Angga saling menggosok kedua tangannya dan bergegas pergi dari lokasi cafe. Rencananya dia akan menemui ibunya terlebih dahulu. Angga menaiki motor matic yang ia beli secara second sewaktu di kampung terpencil lalu. Kendaraan yang kadang ngadat itu menjadi temannya melakukan aktivitas sehari-hari. "Bu!" pekiknya.Sosok yang dua tahun lebih menua dari sebelumnya tergopoh-gopoh memenuhi panggilan sang putra. Ia berdiri persis di sebelah Angga."Ada apa sih kamu jerit-jerit begitu? Nggak sakit apa tembolokmu?" ujarnya yang tak suka mendengarkan kebisingan.Angga cengengesan. Tangannya sibuk menarik benda dari saku, lalu memamerkan apa yang baru dia dapat. "Lihat nih, Bu! Hahaha." Tawanya banter.Mata Bu Dila turut membesar seiring uang sebesar satu juta itu diagung-agungkan Angga. Tangannya bersiap-siap meraih."Eits!" Angga membelokkan barang berharga tersebut ke lain arah, membuat bibir ibunya manyun."Buat ibu 400 ribu saja, ya!" "Kenapa begitu?" Alisnya saling bersenggolan."Aku
Serasa disambar geledek, padahal hari terang benderang. Kaki-kaki Ruby bak dicekal siluman ular, sampai membuatnya kesulitan bergerak. Ruby spontan tercampak ke dinding sebelah jendela. Menggigit tangan dan menekan dadanya, hingga napas tersengal-sengal.Pengedar sa*u? Astagfirullah.Pantaslah kerjaan Roy selama ini cuma seliweran dan kerap berada di rumah. Rupanya dia mendapatkan uang melalui jalan pintas. Sekarang Ruby paham, bahwa ia telah dibodohi. Kerja sebagai buruh pabrik tas adalah bohong. Cairan asin meleleh dari pupuk mata. Jadi, selama ini pulalah ia diberi makan haram. Menelan hasil dari penjualan barang terlarang tersebut. Ruby menyesal kenapa ia tak curiga sedari pindah ke kontrakan tersebut. Namun yang lebih anehnya lagi, rata-rata pengedar sa*u itu kaya, tetapi kenapa suaminya tidak. Ke mana uang yang selama ini ia punya.?Wanita itu membiarkan suaminya menyelesaikan urusan dengan temannya di depan. Begitu Roy kembali ke dalam, Ruby dengan tiba-tiba menampakkan wujud
"Kalian ngomongin aku, ya?" Entah sebab angin apa, tiba-tiba saja Roy kembali dalam waktu singkat. Menurut Ruby, sepertinya ada yang ketinggalan di rumah ini, dia lupa membawanya. Ruby semakin ketakutan. Tangannya dicekal oleh ibu-ibu di depan."Jadi istri kok tukang gosipin suami sendiri!" sambungnya belum berkesudahan."Siapa yang gosipin kamu sih, Roy? Pede banget! Wong, istrimu ini cuma nanya cara masak sate padang. Suuzon terus!" cercah wanita yang Ruby anggap cukup berani dengan Roy si lelaki temperamen tersebut.Roy memandang istri dan tetangganya secara bergantian dan penuh selidik. Tampak-tampaknya dia mulai percaya dengan ungkapan sosok tersebut. Tak lagi dia hiraukan Ruby. Roy menuju kamar dan selang beberapa menit kemudian dia kembali menyalakan motor."Lihatlah, Bu! Dia kasar banget sama aku. Aku nggak nyangka sama sikapnya," keluh Ruby."Roy memang begitu, makanya satu gang ini nggak ada yang peduli sama dia, termasuk ketika dia sakit. Ngomong-ngomong siapa namamu, Neng
"Apa? Ibu TBC?" Ruby terbelalak kaget. Seingatnya sebelum meninggalkan ibunya untuk menikah, perempuan itu baik-baik saja. Ternyata hidup di kota tak seindah yang dipikirkan. Di mana saban waktu kita menghirup polusi kotor. Berbeda tatkala mereka masih mendekam di desa dulu.Ruby kaget sekali sekaligus prihatin mendengar kabar yang Bu Dila sampaikan. Dia mengunjungi ibunya memang niat awal untuk bertukar kabar. Namun, siapa sangka kalau berita yang Bu Dila sampaikan begitu menusuk hati. Ruby spontan iba terhadap sosok yang telah melahirkannya tersebut.Bu Dila melempar angan. Beberapa hari lalu saat dirinya terbatuk-batuk di hadapan para pembeli sayur pasca pamer, dia langsung menyembunyikan darah yang berada di telapak tangan dan mengusapnya pada ujung baju. Dia bahkan sempat mengarang cerita, kalau saat malamnya Angga membelikan bakso jumbo super pedas yang membuat lehernya sakit hingga pagi. Jelas dia tidak mau, jika penyakitnya diketahui oleh orang-orang, sebab TBC merupakan viru
