Setelah perbincangan siang itu Indhira dan Sasongko bersama Lila akhirnya pergi menemui Mahesa dan Amran di hotel tempat mereka menginap.Saat di depan pintu kamar Mahesa. Indhira sempat berhenti sejenak. Ia sesungguhnya ragu mempertemukan Sasongko dengan mantan suaminya itu. Sasongko pun mempertanyakan mengapa istri yang dinikahinya secara siri itu terdiam."Indi, kamu kenapa?" tanya Sasongko."Eng-gak apa, Mas."Pintu pun diketuk IndhiraTernyata Mahesa yang membuka pintu, Lila pun memeluk ayahnya itu dengan sangat erat. Setelah beberapa hari tak bertemu, ia pun pasti merasakan rindu."Yah, papi ke mana?""Papi sedang keluar cari makan," ujar Mahesa menatap tajam ke arah lelaki yang pernah sangat dikenalnya.Sasongko dan Mahesa saling menatap, netra mereka begitu tajam. Tersirat ada dendam kebencjan di mata Mahesa pada lelaki paruh baya itu. Indhira pun heran dengan tatapan mata lelaki yang masih dicintainya itu."Mas Mahesa, boleh kami masuk?" tanya Indhira yang heran dengan sikap
Mahesa belum genap berusia 12 tahun saat tragedi itu terjadi. Ya, sebuah pengkhianatan yang meluluh lantakkan rumah tangganya. Semua bermula dari kerjasama yang dilakukan Pak Sastrawijaya -- Ayah Mahesa dengan sahabat baiknya bernama Pak Sasongko.Sebuah mega proyek bernilai lebih dari 150M sedang dirancang oleh keduanya. Akan ada banyak keuntungan diraih. Semua telah diagunkan Pak Sastrawijaya demi mega proyek ini. Ia berharap, setelah semuanya selesai, ia akan dapat membesarkan perusahaan yang telah dirintisnya sejak nol.Nasib naasPak Sasongko gelap mata. Ia melakukan kecurangan besar, hingga akhirnya perusahaan Ayah Mahesa itu bangkrut. Semua aset disita oleh bank. Rumah, mobil, termasuk perusahaan yang dirintisnya berpindah menjadi milik Sasongko, demi menutupi utang Sastrawijaya.Kegagalan mega proyek atas pengkhianatan sang sahabat membuat Pak Sastrawijya mengalami syok hebat. Ia hancur, sehancur-hancurnya. Perusahaan kebanggaannya kini raib, begitupun Ibu Andrea, istrinya yan
Mahesa akhirnya tumbuh dalam luka. Ya. luka akibat kepergian ibunya demi menikahi seorang sahabat ayahnya sendiri. Mahesa tidak dendam. Ia tidak membenci ibunya, tapi Mahesa hanya membenci takdir.Ya, Mahesa membenci takdir. Takdir yang membuatnya terpisah dari sang ibu dan ayahnya yang haru terbaring di atas tempat tidur.Setelah pertemuannya dengan ayah angkatnya -Pak Ryanto, hidup Mahesa dan ayahnya mulai berubah. Mahesa tidak perlu lagi bekerja banting tulang untuk membiayai pengobatan ayahnya dan kebutuhannya sehari-hari. Pak Ryanto telah menanggung semuanya.Waktu berjalan sangat cepat. Mahesa telah tumbuh menjadi remaja yang pintar, bukan hanya sukses meraih prestasi akademiknya, tapi juga non-akademiknya."Mahesa, apa.rencanamu selanjutnya?" tanya Pak Ryanto saat kelulusan SMA.Mahesa pun dengan lantang berucap,"Saya ingin menjadi seorang polisi, Pa!""Polisi?""Apa hebatnya Mahesa? Papa bisa sekolahkan kamu ke manapun. Kuliah bisnis, kedokteran atau apapun. Yang penting kamu
"Restu Allah, tergantung restu orangtua."Oma mendatangi kamar Amaliya yang belum juga keluar kamar dan ikut sarapan bersama, seperti kebiasaannya. Saat pintu terbuka, Oma Siska pun kaget mendapati sang cucu sudah tidak ada di kamarnya."Kok tumben, Amaliya tidak pamitan dan cium aku dulu?" gumam Oma.Oma pun mengingat perkataan sang anak semalam saat menolak lamaran Mihran. Ia takut, jika sang cucu nekat pergi bersama Mihran. Dan benar saja, saat melihat lemari Amaliya kosong tanpa satu pun pakaiannya tertinggal, membuat Ibu Siska murka.Ibu Siska pun berteriak dengan keras, memanggil nama putra tunggalnya itu agar segera menghampirinya di dalam kamar Amaliya."Ada apa sih, Bu?" ujar Taher kebingungan melihat netra Bu Siska yang sudah menangis."Ini semua gara-gara kamu! Amaliya pergi meninggalkan rumah. Dia pasti nekat kawin lari! Gara-gara kamu cucu kesayanganku pergi meninggalkanku!" hardik Bu Siska."Kawin lari?" lirih Mama Amaliya."Ini semua gara-gara Mihran. Kurang ajar! Beran
