Lora mendatangi kantor Daza dengan penuh amarah dan juga kekesalan yang sudah memuncak dari awal. Sementara Daza hanya meliriknya sedikit, lalu kembali berbicara dengan beberapa karyawannya sendiri. Lora tak terima dengan abaian dari Daza, ia mencoba sekali lagi untuk berbicara dengan Daza.“Kamu tak dengar?!”“Kamu tak ada urusan lagi denganku, lebih baik kamu pergi,” sahut Daza sambil mencoba beranjak pergi dari tempatnya tersebut.Namun, Lora yang tidak menyerah tersebut kembali mencoba untuk mendekat ke arah Daza dan mencoba sekali lagi untuk membujuk dan berbicara kepadanya dengan segera. Ia menghalangi Daza, supaya bisa didengarkan.“Kamu ini pacarku atau bukan sih?! Kenapa kamu jadi cuek begini!” kesal Lora.Daza masih menatap dingin padanya. Padahal Lora sudah memasang wajah memelas ingin diperhatikan oleh Daza yang sudah biasa ia gunakan sebagai senjata untuk bisa membuat Daza luluh padanya. Namun, sayang sekali bahwa sekarang malah tidak mempan sedikit pun.Lora sampai mengg
Daza yang selama ini hanya bisa terdiam dan tidak pernah sekali pun menyahut karena selalu merasa tidak didengarkan, kali ini membuka suara dengan penuh keyakinan. Kakek melihatnya dengan penuh amarah karena asumsi yang memikirkan bahwa Daza hanya omong kosong semata.“Aku serius! Aku mencintai Lavendra selayaknya aku jatuh hati pada Lora dulu! Sekarang aku benar-benar ingin dia berada di sisiku!” tegas Daza.Kakek memandangnya dengan tatapan lamat-lamat yang tidak percaya dan tidak bisa percaya sepenuhnya dengan apa yang baru saja dia dengar. Tidak ada yang 100% percaya dengan apa yang dikatakan oleh Daza meski ia sudah sampai seperti ini.“Apa kamu baru sadar bahwa dia adalah syarat yang penting untuk warisan ini?!” Kakek bertanya dengan nada yang berat.Diana yang berada di sana justru menjadi orang yang paling kaget setelah mendengarnya. Karena kabar itu tidak ia beritahukan kepada Daza. Kalau Daza sadar, mungkin Diana akan menjadi orang pertama yang dihajar dan diberikan pelajara
Riko makin lama makin ngotot berusaha untuk bisa mengusir Daza dari rumah Lavendra. Makin hari gelap, maka Riko akan makin bersikeras membuat Daza untuk benar-benar bisa pergi dari sana. Sayangnya, Daza sama sekali tidak bergeming meski sudah mendengar semua ucapan dari Riko.Tidak ada satu pun kata yang baginya masuk akal dan bisa dipercaya. Karena tujuan Daza datang ke sini adalah bertemu dengan Lavendra. Jadi, kalau Lavendra yang berbicara, baru Daza mau bertindak seperti apa yang dikatakan olehnya.Hari sudah malam, dari luar sudah terdengar suara beberapa orang dengan langkah besar dan tawa yang kecil. Daza bisa langsung mengenali bahwa yang datang itu adalah istrinya. Senyumnya tidak bisa berbohong sama sekali bahwa ia merasa sangat senang mendengar suara istrinya.Pintu dibuka dari luar, tampak Lavendra dengan pakaian yang sedikit kotor dan juga rambut acak-acakkan baru saja datang dari ladang. Pandangan mereka berdua bertemu dengan Lavendra yang kaget melihat keberadaan dari D
Lavendra tak tidur dengan Daza karena permintaan dari orang tuanya. Meski awalnya Daza merasa keberatan, akhirnya dia menerima dengan berat hati. Lavendra hanya bisa menertawakan bagaimana sang suami yang benar-benar dibuat tidak berkutik oleh ayahnya tersebut.Pagi-pagi, Daza sudah diberikan pakaian untuk dibawa ke ladang. Meski sebenarnya kaget karena mendadak sekali ayah mertuanya meminta, namun Daza mau tidak mau harus menurutinya. Sementara itu, Lavendra masih berada di rumah untuk menyiapkan bekal untuk dibawa ke sana.Sambil mengikuti ayah mertuanya, Daza melihat ke sekitar dan melihat dengan sangat luas seberapa ladang yang dimiliki oleh keluarga Lavendra. Benar-benar luas sampai tidak ada rumah yang ada di dekat sana. Itu membuat Daza merasa melongo.“Ambil beberapa bibit yang ada di gudang sana, nanti bawa ke sini, kita akan menanamnya,” ucap dari ayah mertuanya.Meski kaget, Daza merasa kakinya bergerak begitu saja seperti apa yang sudah diperintahkan olehnya kepada dirinya
