Beranda / Romansa / MINE / Hari Bersamamu

Share

Hari Bersamamu

Penulis: Viallynn
last update Terakhir Diperbarui: 2021-01-12 13:18:24

Ana berhenti berlari saat kakinya sudah tidak kuat lagi untuk memutari lapangan tenis. Dia terduduk di atas tanah dan bersandar pada jaring yang menjadi pembatas lapangan. Napasnya terdengar memburu dan reflek tangannya terangkat untuk mengusap keringat yang membasahi dahinya.

"Cuma 4 kali putaran?" tanya Davin dengan nada mengejek.

"Capek, Mas!"

"Ayo, satu kali dan setelah itu selesai." Davin menarik tangan Ana untuk berdiri tapi gadis itu menolak dan kembali bersandar pada jaring.

"Lari sendiri aja, aku tunggu di sini."

Jujur saja, jika bukan karena Davin, Ana tidak akan mau lari pagi seperti ini. Entah kenapa kedatangan pria itu sangat mempengaruhi kehidupannya. Seperti sekarang ini, di hari libur biasanya Ana akan tidur seharian tapi kali ini Davin sepertinya tidak akan membiarkannya, karena tepat pukul lima pagi dia sudah berada di depan kos untuk mengajaknya lari pagi. Tahu jika mengusir Davin akan sia-sia, akhirnya Ana menurut dan di sinilah dia sekarang, melakukan olah raga pagi dengan mengelilingi lapangan tenis sebanyak empat kali. Iya, hanya empat kali yang kemudian dia memilih untuk menyerah karena kelelahan.

Davin membiarkan Ana beristirahat dan kembali berlari mengelilingi lapangan tenis. Sudah sering dia mengingatkan Ana untuk menjaga kesehatannya. Davin yakin jika selama hidup sendiri, Ana jarang sekali berolahraga bahkan untuk makan pun sembarangan asalkan dia merasa kenyang. Prinsip anak kos.

Ana yang memang keras kepala, menganggap omelan Davin hanya ceramah biasa. Dia merasa tubuhnya sehat-sehat saja selama ini. Ana juga tidak bodoh untuk selalu memakan makanan yang tidak sehat. Itu semua juga tergantung dengan kondisi keuangannya. Jika sedang menipis maka dia akan bertahan dengan mie instan. Tidak sehat memang, tapi dia lebih memilih untuk makan dari pada tidak makan sama sekali. Lagi-lagi prinsip anak kos.

"Luruskan kakimu." Davin menendang pelan kaki Ana yang ditekuk. Dia meraih botol minum dan meminumnya hingga habis.

Ana mengerucutkan bibirnya dan mulai meluruskan kakinya. Tangannya dengan pelan memijat pahanya saat ototnya mulai terasa kaku. Dia melihat ke arah Davin yang kembali berolahraga dengan melakukan push-up di sampingnya.

"Empat puluh delapan, empat puluh sembilan, lima puluh," ucap Ana sambil menghitung. Davin menyudahi kegiatannya dan berdiri untuk melakukan pendinginan.

"Kok cuma lima puluh? Dasar lemah," ejek Ana membuat Davin memutar matanya jengah.

"Empat kali putaran juga bukan sesuatu yang hebat, Ana."

"Kan besok bisa olahraga lagi," sahut Ana acuh.

"Oke, besok aku jemput."

"Loh, kok beneran? Nggak mau, aku mau rebahan sehaian."

Davin hanya menggelengkan kepalanya dan mengulurkan tangannya pada Ana. Gadis itu dengan sigap menerima tangan Davin yang menariknya berdiri.

"Aku laper," ucap Ana sambil membersihkan celananya.

"Mau makan apa?"

"Makan itu aja ya?" Ana menunjuk sebuah restoran cepat saji favoritnya yang berada di seberang jalan.

Davin mengikuti arah pandang Ana dan menggeleng cepat. "Nggak sehat."

Bukan tanpa alasan dia menolak, Davin memang selalu anti dengan makanan yang terkenal tidak sehat itu, tapi bukan berarti dia tidak pernah memakannya. Hanya saja kali ini dia baru saja berolahraga. Kenapa harus merusaknya lagi dengan menambah banyak kalori?

"Terus makan apa?" tanya Ana kecewa karena dia ingin sekali memakan es krim di sana.

"Ikut aja."

