Mobil ambulance yang membawa jenazah Rico akhirnya melaju kencang meninggalkan lokasi. Maya hanya menatap nanar kepergian mobil yang membawa jenazah mantan suaminya itu bersama beberapa anggota kepolisian."Baiklah, bu Maya. Terima atas semua penjelasannya dan saya sudah mencatatnya," ucap seorang petugas. Maya hanya diam saja. Hatinya masih tidak percaya melihat kepergian mobil ambulance itu. Rasanya tidak mungkin jika itu adalah jenazah Rico. Rico belum mati. "Maaf, Bu, jika kami membutuhkan keterangan ibu selanjutnya, apa ibu bersedia untuk datang ke kantor sebagai saksi?" tanya petugas itu pada Maya."Untuk apa? Bukankah korban dinyatakan meninggal karena bunuh diri?" tanya Maya menatap lekat pada petugas yang ada dihadapannya itu."Ini sebatas formalitas saja. untuk laporan saya atas kasus kematian bunuh diri pak Rico," jawab petugas itu."Oh gitu. Baiklah. Kabari saja nanti," jawab Maya dengan wajah datar."Baik, Bu. Saya akan kabari lagi nanti. Terimakasih," ucap petugas kepo
Morry melihat kelima pemuda berbadan kekar tengah mendekati wanita tua dan memaksanya."Cepat bayar sekarang juga!! Anak kamu sudah meninggal terlalu lama. Dan kami tidak bisa menunggu lagi!!" tegas salah satu pemuda yang tampak sangar, membentak wanita tua itu."Tolonglah, saya minta waktu lagi, saya belum ada uang sekarang!" ujar wanita tua, dengan suara pelan dan wajah memelas."Saya minta waktu satu bulan lagi, saya akan melunasi utang-utang saya itu," lanjut wanita tua menjelaskan pada kelima pemuda tersebut."Ah! Kami tidak mau tahu!!! Kami tidak mau kasih keringanan lagi, Kamu sudah janji, waktu itu kamu bilang sebulan lagi akan melunasi utang-utangmu. Tapi pas kami datang menagih, kamu selalu saja bilang belum ada uang dan minta waktu!!" bentak Bram salah satu pemuda berbadan kekar itu pada wanita tua."Saya benar-benar tidak punya uang sekarang. Saya janji bulan depan akan saya lunasi. Mohon beri saya waktu," ucap wanita tua itu memohon pada Bram yang berdiri tepat dihadapan
KESEDIHAN HATI MORRYWanita tua itu langsung cepat berdiri dan segera menghampiri Morry yang masih berdiri diam ditempatnya, Mahalini mengikuti wanita tua yang mendekati Morry."Pembunuh!! Kamu pembunuh Morry!"Tiba tiba saja wanita tua yang bernama Sutiyem itu berteriak dan menangis sambil memukuli dada Morry. Morry hanya diam saja berdiri dihadapan Sutiyem, dibiarkannya wanita tua itu terus memukuli dadanya.Mahalini kaget melihat ibunya tiba-tiba marah pada Morry dan memukulinya, Dia mencoba menghentikan ibunya agar tak memukuli Morry."Hentikan, Bu, hentikan!!" ujar Mahalini berteriak sambil memegangi tangan ibunya yang mengamuk marah pada Morry.Sejak kematian putranya, Steve, Sutiyem selalu saja marah jika dia melihat Morry karena dia masih menyalahkan Morry atas kematian putranya tersebut. Apalagi Sutiyem tahu, Morry terbukti sebagai pelakunya.Sutiyem seperti tak bisa menerima kenyataan dan tak dapat memaafkan Morry sampai kapanpun. Dia terus menyalahkan Morry atas kematian an
AKU KEMBALI KE DUNIAKU"Maafkan aku,Mas, karena tidak bisa membelamu dulu," ucap Mahalini dengan raut wajah yang merasa bersalah pada Morry.Morry menoleh pada Mahalini yang duduk di sampingnya itu, Dia menatap lekat wajah Mahalini."Kamu tidak salah, kamu sudah berusaha semaksimalnya," ujar Morry menatap lekat wajah Mahalini."Aku tahu semua sudah diatur, semua yang ada di dalam pengadilan itu orang-orang mereka semua, Mereka sengaja membuat skenario untuk menjebak dan menjadikan aku tersangka utama," ungkap Morry memberi penjelasan pada Mahalini yang duduk di sampingnya itu."Dan mereka mematahkan semua bukti-bukti yang bisa membelaku, mereka juga tidak segan-segan menghilangkan bukti yang meringankan aku dipersidangan," lanjut Morry memberi penjelasan pada Mahalini."Apa Mas Morry tahu, siapa mereka?!" tanya Mahalini."Aku belum tahu siapa dalang utama yang melakukannya kepadaku," jawab Morry dengan wajahnya yang serius menjelaskan pada Mahalini."Tapi yang jelas mereka banyak dan
