Awan, Jhagad dan Tegar pun langsung menoleh ke arah Cantigi dan Rosie. Sayang, mereka berdua sudah tidak terlihat, di permukaan tanah. Hanya suaranya saja yang masih terdengar.
“Apa yang…?” gumam Jhagad tidak mengerti.A
“Pasti jebakan berlapis!” kata Tegar sambil melawan Mahluk Haus Darah.
“Sial!” umpat Awan kemudian meninju dengan keras Mahluk Haus Darah ke arah lubang jebakan.
Setelah menjatuhkan Mahluk Haus Darah yang dia lawan, Jhagad pun menyelinap, mendekati lubang yang terbentuk di tanah. Saat itu, Jhagad melihat
Mendengar perkataan Jhagad, Awan, Cantigi dan Rosie pun tertegun. Kemudian melangkah mendekati Jhagad dan Tegar yang masih terduduk di atas permukaan tanah.“Hei! Kalau mati jangan di pangkuanku!” ucap Jhagad asal sambil tetap menggerak gerakkan tubuh Tegar.PLAKCantigi memukul lengan Jhagad.“Ah, sakit!” keluh Jhagad sambil menoleh ke arah Cantigi.“Jangan bercanda seperti itu!” sergah Cantigi.
Sementara itu, di benteng tua jauh di sisi lain area Hutan Terlarang. Para pendaki yang berhasil menyelamatkan diri dari petaka yang terjadi semalam pun terlihat mengumpulkan bahan bahan makanan dan minuman milik pendaki lain. Mereka mulai melakukan apa pun untuk bertahan hidup, hingga tim evakuasi datang.“Hanya segini?!” keluh salah seorang pendaki perempuan karena hanya berhasil mengumpulkan sedikit makanan.“Mau bagaimana lagi! Gara gara dikejar serigala sebelumnya, hampir semua pendaki menanggalkan tas carier mereka di Padang Rumput bukan?” sahut pendaki lain.Di sisi lain, Jazlan diam diam naik ke atas dinding, mencoba melihat kon
Dalam hitungan detik, Roman yang telah menjadi Mahluk Haus Darah itu langsung berlari, mengejar Jazlan. Seketika itu juga Jazlan yang sempat tertegun, mulai sadar dan berteriak, “NAIK KE ATAS DINDING SEMUANYA!”Mendengarnya, para pendaki yang ada di lapangan utama Benteng Tua pun langsung panik, bergegas, berlari, naik ke atas dinding benteng lagi, menggunakan tali yang sebelumnya mereka gunakan untuk turun ke bawah. Sementara itu, Jazlan langsung melihat ke dalam lorong lagi. Sayangnya, saat itu Mahluk Haus Darah sudah hampir mencapai tempatnya.“Sial, cepat sekali larinya!” umpat Jazlan sambil siap siap memasang kuda kuda menghadapinya.
Kembali ke rumah pohon di kawasan Hutan Terlarang. Awan tampak sudah mengambil posisi favoritnya, tidur telentang di lantai rumah pohon itu. Kali ini Awan tidak sendirian, Jhagad dan Tegar pun ikut tidur telentang, mengistirahatkan tubuhnya. Sedangkan Cantigi dan Rosie duduk, sambil bersandar di dinding rumah pohon, di dekat pintunya. Sudah setengah jam mereka beristirahat di rumah pohon itu. Tapi sepertinya kelelahan yang dialami tubuh mereka tidak kunjung hilang juga. Ladang ranjau dan Mahluk Haus Darah sungguh menghabiskan tenaga mereka. “Mereka sepertinya kelelahan sekali,” ucap Rosie. “Biarlah, mereka sudah bertarung habis habisan lagi tadi!” jawab
“Iya, aku menyukainya!” Jhagad menjawab tanpa sedikitpun keraguan.Untuk sekejap Tegar tertegun mendengar jawaban Jhagad itu. Tidak memberikan respon apa apa. Tapi, tatapannya kali ini ganti yang bicara. Seperti sedang mengkonfirmasi tingkat keseriusan pada ekspresi Jhagad.“Karena itu, aku memperingatkanmu untuk tidak mendekatinya!” ancam Jhagad serius.“Kenapa? Apa hakmu melarangku mendekatinya? Bukankah kalian hanya berteman?”Saat Jhagad akan menjawab pertanyaan Tegar itu. Tiba tiba saja Cantigi melihat ke bawah sambil berk
“Apa?” Rosie keceplosan berucap agak keras, kemudian menutup mulutnya.“SSST!” Awan mendesis, kemudian bergeser empat langkah ke kanan, pelan pelan.Rosie tanpa banyak bertanya langsung mengikuti pergerakan Awan. Begitu juga Tegar, Cantigi dan Jhagad. Saat itu komando terpusat pada Awan. Apapun langkah yang ia buat akan langsung diikuti. Sesuai dengan yang telah mereka sepakati sebelumnya.Setelah bergerak, Awan pun mengarahkan kameranya lagi ke depan, memastikan Mahluk Haus Darah melakukan perubahan arah atau tidak. Dan ternyata tidak. Sekarang mereka hanya tinggal diam, menunggu Mahluk Haus
Sementara itu, Mahluk Haus Darah di area itu pun mulai terpencar. Ada yang berlari menuju Jhagad, ada yang menuju Cantigi dan beberapa diantaranya juga ada yang menuju ke arah Tegar. Padang rumput yang tadinya sunyi sekarang dipenuhi dengan suara erangan Mahluk Haus Darah yang mulai berburu mangsanya.AAAAAARGGHHHH…Seketika itu juga, padang rumput menjadi area perburuan yang mencekam. Awan pun akhirnya menyerah sambil berkata,“Tidak ada pilihan lain. Kau sudah siap lari, Ros?”“Eh?!” Rosie tertegun.
Rosie yang juga menduga duga tentang teori yang sama dengan Awan pun lalu mencoba mempraktikkan teori tersebut untuk membuktikan kebenarannya. Ia langsung saja mendekat ke arah Awan yang sedang bergulat dengan Mahluk Haus Darah. Kemudian, ia siramkan sebagian air yang masih tersisa dalam botol ke tubuh Mahluk Haus Darah yang menyerang Awan.SPLASSH…Sayangnya tidak terjadi apa apa. Mahluk Haus Darah itu masih saja terus menyerang, berusaha mendekati leher Awan untuk menghisap darahnya. Rosie masih bingung, ‘Kenapa efeknya berbeda?’ gumamnya dalam hati.“Ros, siramkan airnya ke kepala mereka!” perintah Awan.