Beranda / Romansa / MINE / Menyadari Keberadaanmu

Share

Menyadari Keberadaanmu

Penulis: Viallynn
last update Terakhir Diperbarui: 2021-01-12 13:17:49

Ana menatap keadaan sekitar dengan was-was. Dia sedang bersembunyi sekarang, menghindar dari pria yang selalu menjemputnya akhir-akhir ini. Bukannya apa, tapi Ana juga membutuhkan waktu untuk sendiri. Tak lama, sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Ana bergegas masuk ke dalam dan menatap Ally dengan tatapan penuh terima kasih. Untung saja sahabatnya datang di waktu yang tepat, jika tidak maka dapat Ana pastikan jika dia akan berakhir dengan kecanggungan di dalam mobil Davin lagi.

"Ayo, cepet jalan!" Ana menoleh ke belakang dan menemukan Edo yang masih berdiri di samping mobilnya.

Ada rasa kasihan yang Ana rasakan ketika meninggalkan Edo begitu saja, tapi sungguh! Untuk kali ini dia tidak ingin bertemu dengan Davin. Ana tidak tahu apa yang akan pria itu lakukan jika tahu Edo tidak berhasil membawanya ke kantor. Untuk sekarang, Ana akan bersikap tidak peduli.

***

"Bang Alex!" teriak Ally yang membuat Ana menjatuhkan sendoknya kesal.

Kenapa dari banyaknya pusat perbelanjaan di Jakarta, dia harus bertemu dengan Alex di sini? Jujur saja, Ana tidak tahu harus menjawab apa tentang kejadian di Rahardian Corp beberapa waktu yang lalu.

"Kalian di sini juga?" Alex terlihat antusias.

"Iya, Bang Alex ngapain di sini?" tanya Ally penasaran.

"Aku lagi cari kado buat Mama, tapi bingung mau beli apa."

"Wah kebetulan, Ana ini jago banget kalo soal cari kado. Cari sama dia aja." Mata Ana membulat mendengar itu. Ingin rasanya dia memukul kepala Ally karena sudah melemparkannya ke lubang buaya.

"Kamu bisa bantu aku cari kado, Na?" Mau tidak mau Ana mengangguk, dia tidak berani menentang senior. Ana masih ingin belajar dengan nyaman untuk beberapa tahun ke depan.

“Kebetulan aku juga mau kerja kelompok. Bang Alex anterin Ana pulang ya?"

"Iya, nanti Ana aku anter." Alex tersenyum senang.

"Kalo gitu aku pergi dulu." Ally mengedipkan sebelah matanya dan berlalu pergi.

Ana mendengkus dan menggeleng tidak percaya. Apa tadi? Kerja kelompok? Yang benar saja!

"Ini bagus." Ana mengangkat syal berwarna merah muda dengan motif bunga-bunga, "Inikan lagi musim hujan. Lumayan, bisa buat anget-angetan. Nanti di bagian ujung dibordir pake nama Mama-nya Bang Alex."

"Boleh juga ide kamu. Nggak salah aku ajak kamu. Bener-bener menantu idaman," puji Alex.

Ana hanya tersenyum tipis mendengar itu. Padahal di dalam hatinya dia mengutuk Alex yang sudah mengatakan hal yang membuatnya semakin risih. Entah kenapa ketampanan Alex tidak membuat Ana meleleh. Bukan hanya Alex tapi pria lainnya juga. Seolah ada pintu besar yang menutup hatinya untuk tidak membiarkan para pria masuk ke dalamnya.

Ana memutuskan untuk menunggu di depan toko. Saat sedang asik bermain dengan ponselnya, tiba-tiba dia merasakan tarikan pada tangannya yang membuatnya menjauh dari toko. Ana mendongak untuk melihat siapa yang menariknya. Matanya membulat saat mendapati Davin yang berada di depannya saat ini. Kalimat tolong yang ingin Ana keluarkan untuk meminta bantuan kembali dia telan saat melihat aura Davin yang menyeramkan. Ke mana pria itu akan membawanya? Ana berdoa dalam hati supaya Davin tidak melakukan hal buruk padanya.

