Share

MENJADI SUAMI PENGGANTI
MENJADI SUAMI PENGGANTI
Penulis: Tika Pena

BAB 1

Penulis: Tika Pena
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Satu persatu anggota keluarga berpamitan pulang saat malam menjelang. Aku mengantar Mama dan adik-adik ke luar rumah. 

"Mama pulang dulu, ya." 

"Ya, Ma."

"Aku juga, Kak. Selamat menikmati belah duren." Adik perempuan paling muda mengerling menggoda lalu melangkah cepat lebih dulu ke mobil. Aku tersenyum kecil sedikit tersipu mendengarnya. 

"Semoga pernikahan kamu yang sudah berlangsung bisa langgeng." Adik perempuan paling besar juga pamit.

"Yuk, Sayang, pulang. Kita takut ganggu kalau menginap di sini." Dia pergi menggandeng tangan suaminya.

"Seperti kata mereka, Mama juga takut mengganggu kenyamanan kalian kalau di sini."

"Gak bakal kok, Ma."

"Nanti mama ke sini lagi deh." 

Mama menyusul adik-adikku masuk dalam mobil. Mereka melambaikan tangan dari kaca jendela sebelum pergi dibawa sopir.

Disusul satu mobil lain berisi masih kerabat mengikuti di belakangnya, mereka sama melambaikan tangan padaku. Aku membalas lambaian tangan semuanya. 

"Gue juga pamit." Sepupu laki-laki yang ikut hadir dalam acara di rumah ini menepuk bahu. 

"Makasi udah nyempetin hadir. Menyaksikan acara sakral gue."

"Sama-sama. Akhirnya setelah sekian lama lo sendiri ada temennya." 

"Udah sana kalo mau pulang."

"Iyaa. Kagak sabaran amat pengen gue cepet-cepet pergi." 

Laki-laki itu pun berlalu mengendarai mobilnya paling terakhir ke luar gerbang. Bapak penghulu dan wali pasanganku sudah pamit lebih dulu karena ada urusan lain. 

Pintu rumah kututup. Berjalan pelan seraya mengamati sekitar. Hening. Hanya ada pembantu perempuan yang beres-beres. Aku tak begitu mempedulikan terus melangkah.

Menapaki lantai dua setelah melewati tangga. 

Bibirku merekah senyum saat memasuki kamar pengantin yang sudah dirias indah dan rapi. Di sana di ujung tempat tidur perempuan yang hari ini resmi menjadi istriku tengah duduk. Pelan kuhampiri ikut duduk di sisinya. 

"Sayang." 

"Jangan sentuh aku!" Dia menepis tanganku yang baru menyentuh kepalanya. Gerakan kasar itu melenyapkan senyum di bibirku hingga tak tersisa. 

Perempuan itu menatap tak suka. Wajahnya berubah masam. Keramahan yang dia tunjukkan saat masih ramai orang sirna. "Puas Kamu?"

Aku menghela napas mendengar tanyanya. Sejenak berpaling lalu menjawab. "Ya. Aku puas sekali."

"Egois. Memaksa orang lain menikah dan menjebaknya." 

Perempuan itu berdiri. Aku juga. "Ini semua takdir." 

Dia mendengkus. "Takdir yang disengaja." 

Aku tak mau kalah untuk menjawabnya. "Tak ada salahnya. Aku mencintaimu."

"Tapi aku tidak!" Sungguh kata-kata yang tidak aku suka. Aku sudah menyadari akan resiko seperti ini sebelum menikahinya. 

"Kamu sudah membuat orang lain celaka, kemudian menjebaknya dengan hutang setelah kematiannya. Kamu memaksa pasangan orang itu untuk mau menikah denganmu dengan alasan pembebasan hutang tersebut. Dan setelah semua itu kamu tidak merasa bersalah? Picik."  

"Kecelakaan itu bukan sengaja olehku, Naya." Aku harus berulang kali menjelaskan ini. "Akbar mengalami hal tragis itu sudah ketentuan Tuhan." Akbar adalah kekasih hati perempuan ini. Dia temanku. 

