Morry melihat kelima pemuda berbadan kekar tengah mendekati wanita tua dan memaksanya."Cepat bayar sekarang juga!! Anak kamu sudah meninggal terlalu lama. Dan kami tidak bisa menunggu lagi!!" tegas salah satu pemuda yang tampak sangar, membentak wanita tua itu."Tolonglah, saya minta waktu lagi, saya belum ada uang sekarang!" ujar wanita tua, dengan suara pelan dan wajah memelas."Saya minta waktu satu bulan lagi, saya akan melunasi utang-utang saya itu," lanjut wanita tua menjelaskan pada kelima pemuda tersebut."Ah! Kami tidak mau tahu!!! Kami tidak mau kasih keringanan lagi, Kamu sudah janji, waktu itu kamu bilang sebulan lagi akan melunasi utang-utangmu. Tapi pas kami datang menagih, kamu selalu saja bilang belum ada uang dan minta waktu!!" bentak Bram salah satu pemuda berbadan kekar itu pada wanita tua."Saya benar-benar tidak punya uang sekarang. Saya janji bulan depan akan saya lunasi. Mohon beri saya waktu," ucap wanita tua itu memohon pada Bram yang berdiri tepat dihadapan
KESEDIHAN HATI MORRYWanita tua itu langsung cepat berdiri dan segera menghampiri Morry yang masih berdiri diam ditempatnya, Mahalini mengikuti wanita tua yang mendekati Morry."Pembunuh!! Kamu pembunuh Morry!"Tiba tiba saja wanita tua yang bernama Sutiyem itu berteriak dan menangis sambil memukuli dada Morry. Morry hanya diam saja berdiri dihadapan Sutiyem, dibiarkannya wanita tua itu terus memukuli dadanya.Mahalini kaget melihat ibunya tiba-tiba marah pada Morry dan memukulinya, Dia mencoba menghentikan ibunya agar tak memukuli Morry."Hentikan, Bu, hentikan!!" ujar Mahalini berteriak sambil memegangi tangan ibunya yang mengamuk marah pada Morry.Sejak kematian putranya, Steve, Sutiyem selalu saja marah jika dia melihat Morry karena dia masih menyalahkan Morry atas kematian putranya tersebut. Apalagi Sutiyem tahu, Morry terbukti sebagai pelakunya.Sutiyem seperti tak bisa menerima kenyataan dan tak dapat memaafkan Morry sampai kapanpun. Dia terus menyalahkan Morry atas kematian an
AKU KEMBALI KE DUNIAKU"Maafkan aku,Mas, karena tidak bisa membelamu dulu," ucap Mahalini dengan raut wajah yang merasa bersalah pada Morry.Morry menoleh pada Mahalini yang duduk di sampingnya itu, Dia menatap lekat wajah Mahalini."Kamu tidak salah, kamu sudah berusaha semaksimalnya," ujar Morry menatap lekat wajah Mahalini."Aku tahu semua sudah diatur, semua yang ada di dalam pengadilan itu orang-orang mereka semua, Mereka sengaja membuat skenario untuk menjebak dan menjadikan aku tersangka utama," ungkap Morry memberi penjelasan pada Mahalini yang duduk di sampingnya itu."Dan mereka mematahkan semua bukti-bukti yang bisa membelaku, mereka juga tidak segan-segan menghilangkan bukti yang meringankan aku dipersidangan," lanjut Morry memberi penjelasan pada Mahalini."Apa Mas Morry tahu, siapa mereka?!" tanya Mahalini."Aku belum tahu siapa dalang utama yang melakukannya kepadaku," jawab Morry dengan wajahnya yang serius menjelaskan pada Mahalini."Tapi yang jelas mereka banyak dan