Lavendra sudah bisa langsung mengenali suara siapa dan juga bagaimana orang yang mendatanginya tersebut. Saat menoleh, benar saja. Orangnya tidak lain ialah salah satu wanita yang dari dulu memang tidak terlalu senang dengan dirinya ini.“Oh, hai,” sapa Lavendra dengan ramah.Wanita tersebut datang sendirian, tangannya menyilang dengan wajah mendongan yang sangat angkuh dan juga sombong. Rasanya ingin dipenyet supaya dia bisa lebih sadar kalau dia itu tidak ada apa-apanya.“Kamu masih bekerja di ladang? Bahkan setelah menikah? Haha, tampaknya memang kamu tidak cukup bahagia menikah ya? Hahaha,” tawanya.Senyum tipis saja yang Lavendra berikan kepadanya. Meladeninya hanya akan membuang banyak waktu dan membuat Lavendra lelah sendirian.“Ya, begitu lah. Bagaimana kabarmu, Risa?” tanya Lavendra.“Aku?” Dia menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi wajah yang cukup mengesalkan, “tentu saja aku hidup bahagia. Bahkan lebih bahagia daripada dirimu! Pacarku seorang terpandang di kotanya. Dia o
Lavendra merasakan kehangatan dari keluarga Daza yang sudah yang sudah lama tidak ia rasakan selama beberapa bulan ini. rasanya jauh lebih merindukan ketimbang saat dirinya pulang. Dibalasnya pelukan sang mertua dengan sangat erat.Dirinya diajak pulang dengan mobil yang sudah menunggu mereka. Mama tidak sedikit pun berhenti bicara meski hanya sebentar saja kepada Lavendra. Seolah sudah ada banyak sekali topik pembicaraan yang tidak pernah dibicarakan kepadanya, dan sekarang dikeluarkan semuanya tanpa terkecuali.Lavendra merasa senang, ia benar-benar dianggap keluarga di sini. Ia juga merasakan kalau hangatnya keluarga ini memang pantas untuk dirinya. Daza yang duduk di sebelahnya menggenggam erat tangan Lavendra.Semua terasa berbeda saat dirinya pulang. Bahkan suami yang ia kira tidak akan pernah menyadari keberadaannya justru menjadi orang yang paling sadar akan dirinya saat ini. ia merasa senang, bahwa Daza kini tidak seperti bagaimana mereka bertemu dulu.Tiba di rumah utama, La
Pelukan tersebut mengerat di pinggang Lavendra. Ditambah dimana ini adalah kali pertama dirinya merasakan, Lavendra merasakan dengan cara yang berbeda soal bagaimana pegangan dari Daza tersebut menyentuh dirinya ini.“Rasanya sesak sekali merindukanmu tiap malam. Memimpikanmu tiap tertidur, dan tak sesekali aku merasa kehilangan karena biasanya ada kamu di dapur,” ujar dari Daza.Dengan jantung yang masih berdegup dengan kencang, Lavendra menelan salivanya. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa suami yang dulunya sangat dingin dan begitu membuatnya sakit, sekarang malah melekat kepadanya dengan terang-terangan dan tidak ragu sama sekali mengenai bagaimana dia melingkarkan tangannya tersebut.Perlahan tangan Daza mulai masuk ke dalam pakaiannya. Lavendra merasakan dengan jelas kulit tangan Daza yang menyentuh tubuhnya tersebut. Daza mulai mengecup sedikit demi sedikit leher Lavendra, dibarengi dengan napas panas yang terasa begitu jelas.Rasanya makin meresahkan saat napas tersebut memb
Daza hanya bisa tersenyum melihat bagaimana Lavendra mengucap terima kasih atas apa yang telah dilakukan. Daza sendiri sadar bahwa ia telah banyak melakukan kesalahan sebelumnya, dan saat menemukan fakta mengenai Lora, membuat Daza makin sadar.Rasa syukur atas pilihan istri oleh orang tuanya ternyata memang tidak ada salahnya sama sekali. Rasanya menyesal bahwa Daza tidak menerima Lavendra lebih awal dengan tangan lebih terbuka.Hari itu juga, demi menebus rasa bersalah dan juga perasaannya yang merasa tidak tenang selama ini, Daza mengajak Lavendra jalan-jalan. Pertama, mereka datang ke tempat pijat terlebih dahulu untuk meregangkan badan mereka berdua. Lavendra nampak menikmatinya sekali.Lalu, Daza mengajak Lavendra menuju ke mall yang cukup terkenal dan juga besar yang ada di kotanya tersebut. Daza bertekad untuk membelikan apa pun yang Lavendra mau. Dia ingin membuat Lavendra merasa bahwa dia adalah ratu sekarang ini.“Kenapa kita ke sini?” tanya Lavendra yang berhenti melangkah