Di bawah sinar rembulan, seorang pria duduk di atas lantai dingin. Matanya tertutup kain dan tangannya kebelakang di lilit tali. Satu tendangan menghantam kaki, perut bahkan kepala. Hingga tubuh Pria itu tersungkur di lantai. Cairan amis mengalir di ujung bibirnya. “Oh ini, dia orangnya!” gumam suara serak berat itu. Kemudian menghantam perut pria yang meringkuk di atas lantai. “Rasakan ini! Makanya, jangan mendekati anakku.” “Hukh… hukh… aku akan tetap menikahi putrimu. Jangan halangi kami,” ujar Abizar dengan bibir bergetar. &ldqu
“Ustadzah Hanina!” panggil Afura. “Ada apa Woy?” “Aku mau mengajar.” “Terus aku harus bilang wow gitu?” “jangan bercanda. Ini loh, aku nitip Tresha. Dia nggak kerasan katanya kalau di asrama sendirian. Apalagi, hari ini Umi Ima ada acara di rumah Pak Rt.” “Yaudah, sini-sini. Kamu pergi aja. Bule cantik ini biar sama aku aja.” Setelah beberapa
Afura mundur beberapa langkah, menutup mulutnya. Setetes demi setetes air mata tumpah. Dia mencoba menghapusnya dalam diam. Sambil memperhatikan dua anak manusia yang seperti dua orang yang benar-benar saling merindukan. “Abizar, aku ada di sini!” ujar Tresha terharu. Akhirnya orang dia cintai itu memanggil namanya setelah sekian lama mereka tidak bertemu “Alhamdulilah, kamu baik-baik saja.” “Kamu marah sama aku?” tanya Tresha bibir bergetar. Dialah penyebab mereka harus berpisah. Karena ancaman papanya. Dan demi menyelamatkan Abizar, terpaksa dia meninggalkan pria itu. “Nggak, mungkin dari awal itu takdir terbaik.”Air mata Tresha tumpah
Semilir angin menerbangkan gamis dan kerudung Afura pelan. Diiringi langkahnya yang pelan menuju rumah Umi Ima. “Assalamualaikum Umi!” berulang kali gadis itu mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban. Samar-samar dia mendengar suara tawa dari dalam. Segera, Afura melangkahkan kaki menuju samping rumah. Mengintip kaca berwarna hitam itu. Terlihat Umi Ima sedang membuat sesuatu dengan Tresha. “Umi nggak jawab karena berdua dengan Tresha.” Dia pun lekas masuk ke dalam. “Umi! Aku panggil-panggil nggak jawab.” “Umi lagi sibuk bikin pizza sama Tresha,” cetus Um
Buk! Dahi Afura menyium ujung ranjang, membuatnya terbangun dalam mimpi. Dia lagsung memegang dadanya. “Ternyata Cuma mimpi.” “Assalamualaikum!” Mendengar suara salam Abizar dari luar. Membuatnya langsung loncat dari kasu. Pria itu sudah berdiri di depan pintu melepas kopyahnya. “Walaikumsallam.” Afura menadahkan tangan, hendak mencium punggung tangan suaminya. Namun, sebelum bibir Afura menyentuh punggung tangan suaminya. Pria itu langsung menariknya. “Aku tau Mas marah sama aku. Tapi kenapa harus berdua dengan Tresha.” 
Afura POV “Kamu bisa pulang sendiri?” Perkataan suamiku di depan gapura makam anakku itu membuatku sedih. Aku paham dia sangat kecewa padaku, mungkin ini adalah hukuman yang harus aku dapatkan. Kakiku melangkah dengan lemah. Hingga aku bertemu tukang ojek. Memintaknya mengantar ke pondok. Rintik-rintik hujan turun, membasahi bajuku. “Mbak, kita menepi dulu?” “Iya Pak.” Aku menepi memakai mantel dan kemudian melanjutkan perjalan. Sampai di depan gerbang, aku melihat mobil suamiku. Saat aku ingin menghampiri suamiku, ingin menjelaskan semua kejadian tadi. Namun, langkahku terhenti saat mataku menangkap seorang wanita cantik berkerudung putih dan bermata biru keluar dari dalam mobil.
-Kejadian setelah di kuburan- Umi Ima yang hendak menemui Abizar dan Afura langsung terdiam saat melihat pria itu menurunkan seorang gadis di sepanjang gerbang. Namun, gadis itu bukan Afura menantunya. Melainkan wanita asing yang mereka tolong kemarin. Dan terlihat Afura turun dari ojek dan mendapati suaminya bersama dengan wanita lain membuat air matanya berkaca-kaca. Bukannya menghampiri suaminya tapi dia malahan membalikkan badan dan pergi. “Apa-apaan ini?” Rasanya dia ingin menampar anaknya tapi niat itu terurungkan karena melihat situasi pondok. Sepanjang malam, Umi Ima benar-benar tidak bisa tidur melihat kejadian berusan. Sampai-sampai Abah R
“Pasti Umi mau bela Afura kan? Atau jangan-jangan dia ngadu ke Umi lagi.” “Cukup Abizar, nggak ada yang ngadu. Tapi Umi yang nggak bisa melihat kalian seperti ini.” “Kalau itu yang Umi omongin, lebih aku pergi.” “Berhenti Abizar, kamu mau menghindari masalah lagi?” “Siapa umi yang menghindari masalah. Afuralah yang membuat masalah ini menjadi seperti ini.”&nbs