***

Tatapan ngeri Ana tunjukan pada restoran yang dipilih Davin. Demi Tuhan! Ana membenci sayuran dan sekarang Davin malah membawanya ke restoran yang selalu Ana hindari, Vegan Resto.

"Kok di sini sih, Mas?"

"Memang kenapa?" tanya Davin sambil melepas sabuk pengamannya.

"Nggak suka sayur!"

"Turun aja dulu.”

Ana hanya diam di dalam mobil sambil melihat Davin yang mulai memasuki pintu restoran. Tak lama kemudian pria itu kembali muncul dan menunjukkan kunci mobilnya. Ana yang paham segera keluar dan sedetik kemudian Davin sudah mengunci mobilnya. Ana mendengkus dan menghampiri Davin yang menunggunya di pintu masuk.

"Aduh bau sayur." Ana mengeluh sambil menutup hidungnya.

"Sejak kapan sayur ada baunya?" Davin menggeleng pelan dan mendorong Ana untuk berjalan.

"Aku mau ini." Tunjuk Ana pada steak daging sapi dalam menu.

"Menu sarapan yang cukup berat," kritik Davin tapi tetap membiarkan Ana memesannya.

Ana menekan tombol menu pada ponselnya dan mengeluarkannya lagi, begitu seterusnya sampai dia memilih untuk menjatuhkan kepalanya di atas meja. Matanya memandang ke arah jalan yang dibatasi oleh jendela bening untuk menikmati jalanan pagi yang sudah macet. Sesekali kaki Ana juga ikut bergoyang menikmati musik yang diputar oleh pihak restoran.

"Ana?" panggil Davin.

"Hm?"

"Kalau dipanggil itu noleh."

Ana dengan cepat mengangkat kepalanya dan menatap Davin. "Apa?"

"Hari ini Bunda ulang tahun." Ana mengangguk dan tetap diam menunggu Davin untuk melanjutkan ucapannya, "Dan kamu diundang."

"Serius?!" pekik Ana tanpa memperhatikan orang-orang di sekitar yang mulai menatapnya aneh.

Davin hanya mengangguk dan tak lama pelayan datang membawa pesanan mereka. Tanpa diminta, pria itu langsung mengambil piring Ana dan memotong dagingnya menjadi potongan yang lebih kecil. Dia juga tidak lupa untuk memindahkan sayuran yang ada ke dalam piringnya sendiri. Davin tahu jika Ana akan mengomel jika menemukan sayur di atas piringnya.

"Nggak mau, Mas. Aku nggak bisa dateng."

"Kenapa?" tanya Davin heran.

"Takut."

Davin mendengkus dan memberikan piring milik Ana. Dengan pelan Ana meraih garpu dan memakan makanannya dengan tidak semangat. Dia benar-benar merasa takut saat ini.

"Nggak perlu takut."

"Tapi kan Bunda nggak suka sama aku." Ana memakan dagingnya dengan kesal.

"Kata siapa?"

Ana terdiam bingung harus menjawab apa. Memang benar jika Ibu Davin tidak pernah berkata seperti itu, bahkan dia terlihat baik-baik saja saat Davin mengenalkan dirinya sebagai kekasihnya dulu saat di kantor.

"Tapi Mas—"

"Habiskan dulu, ngomongnya nanti."

Setelah tiga minggu mengenal Davin, Ana mulai mengerti watak pria itu. Sifat Davin sangat berbanding terbalik dengannya, bahkan Ana sempat bingung dari sisi mana Davin bisa menyukai dirinya. Jika dikatakan pintar, Ana tidak begitu pintar. Dikatakan cantik pun Ana tidak merasa seperti itu. Jadi Davin menyukai Ana dari sisi yang mana? Kecerobohannya begitu?

Ana mengerutkan keningnya saat Davin memakan brokoli mentahnya dengan lahap. Davin yang ditatap seperti itu menaikkan alisnya bingung. "Kenapa? Mau coba?" Davin memberikan Ana sepotong brokoli yang dilumuri saus yang tidak Ana ketahui.

Ana menatap Davin dengan ragu tapi karena rasa penasarannya akhirnya dia membuka mulutnya untuk menerima suapan dari Davin. Perlahan Ana mulai mengunyah brokoli itu dan mencoba mencerna rasa apa yang dia rasakan di lidahnya, tapi sedetik kemudian Ana meraih tisu dan mengeluarkan brokoli itu dari mulutnya. Ana menggeleng dan meminum air putihnya cepat.