***

Lagi-lagi Ana menangis. Dia mengutuk dirinya sendiri karena terlalu lemah dan cengeng. Dia tidak tahu sudah berapa lama terkurung di kamar ini, tapi yang pasti hari sudah mulai gelap. Hanya jendela kamar yang memberikan akses udara segar untuknya sedari tadi. Tangan kecil itu bergerak untuk mengelus perutnya yang terasa lapar. Ana memang sudah makan siang tadi, tapi sebagai remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan, dia akan selalu merasakan lapar setiap saat.

Saat Ana masih berusaha untuk menahan rasa laparnya, tiba-tiba pintu terbuka dan Davin masuk dengan nampan di tangannya. Pria itu terlihat sangat berantakan. Kemejanya sudah keluar dan 3 kancing teratas terbuka memperlihatkan dada bidangnya. Rambutnya juga berantakan dengan sorot matanya terlihat sangat lelah.

Apa aku yang membuatnya seperti ini?

Ketika Davin sudah berada di depannya, Ana dapat mencium aroma menyengat dari tubuh pria itu. Alkohol dan rokok, Ana mengenal bau itu. Baru kali ini dia melihat Davin berbeda dari biasanya, pria itu seperti menunjukkan wujud aslinya sekarang. Davin meletakkan nampan di pangkuan Ana dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Pria itu berbaring membelakanginya tanpa mengatakan apapun. Ana sangat yakin jika pria itu ingin memarahinya saat ini. Entah apapun itu alasannya.

Ana sudah menyiapkan mental dan argumen untuk setiap amarah yang akan dikeluarkan Davin, tapi setelah sampai di sebuah apartemen, pria itu malah menguncinya di kamar dan baru muncul kembali sekarang. Mencoba mengabaikan Davin, Ana mulai memakan makanannya. Dia akan mencoba berbicara dengan pria itu nanti setelah makan. Ana akan meluruskan hubungan yang seharusnya tidak terjadi ini.

"Pak, saya mau bicara,” ucap Ana begitu telah selesai dengan makanannya. Dia menghirup udara dalam dan kembali berbicara, "Ini semua salah, Pak. Sejak awal saya cuma mau tanggung jawab dari Bapak dan saya sudah dapet itu sekarang. Seharusnya urusan kita udah selesai, tapi Bapak malah nyeret saya untuk lebih masuk ke dalam hidupnya Bapak. Terus tiba-tiba Bapak bilang kalau kita pacaran, padahal kita belum pernah ken—" ucapan Ana terhenti saat Davin dengan cepat bangkit dan mendekat ke arahnya.

Ana menahan napasnya saat Davin sudah berdiri di hadapannya. Dia mulai gugup saat tidak ada jarak sedikitpun di antara mereka. Ana menatap mata Davin yang berkilat marah. Apa mata itu tidak bisa memancarkan kehangatan sekali saja?

"Siapa Alex?" tanya Davin dingin.

Ana berusaha menjauh, tapi Davin langsung meraih lengannya dan mendorongnya ke atas kasur. Tangannya terangkat dan meremas rambutnya gelisah.

"Bukan siapa-siapa." Ana mengelus lengannya pelan.

"Jauhi dia."

Ana mengerutkan keningnya tidak suka, "Itu bukan urusan Bapak."

"Kamu pacar aku!"

Ana memejamkan matanya saat mendengar bentakan dari Davin. Bahkan pria itu juga memukul tembok di sampingnya. Ingin rasanya Ana keluar dari ruangan ini karena ketakutan.

"Kamu bener-bener nggak inget?" tanya Davin mulai mengendalikan emosinya.

"Pak Davn kenapa sih?" tanya Ana pelan.

Davin menghela nafas kasar dan menatap Ana dengan pandangan sayu, "Fiana Putri Aprilian," gumamnya pelan.

