Jelita langsung menangis tergugu saat ini. Entah terkena angin apa tiba-tiba Matheo meminta putus. Padahal sewaktu dia meminta putus kemarin, mati-matian Matheo justru menolaknya. Dan kini? Matheo sendiri yang menyerah di saat Jelita mulai menerima pergaulan kekasihnya itu.
Hal yang lebih membuat Jelita merasa sakit adalah kata-kata kasar Matheo yang mengatakan jika dirinya ‘jalang’.
Bahkan selama mengenal Matheo, baru kali ini dia bisa semarah itu dan berani membentaknya seperti tadi.
Tak ingin salah paham pun membuat Jelita segera menelepon balik Matheo untuk menanyakan ucapan dia yang sangat ngaco itu. Entah apa maksudnya menuduh selingkuh seperti tadi.
Tut … tut … tut.
Merasa tidak diangkat pun membuat Jelita merasa frustasi sendiri. Jelita terus mencoba berkali-kali menelepon Matheo sampai rasanya lelah. Ingin menyerah.
Entah kenapa ada rasa enggan dan tidak rela jika hubungannya berakhir dengan tidak baik seperti ini. Bahkan dulu Matheo bisa berpisah dengan Shelka secara baik-baik, tapi kenapa dengan dirinya seperti ini? Sangat menyakitkan. Bahkan dengan tega Matheo mengatakan ‘jalang’ kepadanya.
Apa dirinya sangat rendah di mata Matheo? Hingga sangat mudah sekali dia menilai dan melontarkan kata-kata pedas seperti itu?
Pikiran-pikiran buruk pun mulai bermunculan di kepala Jelita. Perempuan itu hanya bisa menduga-duga dan menerawang jika Matheo memang tidak mencintainya dengan tulus, melainkan hanya karena obsessi semata dan gengsi.
Jelita menatap jam waker di atas nakasnya kemudian mendesah panjang karena ini masih jam dua pagi. Memang sih Jelita dan Matheo sering telepon di jam-jam malam seperti ini. Tapi, jika akan mengutarakan hal menyakitkan seperti ini apa pantas tengah malam begini?
Rasa kantuk yang Jelita rasakan langsung menguap mendadak begitu saja. Yang dilakukan hanya menangis saja sendirian di kamar kos-nya malam ini. Entah kenapa hatinya benar-benar sakit luar biasa diputuskan seperti ini.
Tatapan matanya pun terus melihat ke arah ponsel. Jelita menunggu ada panggilan atau chat masuk dari Matheo untukknya.
“Mat … gue salah apa? Gue enggak selingkuh sama Bagus.” Suara Jelita mulai terdengar begitu lirih. Parau. Bahkan kondisi tubuhnya yang sudah mendingan kini mulai drop lagi karena mendengar kata-kata pedas Matheo.
Merasa kepalanya semakin pusing membuat Jelita langsung meraih ponselnya dan menelepon Prita untuk membawanya ke klinik terdekat.
Tut. Tut. Tut.
Jelita memejamkan matanya karena merasa kepalanya sangat pusing luar biasa. Air matanya bahkan mengalir terus-menerus tiada henti. Ucapan Matheo terasa terngiang-ngiang di kepalanya dan semua itu membuat hatinya merasa terluka kembali.
“Halo, Ta. Ya ampun ini masih malam tapi lo malahan telepon begini. Ada apa, sih?” sahut Prita dengan suara sedikit menggerunyam.
“Sorry ganggu malam-malam, Prit. Lo bisa bawa gue ke klinik nggak? Gue kayaknya butuh perawatan. Suhu tubuh gue makin panas, dan terasa lemas banget,” lirih Jelita, memberitahu.
“Ta, Ta, lo gapapa, kan? Lo masih kuat kan? Jangan pingsan dulu, please. Lo jangan kunci pintu kamar kos lo, atau lo minta tolong sama tetangga kamar dulu. Gue segera kesana.”
Setelah mengatakan panjang lebar dan terkejut dengan kondisi Jelita, Prita langsung bangun dan cuci muka. Dia segera pergi meluncur ke tempat kos sahabatnya itu.
Di tempat lain Jelita hanya diam membisu sambil terus mengusapi pipinya yang terdapat buliran Kristal mengalir terus menerus.
