“Kalau begitu, Saintess Rissa, aku akan bertanya lagi. Apakah kamu memiliki perkembangan dalam kemampuanmu menyembuhkan? Bukankah kamu biasanya akan pingsan setelah menyembuhkan beberapa orang?” tanya Raja Edgar.
Pertanyaan Raja Edgar itu spontan membuat senyum kecil di wajah Rissa hilang entah ke mana, dan ia menjadi gugup kembali.
“Sa-saya sudah lebih baik, Yang Mulia. Te-terakhir kali di pembasmian, saya bahkan sudah berhasil meningkatkan jumlah orang yang saya sembuhkan menjadi sebanyak 24 orang,” jawab Rissa.
“Apa? Kamu menghitung semuanya selagi menyembuhkan orang-orang itu semalam?” batinku tidak percaya dengan kerajinan Rissa yang jarang terpikirkan. Itu berarti, Rissa sudah berencana untuk melaporkan jumlah kesatria yang ia sembuhkan dan kemudian melaporkannya kepada Raja Edgar, agar ia dinobatkan sebagai orang yang paling berjasa.
“Akan tetapi, dari yang aku dengar, ada beberapa kesatria yang lukanya tid
Ekspresi terkejut yang diperlihatkan oleh Marquess Bradley benar-benar mewakili perasaanku. Marquess pasti tidak percaya karena penolakan yang Raja Edgar berikan tepat setlah Marquess selesai memberikan argumennya.“Boleh saya tahu alasan Yang Mulia menolaknya?” tanya Marquess Bradley. Aku bisa melihat dengan jelas kalau Marquess sudah mulai tidak senang dengan rapat ini karena penolakan yang barusan itu.“Itu adalah topik yang ingin aku bahas selanjutnya. Namun, sebelum itu….”Raja Edgar menatapku begitu ia memberi jeda dalam ucapannya. Kemudian ia melanjutkannya dengan berbicara denganku. “Saintess Lissa. Sepertinya kamu sudah terlalu lelah karena keadaanmu belum pulih sepenuhnya. Kamu boleh kembali ke kamarmu untuk istirahat.”Perkataan yang Raja Edgar berikan barusan itu bukan suatu perintah karena ia mengucapkannya dengan nada lembut seolah-olah ia khawatir. Akan tetapi, aku tidak akan tertipu! Itu adalah st
Kali ini, aku yang lebih dulu kelua dari ruang rapat begitu rapat itu dibubarkan. Aku bergegas keluar karena merasa bahwa kepalaku akan segera meledak jika aku terus menahan diri jika ada di dalam ruangan itu terus.Aku berjalan tanpa arah. Aku hanya mengikuti ke mana kakiku membawaku melangkah, tetapi aku tetap menghindari area-area yang menjadi kemungkinan para bangsawan akan berlalu lalang.Begitu berjalan jauh di lorong Istana, akhirnya aku berjongkok karena tidak tahan lagi. Aku menundukkan kepala di dalam lenganku sambil bergumam, “Apa yang salah? Sejak kapan Raja Edgar sudah merencanakan semua itu?”“Lissa!!”Spontan, aku langsung berdiri begitu mendengar namaku dipanggil. Aku tidak ingin ada orang yang melihat kondisiku yang menyedihkan karena berjongkok sambil menundukkan kepala di tengah koridor. Selain itu, aku tambah tidak ingin memperlihatkan kelemahanku, karena aku mengenal dengan jelas suara orang yang memanggilku. I
Mau dilihat dari sudut pandang mana pun, posisi Rissa yang terduduk tidak berdaya dengan kakinya yang terluka, dan di hadapannya ada aku yang sedang berdiri dengan tatapan kebencian terhadap Rissa, pasti membuat aku terlihat sebagai pelaku kejahatan sepihak dan Rissa sebagai korban dari pelampiasan kejahatan yang aku lakukan. Bukti itu diperkuat karena semua kejadian ini terjadi di kamarku. Orang-orang pasti lebih menambahkan skenario di kepalanya bahwa aku yang menyeret Rissa ke dalam kamarku untuk dapat menyiksanya.“Ahhh … Aww … Sakit … Enghh.”Rintihan Rissa semakin ia perkuat dan dibuat terlalu berlebihan untuk bisa menarik lebih banyak simpati padanya. Kali ini, Rissa mengeluarkan bakatnya untuk membuat diriku semakin terlihat buruk. Ia pasti tahu bahwa ini adalah kesempatan untuknya menjatuhkan aku.“Yang Muliaaaa … aku tidak bisa berjalan…,” rengek Rissa. Kali ini, warna biru kehitaman sebagai bu
"Apa yang kalian lakukan? Segera seret paksa wanita itu keluar!” perintah Raja Edgar kepada para pelayan.“Ba-baik, Yang Mulia!” jawab para pelayan itu.Aku tidak bisa melihat apa-apa karena aku menggunakan kedua tangan untuk menutup wajahku karena air mataku tidak mau berhenti mengalir. Namun, aku bisa mendengar suara langkah kaki para pelayan yang terburu-buru pergi keluar dari kamar itu.Begitu kamar itu tertutup, aku bisa mendengar langkah kaki Raja Edgar yang mendekat ke arahku.Puk.“Puk?” batinku dalam hati karena mendengar suara aneh karena itu adalah suara dari bukti situasi yang ingin sekali aku sangkal.Itu adalah suara yang ditimbulkan karena kepalaku membentur lembut dada bidang Raja Edgar. Ya, Raja Edgar sedang mendekapku erat dalam pelukannya sekarang.Mungkin, maksud Raja Edgar adalah untuk menenangkan aku yang tadi menangis. Akan tetapi, sekarang kesadaranku sudah terlanjur pulih sepenuhn