"Kok Bapak tau nama lengkap saya?" tanya Ana terkejut.

"Aku tau semua tentang kamu, Ana." Davin berjalan mendekat dan menarik kursi untuk duduk tepat di depan Ana, "Dan aku juga mau kamu."

Ana menggeleng tidak percaya. Bagaimana bisa Davin menginginkannya dengan cara seperti ini?

"Apa Pak Davin nggak pernah tau apa itu namanya pendekatan? Pelan-pelan, Pak. Nggak perlu maksa kaya gini." Akhirnya Ana mengeluarkan apa yang ia rasakan selama ini.

Kedekatan mereka cukup aneh. Davin selalu memaksakan kehendak tanpa memberikan kesempatan padanya untuk merasakan ketulusan pria itu. Bahkan Ana sendiri tidak tahu apa alasan Davin menginginkan dirinya.

"Pendekatan?" Davin tersenyum kecut, "Apa itu harus dilakukan saat aku sendiri udah nunggu kamu lama?"

"Maksud Bapak?"

Davin berjalan menjauh dan menatap jendela dengan tatapan kosong. Pria itu benar-benar sulit ditebak. Ana menunduk dan menggaruk lehernya yang tidak gatal. Tangannya bergerak untuk mengeluarkan kalung yang dia kenakan sejak kecil. Ketika melihat kalung itu, entah kenapa Ana menjadi sedih. Dia kembali teringat dengan pria masa lalu yang sudah dia lupakan wajahnya. Bukannya apa, tapi itu karena terapi yang dia lakukan pasca tragedi penculikan yang sempat dia alami dulu.

"Jadi mau Bapak apa sekarang?" tanya Ana melunak.

Davin memutar tubuhnya untuk menatap Ana. Saat akan berbicara, matanya tidak sengaja menatap kalung yang dipegang oleh Ana. Davin terdiam dan menatap lekat kalung itu. Sebenarnya bukan kalung yang menjadi fokusnya, melainkan cincin yang menjadi bandul kalung itu. Davin sangat mengenal cincin itu. Tentu saja! Cincin itu adalah milik ibunya yang pernah dia berikan pada Ana 10 tahun yang lalu. Ternyata gadis itu masih menyimpannya sampai sekarang.

"Kamu masih simpan cincin itu?"

"Bapak tau cincin ini?" Ana menatap Davin dan cincin itu bergantian.

"Kamu masih simpan cincin itu tapi kamu nggak inget aku sama sekali?" tanya Davin tidak percaya.

Untuk saat ini, Ana menyesal akan cara kerja otaknya yang begitu lamban. Dia masih menatap Davin dan cincin itu secara bergantian. Otaknya mulai memutar memori lama tentang pertemuan mereka sampai bisa berakhir seperti ini.

Ana sudah mengambil kesimpulan, tapi dia terlalu ragu untuk mengatakan semuanya. Dia takut jika apa yang ada di pikirannya saat ini tidak sesuai dengan fakta yang ada. Apa benar Davin adalah pria yang dia tunggu selama ini?

"Nama Bapak siapa?" tanya Ana memastikan.

"Namaku Davinno." Davin menjawab dengan tegas.

Ana merasakan deja vu detik ini juga. Dia seperti pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Perlahan mata Ana terpejam dan kembali terbuka saat sudah menyadari semuanya. Ana mematung di tempat. Ternyata benar jika pria di hadapannya ini adalah pria masa lalunya. Wajah pria yang dulu terlihat samar sekarang menjadi jelas di otaknya.

"Jadi Bapak yang pernah nolongin saya dulu?"

Davin tersenyum lega, "Kenapa baru sadar?”

Melihat tingkah Davin yang menyebalkan, Ana meraih bantal dan memukul Davin dengan brutal. "Kenapa nggak bilang dari dulu?!"

"Maaf."

Ana menggeleng cepat, "Saya yang minta maaf, Pak. Saya sadar kalau udah kurang ajar sama Bapak."

