“A- Apa? Kamu gila?!” PLAKHHH. Lora langsung menampar Daza dengan sangat keras sekali. Wanita itu amat marah saat mendengar Daza mengatakan hal tersebut. Tempat itu menjadi gaduh dan dipenuhi dengan orang-orang yang penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Pria yang diajak makan oleh Lora mendatangi mereka, dia bukan pria yang tampan atau pun gagah. Tidak kelihatan lebih kaya atau pun menawan. Entah apa yang dipilih Lora sampai bisa sedemikian. “Hei sayang, apa yang sedang kamu lakukan?” ucap pria tersebut. Daza melirik ke arah pria itu, dengan wajah datar dan tidak marah sama sekali. Ia harus bisa mengendalikan diri, atau paling tidak mencari sedikit informasi mengenai apa hubungan mereka berdua ini. “O- o, sa- sayang? Haha, apa maksudmu? Haha, kita ini kan teman dekat Fredd,” Lora membalasnya. Pria yang dipanggil Fredd tersebut mendadak terkaget dengan wajah kesal mendengar bagaimana Lora memanggilnya barusan. “Teman? Selama lebih dari 3 tahun ini kamu mengatakan aku teman?”
Lora yang sangat percaya diri tersebut tidak mempedulikan soal Daza yang pergi meninggalkannya. Ia tahu bahwa pria itu akan kembali selama apa pun marahnya. Karena hanya dirinya lah yang dia miliki, dan Daza tidak akan bisa melawan meski dia mencoba untuk kabur sekali pun.Lora mengajak Fredd untuk segera menyusuri mall yang ada. Matanya tak bisa berhenti melihat ke segala arah. Banyak barang mewah dan brand yang sangat ia sukai berada di sekitarnya. Begitu juga dengan Fredd, dia merasa puas sekali dengan apa yang dia pilih.“Sayang…, bagaimana kamu akan membuat Daza percaya padamu? Apalagi, sekarang dia tahu bahwa aku tunanganmu,” tanya Fredd yang masih memilih sepatu.“Haishhh, tenang saja. Daza itu cinta mati padaku. Dia tidak akan berani meninggalkanku begitu saja. Apalagi hanya karena masalah begini. Tenang, aku akan membuatnya percaya dengan semua yang aku katakan,” Lora memberitahukan.Lora masih sibuk memilih tas kecil yang akan menjadi koleksi terbarunya. Setelah mereka puas
Lavendra bisa bernapas lega di sini. Ia bisa merasakan hidup yang sebenarnya. Meski sudah menikah pada kenyataannya, Lavendra tidak merasa seperti seorang wanita yang sudah terikat dengan janji suci. Apalagi, Daza tidak pernah menyentuhnya. Itu membuatnya merasa masih seperti wanita lajang lainnya.Sambil menatap matahari yang sangat indah, Lavendra duduk dengan sangat santai di tepi ladangnya. Ia benar-benar merasa lega sekali. Bersama dengan Oci, Lavendra merasa tenang karena ada teman bicara yang duduk di sebelahnya.“Jadi, kamu masih berpikir untuk melepaskan hubungan pernikahanmu?” tanya Oci.Meski sebelumnya Lavendra menolak menceritakan, ia akhirnya membuka semuanya tanpa menyisakan satu pun. Ia perlu satu sudut pandang dari seseorang yang sepantaran dengannya. Jadi, ia bisa memikirkan kedepannya. Entah itu baik atau buruk sekali pun.Dengan helaan napas yang berat, Lavendra menganggukkan kepalanya. Ia sudah kepalang sakit hati dan tidak bisa lagi kalau terus bersama dengan Daz
Karena paksaan dari ibunya, mau tidak mau Lavendra akhirnya jalan keluar bersama dengan Riko. Rasanya tidak nyaman dan risih sekali. Ia terus membayangkan statusnya yang masih istri orang dan tidak sepantasnya melakukan ini di belakang suaminya tersebut.Di dalam mobil Riko, Lavendra lebih banyak diam. Dia tahu kemana Riko akan mengajaknya. Pasar malam kecil-kecilan yang selalu ada di ujung desa yang tidak pernah tutup adalah satu-satunya hiburan terdekat di sini. Jadi, tidak salah kalau akhirnya ke sana lah mereka berdua pergi.Tidak ada semangat dari dalam diri Lavendra meski sudah sampai di sana. Ada jajanan yang dia rindukan serta toko es krim langganannya juga ada, tetapi itu tidak membuat Lavendra merasa nafsu untuk makan. Ia merasa makin bersalah saat tiba di sana.“Mau coba main? Di sana ada mainan baru, jad-“Riko yang menoleh melihat ke arah Lavendra yang terus murung dan juga sama sekali tidak kelihatan bersemangat langsung berdiam diri tidak berani berbicara. Benar-benar m
