatas motorny

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-07
  • MONSTER   CHAPTER 6

    Hampir 5 menit aku menepuk-nepuk punggung Irish yang terlihat mengkhawatirkan. Wajahnya merah, matanya berair, dan hidungnya ingusan.Kalau kalian berpikir dia menangis, kalian salah. Kalau kalian berpikir dia menangis karena merasa kasihan denganku.....Itu juga salah.Irish bukan menangis, dia tersedak.Jadi, tadi setelah dia menarikku dan membawaku kembali ke kelas. Irish berteriak-teriak kesetanan membuat anak-anak yang ada di kelas termasuk aku hanya bisa diam. Irish sedang dalam keadaan senggol bacok, jadi tidak ada yang mau mengambil resiko.Dia juga melampiaskan emosi dengan memakan cimol pedasnya. Karena terlalu bar-bar entah bagaimana dia tiba-tiba tersedak dan langsung batuk-batuk.Tentu saja aku langsung membantunya. Merelakan minumanku yang langsung diteguk sampai habis walaupun dalam hati aku agak mengatai tingkahnya."Sialan nih cimol. Pokonya gue benci sama cimol dan nggak akan m

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-09
  • MONSTER   Yang sebenarnya...

    Setelah Irish dan Ana pergi. Jenan berusaha menulikan telinganya karena orang-orang yang ada di kantin semakin kencang membicarakan mereka.Apalagi kumpulan geng yang disindir oleh Irish. Bukan merasa bersalah, mereka justru merasa kesal dan terhina."Siapa sih yang gebrak meja?" Tanya Clara dengan kesal. Dia bisa dibilang ketua di geng itu."Itu Irish anjir. Dia anak karate. Dia se eskul sama gue." Jawab Laras."Kita harus hajar dia sama si Asean pokoknya!" Titah Clara bak ratu."Bener banget. Sialan harga diri gue serasa jatoh banget." Timpal Tia."Tapi itu njir... Irish tuh anak karate tingkatannya udah tinggi nanti yang ada kita babak belur." Ingat Laras, "tapi kalo si Asean sih nggak masalah keliatan dia lemah gitu." Lanjutnya.Clara menganggukan kepalanya, "bener juga sih." Ucapnya setuju, "gini aja deh kita hajar aja tuh si Asean. Gimana? Lo setuju dit?""Gue?" Tanya nya, "gue sih jelas oke aja. Atu

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-09
  • MONSTER   CHAPTER 7

    Selama beberapa hari agenda jemput mejemput sudah seperti kewajiban, begitu juga dengan pulang sekolah. Dan setiap ke kantin Jenan pasti akan selalu duduk di bangku dimana aku duduk, untuk ini Irish sempat protes padaku tapi aku tidak bisa membantu apa-apa.Semuanya berjalan sangat normal, dalam pandanganku. Bahkan aku berusaha bertingkah seperti pacar sungguhan, walaupun responnya masih biasa saja setidaknya dia tidak memandangku aneh atau menolaknya.Sekarang pun aku dan dia sedang duduk berdua di taman sekolah atau biasa disebut 'tempatnya Jenan'.Tidak ada yang kami lakukan. Hanya duduk berdua dan dia melamun.Aku sesekali meliriknya kemudian mengalihkan pandanganku ke arah yang dia tatap. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Jenan, tapi jujur saja aku menikmati ini.Sebenarnya kami bisa kesini karena guru sedang ada rapat dadakan. Alih-alih di pulangkan, sekolahku lebih memilih untuk membebaskan siswa/siswinya tapi menutup pagar sekolah ra

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-15
  • MONSTER   CHAPTER 8

    "Ana kan?""Lo kenapa?"Aku mengangkat kepala dan mengerenyitkan alis melihat laki-laki yang ada dihadapanku.Wajahnya tidak asing. Dia itu Mario salah satu teman Irish yang mau dikenalkan padaku. Dia kakak kelas, beda setahun denganku."Kak Mario?" Tanyaku sambil mengusap mataku yang terasa perih karena menangis."Iya," jawabnya,"lo ngapain dipinggir jalan sambil nangis kayak gini?"Mendengar pertanyaannya wajahku kembali menyendu dan mataku berkaca-kaca.Kak Mario langsung menatapku panik, "eh, jangan nangis." Ucapnya sambil mengusap air mataku yang mulai jatuh.Aku hanya menggelengkan kepala. Rasanya sesak sekali, aku tidak bisa menahan tangisanku dan mulai kembali terisak.Memang dari dulu aku itu cengeng. Apalagi kalau merasa disakiti aku akan menangis sangat lama."Udah dong nangisnya," bujuk kak Mario yang membuatku malah semakin ingin menangis."Kalau kayak