"Aku bukan bapakmu, panggil aku seperti biasa."

Ana menggaruk lehernya yang tidak gatal, "Mas?" tanyanya ragu.

"Nggak masalah." Tanpa disangka Davin terkekeh kecil. Untuk beberapa detik Ana terpesona dengan senyum itu. Sekarang dia sadar akan kebodohannya selama ini. Senyum Davin masih sama seperti dulu dan Ana tidak mengingatnya sama sekali. Dia merasa bersalah sekarang.

"Jadi Mas Davin, apa aku udah boleh peluk sekarang?"

***

Bab terkait

  • MINE   Hari Bersamamu

    Ana berhenti berlari saat kakinya sudah tidak kuat lagi untuk memutari lapangan tenis. Dia terduduk di atas tanah dan bersandar pada jaring yang menjadi pembatas lapangan. Napasnya terdengar memburu dan reflek tangannya terangkat untuk mengusap keringat yang membasahi dahinya."Cuma 4 kali putaran?" tanya Davin dengan nada mengejek."Capek, Mas!""Ayo, satu kali dan setelah itu selesai." Davin menarik tangan Ana untuk berdiri tapi gadis itu me

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MINE   Rasa Amarah

    Ana masih ingat saat pertama kali dia bertemu dengan Ibu Davin. Dia tahu jika pertemuan itu bukanlah pertemuan yang baik. Dia berada di posisi yang tidak menguntungkan sehingga membuat wanita itu berpikiran yang tidak-tidak. Meskipun Ibu Davin tidak berkata apa-apa setelahnya, tapi siapa yang tahu jika dia memendam amarahnya pada Ana dan mengundangnya sekarang agar bisa memojokkannya bersama dengan keluarga besar."Sampai kapan kayak gini?" Davin melirik Ana yang hanya memainkan jari-jarinya sejak tadi, "Sudah hampir 30 menit, Bunda udah nunggu di dalam.""Bentar, Mas. Aku belum si

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MINE   Teror Pertama

    Hari sudah mulai berganti tapi tidak dengan suasana di rumah Davin. Pagi hari yang seharusnya bisa menjadi awal yang indah untuk semua orang tidak akan terjadi kali ini. Sejak semalam, suasana kelam itu masih terasa hingga saat ini. Itu semua karena Lucy yang memilih untuk tinggal."Vin, aku sama Laila pulang dulu ya," ucap Kevin setelah selesai sarapan.Ana tiba-tiba berdiri dan menatap Kevin penuh harap, "Aku ikut ya? Kalian bisa anter aku pulang?"

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MINE   Kembali Bersamamu

    Entah apa yang merasuki Ana hingga membuat keputusan untuk bekerja paruh waktu. Bahkan orang tuanya pun tidak tahu akan apa yang dia lakukan saat ini. Ally yang jengah dengan kemurungannya akhirnya menawarkan pekerjaan yang langsung ia setujui. Sebenarnya Ana menganggap jika ini hanya pengalihan saja, agar otaknya tidak terus tertuju pada Davin, pria yang tega membuatnya sakit hati untuk yang pertama kali karena cinta. Selain karena Davin, Ana juga ingin memanfaatkan waktu luangnya untuk menambah pengalaman, dan uang tentu saja."Ana, tolong ambilkan piring kotor di meja 10!" Ana mengangguk dan memasukkan kain lap ke dalam kantong yang terikat di pinggangnya. Dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MINE   Nilai Absolut

    "Sebelum mengakhiri kelas hari ini, saya akan memberi tugas untuk kalian." Suara lenguhan dari mahasiswa langsung terdengar begitu dosen tidak langsung mengakhiri kelas."Sebentar lagi kan ujian, Bu? Kenapa masih dikasih tugas?" celetuk Andre, salah satu mahasiswa kupu-kupu yang berarti'kuliah-pulang kuliah-pulang'dengan berani."Kalau tidak mau dikasih tugas ya nggak usah kuliah!" ucap Bu Linda yang langsung membuat Andre terdiam. Diam bukan berarti takut, tapi dia malas untuk menanggapi.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-25
  • MINE   Teror Kedua