"Enggak enak!" ucap Ana dengan wajah yang masam. Davin hanya tersenyum kecil melihat tingkah kekasihnya itu.

***

Mobil Davin berhenti tepat di depan kos Ana. Setelah sarapan tadi dia memutuskan untuk mengantar Ana karena dia harus membantu Ibunya untuk mempersiapkan acara nanti malam.

Ana kembali menatap Davin dengan wajah memelasnya. "Nggak ikut ya, Mas," ucap Ana lagi.

"Kenapa?"

"Takut, udah dibilangin juga."

"Takut kenapa? Bunda sendiri yang suruh aku buat bawa kamu nanti malam."

Ana terdiam bingung harus melakukan apa. Jika memang benar Ibu Davin yanng mengundangnya, Ana tidak berani untuk menolak tapi dia juga tidak punya nyali untuk datang. Jadi apa yang harus dia lakukan sekarang? Dia juga tidak ingin mengecewakan Davin.

"Ana dengarkan aku." Davin meraih bahu Ana dan menatapnya lekat, "Jangan takut, nggak ada yang harus ditakutin. Bunda nggak benci sama kamu, percaya sama aku." Seolah terhipnotis Ana pun mengangguk.

"Ya udah, masuk sana." Davin menarik kepala Ana dan mencium keningnya seperti kebiasaannya akhir-akhir ini.

Ana tersenyum dan melambaikan tangannya pada Davin sebelum masuk ke dalam kosnya. Davin mengulum bibirnya menahan senyum saat melihat tingkah lucu Ana. Dia tidak menyangka jika bisa berakhir bersama Ana. Davin tahu jika ini bukanlah sebuah akhir melainkan sebuah awal dari kehidupan baru untuknya, kehidupan yang dia harap akan jauh lebih berwarna bersama Ana.

***

Bab terkait

  • MINE   Rasa Amarah

    Ana masih ingat saat pertama kali dia bertemu dengan Ibu Davin. Dia tahu jika pertemuan itu bukanlah pertemuan yang baik. Dia berada di posisi yang tidak menguntungkan sehingga membuat wanita itu berpikiran yang tidak-tidak. Meskipun Ibu Davin tidak berkata apa-apa setelahnya, tapi siapa yang tahu jika dia memendam amarahnya pada Ana dan mengundangnya sekarang agar bisa memojokkannya bersama dengan keluarga besar."Sampai kapan kayak gini?" Davin melirik Ana yang hanya memainkan jari-jarinya sejak tadi, "Sudah hampir 30 menit, Bunda udah nunggu di dalam.""Bentar, Mas. Aku belum si

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MINE   Teror Pertama

    Hari sudah mulai berganti tapi tidak dengan suasana di rumah Davin. Pagi hari yang seharusnya bisa menjadi awal yang indah untuk semua orang tidak akan terjadi kali ini. Sejak semalam, suasana kelam itu masih terasa hingga saat ini. Itu semua karena Lucy yang memilih untuk tinggal."Vin, aku sama Laila pulang dulu ya," ucap Kevin setelah selesai sarapan.Ana tiba-tiba berdiri dan menatap Kevin penuh harap, "Aku ikut ya? Kalian bisa anter aku pulang?"

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MINE   Kembali Bersamamu

    Entah apa yang merasuki Ana hingga membuat keputusan untuk bekerja paruh waktu. Bahkan orang tuanya pun tidak tahu akan apa yang dia lakukan saat ini. Ally yang jengah dengan kemurungannya akhirnya menawarkan pekerjaan yang langsung ia setujui. Sebenarnya Ana menganggap jika ini hanya pengalihan saja, agar otaknya tidak terus tertuju pada Davin, pria yang tega membuatnya sakit hati untuk yang pertama kali karena cinta. Selain karena Davin, Ana juga ingin memanfaatkan waktu luangnya untuk menambah pengalaman, dan uang tentu saja."Ana, tolong ambilkan piring kotor di meja 10!" Ana mengangguk dan memasukkan kain lap ke dalam kantong yang terikat di pinggangnya. Dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MINE   Nilai Absolut