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-20
  • MONSTER   CHAPTER 9

    Sudah hampir sepuluh kali aku menghela nafas berat. Bukan tanpa sebab, aku sekarang benar-benar merasa seperti orang galau.Tiga hari, ah tidak dengan hari ini jadi empat hari, aku tidak melihat orang yang ku anggap sebagai pacarku.Jenan.Setelah kejadian itu entah kenapa dia seperti menghilang. Dia tidak menjemputku, dia tidak ku temukan disekolah apalagi ke rumahku.Kenapa kelas ini jadi membosankan sih?Tidak ada yang menyenangkan sama sekali apalagi ketika melihat Indri dan beberapa teman perempuan berjoget lagu DJ yang akhir-akhir ini sering aku dengar.Aku berdecak malas. Aish menyebalkan! Kenapa sih jam pertama malah kosong? Padahal aku suka pelajaran seni budaya."Lo kenapa sih anjir?" Tanya Irish yang tidak tahan melihatku seperti itu.Alih-alih menjawab aku hanya kembali berdecak dan ternyata itu mengundang niat Irish untuk menjitak kepalaku.Dengan sigap aku menghindari niat b

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-22
  • MONSTER   CHAPTER 10

    Aku tidak paham dan sejujurnya tidak mau mengerti juga. Aku tidak bisa mengabaikan dia ketika datang kesini dengan wajah babak belur. Logikaku bilang kalau seharusnya aku tadi menutup pintu sekencang-kencangnya di depan wajahnya untuk menyuarakan kekesalanku. Tapi nyatanya, aku tidak bisa. Membeku, aku hanya diam, menunggu dia akan mengatakan apa. Malam-malam, tepat ketika aku mau tidur tiba-tiba handphoneku berbunyi. Jenan, iya laki-laki itu mengirimkan ku pesan kalau dia sudah ada di depan rumahku. Demi Tuhan, aku ingin sekali mengabaikannya. Dia hanya mengirimkan pesan sesingkat itu sekali, harusnya itu jadi hal mudahkan? Tapi nyatanya tidak. Dengan terburu-buru aku membuka pintu dan benar dia ada didepan rumahku dengan wajah penuh luka dan ekspresi datar. Seolah-olah dia bukan manusia yang bisa merasakan sakit. "Obatin." Dengan singkatnya dia menyuruhku seperti itu.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12

Bab terbaru

  • MONSTER   CHAPTER 11

    Sesuai janjinya, Jenana datang ke rumahku jam empat sore... Ah, bahkan dia datang jam empat kurang lima menit. Katanya, daripada telat lebih baik datang lebih cepat. Ya, bagus sih. Aku tidak suka orang telat. Seperti Irish contohnya. Sebelum Jenan kesini, aku sudah mempersiapkan diri dari jam dua, mengobrak-abrik lemari untuk mencari baju yang paling terlihat bagus di tubuhku, tapi semuanya sama aja. Tidak ada satupun baju yang berhasil membuatku jadi lebih cantik, jadi aku memutuskan untuk memakai kemeja abu dan rok sebatas lutut berwarna hitam. Untuk rambut aku hanya memakai beberapa jepitan bentuk mutiara di sebelah kanan. Wajahku juga ku poles sedikit dengan make up, terutama di bagian bibir yang ku rias dengan warna pink dibagian luar bibir dan merah di bagian dalam bibir. Saat berkaca aku merasa puas, ya walaupun wajahku tidak berubah seperti Irene tapi setidaknya aku terlihat lebih segar dan tidak pucat. Anggaplah aku sedang memuji di

  • MONSTER   CHAPTER 10

    Aku tidak paham dan sejujurnya tidak mau mengerti juga. Aku tidak bisa mengabaikan dia ketika datang kesini dengan wajah babak belur. Logikaku bilang kalau seharusnya aku tadi menutup pintu sekencang-kencangnya di depan wajahnya untuk menyuarakan kekesalanku. Tapi nyatanya, aku tidak bisa. Membeku, aku hanya diam, menunggu dia akan mengatakan apa. Malam-malam, tepat ketika aku mau tidur tiba-tiba handphoneku berbunyi. Jenan, iya laki-laki itu mengirimkan ku pesan kalau dia sudah ada di depan rumahku. Demi Tuhan, aku ingin sekali mengabaikannya. Dia hanya mengirimkan pesan sesingkat itu sekali, harusnya itu jadi hal mudahkan? Tapi nyatanya tidak. Dengan terburu-buru aku membuka pintu dan benar dia ada didepan rumahku dengan wajah penuh luka dan ekspresi datar. Seolah-olah dia bukan manusia yang bisa merasakan sakit. "Obatin." Dengan singkatnya dia menyuruhku seperti itu.