    Ana mengusap kedua tangannya senang saat makanan yang dia pesan telah datang. Andre hanya pasrah begitu melihat banyaknya makanan yang dipesan oleh temannya itu. Jika bukan karena kalah taruhan, dia tidak akan mau melakukan ini. Untung saja ayahnya memberi uang saku yang cukup seolah paham jika dia akan bertemu manusia dengan spesies aneh seperti Ally dan Ana."Habis ini nambah ya?" ucap Ally membuat wajah Andre berubah kusut."Udah dong, kalian makan udah habis 300 ribu ini."

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-25
  • MINE   Teror Ketiga

    Langkah Ana terhenti saat melihat sebuah mobil yang berhenti tepat di depannya. Dia mengenali mobil itu. Perlahan Ana masuk dan terkejut saat mendapati Edo yang ada di sana dan bukan Davin seperti perkiraannya."Loh, Pak. Saya kira tadi Mas Davin.""Pak Vinno minta saya buat jemput, Dek. Makanya saya di sini. Pak Vinno lagimeetingsoalnya."Mobil berhe

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-27
  • MINE   Puncak Teror

    Davin mematikan rokoknya dan menatap Bram yang sedang berbicara. Dia sengaja mengundang kedua sahabatnya untuk datang guna membicarakan masalah teror yang dialami Ana. Davin sadar jika diasedang berurusan dengan orang yang berbahaya sekarang."Aku udah bilang. Lucy pelakunya," ucap Kevin sambil menuangkan anggurnya ke dalam gelas.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-28

Bab terbaru

  • MINE   Ekstra Chapter : Perfect Life

    Suasana ramai di dalam sebuah gedung membuat Davin mengeratkan pelukannya pada pinggang Ana. Dengan warna pakaian yang senada, Ana dan Davin mulai masuk lebih dalam ke gedung pernikahan Alex.Ya, setelah bertahun-tahun bertarung dan berjuang dengan penyakitnya, akhirnya pria itu bisa hidup normal. Terima kasih pada Ana yang ikut memberikan semangat pada Alex selama ini.Sudah tiga tahun Alex dinyatakan sembuh dan selama itu pula dia mulai menata kembali hidupnya yang sempat berantakan karena masa lalu yang kelam. Namun semuanya berubah sekarang, keadaannya sudah kembali normal. Alex tidak terlalu memikirkan kondisi kakaknya di penjara, toh kesalahan Allen memang sudah sangat keterlaluan."Mas, jangan gini, ah. Susah gerak tau." Ana berucap kesal sambil berusaha menahan tubuh Daniel di

  • MINE   Ekstra Chapter : New Member

    Ana menghela nafas lega begitu telah menyelesaikan naskah FTV untuk salah satu stasiun televisi. Matanya melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul 11 malam, tapi suami dan anaknya belum juga kembali ke rumah."Ke mana mereka?" Ana meraih ponselnya untuk menghubungi Davin. Namun belum sempat melakukannya, pintu kamar terbuka dan muncul Davin dengan kantung plastik di tangannya."Kok baru pulang?""Urusan pria," jawab Davin santai dan meletakkan bingkisan makanan di meja Ana.Mata Ana menyipit melihat itu, "Apa ini?""Kata David itu sogokan buat kamu, biar nggak marah lagi."Ana berdecak, tapi tak urung juga membuka makanan itu