    "Sebelum mengakhiri kelas hari ini, saya akan memberi tugas untuk kalian." Suara lenguhan dari mahasiswa langsung terdengar begitu dosen tidak langsung mengakhiri kelas."Sebentar lagi kan ujian, Bu? Kenapa masih dikasih tugas?" celetuk Andre, salah satu mahasiswa kupu-kupu yang berarti'kuliah-pulang kuliah-pulang'dengan berani."Kalau tidak mau dikasih tugas ya nggak usah kuliah!" ucap Bu Linda yang langsung membuat Andre terdiam. Diam bukan berarti takut, tapi dia malas untuk menanggapi.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-25
  • MINE   Teror Kedua

    Ana mengusap kedua tangannya senang saat makanan yang dia pesan telah datang. Andre hanya pasrah begitu melihat banyaknya makanan yang dipesan oleh temannya itu. Jika bukan karena kalah taruhan, dia tidak akan mau melakukan ini. Untung saja ayahnya memberi uang saku yang cukup seolah paham jika dia akan bertemu manusia dengan spesies aneh seperti Ally dan Ana."Habis ini nambah ya?" ucap Ally membuat wajah Andre berubah kusut."Udah dong, kalian makan udah habis 300 ribu ini."

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-25
  • MINE   Teror Ketiga

    Langkah Ana terhenti saat melihat sebuah mobil yang berhenti tepat di depannya. Dia mengenali mobil itu. Perlahan Ana masuk dan terkejut saat mendapati Edo yang ada di sana dan bukan Davin seperti perkiraannya."Loh, Pak. Saya kira tadi Mas Davin.""Pak Vinno minta saya buat jemput, Dek. Makanya saya di sini. Pak Vinno lagimeetingsoalnya."Mobil berhe

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-27
  • MINE   Puncak Teror

    Davin mematikan rokoknya dan menatap Bram yang sedang berbicara. Dia sengaja mengundang kedua sahabatnya untuk datang guna membicarakan masalah teror yang dialami Ana. Davin sadar jika diasedang berurusan dengan orang yang berbahaya sekarang."Aku udah bilang. Lucy pelakunya," ucap Kevin sambil menuangkan anggurnya ke dalam gelas.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-28
  • MINE   Penyesalan

    Lucy menangis ketika semua keluarga Rahardianmenghakiminya sekarang. Dia tidak menyangka jika perbuatannya akan menyakiti banyak orang. Entah apa yang di pikirannya dulu ketika merencanakan hal keji ini. Ketika melihat Ayah Davin yang menangis karena dirinya, Lucy merasa ada batu besar yang menghantam kepalanya. Dia seolah tersadar dengan kesalahannya. Ini semua karena perasaan cinta butanya pada Davin. Bahkan pria itu tidak ingin bertemu dengannya saat ini. "Tante nggak nyangka kamu

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-28

Bab terbaru

  • MINE   Ekstra Chapter : Perfect Life

    Suasana ramai di dalam sebuah gedung membuat Davin mengeratkan pelukannya pada pinggang Ana. Dengan warna pakaian yang senada, Ana dan Davin mulai masuk lebih dalam ke gedung pernikahan Alex.Ya, setelah bertahun-tahun bertarung dan berjuang dengan penyakitnya, akhirnya pria itu bisa hidup normal. Terima kasih pada Ana yang ikut memberikan semangat pada Alex selama ini.Sudah tiga tahun Alex dinyatakan sembuh dan selama itu pula dia mulai menata kembali hidupnya yang sempat berantakan karena masa lalu yang kelam. Namun semuanya berubah sekarang, keadaannya sudah kembali normal. Alex tidak terlalu memikirkan kondisi kakaknya di penjara, toh kesalahan Allen memang sudah sangat keterlaluan."Mas, jangan gini, ah. Susah gerak tau." Ana berucap kesal sambil berusaha menahan tubuh Daniel di

  • MINE   Ekstra Chapter : New Member

    Ana menghela nafas lega begitu telah menyelesaikan naskah FTV untuk salah satu stasiun televisi. Matanya melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul 11 malam, tapi suami dan anaknya belum juga kembali ke rumah."Ke mana mereka?" Ana meraih ponselnya untuk menghubungi Davin. Namun belum sempat melakukannya, pintu kamar terbuka dan muncul Davin dengan kantung plastik di tangannya."Kok baru pulang?""Urusan pria," jawab Davin santai dan meletakkan bingkisan makanan di meja Ana.Mata Ana menyipit melihat itu, "Apa ini?""Kata David itu sogokan buat kamu, biar nggak marah lagi."Ana berdecak, tapi tak urung juga membuka makanan itu