  • MONSTER   CHAPTER 9

    Sudah hampir sepuluh kali aku menghela nafas berat. Bukan tanpa sebab, aku sekarang benar-benar merasa seperti orang galau.Tiga hari, ah tidak dengan hari ini jadi empat hari, aku tidak melihat orang yang ku anggap sebagai pacarku.Jenan.Setelah kejadian itu entah kenapa dia seperti menghilang. Dia tidak menjemputku, dia tidak ku temukan disekolah apalagi ke rumahku.Kenapa kelas ini jadi membosankan sih?Tidak ada yang menyenangkan sama sekali apalagi ketika melihat Indri dan beberapa teman perempuan berjoget lagu DJ yang akhir-akhir ini sering aku dengar.Aku berdecak malas. Aish menyebalkan! Kenapa sih jam pertama malah kosong? Padahal aku suka pelajaran seni budaya."Lo kenapa sih anjir?" Tanya Irish yang tidak tahan melihatku seperti itu.Alih-alih menjawab aku hanya kembali berdecak dan ternyata itu mengundang niat Irish untuk menjitak kepalaku.Dengan sigap aku menghindari niat b

  • MONSTER   CHAPTER 8

    "Ana kan?""Lo kenapa?"Aku mengangkat kepala dan mengerenyitkan alis melihat laki-laki yang ada dihadapanku.Wajahnya tidak asing. Dia itu Mario salah satu teman Irish yang mau dikenalkan padaku. Dia kakak kelas, beda setahun denganku."Kak Mario?" Tanyaku sambil mengusap mataku yang terasa perih karena menangis."Iya," jawabnya,"lo ngapain dipinggir jalan sambil nangis kayak gini?"Mendengar pertanyaannya wajahku kembali menyendu dan mataku berkaca-kaca.Kak Mario langsung menatapku panik, "eh, jangan nangis." Ucapnya sambil mengusap air mataku yang mulai jatuh.Aku hanya menggelengkan kepala. Rasanya sesak sekali, aku tidak bisa menahan tangisanku dan mulai kembali terisak.Memang dari dulu aku itu cengeng. Apalagi kalau merasa disakiti aku akan menangis sangat lama."Udah dong nangisnya," bujuk kak Mario yang membuatku malah semakin ingin menangis."Kalau kayak

  • MONSTER   CHAPTER 7

    Selama beberapa hari agenda jemput mejemput sudah seperti kewajiban, begitu juga dengan pulang sekolah. Dan setiap ke kantin Jenan pasti akan selalu duduk di bangku dimana aku duduk, untuk ini Irish sempat protes padaku tapi aku tidak bisa membantu apa-apa.Semuanya berjalan sangat normal, dalam pandanganku. Bahkan aku berusaha bertingkah seperti pacar sungguhan, walaupun responnya masih biasa saja setidaknya dia tidak memandangku aneh atau menolaknya.Sekarang pun aku dan dia sedang duduk berdua di taman sekolah atau biasa disebut 'tempatnya Jenan'.Tidak ada yang kami lakukan. Hanya duduk berdua dan dia melamun.Aku sesekali meliriknya kemudian mengalihkan pandanganku ke arah yang dia tatap. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Jenan, tapi jujur saja aku menikmati ini.Sebenarnya kami bisa kesini karena guru sedang ada rapat dadakan. Alih-alih di pulangkan, sekolahku lebih memilih untuk membebaskan siswa/siswinya tapi menutup pagar sekolah ra

  • MONSTER   Yang sebenarnya...

    Setelah Irish dan Ana pergi. Jenan berusaha menulikan telinganya karena orang-orang yang ada di kantin semakin kencang membicarakan mereka.Apalagi kumpulan geng yang disindir oleh Irish. Bukan merasa bersalah, mereka justru merasa kesal dan terhina."Siapa sih yang gebrak meja?" Tanya Clara dengan kesal. Dia bisa dibilang ketua di geng itu."Itu Irish anjir. Dia anak karate. Dia se eskul sama gue." Jawab Laras."Kita harus hajar dia sama si Asean pokoknya!" Titah Clara bak ratu."Bener banget. Sialan harga diri gue serasa jatoh banget." Timpal Tia."Tapi itu njir... Irish tuh anak karate tingkatannya udah tinggi nanti yang ada kita babak belur." Ingat Laras, "tapi kalo si Asean sih nggak masalah keliatan dia lemah gitu." Lanjutnya.Clara menganggukan kepalanya, "bener juga sih." Ucapnya setuju, "gini aja deh kita hajar aja tuh si Asean. Gimana? Lo setuju dit?""Gue?" Tanya nya, "gue sih jelas oke aja. Atu

  • MONSTER   CHAPTER 6

    Hampir 5 menit aku menepuk-nepuk punggung Irish yang terlihat mengkhawatirkan. Wajahnya merah, matanya berair, dan hidungnya ingusan.Kalau kalian berpikir dia menangis, kalian salah. Kalau kalian berpikir dia menangis karena merasa kasihan denganku.....Itu juga salah.Irish bukan menangis, dia tersedak.Jadi, tadi setelah dia menarikku dan membawaku kembali ke kelas. Irish berteriak-teriak kesetanan membuat anak-anak yang ada di kelas termasuk aku hanya bisa diam. Irish sedang dalam keadaan senggol bacok, jadi tidak ada yang mau mengambil resiko.Dia juga melampiaskan emosi dengan memakan cimol pedasnya. Karena terlalu bar-bar entah bagaimana dia tiba-tiba tersedak dan langsung batuk-batuk.Tentu saja aku langsung membantunya. Merelakan minumanku yang langsung diteguk sampai habis walaupun dalam hati aku agak mengatai tingkahnya."Sialan nih cimol. Pokonya gue benci sama cimol dan nggak akan m

  • MONSTER   CHAPTER 5

    Semalam Irish menelponku, dia benar-benar khawatir. Dia menanyakan keadaanku, dia bertanya apakah aku baik-baik saja? Apakah anggota tubuhku masih lengkap? Apakah aku masih hidup? Dia bertanya seolah-olah aku dibawa oleh monster, ya memang sih Jenan itu punya julukan monster tapi Jenan kan bukan monster sungguhan.Aku bilang pada Irish kalau aku baik-baik saja cuman mungkin aku akan jadi mayat dalam waktu dekat. Irish langsung memarahiku dan bilang, "ngomong dijaga!". Benar-benar tidak tahu diri.Aku juga tidak memberitahu tentang perjanjianku pada Irish. Aku takut Irish marah dan langsung menghinaku. Walaupun iya, tapi aku tidak mau mendengar itu darinya.Kami telponan cukup lama bahkan sampai larut malam.Dan pagi ini aku menjalankan rutinitasku seperti biasa. Mandi, pakai seragam, dan sarapan buatan bik Inah.Sampai akhirnya aku dibuat jantungan ketika membuka gerbang rumahku.Disana ada Jenan sedang duduk diatas motorny

  • MONSTER   CHAPTER 4

    Aku mendadak jadi pusat perhatian. Sepanjang perjalanan menuju parkiran sekolah tidak ada yang tidak menatapku.Ini semua karena Jenan. Iya. Jenan tiba-tiba datang ke kelasku membuat kehebohan dengan mencariku untuk mengajak pulang bareng.Awalnya aku tidak percaya kalau Jenan mencariku. Tapi, setelah melihat wajah Sinta si biduan kelas itu aku baru percaya apalagi ketika melihat Jenan yang memberi kode kepadaku untuk cepat keluar.Jenan berjalan didepanku. Dia tidak berkata apa-apa daritadi. Dia bahkan tidak menyuruhku untuk berjalan disampingnya.Biasanya kalau didrama yang aku lihat kan begitu. Si laki-laki akan berhenti berjalan lalu menengok ke belakang dan bilang, "kenapa jalannya dibelakang? Kamu itu pacar aku jadi jalannya harus disampingku." Setelah itu mereka jalan bergandengan tangan dan perempuannya tersenyum malu-malu.Aku kembali menatap Jenan didepanku. Lalu mendesah pelan. Memang ya drama dan realita itu ber

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status