"Kalau kamu tidak menyuruhnya untuk menemuimu Mas Akbar tidak akan kecelakaan." Mata Naya berkaca-kaca, dia teringat belahan jiwanya yang telah pergi selamanya ke alam lain. 

"Aku menyuruhnya juga untuk pekerjaan. Bukan sesuatu tak jelas." 

Istriku itu menangis. Bendungan di pelupuk matanya menetes-netes di pipi. Dia menunduk dan kembali duduk. Aku pun mendekatinya lagi. Tidak ingin Naya terlalu larut dalam nelangsa. Kuusap pelan bahunya. Tak kaget saat dia menepisnya lagi. 

"Aku membencimu, Sendy." Dia tidak memanggilku Mas seperti kepada Akbar. Bahkan terang-terangan menyatakan ketidak sukaannya. 

"Kamu tidak hanya menjadi penyebab Mas Akbar meninggal. Tapi, sengaja mengambil kesempatan dalam kesempitan. Kamu paksa orang yang sudah tiada melunasi hutang segera. Aku sudah memintamu untuk memberi waktu lebih. Tapi kamu tidak mau dan memintaku sebagai ganti rugi. Kamu mengancam aku!" Berapi-api dia sampaikan unek-uneknya setelah beberapa waktu memendamnya. 

"Aku minta maaf. Semua itu kulakukan karena aku menyayangimu."

"Apapun. Aku tetap tidak menyukaimu. Kamu sudah memisahkan aku dengan orang yang selama hidupnya kukenal baik. Baru empat bulan berpisah dengannya kamu paksa aku menikah denganmu. Tanah makamnya pun masih merah. Kamu keterlaluan." 

"Aku tidak mau kamu didekati laki-laki lain. Sebelum itu terjadi aku harus lebih dulu mendapatkanmu."

"Suasana hatiku masih berkabung. Tidak terbesit dalam diriku mencari pengganti. Mas Akbar tak akan kulupakan." Sakit rasanya mendengar itu, tapi aku tidak membalas perkataannya.

Aku pikir Naya tidak akan terlalu begini. Aku laki-laki menarik dan berkecukupan. Dia tidak luluh sedikit pun. Peristiwa yang menimpa Akbar terus diungkit-ungkitnya. Baginya aku tak ubahnya tokoh antagonis.

"Jangan berharap aku mau menemani malam pertamamu!" Naya bangkit kembali. Melangkah tergesa ke pintu tanpa mempedulikanku. Aku lekas mengejarnya. Menghentikan tangannya yang hendak menyentuh hendel pintu itu.

"Mau ke mana kamu?" Aku tidak ingin pengantinku kabur.

"Aku tidak ingin bersamamu."

"Aku ini suamimu. Kamu tidak boleh pergi tanpa seijinku." 

"Aku ingin menenangkan diri."

"Di sini saja. Tidak perlu ke luar kamar." 

"Aku tidak mau dekat-dekat denganmu, Sendy." Dia berusaha menolak. Dadaku di dorongnya. Naya kukuh ingin membuka pintu. Aku cepat membalikkan tubuhnya menghadapku lagi.

"Jangan belagu, Naya!" Dia terdiam setelah mendengar nada bicaraku yang tinggi. "Kamu itu janda. Beruntung aku menikahimu dan membebaskanmu dari lilitan hutang. Hargai aku sebagai suamimu yang sekarang."

Bibirnya bergetar dengan mata kembali berkaca-kaca. Naya tidak langsung menimpaliku kini. Bagus, aku harus mengingatkannya lagi. "Beruntung Akbar memiliki hutang padaku. Jika pada orang lain kamu mungkin akan menemui nasib buruk akibat hutang itu. Tapi denganku kamu hanya perlu menurut dan jadi istriku yang baik." 