Pasca obrolan menyakitkan tersebut, Lavendra jadi sedikit berbicara dan sama sekali tidak mau merespon apa pun yang diminta orang tuanya. Ia ingin menunggu apakah orang tuanya tersebut menjelaskan kenapa mereka bisa berpikir sampai seperti itu.Mengingat bahwa dari perilaku Riko yang mendadak aneh, Lavendra yakin dia adalah sumber dari ketidakjelasan orang tuanya yang mendadak memintanya mencari pengganti. Lavendra tidak marah-marah, dia memilih benar-benar menutup mulut saja.Dia tak lagi pergi ke ladang, dan juga tidak ikut membantu ibunya. Ia bahkan tidak menyapa ayahnya yang sedang membawa pupuk, atau pun menyapa adiknya yang sedang berangkat sekolah. Ia benar-benar tidak bisa membendung emosi kalau sampai mengeluarkan suara.Ia pergi dari rumah, mencari daerah yang sejuk yang dimana ladangnya menjadi pemandangan yang begitu luar biasa, segelas air menemaninya, serta sedikit roti untuk mengganjal perutnya tersebut. Untuk pertama kalinya, Lavendra memegang ponselnya dengan bersungg
Riko melihat ke arahnya kembali, meski matanya sudah gemetar, meski tubuhnya sudah terguncang. Bahkan meski dia sudah merasa tak mampu lagi, Lavendra tidak peduli sama sekali. Pria ini sudah gila bagi Lavendra.Akhirnya dirinya menyimpulkan sendiri perihal apa yang sebenarnya sudah terjadi dari awal sampai sekarang. Bisa ia terka bahwa yang membuat Oci menunjukkan gambar Daza adalah Riko. Dia pasti mencoba membuat Lavendra panas dan makin benci pada Daza.Kedatangannya ke rumahnya juga bukan hanya karena bertamu perihal lama tidak bertemu. Melainkan untuk bisa mneghasut orang tuanya supaya mereka berpihak kepada Riko dan membuat Lavendra yakin untuk meninggalkan Daza.Tak perlu dikonfirmasi lagi bagi Lavendra. Melihat bagaimana Riko mengambil kesempatan setelah semua perkara yang terjadi, dan emosi Lavendra yang meluap, menunjukkan bahwa dia mencoba membuat Lavendra goyah dengan semua yang ia bawa.“Aku tak mengerti…, Daza yang bahkan tak melirikmu, bahkan tak memberimu uang, bahkan t
Lora mendatangi kantor Daza dengan penuh amarah dan juga kekesalan yang sudah memuncak dari awal. Sementara Daza hanya meliriknya sedikit, lalu kembali berbicara dengan beberapa karyawannya sendiri. Lora tak terima dengan abaian dari Daza, ia mencoba sekali lagi untuk berbicara dengan Daza.“Kamu tak dengar?!”“Kamu tak ada urusan lagi denganku, lebih baik kamu pergi,” sahut Daza sambil mencoba beranjak pergi dari tempatnya tersebut.Namun, Lora yang tidak menyerah tersebut kembali mencoba untuk mendekat ke arah Daza dan mencoba sekali lagi untuk membujuk dan berbicara kepadanya dengan segera. Ia menghalangi Daza, supaya bisa didengarkan.“Kamu ini pacarku atau bukan sih?! Kenapa kamu jadi cuek begini!” kesal Lora.Daza masih menatap dingin padanya. Padahal Lora sudah memasang wajah memelas ingin diperhatikan oleh Daza yang sudah biasa ia gunakan sebagai senjata untuk bisa membuat Daza luluh padanya. Namun, sayang sekali bahwa sekarang malah tidak mempan sedikit pun.Lora sampai mengg
Daza yang selama ini hanya bisa terdiam dan tidak pernah sekali pun menyahut karena selalu merasa tidak didengarkan, kali ini membuka suara dengan penuh keyakinan. Kakek melihatnya dengan penuh amarah karena asumsi yang memikirkan bahwa Daza hanya omong kosong semata.“Aku serius! Aku mencintai Lavendra selayaknya aku jatuh hati pada Lora dulu! Sekarang aku benar-benar ingin dia berada di sisiku!” tegas Daza.Kakek memandangnya dengan tatapan lamat-lamat yang tidak percaya dan tidak bisa percaya sepenuhnya dengan apa yang baru saja dia dengar. Tidak ada yang 100% percaya dengan apa yang dikatakan oleh Daza meski ia sudah sampai seperti ini.“Apa kamu baru sadar bahwa dia adalah syarat yang penting untuk warisan ini?!” Kakek bertanya dengan nada yang berat.Diana yang berada di sana justru menjadi orang yang paling kaget setelah mendengarnya. Karena kabar itu tidak ia beritahukan kepada Daza. Kalau Daza sadar, mungkin Diana akan menjadi orang pertama yang dihajar dan diberikan pelajara