  • MINE   Ekstra Chapter : The Beautiful Life

    Suara dering alarm yang berbunyi membuat pria yang tengah tertidur itu perlahan membuka matanya kesal. Dengan mata yang memerah karena kurang tidur, Davin melihat ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul lima pagi. Dia menggerang pelan sebelum berbalik untuk melihat istrinya yang masih tertidur pulas.Perlahan raut wajah kesal itu berubah ketika melihat wajah polos Ana yang tertidur. Seketika rasa lelah di tubuhnya yang hanya tidur tiga jam langsung sirna. Tangan Davin terangkat dan menekan pipi Ana dengan jari telunjuknya. Wanita itu mengerang dan berbalik membelakangi Davin. Melihat itu, Davin segera mendekatkan tubuhnya dan memeluk istrinya dari belakang. Tangannya terulur mengelus perut Ana yang terlihat membuncit."Bangun, Sayang. Udah pagi," bisik Davin mengelus perut Ana."Ngantuk, Mas!" Ana mendorong tangan Davin yang berada di perutnya."Aku bangunin anak aku, bukan kamu."Ana menatap Davin sengit, "Sama aja, anakmu masih di dalem perutku.

  • MINE   Ekstra Chapter : The Jealousy

    Ana mengerang saat tubuhnya terguncang dengan keras. Matanya yang masih mengantuk terasa berat untuk dibuka. Dia baru saja tidur siang tadi dan siapa yang berani membangunkannya, mengingat jika hanya dirinya sendiri di rumah ini. Mengingat itu, Ana membuka matanya cepat. Dia berdiri dan menghela nafas lega saat menemukan Davin yang menatapnya aneh."Mas!" Ana berdecak kesal dan kembali menghempaskan tubuhnya di kasur."Kamu kenapa?" tanya Davin sambil melepaskan kemejanya."Aku pikir tadi ada maling." Ana kembali bangkit dan duduk di kasur. Rasa kantuknya sudah hilang sekarang. Dia menatap Davin yang tengah berdiri di depan cermin sambal mengelus dagunya yang mulai lebat akan rambut."Kok Mas Davin udah pulang?" Ana bertanya masih memperhatikan Davin yang mulai melepaskan celananya. Pemandangan yang cukup membuatnya panas dingin."Males di kantor."Mata Ana membulat. Dia bertepuk tangan heboh karena rasa tidak percayanya. Dia tidak salah den

  • MINE   Ekstra Chapter : The Happiness

    Ana terkejut saat melihat begitu banyak notifikasi yang masuk. Bahkan semua sosial media-nya banjir akan ucapan selamat atas pernikahannya. Tak jarang Ana juga tidak mengenal siapa yang memberikan selamat, mungkin itu teman Davin.Ana terkikik melihat teman-temannya yang ramai di grup sejak semalam karena membicarakannya. Dia yang menikah saja tidak seheboh ini kenapa teman-temannya menjadi gila? Bahkan Ally secara terang-terangan menunjukkan otak mesumnya.Ana menghentikan tawanya saat merasakan tangan hangat bergerak melingkar di pinggangnya. Dia menoleh dan menemukan Davin dengan mata yang setengah terbuka. Ana meletakkan ponselnya dan berbalik menatap pria yang sudah sah menjadi suaminya sejak kemarin itu."Pagi," sapa Ana tersenyum lebar.Davin menarik tubuh Ana semakin mendekat. Setelah itu matanya kembali terpejam saat berhasil menenggelamkan wajahnya di leher Ana."Mas bangun." Ana berdecak."Masih pagi, Ana.""Udah jam delapa