"Allah tidak akan menguji hambanya, di luar batas kemampuan hambanya.""Cinta itu hadir karena terbiasa ...."Tujuh tahun berlalu ....Hari ini, Mihran sudah membuktikan pada Pak Taher, Papa Amaliya, jika ia bisa sukses dan membahagiakan anak istrinya. Mihran kini dikenal sebagai seorang pengusaha sukses dibidang advertising. Perusahaan periklanan yang dirintisnya telah banyak menangani klien besar dan menggunakan bintang iklan terkenal.Amaliya pun kini sukses berkarir sebagai seorang desainer baju pengantin dan pemilik salon kecantikan terkenal. Seketika Mihran dan Amaliya menjadi pasangan muda yang sukses dan harmonis hingga menjadi banyak panutan pasangan muda.Suatu hari, Mihran dan Amaliya pun diundang di sebuah acara TV yang mengisahkan perjalanan cinta dan kesuksesan mereka. Semua yang mengenal keduanya bangga, terlebih Oma Siska dan kedua orangtua Amaliya."Hore! Alia bangga sama Mama dan Papa, Oma. Coba Alia ikut, kan bisa masuk TV juga," ujar gadis polos berusia 8 tahun itu
Mihran benar-benar berjuang untuk cintanya. Dia tidak akan menyerah dan akan terus berusaha mempertahankan rumah tangganya."Bu, Bu Amaliya."Ani terus mengetuk pintu kamar Amaliya berulangkali. Malam itu, Mihran datang dan memaksa masuk. Ani dan Tarjo yang sudah mendapatkan perintah agar tidak mengijinkan Mihran masuk ke rumahnya, tidak berani mengijinkan tuannya itu masuk ke rumahnya sendiri."Bu, ada Bapak di depan. Daritadi meminta masuk. Tapi, Ani nggak berani soalnya kan ...." terang Ani. Amaliya pun langsung emosi mendengar teriakan Mihran malam itu.Mihran tidak perduli ketika hujan deras malam itu membuat seluruh tubuhnya basah. Rasa dingin tidak di perdulikannya lagi. Ia hanya ingin memperjuangkan cinta Amaliya dan Alia."Amaliya, buka pintunya. Amaliya ...." teriak Mihran dari luar pintu gerbang rumahnya. Berulangkali, Amaliya tetap bergeming."Amaliya!""Amaliya, buka pintunya," pekik Mihran yang terus menggedor pintu gerbang agar Amaliya membukanya."Kamu jaga Alia ya di
"Pada akhirnya, setiap manusia menjalani takdir yang Allah gariskan, walau tidak sesuai rencana manusia."Eliza akhirnya memutuskan meninggalkan acara pernikahannya dengan Dygta. Kata-kata Mihran telah meluluhlantakkan hatinya, kembali ....Eliza pun pergi membawa mobilnya dengan sangat laju tanpa tahu ke mana arah tujuan. Derai tangisnya di dalam mobil, meluahkan semua perasaannya. Eliza menangis bukan karena kegagalan pernikahannya, tetapi karena saat ia ingin melangkah pergi sejauh mungkin dari kehidupan Mihran, Allah justru punya rencana lain.Di dalam gedung pernikahan"Kok Eliza nggak balik-balik. Ada yang aneh," batin Dygta.Dygta pun menyusul Eliza ke toilet. Ia pun bertemu Amaliya dan Mihran yang masih berada di depan toilet."Eliza, Sayang, kamu di mana? Semua udah nunggu kamu loh," panggil Dygta dengan suara lembut.Dygta pun masuk ke dalam toilet dan dia kaget karena tidak menemui Eliza di dalam. Ia pun menghampiri Mihran dan Amaliya dengan wajah penuh kemarahan dan emosi
Amaliya kembali ke rumahnya. Ia menangis. Mengingat semua kenangan indah persahabatannya dengan Eliza dan Mihran. Juga mimpi Mihran untuk memiliki seorang anak kandung. Seketika Amaliya menyeka airmatanya."Kalau Eliza sampai ke luar negeri itu artinya Mihran tidak akan mempunyai kesempatan lagi ketemu anaknya. Kasihan dia ...." lirih Amaliya.Amaliya bergegas menemui Mihran di kantornya. Sesampainya di sana, dengan berapi-api, Amaliya meminta Mihran untuk menyusul Eliza."Kenapa kamu masih diam saja, Mihran. Kamu harus kejar dia. Jangan sampai kamu kehilangan anak kamu. Aku benci sama kalian berdua. Semua pengkhianatan kalian itu sungguh menyakitkan. Tapi, anak itu nggak salah!" pekik Amaliya dengan mata mendelik."Kenapa seorang anak harus menanggung dosa kedua orang tuanya?" tekan Amaliya."Amaliya ....""Aku tidak akan pernah memisahkan seorang anak dari Ayahnya!" tegas Amaliya."Kamu mau tunggu apalagi? Cepat pergi!" gertak Amaliya.Sesaat Mihran terdiam. Entah terbuat dari apa h