Air matanya luruh kembali. Tumpahkan saja sepuasnya. Asal setelah itu hatimu menjadi lebih baik. Aku menyeka lembut pipinya yang basah. "Ayo, tidur." Dia menggeleng. "Kamu tidak mau melayaniku?"

"Kalau kamu mencintaiku harusnya kamu bisa memberiku waktu." 

"Aku hanya mengajak." 

"Aku tidak bisa." 

Aku menarik napas menahan gusar yang melanda. "Apa kamu tidak tertarik untuk membuktikan kamu tidak mandul?" Kalimat itu ke luar dari mulutku begitu saja. Merasa bagai senjata. 

"Apa maksudmu?" Naya menyahut cepat dengan tatapan tajam.

"Selama empat tahun bersama Akbar kamu belum memiliki keturunan. Orang menyangka kamu perempuan mandul. Tapi, aku tau siapa sebenarnya yang mengalami gangguan. Akbar yang mandul."

"Jangan so tau."

"Akbar sendiri yang bercerita padaku tentang hasil pemeriksaan dokter yang menyatakan dia tidak subur. Apa kamu tidak diberi tahu?" 

Naya diam. Wajah bingungnya menandakan dia memang tidak tahu. Akbar merahasiakannya dan tidak ingin istrinya kecewa. Tapi malam ini, aku membongkarnya dengan terpaksa.

"Akbar membawamu pada kehidupan yang susah. Ditambah dia ternyata tidak bisa memberi keturunan. Laki-itu tak berguna meski hidup."

Naya segera menamparku hingga wajah ini menyamping. "Lancang mulut kamu." 

Tanganku mengusap pipi yang terasa panas. Tak kusangka perempuan yang selama ini kulihat alim dan baik berani melakukan kekerasan itu.

Aku menarik kencang tangannya, membawa paksa dirinya mendekati ranjang. Tubuhnya yang berbalut longdress putih dengan warna hijab senada, terseok-seok mengikuti langkah besarku.

"Tidak. Jangan!" 

Aku tidak mempedulikannya. 

Bab terkait

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 2

    Kulirik kursi paling dekat, harusnya Naya duduk di situ menemaniku sarapan. Tetapi, pagi ini aku masih makan sendiri. Makan bersamaku saja kamu tidak mau, Nay?"Anu, Pak. Maaf." ART-ku mendekat. Aku meliriknya. "Non gak nyaut-nyaut saat saya panggil buat sarapan. Ditungguin gak keluar-keluar." "Yasudah." Pandanganku kembali pada piring makanan yang belum habis. Seleraku hilang jadinya. Sendok yang kupegang diletakkan. Wanita paruh baya itu membungkuk pergi setelah menjelaskan. Air mineral di gelas kuteguk habis. Dasi pada kerah kubetulkan sebentar lalu meninggalkan tempat duduk. Menapaki anak tangga menuju tempat istriku masih sembunyi.Pintu kamar dibuka. Naya tampak duduk bersandar pada besi ranjang. Kakinya ditekuk. "Kamu tidak mau sarapan denganku?" Tidak ada jawaban dan tidak ada pergerakan sama sekali meski hanya lirikan mata. Wanita itu membisu dengan tatapan kosong.Apa semalam aku keterlaluan dan menyakitinya? Aku membawa paksa ke kasur hanya menyuruhnya istirahat tidur.

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 3

    "Iya. Menjadi istriku. Dengan begitu kamu tidak usah repot-repot membayar hutang. Aku anggap lunas." Naya menggeleng. Kemudian menunduk. "Jangan asal bicara." "Aku serius. Ayo, kita menikah." "Tidak!" Wajah Naya terangkat kembali. "Mas Akbar belum lama meninggal, masa iddahku juga belum habis, beraninya kamu!" "Aku akan tunggu setelah masa itu selesai. Kita bisa melakukan pernikahan." "Satu tahun terakhir hidup Mas Akbar penuh kesulitan hingga akhir hayatnya dalam keadaan susah. Kamu teman dekatnya, tau semua itu. Sekarang kamu mau mengambil sosok berharga darinya yaitu aku. Di saat kematiannya masih baru. Tega kamu!" "Aku ingin membantu meringankan beban Akbar. Apa itu salah? Bersamaku kamu tidak akan kesulitan lagi." "Tolong pergi dari sini sekarang juga." Naya membelakangiku. Aku menarik napas panjang. "Pikirkan baik-baik tawaranku jika tidak mau hidupmu lebih sulit lagi." Kutinggalkan ia melangkah cepat. Memasuki mobilku dan membanting pintu cukup kencang saat menutupnya.

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 4

    Beberapa minggu berlalu. Naya tidak memberi kabar sama sekali. Aku berpikir mungkin karena masa iddahnya belum habis jadi dia belum bisa memutuskan. Ketika aku meneleponnya, ternyata nomornya sudah tidak aktif. Dia memutuskan akses komunikasi dengan memblokir nomorku. Kudatangi lagi rumahnya tapi rumah tersebut sudah digembok pintunya. Pihak Bank sudah menyita dan Naya pergi. Aku terlambat, mengapa aku tak terpikirkan ini? Di mana perempuan itu sekarang? Tak rela dia menghilang.Hampir saja aku putus asa jika seseorang tidak memberitahu. Aku sudah bertanya-tanya dan mencarinya kemana-mana. Dengan berbekal informasi dari orang itu aku pergi ke tempat Naya berada.Mobil kuberhentikan di depan sebuah rumah berhalaman cukup luas. Baru saja hendak keluar, Naya muncul dari dalam rumah tersebut bersama dua orang laki-laki dan satu perempuan. Aku urung turun. Kaca mobil kubuka memperhatikan mereka. Ekspresi Naya datar, satu laki-laki paruh baya terus menatapnya seraya tersenyum. Pandangan m

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 5

    Keduanya cepat menghampiri kami. Naya menunduk ditatap tajam mantan Ibu mertuanya. "Bagus. Suami baru meninggal sudah menikah lagi.""Maafin Naya, Bu." "Jangan kasih maaf, Bu. Gampangnya pindah ke lain hati. Jangan-jangan mereka sudah selingkuh lebih dulu." "Jaga mulut kamu, ya!" Aku tidak suka ucapan adik Akbar. Itu fitnah. "Apa?!" Dia menantangku. "Puas kamu bikin Kak Akbar celaka terus ngambil istrinya?" Ingin kusumpal mulutnya sudah berkata-kata tidak sopan. Tanganku terkepal menahan geram. "Gak nyangka kalian bisa sekejam ini pada anakku." "Maafin Naya, Bu. Naya gak bisa menolak semua ini." Naya meraih tangan Ibu Akbar, menciuminya."Tidak sudi tanganku disentuh olehmu!" Dia mendorong Naya, aku bersigap menahannya dari belakang."Jangan kasar pada istriku!" "Istriku? Istri di dapet dari hasil maling," ejek gadis muda mantan ipar Naya."Perumpamaanmu sangat kotor. Naya sudah lepas masa iddah siapapun bisa menikahinya termasuk aku. Tidak ada salahnya semua itu." "Kamu tema

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 6

    Suara bel rumah terdengar saat aku sedang di ruang makan bersama Naya. Kami sama-sama diam menerka siapa yang datang."Biar simbok yang bukain." ART-ku itu lekas pergi setelah beres menuangkan air mineral pada gelas. Naya menunda sendok pada piring kemudian meneguk minum. Kulihat makanannya sudah habis. Aku sendiri menikmati suapan terakhir. Kami sudah selesai. "Assalamualaikum!" Naya lekas berdiri mengetahui siapa yang datang dan menjawab salamnya. Ia menyalami Mamaku. "Apa kabar, Nay?" "Alhamdulillah, baik. Mama sendiri bagaimana?" Naya bertanya balik."Alhamdulillah baik sekali." Mama menjawabnya ramah. "Hallo, Kak." Mela—adikku—menyapa Kakak Iparnya. Mama datang bersamanya. "Hai, Mela." "Wah, lagi makan ganggu nih berarti." Mela berujar kembali."Sudah selesai, kok. Ayo, Ma, Mel." Naya membawa keduanya pergi ke ruangan lain. Betapa hangat perempuan itu pada keluargaku. Aku senang Naya bisa bersikap ramah dan sopan pada mereka meski kepadaku sendiri belum bisa sebaik itu.

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 7

    "Aku minta maaf soal semalam."Naya yang sedang membereskan seprai tempat tidur menoleh. Hanya sebentar dia kembali pada aktivitasnya itu. Aku menghela napas seperti biasanya saat ucapanku tidak ditimpali. Memilih melanjutkan mengancingkan seluruh kemeja. Jika tingkahku semalam menyakitinya hingga membuatnya meneteskan air mata, aku juga sama sakitnya menahan hal yang seharusnya aku dapatkan itu. "Kamu mau kan menemaniku sarapan?" Kuhampiri ia yang baru selesai merapikan bantal-bantal. Ada banyak harapan dalam diri ini darinya, salah satunya mengiyakan ajakanku. Namun, harapan itu harus pupus saat melihatnya diam saja. "Nay?" Aku berdiri dekat di hadapannya. Naya tidak bereaksi. "Naya, keluar kamu!" Mendengar suara keras itu, dia baru terusik. Aku juga. Naya bergegas ke luar kamar. Aku ikuti dia, melihatnya berlari-lari kecil menuruni anak tangga hingga di bawah. Berhenti di depan dua orang. "Jangan berbuat keributan di rumah majikan saya, Bu." Dari atas aku melihat bagaimana Mbok

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 8

    "Tutup matanya." "Apa si?"Tidak menjawab, aku melingkarkan pita menutupi indra penglihatan Naya. "Diem aja dulu. Aku mau nunjukin kamu sesuatu." Kuperintahkan Mbok Rum membuka pintu ruangan di depan kami dengan isyarat mata. Wanita itu menurut membukakan pintu seraya tersenyum. Perlahan aku membawa Naya masuk merengkuh pelan bahunya. "Puas kamu tadi jalan-jalannya sama Mbok Rum?" Untuk menghilangkan ketegangan di hatinya aku mengajak bicara. Sengaja Naya terlebih dulu di bawa oleh Mbok Rum sementara aku menyiapkan sesuatu di rumah sesuai rencana. "Iya, sangat menghibur kegiatan di luar tadi." Kini Naya sudah ada tidak jauh dari surprise yang akan di dapatkannya. Semoga dia senang aku memberikan semua ini. Aku pun membuka ikatan pita merah di kepalanya. "Sekarang buka mata kamu." Kulihat Naya membuka perlahan kedua matanya. Dia termangu melihat apa yang terpampang di sekitarnya. "Biar gak kesal diam di rumah. Semoga kamu suka." Yang kuberikan adalah satu set mesin jahit dan mesi

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 9

    Kulirik jam di tangan kemudian melihat dua orang perempuan di depan sana. Naya yang sedang memilih barang dan Mbok Rum yang mendorong trolly di belakangnya. Sudah satu jam lebih kami berkeliling di pusat berbelanjaan ini. Aku hanya mengikuti sambil melihat-lihat barang-barang di etalase. Istriku itu tampak akrab dengan pembantu di rumah kami. Seperti anak dan Ibu saja. Bersamanya Naya bisa ceria. Mungkin karena sesama perempuan dan mereka bisa berbagi satu sama lainnya. Jika bersamaku belum bisa sreg, tidak apa dia begitu dulu bersama simboknya.Aku melihat alat pencukur di dekatku lalu mengambilnya. Membawa benda itu pada Naya. Memasukkan dalam trolly. "Aku butuh ini." "Mbok sudah selesai kita ke kasir." Perempuan itu mengajak Mbok Rum pergi ketimbang menimpaliku. Aku sudah terbiasa rasanya dan membiarkannya pergi. Naya masuk ke salah satu barisan kasir. Antrian tidak panjang hanya ada satu orang di depannya. "Itu Naya, Bu!" Terdengar seruan seseorang. Aku melihat ke sumber suara

Bab terbaru

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 37

    Suaranya ...."Evelyn?" "Ya, sayang. Ini aku." Keterkejutanku berusaha dinetralkan. Bukankah ini yang ditunggu-tunggu? Dia akhirnya menghubungiku juga. Aku berdehem pelan, sebisa mungkin tenang. "Ada apa?" "Tumben gak marah atau ngelarang saat kutelfon?" Sengaja kutanya baik-baik. "Ada perlu apa, Eve?" Kuulangi lagi pertanyaan itu ketimbang menanggapi keheranannya."Cuma kangen." "Mau ketemu?" "Ap-appa?" Dia tergagap pelan seperti tak menyangka. "Kalau gak mau yaudah." "Mau dong!" Sudut bibirku tersenyum miring. Perempuan itu perlu sedikit dibaiki. Memang maunya bertemu.Kami memutuskan dinner privat room. Hanya aku berdua dengannya. Evelyn tampak sumringah. Dia makan dengan lahap. Sedikit aneh, bukankah perempuan hamil di trimester pertama tidak selera makan? Aku tidak mau mempedulikan itu, mencoba tersenyum sambil mengiris steak sapi dan memakannya perlahan. "Kamu kangen juga sama aku kan?" Evelyn meminum air di gelas ramping berkaki satu. Makanannya sudah tandas. Kemudi

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 36

    Aku dan mama mengintip dari balik pintu yang membuka sedikit, melihat Naya bersama seorang psikolog perempuan. Mereka duduk berhadapan. Entah mendapat pertanyaan apa, istriku menggeleng pelan sambil menunduk dalam. "Sudah, biarkan saja." Mama mengajak pergi. Aku mengikutinya. "Semoga konsultasi sama psikolog itu bisa membantu." Aku pun berharap begitu. Kami duduk tidak jauh dari kamar Naya berada. Menanti Psikolog itu selesai. Ingin mengetahui bagaimana hasilnya. "Semalam kamu habis dari mana, pulang malam sekali?""Ada perlu." "Kamu jangan lama-lama meninggalkan istrimu.""Untuk kebaikan Naya kok." Aku tersenyum ingat wajah takut Firman. Tidak mungkin aku senekat itu untuk melukai. Ternyata baru digertak begitu saja dia sudah kalah. "Gue belum kawin. Lo jangan apa-apain otong guee." Dia terus merengek saat aku tidak lantas menjauh dari bawahnya. "Gue bilang gue bakal ngaku!" Ingin menyemburkan tawa, tapi kutahan. Tetap memasang wajah serius, guna bisa mendapatkan info dariny

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 35

    "Ya ampun, Tuan. Wajah Tuan kenapa?" Mbok Rum tampak panik saat membukakan pintu rumah."Awas, Mbok." Tidak menjawabnya langsung menerobos masuk membawa Naya digendongan tanganku."Ya ampun, Non Naya." Dia mengikut di belakang. Tangis Gathan terdengar, seakan ingin menyambut kedatangan mamanya. Tangis bahagia atau sedih, entah. Mungkin dua-duanya. "Urusi Gathan.""Ya, Tuan." Langkah Simbok yang ingin memasuki kamar bersamaku berputar arah. Di tempat tidur kubaringkan Naya langsung menyelimutinya. Meraba keningnya yang hangat. Dia demam. "Nay?" Dia tidak terusik. Apa aku harus hubungi dokter? Terdiam sejenak mempertimbangkan. Baiknya dikompres saja dulu mengingat waktu yang tidak memungkinkan. Aku keluar lagi untuk menyiapkan kompresan. Gathan sudah tidak rewel di tangan Simbok. Kembali ke kamar membawa wadah berisi air dan handuk kecil. Kain itu kuperas menempelkannya di kening Naya. Dia harus makan dan minum obat saat sudah bangun. Aku terdiam sesudahnya. Sudut bibirku perih.

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 34

    Evelyn. Pasti dari dia. Mencoba menghubungi tapi nomornya sudah tidak aktif. Jika tahu akan ada pesan masuk darinya, tidak akan diberikan pada Naya. Akan kuperiksa lebih dulu. Ceroboh lagi. "Astaghfirullah, ya Allah ...." Naya luruh di lantai. Memegangi dada tersedu-sedu. "Sakit sekali."Aku harus bagaimana? "Nay?" Terpaksa mendekati dia lagi. "Aku bersumpah itu bukan anakku." "Tapi kamu sudah berzina dengannya."Kupeluk dirinya. Dia terus tersedu-sedu. Wajahnya kuangkat menyeka linangan air mata wujud sakit hati yang kembali menggelora. Mata indah itu terpejam tapi terus mengeluarkan cairan. "Akan aku buktikan semuanya." Membenamkan wajah itu kembali di dada. Menangislah sepuas hatimu. Mau memukulku juga tidak apa. Aku siap. Pantas menerima itu. Entah lelah atau terlalu larut dalam kesedihan Naya diam saja. Masih dalam keadaan terisak aku menggendongnya memindahkan di tempat tidur. Bantal yang berserak kuambil meletakkan di bawah kepalanya. Juga menutupi dengan selimut. Dia me

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 33

    "Aku gak ngapa-ngapain kamu.""Pergi!""Tenang, Naya."Dia terus menggeleng-geleng sambil mempertahankan selimut menutupi dadanya. "Pergi, kamu." Dia melempar bantal. Dada yang tertutup melorot lagi. Aku memungut benda itu di lantai setelah mengenaiku. Meletakkan kembali di kasur. Naya beranjak turun membawa selimut. "Kamu mau ke mana, jangan pergi, Nay!" "Enggaa!" Dia berjalan tergesa menuju pintu. Aku mengejar. Dia keburu sudah membukanya. Tertegun saat didapatinya mama berdiri di depan."Ada apa?" Mama bertanya panik. Naya terisak. "Kenapa Naya?""Dia mau memperkosaku ...." Tangannya menunjuk ke belakang. Ke arahku. Mama seketika melotot padaku. Aku menggeleng tersudut. Istriku menyusut duduk di lantai. Selimutnya sedikit melorot menampakan separuh dada. Mama melihat itu. "Sendy." Mama bergumam geram. "Sudah mama peringatkan kenapa begitu lagi?!" "Salah paham, Ma.""Salah paham apa? Pasti kamu yang sudah buka bajunya, iya?!" "Engga, Ma." "Tidak ada gunanya menyangkal."

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 32

    "Tolong ke sini, Ma.""Naya sudah sadar?""Mama cepat ke sini.""Iya, iya, mama akan segera ke sana. Lagi kasih Gathan susu ini.""Kasih ke Mbok Rum.""Iyaa."Telepon bersama mama kumatikan. Mengusap wajah gusar sesudahnya. Naya bersama perawat sedang ditenangkan di dalam. Dia menjerit dan marah-marah. Sama sekali tidak mau kudekati. "Enggaa. Bajingan. Biadab. Pergi kamuu!" Dia mengusirku saat mengajaknya ke luar dari kamar mandi. Melemparkan apa yang ada di dekatnya. Aku terpaksa membiarkannya dulu. Memanggil perawat melalui interkom yang ada. Tidak lama perawat perempuan datang menghampiri Naya membujuknya. Sedangkan aku diperintahkan ke luar dulu. Aku hanya diam di luar tidak berani masuk juga tidak ingin pergi. "Kenapa, Sen?" "Ma." Aku lekas berdiri setelah menunggunya cukup lama. "Naya sudah sadar?""Iya, sudah lumayan lama.""Kok baru kasih tau mama.""Maaf." "Kok kamu gak menemani, kenapa dibiarkan sendiri?""Naya gak mau kutemani. Dia marah tau apa yang kulakukan padany

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 31

    Tamparan keras mendarat di pipiku. Mama melakukannya sangat kencang. Dia marah mengetahui Naya melukai diri sendiri, mengetahui Evelyn datang ke rumah membawa kabar burung, dan tahu bekas merah di leher. Aku terus didesak hingga mengakui semuanya termasuk menyetubuhi Naya sebelum di bawa ke sini. "Kurang ajar kamu, Sen." Deru napas mama memburu. Tatapannya tajam melihatku.Pandanganku terlempar pada Naya yang belum membuka mata. "Maafin Sendy, Ma." "Bagaimana kalau Naya menyadari itu? Dia akan semakin terluka, Nak.""Sendy, nyesel.""Kamu memang dari dulu agak susah menahan hawa nafsu. Sampai terjerumus pergaulan bebas.""Tapi itu dulu, Ma. Sekarang engga. Aku hanya mencintai Naya.""Kalau cinta kamu tidak akan melakukan hubungan sepihak. Apalagi dalam keadaannya yang sedang nifas dan kacau." "Itu tidak akan terulang lagi." Mama mendengus. Kemudian melihat Naya menatap Iba. "Perempuan belum lama melahirkan itu sensitif. Dia sudah mendapat kabar sangat buruk di fase ini. Bisa mama

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 30

    Tidurku terjaga saat mendengar tangis Gathan. Lekas duduk. Bayi itu menjerit-jerit di balik selimut. Aku melihat ke sampingnya, tidak ada Naya. Ke mana dia? Gathan pasti ingin minum susu lagi. Aku meraih botol susunya yang kosong. "Tunggu, Papa buatkan dulu." Beranjak ke nakas. Di sana sengaja sudah kusediakan dus susu dan termos mini. Jaga-jaga saat butuh tidak perlu ke luar ruangan. Dengan gerakan cepat aku menyeduh susu, dicampur air mineral dingin sedikit supaya tidak terlalu panas. Bisa hangat dan pas untuk diminumnya. "Ini, Sayang. Cup, jangan nangis lagi." Susu kuberikan. Gathan menyedotnya lahap. Aku mende-sah lelah sambil terus memegangi botol, menunggu dia kenyang dan tidur kembali. "Maafin kecerobohan Papa. Kamu jadi jauh dari Mama." Kukecup pipinya pelan saat dia sudah lelap. Membenarkan selimutnya sebentar, lalu meninggalkan keluar. "Gathan baik-baik aja kan, Tuan?" Mbok Rum berdiri resah di depan pintu. Sejak kapan dia di situ? "Mbok gak tidur?""Simbok denger." Di

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 29

    "Pergi!""Aku tidak akan pergi dulu, apalagi suamimu baru datang." Evelyn menoleh ke arahku. "Kasian, baru pulang kerja kena lemparan barang. Untung aku menghindar. Aku jadi tidak berdarah seperti itu." Vas bunga itu hendak dilemparkan padanya tapi mengenaiku. Entah apa yang sudah dia katakan pada Naya hingga membuatnya lepas kendali. Tak peduli darah menetes, kuhampiri perempuan itu. "Untuk apa kamu ke sini? Beraninya!" "Memberitahu sesuatu." Kedua tanganku terkepal. Evelyn, jahanam! Perlahan melirik Naya. Pandangannya tak lagi sama. Menatapku murka .... "Nay?" "Jangan mendekat!" Dia mencegah aku yang ingin mendekatinya. "Dia bukan temanmu. Kamu sudah berbohong sama aku. Kalian juga masih ada hubungan.""Aku dan Evelyn sudah putus kontak sejak lama, Nay.""Aku sudah tahu semuanya.""Nay, maafkan aku. Dia memang mantan istriku, tapi kami--" "Kamu lupa kejadian di kantor?" Evelyn menyela. Aku meliriknya sinis. "Jangan ngarang kamu.""Benar kan? kita sudah bermesraan di ruang

DMCA.com Protection Status