Jonathan kembali membuka album foto kenangannya bersama Ikhsan. Foto-fotonya sejak kecil juga beberapa lembar kertas yang berisi coretan rasa sayangnya pada Ikhsan. Begitupun sebaliknya.Kenangan itu begitu menyakitkan. Kini Ikhsan telah pergi selamanya. Kakak sekaligus panutannya di dunia kepolisian itu telah pergi. Pergi dengan cara yang menyakitkan.Kini bukan hanya hatinya saja yang terluka, tapi juga keluarga besarnya. Rasanya masih sulit baginya memaafkan para pembunuh yang telah begitu sadis menghabisi nyawa kakak yang begitu disayanginya.Jonathan yang telah banyak menangani kasus pembunuhan itu merasa bodoh. Tidak ada gunanya. Sudah banyak pembunuh yang ia tangkap dan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.Namun, kenapa saat ia dihadapkan pada kematian sang kakak, Jo tidak dapat berbuat apapun. Jonathan merasa gagal. Gagal menjadi seorang adik. Gagal menjadi seorang detektif yang kompeten.Sudah beberapa waktu bergulir, bahkan kasus kematian Ikhsan belum juga me
Jonathan masih bingung atas apa yang terjadi sekarang dihidupnya. Entah apalagi yang harus ia ceritakan pada keluarganya. Bagaimana lagi ia harus berjuang menuntut keadilan atas kematian Ikhsan.Saran dari Galang, membuatnya berpikir ulang. Ia pun sebenarnya penasaran karena sangat janggal cerita Galang yang mengatakan jika Ikhsan ... Sungguh tidak mungkin. Tidak mungkin Ikhsan berbuat hal yang sungguh memalukan itu."Jo, tolong ingat pesanku ini baik-baik ya. Jaga dirimu dan keluargamu dengan baik. Hanya kamu yang bisa menjaga mereka!" Pesan Galang itu justru membuat tanda tanya dibenak Jo. Hal apakah yang sebenarnya terjadi. Mungkinkah ada banyak atasannya yang terkait atas kematian Ikhsan?Malam itu Jo akhirnya memberanikan diri untuk menghubungi keluarganya di Medan. Ia harus menjelaskan apa yang terjadi. Walau berat, ia juga harus mendiskusikan langkah selanjutnya. Haruskah mereka berhenti berjuang?"Tidak mungkin Jo!!! Kamu jangan asal fitnah! Abangmu Ikhsan tidak mungkin berbu
Mahesa, pria petinggi di kedinasannya yang terkenal berwibawa dan sangat baik pada setiap anak buahnya itu kini mulai merasa resah. Satu persatu koleganya mulai menjauhinya. Tidak luput, Morry yang kini mulai diragukan kesetiaannya.Siang ini, seperti yang sudah dijanjikan, Mahesa akan bertemu dengan seseorang. Anak buahnya yang lain yang masih bisa ia percaya. Yang telah banyak melakukan penyelidikan pada beberapa 'pengkhianat' itu."Apa yang bisa kamu laporkan padaku?" tanya Mahesa."Semuanya sudah lengkap di sini, Pak. Mereka bertemu dengan Jo semalam. Wira dan Galang diam-diam menyusun rencana untuk membantu adik Ikhsan itu. Sepertinya bos mulai harus waspada. Banyak pengkhianat di sekitar anda!" pesannya.Mahesa pun mulai memutar rekaman itu. Amarahnya naik. Mendidih rasanya mendengar semua pembicaraan Galang, Wira dan Jonathan. Bahkan yang membuatnya murka saat mengetahui jika Morry ingin diajaknya bekerjasama untuk mengkhianatinya."Kurang ajar! Berani-beraninya Galang membawa
Semua mata kini tertuju pada Joshua. Pria berusia 24 tahun itu kini menjadi tersangka atas kematian rekannya dan senior yang dia hormati selama ini. Banyak orang tidak percaya Joshua sanggup melakukannya, melihat hubungan baiknya dengan Ikhsan selama ini.Wira pun tak percaya. Ia yakin jika Joshua bukanlah pelaku sebenarnya. Selama mengenal keduanya, Wira bahkan semua yang mengenalnya tahu persis sedekat apa mereka. Bukan sekadar sahabat, tapi sudah terjalin persaudaraan.Wira pun meminta kedua rekannya yang ikut memeriksa Joshua untuk meninggalkan mereka berdua di dalam ruangan penyidikan. Mereka mengikuti titah sang komandan."Joshua, apa kamu yakin dengan pilihanmu ini? Ingat Jos, hukuman di depan yang kamu hadapi ini tidak main-main. Kamu bisa saja kena hukuman mati! Kau bisa pikir ulang, jika memang ada yang memaksamu!" tegas Wira.Wira sangat yakin jika apa yang dilakukan oleh Joshua hanyalah sebuah keterpaksaan. Ada desakan yang kuat untuk menyelamatkan pelaku sesungguhnya. Na