Daripada ketahuan lebih dulu, lebih baik mengambil jalan tercepat saja, begitulah yang ada di pikiran Angga. Lelaki itu menarik gas motor penuh tenaga, menerobos lampu lalu lintas yang terang menyala tersebut. Beberapa orang menjerit, tatkala Angga hendak ditubruk pengendara lain. Bahkan, ada yang sampai memakinya di jalanan. Ia tak peduli. Yang penting bisa selamat dari pemantauan Cinta."Mas! Apa-apaan, sih!" Ofi di belakangnya memukul. Sebelah tangan meremas baju yang Angga kenakan. "Kamu mau buat kita mati atau bagaimana? Tiba-tiba ngereog di motor," sambungnya kesal. Tentu ia kaget.Angga membuang napas lega. Berharap, kalau Cinta sama sekali tidak mengenalinya. Bisa hilang sumber pemasukan, jika sampai dia ketahuan selingkuh selama ini. Pria itu tak menggubris perkataan Ofi. Ia terus melajukan kendaraan, sampai betul-betul jauh dari titik lampu merah tempat ia meliht Cinta tadi.Sesuai keinginan hati, Angga betul-betul minta ditraktir oleh Ofi dengan alasan dompetnya ketinggal
"Jadi, Jeng Dila nggak ada yang jemput?" tanya ketua arisan, tatkala Bu Dila menyatakan ketakutannya ditinggal sendirian di restoran tersebut."Iya nih, Jeng. Anak saya malah mendadak ngevlog di gunung. Padahal dia yang antar saya tadi ke sini." Tadinya Bu Dila memang menyewa mobil hasil pesanan online. Kini dia sudah tidak punya duit lagi."Kenapa nggak pesan taksi aja, Jeng?" tanya member lain."Duh, gimana, ya? Saya punya pengalaman buruk pesan-pesan mobil online begitu. Saya pernah dilarikan sama sopirnya, jadi sampai sekarang nggak berani lagi.""Ya, ampun ngenes banget pengalamannya ya, Jeng. Ya, sudahlah. Kalau begitu biar saya yang antar aja pakai mobil. mau, kan?"Satu sisi Bu Dila merasa lega, karena dia bisa pulang ke rumah tanpa berjalan kaki, tetapi di samping itu dia tak sanggup juga menunjukkan, bahwa tempat yang selama ini ia tinggali adalah kontrakan sederhana."Boleh, boleh." Sebuah ide mencuat.Bu Dila pada akhirnya diantar oleh teman arisannya. Begitu hendak mendek
Wanita berwajah lebam dengan air mata yang telah mengering di pipinya itu melajukan langkah. Ia memang telah berubah baik, tetapi bukan berarti dia adalah perempuan polos. Ruby bukan juga sosok lemah seperti yang terdapat di beberapa novel digital. Ia kuat, tegar dan tak mudah diinjak. Tak peduli, jika pernikahannya Roy baru beberapa hari saja terjalin. Kalaulah memang lelaki itu berlaku jahat, maka kenapa dia harus membisu. Ruby memasuki kantor polisi dan mengadukan KDRT yang baru saja dia alami. Muka benyok dan beberapa bekas memar di badan cukup menjadi bukti atas berita yang ia sampaikan hari itu. Ditambah lagi dengan pengaduan, jika seorang pria bernama Roy terlibat jual beli narko*a. Biar sekalian saja. Tak usah tanggung-tanggung. "Akan kami proses secepatnya." Begitulah balasan yang Ruby dapat, setelah ia memberikan alamat rumah.Perempuan penuh derita itu harus mencari hutangan. Menunggu gaji yang keluar sebulan lebih lagi membuat ia tak akan bisa bercerai dengan Roy secepa
"Apa?" Kepala Angga semacam diserang puluhan peluru. Bibirnya mengonsumsi debu sebab ternganga di bibir jalan. Angga menajamkan telinganya. Berpikir ulang tentang ucapan Cinta barusan."Sudah dua bulan, Mas. Gimana ini? Kamu tanggung jawablah. Tanggal berapa kita nikah? Pokoknya harus bulan ini!" tuntut Cinta dengan nada sekhawatir mungkin.Menikah? Itu belum ada dalam kamus Angga, setelah gara-gara ulahnya dia kehilangan perempuan high value dan seseorang bunuh diri karenanya pula. Angga sadar, kalau selama ini dirinya memang selalu berhubungan layaknya suami istri dengan penjaga toko bolu tersebut. Namun, siapa sangka, kalau Cinta tidak menggunakan kontrasepsi? Angga pikir karena sudah selalu berbuat, perempuan itu tahu untuk menjaganya. Ini malah sudah dua bulan pula usia kandungan Cinta. Apa tidak tambah keder Angga dibuatnya.Pria itu menekan tombol merah dan memang sengaja menghindari kesalahan terbesar yang ia lakukan. Angga juga memutuskan secara kilat untuk memblokir nomor