  • MINE   Ekstra Chapter : The Beautiful Life

    Suara dering alarm yang berbunyi membuat pria yang tengah tertidur itu perlahan membuka matanya kesal. Dengan mata yang memerah karena kurang tidur, Davin melihat ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul lima pagi. Dia menggerang pelan sebelum berbalik untuk melihat istrinya yang masih tertidur pulas.Perlahan raut wajah kesal itu berubah ketika melihat wajah polos Ana yang tertidur. Seketika rasa lelah di tubuhnya yang hanya tidur tiga jam langsung sirna. Tangan Davin terangkat dan menekan pipi Ana dengan jari telunjuknya. Wanita itu mengerang dan berbalik membelakangi Davin. Melihat itu, Davin segera mendekatkan tubuhnya dan memeluk istrinya dari belakang. Tangannya terulur mengelus perut Ana yang terlihat membuncit."Bangun, Sayang. Udah pagi," bisik Davin mengelus perut Ana."Ngantuk, Mas!" Ana mendorong tangan Davin yang berada di perutnya."Aku bangunin anak aku, bukan kamu."Ana menatap Davin sengit, "Sama aja, anakmu masih di dalem perutku.

  • MINE   Ekstra Chapter : The Jealousy

    Ana mengerang saat tubuhnya terguncang dengan keras. Matanya yang masih mengantuk terasa berat untuk dibuka. Dia baru saja tidur siang tadi dan siapa yang berani membangunkannya, mengingat jika hanya dirinya sendiri di rumah ini. Mengingat itu, Ana membuka matanya cepat. Dia berdiri dan menghela nafas lega saat menemukan Davin yang menatapnya aneh."Mas!" Ana berdecak kesal dan kembali menghempaskan tubuhnya di kasur."Kamu kenapa?" tanya Davin sambil melepaskan kemejanya."Aku pikir tadi ada maling." Ana kembali bangkit dan duduk di kasur. Rasa kantuknya sudah hilang sekarang. Dia menatap Davin yang tengah berdiri di depan cermin sambal mengelus dagunya yang mulai lebat akan rambut."Kok Mas Davin udah pulang?" Ana bertanya masih memperhatikan Davin yang mulai melepaskan celananya. Pemandangan yang cukup membuatnya panas dingin."Males di kantor."Mata Ana membulat. Dia bertepuk tangan heboh karena rasa tidak percayanya. Dia tidak salah den

  • MINE   Ekstra Chapter : The Happiness

    Ana terkejut saat melihat begitu banyak notifikasi yang masuk. Bahkan semua sosial media-nya banjir akan ucapan selamat atas pernikahannya. Tak jarang Ana juga tidak mengenal siapa yang memberikan selamat, mungkin itu teman Davin.Ana terkikik melihat teman-temannya yang ramai di grup sejak semalam karena membicarakannya. Dia yang menikah saja tidak seheboh ini kenapa teman-temannya menjadi gila? Bahkan Ally secara terang-terangan menunjukkan otak mesumnya.Ana menghentikan tawanya saat merasakan tangan hangat bergerak melingkar di pinggangnya. Dia menoleh dan menemukan Davin dengan mata yang setengah terbuka. Ana meletakkan ponselnya dan berbalik menatap pria yang sudah sah menjadi suaminya sejak kemarin itu."Pagi," sapa Ana tersenyum lebar.Davin menarik tubuh Ana semakin mendekat. Setelah itu matanya kembali terpejam saat berhasil menenggelamkan wajahnya di leher Ana."Mas bangun." Ana berdecak."Masih pagi, Ana.""Udah jam delapa

  • MINE   Hari Istimewa

    Tepat hari ini, Ana dan Davin telah resmi menikah dan menjadi pasangan suami istri. Pernikahan terjadi begitu cepat tanpa mereka sadari. Davin yang awalnya ingin menunggu Ana lulus kuliah terlebih dahulu tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak memiliki gadis itu seutuhnya. Kehilangan Ana berkali-kali cukup membuat hati Davin terketuk untuk segera memiliki gadis itu. Ia juga berterima kasih pada kehidupannya yang seolah memang menginginkan seorang wanita dalam hidupnya."Kenapa senyum-senyum?"Ana tersenyum tipis, "Udah nikah loh kita," goda Ana pada Davin.Pria itu menggeleng pelan dan kembali tersenyum menyapa para undangan yang telah datang hari ini. Untuk pertama kalinya hati Davin terasa damai dan sejuk. Mulai detik ini, Ana adalah miliknya. Gadis yang dia cari sejak dulu sudah berada di sisinya sekarang. Tidak ada kebahagiaan lain yang Davin inginkan selain ini."Cantik.""Iya, ini kebaya pilihan mama," ucap Ana melihat pakaian yang dia kenak