Pembicaraan Wira dan beberapa anak buahnya pun berlanjut. Pada akhirnya mereka pun setuju dengan narasi yang dibuat Wira, jika ada banyak kejanggalan atas pengakuan Joshua."Rela kah dia dipenjara, walau keluarganya hidup terjamin?"Entahlah! Mungkin hanya waktu yang berbicara. Namun, rasa kasihan Wira pada Joshua, membuatnya melakukan berbagai cara untuk menyelamatkan Joshua. Wira yakin dengan seyakin-yakinnya jika Joshua bukanlah pelaku sesungguhnya. Ada dalang dibalik pengakuannya itu.Beberapa hari menjadi pesakitan, di ruangan kecil, gelap dan penuh sesak. Tidak ada fasilitas yang kayak baginya. Makanan yang, ah, jika kalian pun tidak sanggup untuk memakannya. Tapi, Joshua harus melewati semua itu. Melewati semua penderitaan atas pengakuannya.Semua pilihan tentu ada resikonya. Walau berat, Joshua terpaksa menjalaninya. Namun, janji yang sempat dilontarkan Mahesa pada ajudannya itu ternyata tidak semua dipenuhi.Bahkan sejak masuk ke dalam sel yang menjijikan itu, Mahesa maupun
Wiranata kembali mencari jalan keluar untuk mengejar Baskara yang sudah membawa Balqis. Ibu kandungnya. Melalui Himawan, rahasia itu akhirnya dibuka kembali. Himawan yang juga kawan lama Pak Harry dan Namira yang dikenal Wira sebagai orangtua kandungnya.Di sebuah cafe malam itu Himawan akhirnya memutuskan memberitahu soal rahasia ini. Agar Wiranata tidak lagi salah melangkah ke depannya. Sudah waktunya bagi Himawan membuka misteri ini."Wira, orangtua kandungmu sebenarnya masih hidup. Dia ada di sekitarmu. Selalu memperhatikan perkembangan kamu sejak dulu," tutur Himawan membuka percakapan."Apa maksud anda?" tanya Wira yang syok. Ia pun tidak percaya begitu saja apa yang dikatakan Himawan."Ya, namanya Balqis Soraya. Dia adalah sahabat baik Namira dan Harry. Sahabatku juga. Ceritanya panjang, sampai akhirnya dia menitipkan kamu dengan Harry dan Namira. Yang jelas, itu dilakukannya demi menyelenggarakan nyawamu!" tegas Him."Menyelamatkan nyawa saya?" tanya Wira. Kali ini ia lebih be
Baskara pun terdesak. Kini ia dikelilingi para polisi yang pistolnya telah tertuju padanya. Dalam hitungan detik, mungkin peluru-peluru itu telah tembus ke dadanya."Lepaskan dia!" teriak Wiranata."Diam! Jangan ada yang bergerak. Jika ingin wanita ini selamat, biarkan aku pergi. Aku tidak mau dipenjara. Jika kalian nekat, perempuan tua ini akan mati!" hardik Baskara. Pria itu menodongkan pistolnya tepat di kepalanya.Wiranata pun tidak mau mengambil resiko. Ia pun meminta anak buahnya itu menjatuhkan senjatanya. Wira pun memberi jalan pada Baskara untuk meninggalkan tempat itu. "Komandan, kenapa kita lepaskan dia? Padahal kita sudah kerja keras untuk mencari keberadaannya?" ujar Leon. Anak buah Wira yang juga ikut menangani kasus pembunuhan Ikhsan."Jika wanita itu ibumu, apa kau akan tetap bersikap seperti ini Leon? Apa kau tidak ingin menyelamatkan nyawa ibumu?" tutur Wira lirih.Leon tertundukBaskoro yang selama ini tertawan akhirnya berhasil dievakuasi. Tubuhnya yang sudah rent