Sambil menunggu kedatangan Prita, Jelita menatap room chat miliknya dengan Matheo. Di sana Jelita melihat kalau Matheo sedang online. Tak ingin membuang kesempatan pun jemarinya langsung mengetikkan sesuatu untuk Matheo. Bahkan saat mengetik kedua telapak tangan Jelita sangat bergetar begitu hebat.
Lita : Mat, tadi lo bercanda, kan? (Read)
Jelita mendesah lega karena setidaknya pesan chat dirinya masih dibaca. Namun, Jelita menatap room chat yang belum muncul balasan dari Matheo. Parahnya, Matheo sedang online. Namun, tidak ada keniatan untuk membalas chat darinya.
Rasa nyeri dan sakit hati pun kian semakin menganga. Jelita kembali menangis dan mengetikkan pesan dengan tangan bergetar yang dibumbui tetesan air mata yang mulai berjatuhan di layar ponselnya.
Lita : Gue enggak selingkuh sama siapapun. Bahkan sama Bagus. Di sini gue benar-benar setia nunggu lo balik dari L.A. Sesuai janji kita berdua.
Lita : Mat, please bales chat gue. Setidaknya jika lo pengin pisah jangan begini caranya. Gue tunggu lo telepon.
Lita : Kalau emang lo enggak telepon gue anggap hubungan ini benar-benar berakhir.
Selesai mengetikkan itu Jelita langsung melemparkan ponselnya ke arah ranjang. Ia pun ikut menjatuhkan diri di atas ranjang dengan tubuhnya yang semakin lemas. Apalagi ini hubungan relationship pertama Jelita, dan hebatnya langsung mengalami patah hati separah ini. Rasa-rasanya Jelita tidak mau jatuh cinta kalau tahu patahnya akan sesakit ini.
Beberapa menit kemudian.
Tak lama pintu kos-nya terbuka dengan kasar, dan menampilkan sesosok Prita yang masih mengenakan piyama beserta sandal rumahan. Napasnya bahkan masih terdengar begitu memburu.
“Ta ….”
Kakinya mulai melangkah dan melihat Jelita yang sedang tiduran dengan posisi miring membuat Prita langsung menunduk. Matanya terkejut melihat Jelita yang sedang menangis. Buru-buru Prita langsung duduk di panggiran ranjang dan mengusap kepala Jelita lembut.
“Kenapa, hah? Lo kenapa, Ta? Cerita!” Prita merasa kesal sendiri. Setidaknya jika ia memiliki masalah dalam hidup pasti akan melampiaskan kesiapapun—termasuk ke asisten rumah tangga yang berada di rumahnya untuk diomeli habis-habisan agar merasa plong. Namun Jelita? Dia sosok yang suka memendam perasaan kepada siapapun. “Matheo, lagi?” tebak Prita.
Tidak mendapat jawaban membuat Prita mendesah kesal. Matanya menangkap ponsel Jelita yang menyala, dengan cepat Prita langsung mengambil dan membuka chat dari Matheo.
First Love : Enggak usah jadi cewek sok suci lo, Ta.
First Love : Dan, gue emang mau putus sama lo. Nyesel juga pernah suka sama cewek modelan kayak lo gitu. Murahan!
Firts Love : Kalau dipikir-pikir masih mendingan Shelka kemana-mana. Dia bisa jaga hati buat gue meski dulu gue brengsek ke dia.
First Love : Sedangkan lo? Sebelas duabelas kayak jalang.
Prita yang membaca langsung mengepalkan tangan kuat. Bahkan rahangnya sudah mengeras karena merasa sakit hati membaca pesan yang disampaikan oleh Matheo.
“Ada chat, ya?” tanya Jelita dengan suara yang begitu sengau.
Merasa kesal sendiri membuat Prita langsung melempar ponsel ke arah Jelita. Emosinya kini mulai naik ke atas ubun-ubun.
Dan melihat Jelita yang sedang membaca dan kembali menangis tergugu membuat Prita semakin naik pitam.
“Lo lihat, kan, Ta? Lihat kelakuan si Mamat tomat itu. Dia itu cowok brengsek! Enggak pantas buat princess kayak lo yang cantik. Lupain, Ta! Akhiri hubungan toxic ini yang menyiksa hati lo sendiri!” seru Prita lantang. Bahkan selesai mengatakan itu Prita ikut menangis hingga ia berjongkok saking merasakan sakit hatinya menjadi Jelita ketika dibanding-bandingkan dengan mantan pacar seperti itu.