“Maaf, Yang Mulia, aku juga menolak untuk menjawab. Memang benar bahwa aku memiliki suatu pembicaraan dengan Pangeran dari Kerajaan Dertaros. Namun, aku tidak bisa memberitahukannya kepada Yang Mulia sekarang,” ujarku.“Kenapa, apakah itu sesuatu yang bakal aku larang karena itu berhubungan dengan penghianatan?” tanya Raja Edgar yang kembali lagi bisa menebak situasi yang terjadi.“Aku sedikit lelah, Yang Mulia. Bolehkah aku beristirahat sekarang? Aku meminta maaf jika aku terkesan telah bersikap lancang kepada Yang Mulia,” lanjutku untuk menghentikan pembicaraan.“Hahhh … Baiklah, aku akan mengikuti kehendakmu hari ini, tetapi kamu tahu ‘kan kalau aku tidak akan lama-lama membiarkan masalah ini berlalu? Sebaiknya kamu memutuskan dengan segera untuk memberitahuku. Oh ya, rapikan juga rambutmu itu sebelum kamu tidur,” ucap Raja Edgar sebelum ia meninggalkan kamarku.Aku juga tahu, bahwa aku bisa
Aku tahu bahwa Marquess Bradley tidak membenciku, karena dalam ucapan Marquess itu ada pernyataan yang tersirat bahwa ia peduli padaku. Itu terlihat jelas ketika Marquess berkata bahwa tingkah sembarangan Karl bisa berakibat buruk juga untukku. Namun, karena Marquess lebih mementingkan kesejahteraan Kerajaan Heroit daripada segalanya, aku bisa menyerah dalam mengandalkan Marquess. Malah, kemungkinan Marquess akan menjadi salah satu orang yang harus aku beri perlawanan jika aku ingin mewujudkan kehendakku untuk kembali ke dunia asalku.SRINGGGG….Ketika aku masihtenggelam dalam perenunganku, aku mendengar suatu suara yang asing. Aku langsung bangkit dari rebahanku dan duduk di atas tempat tidur.“Hai, sudah lama kita tidak kete, eh, ada apa dengan penampilanu?”Suara yang barusan itu adalah suara sihir teleportasi Pangeran Kerajaan Dertaros. Kini, Pangeran itu sudah berada di dalam kamarku dan berdiri dengan santainya seolah-olah ini ada
"Apakah aku boleh tahu, apa tepatnya kesepakatan yang akan kita buat, Pangeran?” tanyaku. Sejujurnya aku tidak terlalu mengingat bagaimana pertukaran yang akan kami lakukan karena waktu itu terlalu banyak hal yang aku tanggung sekaligus.“Astaga, Lady. Maafkan aku, Lady. Pasti Lady tidak bisa berpikir dengan baik karena banyaknya masalah yang Lady alami sekaligus,” balas Pangeran itu.“Kenapa aku malah merasa kalau ucapannya itu bermaksud mengejekku, ya?” batinku karena aku merasa sedikit tersinggung.“Aku menawarkan agar Lady kembali ke dunia asal Lady, asal Lady mau bekerja sama untuk meminjamkan kekuatan Lady satu kali,” jawab Pangeran itu.“Dari mana aku tahu bahwa aku hanya perlu meminjamkannya satu kali?” tanyaku ragu.“Lady tidak perlu ragu karena tujuanku akan tercapai dalam satu kali penggunaan kekuatan Saintes situ,” jawab Pangeran itu.Walau Pangeran itu menjawabnya
“Lady memang mengatakan hal itu, tetapi aku tahu bahwa itu hanya alasan. Lady pasti sudah menyadari kalau saya tidak berniat memulangkan Lady ke tempat asal Lady, bukan? Aku sudah mengira Lady akan sulit ditipu karena kepintaran Lady, tetapi aku tidak menyangka bahwa aku akan benar-benar gagal, Hahahaha.....”Aku terkejut. Ternyata dugaanku benar! Pangeran Dertaros itu memang tidak ada niat untuk membantuku. Ia hanya mementingkan tujuan dan keinginannya sendiri.Tawa yang tidak jelas, serta aura hitam yang pekat yang keluar dari tubuh Pangeran itu membuat aku takut. Aku merasa bahwa sesuatu yang berbahaya akan segera terjadi, sehingga tubuhku dengan refleks mundur ke belakang untuk menjauh darinya sebagai pertahanan diri.“Kenapa Lady mundur ke belakang seperti itu? Tenang saja, Lady ... Aku tidak akan melakukan apa-apa. Aku hanya akan berbicara kepada Lady seperti tadi. Ayo kita lanjutkan ... Jangan menjauh...,” ujar Pangeran itu dengan
SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K
“Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc
Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be
“Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah
Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku
Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,
"Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”
“Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah
Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare