_Rumah Mbah Waci_
"Mbah bingung, tempat itu seperti mempunyai benteng gaib yang kuat. Susah untuk ditembus. Tapi Mbah yakin pasti ada celah untuk menembusnya. Di mana itu adalah tempat membuat perjanjian iblis."
Malam semakin larut. Setelah mengobrol, Mbah Waci mengajak cucunya untuk segera tidur.
"Teman kamu enggak ada kirim pesan ke kamu, Nduk?" tanya Mbah Waci.
"Kayak tadi ada ... bentar Rasti cek dulu, Mbah."
Rasti berlari mengambil HP di dalam kamar. Tak lama Rasti sudah kembali sambil membawa HPnya.
"Ada, Mbah. Rasti baca ya."
(Ras, aku tau cara menembus tempat itu. Coba tembus di bawah sinar bulan saat bulan bulat penuh. Kalau berhasil, tolong kabarin aku secepatnya.)
Seketika Mbah Waci berjalan ke arah jendela. Ia sedikit menyibak korden yang sudah tertutup.
"Malam ini bulan purnama!" seru Mbah Waci.
"Iya, Mbah. Kita lakukan sekarang aja."
Mbah Waci mengangguk. Bergegas mereka menuju seb
"Dia seorang penari sinden. Dia ingin semua perhatian laki-laki itu tertuju padanya saat dia menari atau pun melakukan hal lain.""Permintaannya sangat mudah untukku. Hahahahahaha. Asal dia bersedia dengan syaratnya.""Sangat bersedia, Tuan.""Bagus! Pertama aku ingin menyetubuhinya. Akan ku jadikan istri gaibku. Setelah itu aku beri tahu kau syarat lainnya."Dengan cepat sosok itu langsung menghilang. Bersamaan dengan perempuan yang sedang berendam.Laki-laki itu hanya duduk bersila di tepi sendang. Suara burung hantu terus terdengar bersamaan dengan suara tawa laki-laki tersebut."Mereka selain meminta pengasihan pada makhluk gaib, mereka juga bersekutu," tutur Mbah Waci tanpa memalingkan penglihatannya."Mbah, perempuan itu hilang!" seru Rasti dengan ekspresi terkejut.Mbah Waci menoleh ke belakang melihat cucunya. Kemudian ia menatap kembali ke depan."Sepertinya tusuk konde dan sintren itu berasal dari sini."
Tiba-tiba sosok hitam besar itu berubah menjadi sosok pria yang tampan. Pakaiannya berwarna hitam dengan pinggirannya yang kuning keemasan. Tepat di kepalanya terdapat sebuah mahkota. Namun mahkota itu tak dapat menutupi dua tanduk di kepalanya."Tusuk konde ini ada sintren yang akan membuat para laki-laki itu tunduk padamu, Mawar.""Bagaimana cara menggunakannya, Pangeran?"Pria itu mendekati Kusumawardhani. Lalu melingkarkan tangannya ke pinggang Kusumawardhani. Mendekatkan wajahnya hingga napasnya terasa di wajah Kusumawardhani."Gampang, nanti akan dijelaskan sama Mijan.""Mijan?" ulang Kusumawardhani sambil mengernyit."Iya. Jangan lupa yang aku katakan. Kamu harus melayaniku setiap empat puluh hari." Sambil mencolek dagu Kusumawardhani."Baik, Tuan."Dalam beberapa detik, sosok itu menghilang. Angin berhembus membuat daun-daun saling bergesekan. Menimbulkan suara yang mencekam di tengah gelapnya malam."Mbah Darto,
"Bagus. Dan satu hal lagi, sintren yang tersimpan dalam tusuk konde ini berwajah mirip denganmu. Karena kamu sudah setuju dengan perjanjian ini, kamu tidak bisa mundur lagi.""I-iya, Mbah.""Kecuali ...." Perkataan Mijan terpotong. Laki-laki itu terdiam. Tatapan matanya melihat ke air sendang yang tenang. Pantulan cahaya bulan terlihat dari air yang tenang itu."Kecuali apa, Mbah?"Mijan malah diam tanpa menjawab pertanyaan Kusumawardhani. Sesekali ia menoleh ke kanan dan kiri."Ada apa, Mbah?""Banyak sekali makhluk gaib yang sedang melihat ke arah kita.""Hahh?! Di mana? Saya takut, Mbah.""Aku akan ceritakan nanti kalau kita sudah di bawah. Sekarang ayo kita turun," ajak Mijan.Mereka berdua buru-buru merapikan barang-barang yang mereka bawa. Mbah Waci juga bisa melihat banyak sekali pasang mata yang mengawasi mereka.Wanita tua itu terkejut saat cucunya menepuk pundaknya dari belakang."Mbah, kok
"Dua hal? Apa itu, Mbah?"Waci dan Rasti saling menoleh dan melotot mendengar perkataan Mijan.Tak hanya Kusumawardhani, Waci dan Rasti juga memasang pendengaran mereka."Pertama, kamu harus berhenti menyediakan tumbal laki-laki selama tiga kali bulan purnama berturut-turut. Agar sintren di dalam tusuk kondemu itu tidak memiliki kekuatan. Dan kedua, saat tepat malam jumat kliwon, kamu harus ke sendang itu dan melempar tusuk konde di sendang itu."Raut wajah Kusumawardhani terkejut. Kemudian wanita itu tertawa terbahak-bahak."Hahahahaha ... hanya itu saja, Mbah? Hahahahaha, gampang banget, Mbah. Aku kira berat!" ujar Kusumawardhani sambil masih tertawa."Berhenti!"Kusumawardhani kaget saat suara Mbah Mijan meninggi."Dua syarat itu berat!" seru Mbah Mijan dengan mimik wajah marah.Kusumawardhani terdiam. Sambil menunduk ia memegang ujung bajunya."Tapi syaratnya itu mudah, Mbah!"
Ia membuka pintu kamar mandi hanya sedikit. Hanya kedua matanya yang terlihat dari pintu. Manik matanya mengedar ke sekitar.Suasana sangat sepi dan gelap. Tak ada seorang pun. Perlahan Nayla mulai membuka pintu kamar mandi perlahan. Dengan agak berlari gadis itu menuju ke kamarnya.Saat ia sampai di ruang tengah. Nayla seperti melihat seseorang yang berdiri di dekat meja. Karena gelap, Nayla tak bisa melihat siapa orang tersebut."Tante?""Rahma?"'Kok diam aja?' tanya Nayla dalam hati."Angel?"Karena tak ada jawaban, Nayla tak berani mendekat sosok itu.Jantungnya mulai berdetak kencang. Rasa merinding dan takut kembali ia rasakan.Baru beberapa langkah. Hidung Nayla mencium aroma busuk bercampur anyir. Tubuh Nayla pun gemetar. Jantungnya semakin cepat berdetak.Namun rasa penasarannya sangat besar. Gadis itu tetap berusaha mencari tahu siapa yang berdiri di depannya itu.Dengan memencet
Rahma muncul dengan membawa segelas air putih lalu memberikannya pada Nayla."Diminum dulu Mbak Nay."Tangan Nayla gemetar menerima gelas. Tante Dewi, Rahma dan Angel saling berpandangan dan bertanya-tanya apa yang terjadi pada Nayla sampai ketakutan seperti itu.Setelah Nayla sudah lebih tenang. Wanita cantik dan anggun di umurnya yang tak lagi muda itu mulai bertanya pada Nayla sambil memeluknya."Sekarang ceritakan sama Tante apa yang terjadi sampai kamu teriak-teriak ketakutan." Suara Tante Dewi sangat lembut dan anggun."Ta-tadi ada o-orang di situ, Tante." Nayla menunjuk ke sebuah meja di sudut ruangan."Orang, Mbak?" ulang Rahma sambil mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Nayla. Diikuti Angel dan Tante Dewi.Dengan masih gemetar Nayla tak berani melihat ke arah ia melihat sosok Dano yang sangat menyeramkan dengan kepala yang hancur.Sesaat Nayla terdiam tak melanjutkan ceritanya. Sampai
(Besok aku ke Malang. Kalau boleh aku minta alamat kamu tinggal. Nanti aku ceritakan)"Udah dia cuma bilang gitu," ucap Nayla."Ahh ... Enggak langsung kasih tau aja sih dia!""Mungkin memang lebih baik ceritanya pas ketemu kali, Ngel.""Ya sudah, kasih aja alamat kamu. Eh ... Tapi besok 'kan kita udah mulai training, Nay!""Oh ya!" Nayla menepuk jidatnya."Ya kamu bilang aja ketemunya pas kita udah pulang training," usul Angel."Oke oke. Aku balas sekarang ya!"Wajah Nayla tampak senang saat membalas pesan Rasti. Ia merasa jika tak lama lagi, dirinya akan terbebas dari teror sinden dan korban dari tusuk konde tersebut.Wajahnya yang sumringah menimbulkan niat Angel untuk menggodanya."Seneng nih yaa sebentar lagi bebas dari teror sinden yang menyeramkan itu. Hiii ... takut aku, Nay, ngebayanginnya.""Ngapain kamu bayangin, sereeem banget itu, Ngel!" seru Nayla sambil membalas pesan
"A-apa yang aku dengar?! Apa itu n-nyata?!" Angel sampai mencubit lengannya sendiri. Hingga ia menjerit kesakitan."Tapi sakit. Berarti ini bukan mimpi. Lalu siapa yang ada di dalam lemari?" Angel ketakutan. Dan saat akan berbalik, ia menjerit kencang melihat Nayla yang sudah berdiri di belakangnya."Aaaaaahhhh ....""Angel! Ini aku Nayla!""Hah ... hah ... hah ...." Angel mengatur napasnya."Kamu kenapa sih? Kayak lihat setan aja!""Bu-bukan lihat, tapi dengar," jawab Angel dengan napas yang masih ngos-ngosan."Dengar? Apa maksudmu?" tanya Nayla yang tidak paham."Di- di situ, Nay, ada suara." Tunjuk Angel ke arah lemari."Suara apaan sih?"Nayla membuka lemari itu. Tak ada apa pun di dalam lemari kecuali hanya pakaian yang masih tertata rapi."Mana enggak ada apa-apa, Ngel!""I-i-itu, Nay," ujar Angel tergagap. Matanya membulat lebar dan terus menat