“Sayangi hati lo, Ta! Dia hanya cowok bajingan yang emang pantas bersanding sama jalang! Lo harus bisa dapatkan cowok yang lebih dari dia, Ta. Buktikan kalau lo bisa!” Prita kembali memberikan semangatnya agar Jelita benar-benar lepas dari sosok Matheo.
Jelita masih terus menangis. Memegang dadanya yang terasa benar-benar sakit luar biasa. “Tapi gue enggak selingkuh sama Bagus, Prit. Kenapa dia bisa berkata seperti itu? Kenapa?”
Prita mulai berpikir keras. Mencerna ucapan Jelita barusan soal tuduhan Matheo kepadanya. “Gue yakin pasti ada orang yang sengaja mengadu domba lo sama Matheo. Enggak mungkin juga Matheo asal ngomong tanpa adanya sumber.” Prita yakin kalau ada orang yang mengendalikan pikiran Matheo. Sangat yakin.
“Tapi siapa? Gue enggak punya musuh selama ini.” Jelita pun mulai berpikir dan itu membuat kepalanya semakin sakit.
Prita hanya manggut-manggut sambil berpikir. “Kita cari tahu dalang semua ini. Lo tenang aja. Tapi saran gue tetap lo putus aja. Toxic banget cowok modelan kayak dia.” Prita mendengkus kesal jika teringat pesan chat yang dikirim Matheo.
“Apa Shelka?” ceplos Jelita mengeluarkan pendapatnya.
“Bisa jadi. Karena dia belum move on sama Matheo, kan?” dukung Prita selanjutnya. “Gue besok labrak itu anak. Lo tenang aja,” imbuh Prita, emosi.
Dan pada akhirnya kini Jelita memutuskan untuk periksa di sebuah klinik 24 jam. Prita yang memang teman dekat sejak SMA pun tak segan-segan mengantar. Bahkan ia rela keluar rumah di jam 2 pagi seperti ini demi mendatangi kos-an Jelita yang memang berada di kawasan Kebayoran. Untung saja dekat dengan lokasi rumahnya yang terletak di Gandaria. Kalau jauh juga Prita akan pikir-pikir kembali.Saat selesai diperiksa, ternyata Jelita mengalami gejala typus. Sukurnya masih gejala hingga tidak perlu sampai dirawat segala, namun tetap harus istirahat total di rumah agar cepat sembuh.Sambil menunggu obat, kedua perempuan itu duduk termenung dengan isi pikiran masing-masing. Prita memikirkan cara melabrak Shelka besok di sekolah. Lain hal dengan Jelita yang masih tidak percaya jika hubungan dengan Matheo benar-benar sudah berakhir.“Nona Cahaya Jelita Pramana.”Dengan cepat Prita langsung berdiri dan berjalan menuju ke bagian farmasi untuk mengambil oba
Matheo yang mabuk berat terpaksa diantar pulang oleh Jessie ke apartemen laki-laki itu. Jessie bahkan dibantu security apartemen untuk membawa Matheo ke unitnya. Saat sudah di dalam unit apartemen, Jessie dengan susah payah memapah Matheo menuju ke dalam kamar hingga akhirnya mereka berdua jatuh bersama di atas ranjang.Tubuh Matheo yang berat membuat Jessie kesusahan bernapas karena benar-benar merasa terhimpit di bawah.Bau alkohol di mulut Matheo pun sangat menyengat kuat hingga membuat Jessie terbatuk-batuk kecil. “Matheo, wake up!”Merasa akan mati mendadak membuat Jessie terus berusaha menyingkirkan tubuh Matheo agar terguling ke samping.Setelah berusaha dengan susah payah dan sekuat tenaga akhirnya tubuh Matheo terguling dan laki-laki itu terus memanggil nama Jelita yang membuat Jessie mendengkus sebal.“Dasar brengsek! Sudah putus masih saja mengingatnya!” dumel Jessie, kesal.Merasa seluruh tubuhnya sakit, J