  • MINE   Persiapan Nikah

    Davin menatap lekat gadis yang menuruni tangga dengan wajah bantalnya. Rambut yang masih acak-acakkan dengan kaos yang kebesaran itu membuat Davin menggelengkan kepalanya pelan. Ini sudah pukul sembilan pagi dan gadis itu baru saja bangun tidur. Benar-benar pemalas. Davin saja rela bangun pagi buta demi mengejar penerbangan pagi ke Surabaya. Di sini lah dia sekarang, duduk di meja makan bersama Ayah Ana sejak satu jam kedatangannya tadi."Lihat anak Bapak, Vin. Jam segini baru bangun, kamu yakin mau nikahin dia?"Davin menatap Ayah Ana dan tersenyum tipis. Melihat tingkah Ana yang seperti anak kecil tentu membuatnya sedikit terganggu. Namun untuk menyesal? Tidak, Davin tidak menyesal sama sekali. Malah dia semakin berambisi untuk memiliki Ana seutuhnya sehingga bisa mendisiplinkan gaya hidup aneh gadis itu."Itu yang jadi beda, Pak."Ayah Ana menghela nafas kasar, "Aneh kamu, Vin. Pantes cocok sama anak Bapak." Lagi-lagi Davin tersenyum mendengar itu. Mat

  • MINE   Rahasia Mengejutkan

    Ana menghentikan kegiatannya bermain ponsel saat sebuah panggilan muncul di layar ponselnya. Dengan cepat dia bangkit dari tidurnya dan tersenyum senang."Halo calon suami," sapa Ana dengan cengiran khasnya."Di mana?" tanya Davin mengacuhkan sapaan Ana."Di rumah dong, kenapa?"“Udah dikirim belum katalog-nya sama Bunda?" tanya Davin kembali mengingatkan Ana tentang model kebaya yang akan dia kenalan nanti saat menikah."Udah, lagi diseleksi sama Mama.""Jangan pilih yang terbuka."Bibir Ana berkedut mendengar itu, "Tapi kayanya Mama tadi pilih yang keliatan punggungnya deh.""Jangan aneh-aneh, pakai jas hujan aja kalau macem-macem." Ana tertawa mendengar itu. Davin tidak pernah berubah. Selalu harus sesuai dengan apa yang diinginkannya. Lagipula orang tua Ana juga tidak akan membiarkannya memakai pakaian terbuka. Jangan lupakan prinsip kuno yang dipegang teguh oleh keluarganya.

  • MINE   Mendadak Lamaran

    Cahaya matahari yang memasuki jendela tidak membuat semua penghuni apartemen Davin beranjak untuk memulai aktivitasnya. Kejadian semalam seolah memberikan kesempatan pada mereka untuk berleha-leha sejenak. Tidak terkecuali Diva dan Laila yang tengah berbaring santai di sofa ruang tengah dengan televisi yang masih menyala.Kevin dan Bram yang tidur di karpet sejak semalam juga tidak berniat untuk bangkit, meskipun mereka sadar jika harus kembali bekerja hari ini. Mata Bram terlihat sayu dan begitu juga Kevin. Mereka berdua melihat tayangan gosip di televisi dengan tatapan jenuh."Kok mereka belum bangun ya?" gumam Laila memakan keripik kentangnya."Habis begadang semalam," jawab Kevin merebut bungkus makanan dari tangan kekasihnya."Mereka nggak aneh-aneh kan semalam?"Bram melirik Diva geli, "Maksudmu apa?""Kamu tau maksudku apa." Diva menatap suaminya kesal."Gimana mau macam-macam kalau Ana tidur di kamar tamu," sahut Kevin yang mu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status