Balqis berjalan perlahan meninggalkan pemakaman itu. Hatinya sudah tidak sanggup lagi berdekatan dengan Wiranata. Anak yang sudah sangat dirindukannya itu.Memasuki mobilnya, Balqis pun langsung meminta supirnya itu segera meninggalkan area pemakaman dan. pulang ke rumah megah itu. Rumah yang sudah belasan tahun ia tinggalkan.Akhirnya, rumah ini ia jejaki kembali. Ada rasa cemas,takut. Trauma itu malah melekat erat di ingatannya. Entah apa yang terjadi, ia berharap bayangan itu tidak lagi muncul di benaknya."Rumah ini masih seperti yang dulu. Apa aku harus tinggal di sini lagi?" ucap Balqis. Rasanya masih berat ia langkahkan kakinya memasuki pintu utama."Selamat datang kembali, Nyonya. Senang bisa melihat anda kembali." Sashihara, asisten kepercayaan Baskoro itu akhirnya muncul. Menyambut kedatangannya."Terimakasih, Sashi. Apa kabarmu?" tanya balik Balqis."Seperti yang nyonya lihat. Saya masih sehat dan baik-baik saja. Oh ya, saya sudah siapkan hidangan makan malam yang lezat bua
POV BALQIS Malam itu perempuan berusia 27 tahun itu berlari ditengah hujan yang deras. Petir saling bersahutan. Tubuhnya telah basah, ia pun mulai menggigil kedinginan. Namun, satu tujuannya. Ia harus menyelamatkan anak yang baru dilahirkannya."Ya Allah, tolong hamba. Selamatkan hamba dan anak hamba dari perbuatan jahat mereka ...." ucap Balqis lirih.Balqis Soraya. Wanita yang telah dipersunting sepupunya sendiri itu baru saja melahirkan dalam hitungan jam. Namun, ia harus menguatkan dirinya demi menyelamatkan sang putra yang akan dibunuh oleh suaminya sendiri."Anakku laki-laki lagi? Gila! Aku butuh anak perempuan!" hardik Baskoro, suami Balqis yang dikenal sebagai mafia yang sangat ditakuti."Sudah 3 anak dan semuanya laki-laki. Aku ingin anak perempuan, Balqis! Ah, kau ini hanya bawa sial dalam hidupku. Lebih baik kuhabisi saja nyawa kalian!!!" hardiknya.Balqis yang baru melahirkan, bahkan tenaganya yang sudah terkuras banyak pun belum pulih. Tidak ada makanan yang masuk, tapi
"Ingat baik-baik ya, Nak. Balaskan dendam kematian orangtuamu dan adikmu. Nyawa harus dibayar dengan nyawa ...."Pesan itu masih terngiang jelas dibenak Wiranata. Nyonya Miranti sebelum kematiannya menitipkan sebuah pesan. Pesan mendalam itu ditinggalkannya karena hatinya yang belum ikhlas atas kematian anak mantu dan cucunya."Tapi apa yang harus kulakukan, Nek?" tanya Wiranata. Saat itu usianya baru menginjak 20 tahunan. Wira pun bingung harus berbuat apa. Tidak ada sanak keluarga yang akan membantunya. Hanya nenek lah satu-satunya keluarganya yang tersisa dan sedang dalam kondisi kritis.Namun, itu beberapa tahun silam. Berkat kegigihannya, kerja kerasnya. Ia berhasil masuk ke instansi tempat si pembunuh itu bekerja. Ya, pembunuh itu adalah seorang penegak hukum, sama seperti kedua orangtuanya.Beberapa tahun lalu, pihak kepolisian berhasil mengungkap penyebab kematian kedua orangtuanya. Awalnya diduga kecelakaan, tapi nyatanya bukan kecelakaan murni. Ada sabotase di sana. Hingga
Perjalanan ini mulai mendekati titik akhir. Setelah menjalani proses persidangan yang panjang. Berbelit-belit dan penuh intrik drama, akhirnya hari ini jadi titik akhir perjalanan panjang itu. Hari ini sidang keputusan final atas kasus kematian Ikhsan. Para terdakwa akan diputus hari ini. Apakah bisa terbebas ataukah harus menjalani hukuman sesuai perbuatan mereka."Gimana, Jos, sudah siap?" tanya Martin, pengacaranya saat bertemu di ruang tunggu. "Saya pasrah om. Semoga hasilnya tidak memberatkan saya," jawab Joshua.Satu persatu memasuki ruang sidang. Giliran pertama adalah pembacaan keputusan untuk Mahesa. Si tokoh utama yang juga menjerat banyak anggota instansinya karena ikut terlibat menutupi kasus yang tengah berjalan." .... menjatuhi saudara Danantya Mahesa dengan hukuman MATI ...."Suara riuh yang ada di ruang persidangan pun membuat ricuh. Hingga palu hakim harus terdengar agar suasana tetap aman terkendali.Bukan hanya keluarga korban yang saat itu ikut hadir yang sangat