Flasback on.Prita sengaja mendatangi sekolah Nusa Bangsa hari ini untuk bertemu dengan Shelka. Saat sudah jam sekolah berakhir, Prita melihat Shelka yang sedang berjalan bersama dengan teman-temannya menuju ke gerbang dan itu membuat Prita tersenyum miring.“Hei, Shelka!”Perempuan itu menoleh dan terkejut melihat kakak alumni yang sedang berdiri di dekat pos satpam. “Iya, Kak. Ada apa?”“Gue mau ngomong sama lo. Bisa ikut gue ke mobil?”Tergambar jelas keraguan di wajah Shelka. Bahkan perempuan itu menoleh kepada teman-temannya untuk meminta pendapat meski hanya dengan tatapan wajah dan semua temannya mengangguk secara serentak.“Gue enggak bakalan apa-apain lo. Jadi tenang aja.” Prita yang tahu isi kepala Shelka langsung menyemburkan ucapannya langsung.“Iya, Kak. Mau kok.”Dan pada akhirnya Shelka ikut Prita menuju ke mobil honda jazz yang terparkir di luar gedung
Merasa ucapan yang akan disampaikan ini penting membuat Rendi mengajak Prita untuk keluar kampus dan mencari tempat lain.“Enggak di sini ngomongnya,” ujar Rendi.Prita mengerut bingung, namun ia pun mengangguk dan mengikuti ke mana arah Rendi pergi. Prita akhirnya mengikuti motor yang dikendarai Rendi keluar area kampus.“Mau kemana, sih, tuh anak!” dumel Prita.Tak lama Rendi berhenti di sebuah kedai kopi starbucks yang tidak jauh dari area kampus. Prita sendiri langsung mencari tempat parkir untuk mobilnya, dan segera menghampiri Rendi yang memang menunggu di depan pintu starbucks.“Lo tinggal ngomong alasan aja pakai bawa gue ke starbucks.” Prita terus menerocos kesal, tapi tidak ditanggapi oleh Rendi. Laki-laki itu justru langsung berbalik badan dan masuk ke kedai kopi.Setelah memesan dua kopi, Rendi dan Prita segera duduk saling berhadapan. Prita masih menunggu penjelasan dan alasan Rendi melakukan
Akhirnya mereka berdua sampai di sebuah mall Grand Indonesia. Bagus dan Jelita pun memilih untuk berjalan-jalan terlebih dulu di area mall sambil menunggu jadwal film yang akan mereka tonton dimulai nantinya. Mereka memanfaatkan waktu tiga puluh menit ke depan untuk melihat-lihat buku di toko buku.Saat sedang memilih beberapa buku novel, tiba-tiba Jelita dikejutkan oleh seseorang yang menepuk bahunya.“Apaan, sih, Gus.”Tidak ada respon membuat Jelita merasa curiga, dan membuatnya berbalik badan. Jelita terkejut saat melihat orang yang berdiri di depannya ini. Ternyata yang menepuk-nepuk bahunya itu Sasha.“Sasha.”“Hehe, Kak Lita sama siapa?” tanya Sasha, langsung tengok kanan kiri mencari orang yang dikenalnya.“Sama—““—Buku ini cocok deh buat lo, Ta.”Sasha langsung menoleh ke belakang dan terkejut dengan kehadiran sosok Bagus. Sasha tersenyum tipis me
Melihat nama sang adik yang menelepon membuat Matheo mengesah dalam. Matheo berpikir kalau sang adik sudah tahu berita putus dirinya dengan Jelita. Sebab, tidak biasanya Sasha akan menelepon dirinya seperti ini. Membombardir terus menerus tiada henti.Sambil membuang napas panjang, Matheo meraih ponselnya yang tergeletak, dan segera menggeser icon tombol hijau ke samping.“Ha—““—Dodol banget, sih!” omel Shasa cepat ketika mengetahui panggilan dirinya diangkat. “Sumpah deh aku enggak ngerti sama pola pikir Kak Mamat saat ini,” cerocosnya lagi tanpa memberikan kesempatan Matheo berbicara.Matheo memejamkan mata kuat, dan mengambil napas dalam-dalam jika dugaannya ternyata benar. Kalau adiknya menelepon pasti akan mengomeli tentang hal ini. Terlebih adiknya yang memang sangat celopar itu membuatnya bisa menebak.“Aku kecewa banget sama Kakak. Emang ada masalah apa, sih? Lagian aneh-aneh banget jad