  • MINE   Hari Istimewa

    Tepat hari ini, Ana dan Davin telah resmi menikah dan menjadi pasangan suami istri. Pernikahan terjadi begitu cepat tanpa mereka sadari. Davin yang awalnya ingin menunggu Ana lulus kuliah terlebih dahulu tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak memiliki gadis itu seutuhnya. Kehilangan Ana berkali-kali cukup membuat hati Davin terketuk untuk segera memiliki gadis itu. Ia juga berterima kasih pada kehidupannya yang seolah memang menginginkan seorang wanita dalam hidupnya."Kenapa senyum-senyum?"Ana tersenyum tipis, "Udah nikah loh kita," goda Ana pada Davin.Pria itu menggeleng pelan dan kembali tersenyum menyapa para undangan yang telah datang hari ini. Untuk pertama kalinya hati Davin terasa damai dan sejuk. Mulai detik ini, Ana adalah miliknya. Gadis yang dia cari sejak dulu sudah berada di sisinya sekarang. Tidak ada kebahagiaan lain yang Davin inginkan selain ini."Cantik.""Iya, ini kebaya pilihan mama," ucap Ana melihat pakaian yang dia kenak

  • MINE   Persiapan Nikah

    Davin menatap lekat gadis yang menuruni tangga dengan wajah bantalnya. Rambut yang masih acak-acakkan dengan kaos yang kebesaran itu membuat Davin menggelengkan kepalanya pelan. Ini sudah pukul sembilan pagi dan gadis itu baru saja bangun tidur. Benar-benar pemalas. Davin saja rela bangun pagi buta demi mengejar penerbangan pagi ke Surabaya. Di sini lah dia sekarang, duduk di meja makan bersama Ayah Ana sejak satu jam kedatangannya tadi."Lihat anak Bapak, Vin. Jam segini baru bangun, kamu yakin mau nikahin dia?"Davin menatap Ayah Ana dan tersenyum tipis. Melihat tingkah Ana yang seperti anak kecil tentu membuatnya sedikit terganggu. Namun untuk menyesal? Tidak, Davin tidak menyesal sama sekali. Malah dia semakin berambisi untuk memiliki Ana seutuhnya sehingga bisa mendisiplinkan gaya hidup aneh gadis itu."Itu yang jadi beda, Pak."Ayah Ana menghela nafas kasar, "Aneh kamu, Vin. Pantes cocok sama anak Bapak." Lagi-lagi Davin tersenyum mendengar itu. Mat

  • MINE   Rahasia Mengejutkan

    Ana menghentikan kegiatannya bermain ponsel saat sebuah panggilan muncul di layar ponselnya. Dengan cepat dia bangkit dari tidurnya dan tersenyum senang."Halo calon suami," sapa Ana dengan cengiran khasnya."Di mana?" tanya Davin mengacuhkan sapaan Ana."Di rumah dong, kenapa?"“Udah dikirim belum katalog-nya sama Bunda?" tanya Davin kembali mengingatkan Ana tentang model kebaya yang akan dia kenalan nanti saat menikah."Udah, lagi diseleksi sama Mama.""Jangan pilih yang terbuka."Bibir Ana berkedut mendengar itu, "Tapi kayanya Mama tadi pilih yang keliatan punggungnya deh.""Jangan aneh-aneh, pakai jas hujan aja kalau macem-macem." Ana tertawa mendengar itu. Davin tidak pernah berubah. Selalu harus sesuai dengan apa yang diinginkannya. Lagipula orang tua Ana juga tidak akan membiarkannya memakai pakaian terbuka. Jangan lupakan prinsip kuno yang dipegang teguh oleh keluarganya.

  • MINE   Mendadak Lamaran

    Cahaya matahari yang memasuki jendela tidak membuat semua penghuni apartemen Davin beranjak untuk memulai aktivitasnya. Kejadian semalam seolah memberikan kesempatan pada mereka untuk berleha-leha sejenak. Tidak terkecuali Diva dan Laila yang tengah berbaring santai di sofa ruang tengah dengan televisi yang masih menyala.Kevin dan Bram yang tidur di karpet sejak semalam juga tidak berniat untuk bangkit, meskipun mereka sadar jika harus kembali bekerja hari ini. Mata Bram terlihat sayu dan begitu juga Kevin. Mereka berdua melihat tayangan gosip di televisi dengan tatapan jenuh."Kok mereka belum bangun ya?" gumam Laila memakan keripik kentangnya."Habis begadang semalam," jawab Kevin merebut bungkus makanan dari tangan kekasihnya."Mereka nggak aneh-aneh kan semalam?"Bram melirik Diva geli, "Maksudmu apa?""Kamu tau maksudku apa." Diva menatap suaminya kesal."Gimana mau macam-macam kalau Ana tidur di kamar tamu," sahut Kevin yang mu

DMCA.com Protection Status