Satu persatu aib kejahatannya di masalalu mulai terbongkar. Mahesa pun kesulitan untuk membantahnya. Bahkan Himawan sudah mempunyai semua bukti yang bahkan tidak diduganya sama sekali."Saudara Mahesa, apa keterangan saksi ada yang salah? Salah semua atau benar semua?" tanya hakim Iman. Hakim ketua itu beberapa kali mulai menekan Mahesa dengan pertanyaan yang sulit dijawabnya."Ada yang salah yang mulia," jawab Mahesa. Him pun tertawa kecil mendengar jawaban Mahesa itu."Saya tidak pernah menerima suap seperti yang dikatakan saksi. Semuanya tidak benar dan saya juga tidak tahu darimana saksi mendapatkan semua bukti itu!" ucap Mahesa lantang."Anda yakin dengan jawaban anda saudara Mahesa?" tanya hakim Morgan."Yakin yang mulia."Para hakim itupun kembali saling pandang. Sungguh tidak masuk diakal mereka, bukti yang semua sudah jelas di depan mata masih sanggup dibantahnya."Baiklah. Nanti biar kami yang akan menilai. Apakah saudara Mahesa yang berbohong atau saksi. Ada yang mau bertan
Wajah Mahesa tiba-tiba memerah padam. Entah darimana tim Joshua mengetahui keberadaannya. Apa mungkin, ini kerja Wiranata???Indhira menatap ke arah Himawan. Ia panik, takut, cemas, jika semua aib-aibnya akan terbongkar. Apalagi jika Mahesa tahu kalau ia pernah bekerjasama dengan Himawan untuk menghancurkannya.Wajah Kivan dan Farraz pun sama-sama menatap wajah Himawan. Pria mantan rival sekaligus mantan sahabat Mahesa itu dikenal sangat tegas dan lantang untuk membela kebenaran dan membasmi semua hal tentang kejahatan. "Bisa habis aku sama Pak Him?" batin Farraz.Para saksi pun dipersiapkan. Dihadirkan di muka persidangan. Namun, ada sedikit yang berbeda. Himawan ingin tampil lebih dulu dan berbicara dengan Mahesa di muka persidangan."Baiklah, silakan, kami beri waktu anda 10 menit," ucap hakim Morgan."Terimakasih yang mulia."Himawan pun mengambil mic-nya. Belum saja Himawan berbicara, sejak tadi Mahesa terlihat beberapa kali duduk tidak tenang."Halo, Tuan Mahesa. Lama kita tida
Suara keributan kembali terjadi. Joshua dan Farraz tetap dengan jawabannya masing-masing. Joshua bahkan berani mengucapkan sesuatu yang tidak pernah dia ungkapkan sebelumnya."Pak hakim, saya jadi curiga. Jangan-jangan Farraz juga ikut terlihat dalam kematian Bang Ikhsan. Karena saya pernah melihat mereka bertengkar. Dia bahkan mengancam akan bilang sama bapak!" ungkap Joshua.Semua mata terbelalak. Begitupun tim pengacaranya. Hakim, jaksa hingga Farraz yang langsung emosi dan menantang Joshua bertengkar kali itu. Ia meradang karena jawaban Joshua dapat memberatkan hukumannya."Joshua, jangan kurang ajar kamu!!!" hardiknya. Farraz bahkan sempat menarik tangan Joshua, hingga akhirnya beberapa anggota kepolisian memisahkan mereka."Kalian tenang! Saudara Farraz, kamu bersikap tenang jika tidak maka bisa memberatkan hukumanmu!" tegas YM hakim Iman."Baik, yang mulia."Sidang kembali dilanjutkan. Banyak pertanyaan yang akhirnya membuat Farraz tersudutkan. Ia mulai merasa tegang, wajahnya