Saat ini Jelita tengah difokuskan dengan pembukaan kafe baru di kawasan Kemang. Jelita yang mendapat kepercayaan dari Gilang tidak ingin mengecewakan laki-laki itu sedikit pun meski dulunya mereka berdua pernah menjalin kedekatan.Jelita tampak sibuk membantu membuat minuman di counter depan. Karena ia tidak menyangka akan serame ini pengunjung yang datang.Di saat sedang membuat kopi expresso matanya terkejut dengan kedatangan Sasha yang memasuki kafe, dan memilih duduk di meja paling pojokan yang terhalang pilar. Jelita pun segera menyelesaikan dan menyuruh pelayan untuk mengantar ke nomor meja yang memesannya. Jelita langsung segera berjalan menuju ke arah Sasha yang tampak tersenyum semringah.“Sha, kamu sendirian aja ke sini?” tanya Jelita saat sampai di depan meja Sasha.Gadis itu mengangguk pelan, dan tersenyum lebar. “Tadi ke Dharmawangsa, dan tanya orang sana kalau Kak Lita dipindah ke sini.”Jelita terseny
Los Angeles, California, Amerika Serikat.Matheo kini tengah asyik bersama teman-temannya. Terlebih statusnya yang jomlo membuat dia menjadi sangat tidak karuan. Urakan. Bebas.Yang dulunya tidak suka merokok kini Matheo mulai mengenal benda sialan itu. Dan, dia kini tengah asyik merokok sambil memegang bir kaleng.Cup.“Aku mau kau selalu bahagia seperti ini babe.” Suara serak nan seksi itu begitu menggoda hatinya. Matheo yang laki-laki normal pun merasa bergairan mendengar suara serak-serak basah yang membuatnya langsung on.“Shit!” umpatnya. Tangan Matheo langsung mematikan batang rokok itu di asbak yang memang tersedia di meja. Mata sayunya menatap perempuan yang selalu berada di kehidupannya ini. Matheo sudah tidak peduli dengan mantan-nya yang berada di Indonesia. Matheo butuh bahagia saat ini.Dan, berakhirlah sudah Matheo mencium Jessie dengan begitu menggebu-gebu. Matheo mencium perempuan itu karena mer
Setelah mengalami perdebatan sengit dengan Bagus minggu lalu, hari ini Jelita mendatangi rumah keluarga Azekiel untuk memberikan kabar jika dirinya akan ikut ke Los Angeles. Apalagi setiap hari Shasa selalu menelepon dan membujuknya terus-terusan yang membuat Jelita merasa tidak enak sendiri.Hubungan dengan Bagus pun sedikit renggang akibat laki-laki itu yang melarang Jelita pulang ke kampung. Jika pun pulang, Bagus ingin ikut. Tapi, Jelita memberikan alasan yang begitu logis. Terlebih mereka belum memiliki ikatan tali pernikahan hingga sikap Bagus dianggap berlebihan oleh Jelita.Ting nong! Ting nong! Ting nong!Ceklek!“Eh Non Lita. Ayo masuk, Non,” sapa Bibi begitu ramah. “Ke sini sendirian aja, Non?”“Iya, Bi.”“Lama enggak pernah ketemu sama Non Lita semenjak Tuan Matheo ke Amerika. Gimana kabarnya?”“Baik kok, Bi. Tante Kaila ada?”“Ada dong. Beliau lagi di teras samping duduk sama Shasa lagi ngobrol. Ke sana saja langsung, Non.”Jelita mengangguk pelan dan berjalan menuju ke t
Saat ini Jelita sudah memutuskan apa yang akan dilakukannya nanti. Sepertinya ia akan memilih berbohong kepada Bagus. Entahlah apa yang dilakukan ini sudah benar atau belum. Yang pasti saat ini logikanya lebih kalah dari perasaan hatinya yang selalu teringat akan kondisi Matheo.“Lo yakin, Ta?” tanya Prita, mencoba menyakinkan.“Entah. Tapi hati gue menginginkan begitu, Prit. Maaf kalau sebagai sahabat gue bikin lo kecewa.” Jelita menatap Prita tidak enak hati karena memilih berbohong dan menerima ajakan dari keluarga Azekiel untuk pergi ke Amerika sana.Prita yang tidak tega melihat Jelita langsung memeluk sahabatnya itu. Bahkan Prita yang anti dipegang-pegang kini mengelus kepala Jelita lembut penuh kasih sayang.“Gapapa kok. Gue sebagai sahabat akan dukung lo apa adanya. Semisal memang ini keputusan yang membuat lo bahagia pasti akan gue dukung.”“Makasih banget.” Jelita kini semakin mengeratkan pelukannya dan menangis di bahu sahabatnya. “Pokoknya lo benar-benar sahabat terbaik gu
Setelah kepergian Melviano dari kos-an miliknya, Jelita merasa bimbang sendiri. Ia bergelut dengan pikirannya yang ruwet dan kusut.Pikirannya teringat akan janji-nya kepada Bagus untuk tidak berinteraksi dengan Bagus. Hingga Jelita merasa stress sendiri saat ini.“Harus gimana?” tanya Jelita kepada dirinya sendiri. “Om Melviano meminta secara langsung dan gue bingung cara menolaknya,” lanjutnya bergumam.Sampai akhirnya Jelita bergegas segera menuju ke dalam kamar kos-an miliknya. Jelita mencari ponsel untuk menghubungi Prita. Mencoba meminta pendapat dari sahabatnya itu.Untungnya sambungan telepon dari Jelita langsung diangkat oleh Prita hingga tidak membutuhkan waktu lama.“Hm, ada apa?”“Gue galau. Gue bingung. Gue keder!” cerocos Jelita to the point.“Galau kenapa, sih?!”“Tadi Om Melviano datang ke kos-an gue, Prit. Dia ngajakin ke Los Angeles liburan semester ini. Gue kudu gimana?” Jelita menggigit bibir bawahnya sendiri karena merasa resah juga stress.“Lah gitu aja lo keder.
Pagi-pagi sekali keluarga Azekiel semuanya sedang kumpul di ruang makan untuk melakukan sarapan bersama. Shasa seperti biasanya. Heboh dengan masalah kehidupan remajanya yang begitu penuh warna.Sedangkan untuk pasangan suami istri itu lebih banyak saling diam. Mendengarkan semua celotehan anak gadisnya.“Kenapa nomor Shasa centang satu doang kirim pesan sama Kak Lita, ya?” celetuk Shasa tiba-tiba membahas Jelita.Baik Melviano dan Kaila sama-sama saling menoleh dan bertatapan. Akan tetapi kedua orang itu memilih tetap diam karena sudah pasti Jelita menghindari keluarga Azekiel karena status hubungan yang dijalani dengan putranya tidak sebaik dulu.Namun melihat putranya yang tampak galau dan selalu membuat masalah di Los Angeles sana membuat sisi hati Melviano tergerak untuk mencoba menuruti keinginan dari putranya. Apalagi Matheo mengancam tidak akan meneruskan kuliah jika keinginannya tidak ditururi.“Kamu kapan mulai ujian semester, Sha?” tanya Melviano, mencoba membuka obrolan so
Mendapat kabar jika putranya di Amerika sana membuat masalah, tentu saja sebagai orangtua membuat Melviano bersikap cepat tanggap. Melviano meminta kepada Mikaila untuk mengurusi semua permasalahan soal putranya itu dengan pihak kampus.“Makanya kamu jangan terlalu kaku jadi orangtua, Mel!” omel Kaila kepada Melviano yang begitu otoriter.“Aku melakukan itu supaya anak kita bisa menjadi mandiri sekaligus memimpin perusahaan sayang.”“Halah! Tapi justru membuat Mamat depresi, ‘kan?” Kaila tidak mau kalah berdebat dengan sang suami. “Lagian nanti juga dia mikir kalau sudah dewasa. Maklumi saja jika dia memang lagi kasmaran. Kayak kamu enggak bucin aja dulu sama aku,” lanjut Kaila, menyindir Melviano dulu-nya.Tentu saja pria paruh baya itu hanya berdeham kecil saja. Lagipula sikap gengsi dari dulu sampai sekarang tidak pernah pudar. Justru semakin tinggi.Sampai akhirnya Melviano mengalah ketika dua perempuan yang sangat disayangi-nya ini bersatu. Kaila dan Mikaila. Kedua-nya sama-sama