Jonathan kembali membuka album foto kenangannya bersama Ikhsan. Foto-fotonya sejak kecil juga beberapa lembar kertas yang berisi coretan rasa sayangnya pada Ikhsan. Begitupun sebaliknya.Kenangan itu begitu menyakitkan. Kini Ikhsan telah pergi selamanya. Kakak sekaligus panutannya di dunia kepolisian itu telah pergi. Pergi dengan cara yang menyakitkan.Kini bukan hanya hatinya saja yang terluka, tapi juga keluarga besarnya. Rasanya masih sulit baginya memaafkan para pembunuh yang telah begitu sadis menghabisi nyawa kakak yang begitu disayanginya.Jonathan yang telah banyak menangani kasus pembunuhan itu merasa bodoh. Tidak ada gunanya. Sudah banyak pembunuh yang ia tangkap dan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.Namun, kenapa saat ia dihadapkan pada kematian sang kakak, Jo tidak dapat berbuat apapun. Jonathan merasa gagal. Gagal menjadi seorang adik. Gagal menjadi seorang detektif yang kompeten.Sudah beberapa waktu bergulir, bahkan kasus kematian Ikhsan belum juga me
Jonathan masih bingung atas apa yang terjadi sekarang dihidupnya. Entah apalagi yang harus ia ceritakan pada keluarganya. Bagaimana lagi ia harus berjuang menuntut keadilan atas kematian Ikhsan.Saran dari Galang, membuatnya berpikir ulang. Ia pun sebenarnya penasaran karena sangat janggal cerita Galang yang mengatakan jika Ikhsan ... Sungguh tidak mungkin. Tidak mungkin Ikhsan berbuat hal yang sungguh memalukan itu."Jo, tolong ingat pesanku ini baik-baik ya. Jaga dirimu dan keluargamu dengan baik. Hanya kamu yang bisa menjaga mereka!" Pesan Galang itu justru membuat tanda tanya dibenak Jo. Hal apakah yang sebenarnya terjadi. Mungkinkah ada banyak atasannya yang terkait atas kematian Ikhsan?Malam itu Jo akhirnya memberanikan diri untuk menghubungi keluarganya di Medan. Ia harus menjelaskan apa yang terjadi. Walau berat, ia juga harus mendiskusikan langkah selanjutnya. Haruskah mereka berhenti berjuang?"Tidak mungkin Jo!!! Kamu jangan asal fitnah! Abangmu Ikhsan tidak mungkin berbu
Mahesa, pria petinggi di kedinasannya yang terkenal berwibawa dan sangat baik pada setiap anak buahnya itu kini mulai merasa resah. Satu persatu koleganya mulai menjauhinya. Tidak luput, Morry yang kini mulai diragukan kesetiaannya.Siang ini, seperti yang sudah dijanjikan, Mahesa akan bertemu dengan seseorang. Anak buahnya yang lain yang masih bisa ia percaya. Yang telah banyak melakukan penyelidikan pada beberapa 'pengkhianat' itu."Apa yang bisa kamu laporkan padaku?" tanya Mahesa."Semuanya sudah lengkap di sini, Pak. Mereka bertemu dengan Jo semalam. Wira dan Galang diam-diam menyusun rencana untuk membantu adik Ikhsan itu. Sepertinya bos mulai harus waspada. Banyak pengkhianat di sekitar anda!" pesannya.Mahesa pun mulai memutar rekaman itu. Amarahnya naik. Mendidih rasanya mendengar semua pembicaraan Galang, Wira dan Jonathan. Bahkan yang membuatnya murka saat mengetahui jika Morry ingin diajaknya bekerjasama untuk mengkhianatinya."Kurang ajar! Berani-beraninya Galang membawa
Semua mata kini tertuju pada Joshua. Pria berusia 24 tahun itu kini menjadi tersangka atas kematian rekannya dan senior yang dia hormati selama ini. Banyak orang tidak percaya Joshua sanggup melakukannya, melihat hubungan baiknya dengan Ikhsan selama ini.Wira pun tak percaya. Ia yakin jika Joshua bukanlah pelaku sebenarnya. Selama mengenal keduanya, Wira bahkan semua yang mengenalnya tahu persis sedekat apa mereka. Bukan sekadar sahabat, tapi sudah terjalin persaudaraan.Wira pun meminta kedua rekannya yang ikut memeriksa Joshua untuk meninggalkan mereka berdua di dalam ruangan penyidikan. Mereka mengikuti titah sang komandan."Joshua, apa kamu yakin dengan pilihanmu ini? Ingat Jos, hukuman di depan yang kamu hadapi ini tidak main-main. Kamu bisa saja kena hukuman mati! Kau bisa pikir ulang, jika memang ada yang memaksamu!" tegas Wira.Wira sangat yakin jika apa yang dilakukan oleh Joshua hanyalah sebuah keterpaksaan. Ada desakan yang kuat untuk menyelamatkan pelaku sesungguhnya. Na