Mikaila merasa jika aksi membolos Matheo selama satu minggu ini benar-benar akan berdampak buruk. Pasalnya anak itu sudah mendapat surat peringatan. Jika besok masih dilakukan sudah pasti Matheo akan di D.O dari kampusnya.Merasa pusing dengan masalah yang dilakukan sang keponakan membuat Mikaila memutuskan untuk kembali mengomeli sang kakak melalui email. Bahkan surat panggilan dari kampus pun tidak lupa ikut dikirimkan ke alamat email Melviano.Lagipula salah siapa terlalu keras kepada anak. Alhasil begini jadinya. Bukannya semakin semangat belajar justru semakin amburadul.Drrt! Drrt! Drrt!Mikaila yang mendengar ponsel milik Matheo bergetar langsung mencari benda pipih itu. Tanpa sengaja Mikaila membaca isi pesan chat yang dikirimkan oleh Jessie.Jessie: Bagaimana kalau aku hamil, Matheo? Kau mau bertanggung jawab menikahiku, ‘kan?Satu masalah saja belum selesai. Ini bertambah satu masalah lagi yang membuat kepala Mikaila terasa ingin pecah. Padahal ia bukan orangtua kandungnya m
Terpaksa Jelita semalam berjanji kepada Bagus untuk tidak berkomunikasi lagi dengan keluarga Matheo. Meski sejujurnya di dalam lubuk hati Jelita merasa tidak nyaman dengan permintaan Bagus yang satu ini.Meski bagaimanapun ia ingin menjalin tali silaturahmi dengan Matheo meski sudah tidak menjadi sepasang kekasih lagi. Tapi, nampaknya Bagus mulai merasakan cemburu dan itu hal yang lumrah juga wajar.“Lo kenapa ngelamun aja dari tadi? Kurang jatah semalam, uh?” ledek Prita, menyenggol lengan Jelita yang tampak melamun saja sejak datang ke kampus.“Cih! Apaan, sih.”“Ta, lihat deh itu ayang beb datang ke sini.” Prita kembali menyenggol lengan Jelita—memberitahukan kepada sahabatnya jika Bagus tengah berjalan menuju ke arahnya mereka duduk.Jelita menoleh sekilas dan kembali fokus menatap ke depan sana. Hal ini justru membuat Prita merasa heran juga jengah sendiri.“Lo lagi berantem?” tebak Prita, menduga-duga.“Enggak.”“Terus?”“Gapapa kok.”“Gapapa tapi muka lo galau gitu anjir!”“Gu
Melihat Jelita tampak penasaran membuat Bagus justru terkekeh kecil. Apalagi ekspresinya begitu lucu dan menggemaskan.“Aku cuma mau minta kalau mulai detik ini panggilan kita jangan pakai lo-gue, tapi jadi aku-kamu aja, gimana? Kayaknya lebih enak didengar buat orang yang pacaran seperti kita.”Merasa sudah berpikir kotor membuat Jelita malu sendiri. Padahal ia berpikir jika Bagus akan meminta ciuman atau tidur bersama. Tapi ternyata hanya ingin meminta perubahan panggilan saja.Jelita pun dengan malu-malu menjawab permintaan Bagus sambil mengangguk kecil. Bagus yang melihat respon Jelita seperti itu tentu saja membuat hatinya senang.“Makasih banyak sayang,” ucap Bagus, ingin memeluk Jelita. Sedangkan Jelita yang diingin dipeluk merasa kaget sendiri. “Hehehe, maaf, kelepasan.”Merasa tidak enak karena saking senangnya membuat Bagus tidak bisa mengontrol diri. Laki-laki itu pun menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya karena menahan rasa malu.Namun, hal yang tidak pernah diduga sam
Sudah beberapa hari ini Matheo memilih mengurungkan diri di dalam kamarnya. Bahkan laki-laki itu sudah tidak masuk kuliah karena merasa galau melihat serta mendengar sendiri dari mulut Jelita jika perempuan itu sudah berpacaran dengan Bagus.“Apa kau tidak bosan terus-terusan seperti itu?” tanya Mikaila, menatap jengah Matheo yang masih saja terbaring di atas kasur. “Tadi Daddy-mu telepon,” lanjutnya memberitahukan.Matheo sendiri masih tetap diam melamun. Kedua bola matanya tidak bosan-bosan menatap ke atas langit-langit sana.“Katanya dia sudah bertemu dengan Lita-mu itu,” tambah Mikaila, lagi.Sontak hal ini membuat Matheo langsung bereaksi keras. Matheo yang sejak tadi terlentang mendadak bangun duduk menatap ke arah daun pintu kamar.“Daddy menemui Lita?” Matheo mengerutkan kening bingung karena tumben-tumbenan sekali daddy-nya sampai ikut campur urusan kisah asmaranya ini. Apa semua ini bentuk dari rasa peduli daddy karena ia galau terus-terusan seperti ini? Semoga saja daddy me