Helaan napas berat lolos dari mulut manis Amanda. Wanita itu tak kuasa menahan suara akibat sentuhan nakal suaminya. Hampir tiga bulan mereka berpisah kini bertemu dengan perasaan cinta dan rindu yang sudah menggebu-gebu. Jadilah sekarang adalah waktu yang tepat untuk meledakkan semua yang dipendam. Termasuk apa yang dilakukan oleh Radit sekarang. “Kau mau appah, hmm?” rengek Amanda saat tangan Radit sudah berada di belakang lututnya. Sementara lengan yang lain sudah menopang tengkuk wanita cantik itu. “Menurutmu?” ucap Radit balik bertanya. “Waktunya tidur siang. Kau perlu istirahat, Sayang.” Cahaya di kedua netra Amanda pun perlahan meredup begitu mendengar jawaban barusan. Di saat dirinya sudah siap menerima sentuhan cinta, kenapa malah berakhir demikian? Jelas dia kecewa. Tanpa Amanda tahu bahwa kini Radit tengah mengulum senyumnya. Pria itu ternyata sedang mengerjainya sekarang. Lihat saja. Radit sengaja duduk di tepi ranjang usai me
“Enggak, Sayang. Aku bercanda,” kekeh Radit yang kemudian menjiwil lembut dagu lancip istrinya. Amanda pun hendak memukul paha sang suami. Namun, Radit lebih dulu menangkap lengannya dan mengecup punggung tangan wanitanya itu.“Aku mau mandi, Radit. Udah mau gelap nih harinya,” rengek Amanda saat ditatap dengan mata penuh gairah oleh pria tampan tersebut. Sampai sekarang ia masih saja salah tingkah saat bertemu pandang dengan netra Radit.“Iya iya. Mandi barengan aja yuk. Takutnya keburu malam kalau harus gantian.”“Modus ih,” kata Amanda.“Enggak, Manda. Di desa ini bahaya kalau ‘mantap-mantap’ sambil mandi. Rawan diintip sama remaja tanggung,” kekeh Radit.“Oh berarti dulu waktu kau masih remaja hobi ngintipin cewek mandi. Ketahuan belangnya sekarang.”“Enggak ah,&rd
Perih yang terasa di kulitnya sama sekali tak berarti bagi Radit. Pria itu bahkan terlihat sangat menikmati wajah cantik Amanda yang tampak salah tingkah.“Udah ya, Sayang. Jangan marah lagi,” kata Radit setelah menyudahi aksinya mengeringkan rambut sang istri. “Kalau tahu bakalan begini, aku enggak akan cerita.”Alih-alih mendengarkan ungkapan suaminya tadi, Amanda malah kembali membayangkan pengalaman menyebalkannya kala itu. Mulut mungilnya pun kembali mengerucut. “Gara-gara kejadian itu aku malu, Radit. Orang-orang di sana … ih pokoknya enggak enak diingat. Semua karena kau!!”“Iya. Maafin ya,” bujuk Radit lagi. “Enggak ada yang ingat kok. Apalagi Pak Kades yang waktu itu udah meninggal. Kalau enggak salah tahun lalu. Kalau enggak percaya tanya aja sama ibu.”&
“HOEK HOEK!!” Lagi. Amanda terduduk lemas di lantai usai menumpahkan isi lambungnya barusan. Wanita itu bahkan tanpa sadar sudah menitikkan air mata karena rasa mual yang kembali melanda. Sudah menjadi kebiasaanya di pagi hari untuk mengalami hal yang seperti ini. Meskipun begitu, Amanda tak pernah mengeluh karena tahu bahwa dirinya akan menikmati hasil dari perjuangannya selama sembilan bulan ke depan nanti. Amanda hendak bangkit, tetapi tenaga yang dimiliki masih belum terkumpul sempurna. Jadilah ia berdiam di sana hingga usapan lembut di area tengkuk membuatnya menoleh perlahan. “Kenapa malah ditanggung sendiri, hem?” gumam Radit yang terdengar pelan di telinga. “Seharusnya kau membangunkanku.” “Enggak pa-pa.” Amanda menggeleng sambil tersenyum. “Udah biasa kok.” Radit menghela napas sebentar lalu dengan cepat menuangkan segelas air hangat untuk Amanda. Membiarkan wanita cantik itu duduk di atas pangkuannya sembari meneguk habis apa yang ia sodorkan barusan. Pun dengan cekat
Suara lenguhan mesra kini memenuni kamar kecil yang ada di rumah sederhana itu. Adalah sepasang suami istri yang baru saja menciptakan lonjakan cinta di antara keduanya. Siapalagi kalau bukan Amanda dan Radit yang sama-sama berpelukan di atas ranjang sekarang.“Makasih, Sayang,” ucap Radit usai mendaratkan kecupan singkat di dahi Amanda. “Besok-besok kita enggak bisa ngelakuin ini lagi karena nenek bakalan pulang.”Wanita cantik itu hanya terkekeh. Lantas dia bangkit perlahan saat merasakan dorongan untuk segera ke kamar mandi.“Mau pipis kayaknya.”“Aku temani ya,” kata Radit menawarkan diri. Dia pun ikut masuk untuk menerangi istrinya berkemih di kamar mandi sana. Tanpa sadar bibir pria tampan itu membentuk lengkungan senyum saat me
“Maaf, Manda. Maafin aku, Sayang.” Radit memeluk erat istrinya yang sudah menangis sesenggukan di atas ranjang. Kali ini dia memang sudah keterlaluan karena tak bisa mengontrol emosi lantaran cemburu tak jelas. Sungguh dirinya kelewatan.“Kau sendiri yang melarang aku bahas tentang Dinda,” isak Amanda di sela tangisnya yang terdengar menyayat hati. “Tapi kau yang memancingnya lagi.”“Maafin aku ya. Aku memang bodoh, Sayang.” Ucapan barusan tidak digubris Amanda. Wanita itu hanya memasrahkan dirinya dalam pelukan Radit yang semakin erat. Tahu bahwa sang suami sedang menyesal, tetapi hatinya juga tak bisa berbohong karena kembali merasakan sakit yang sama. Baru saja berb
Apa yang dikatakan oleh sang nenek terbukti juga. Baru tiga hari Radit pergi, Amanda sudah dirundung perasaan rindu. Mantan model cantik itu menghela napas ketika melihat awan mendung di luar sana. Pastilah sinyal buruk dan menjadikan dirinya tak bisa bersua lewat panggilan video dengan sang suami. Semenjak saling mengutarakan perasaan satu sama lain, cinta yang di dalam hati semakin bertumbuh pesat saja. Beginilah risikonya terlebih mereka sedang menjalani hubungan jarak jauh.Amanda mengulum senyum sambil menggelengkan kepala karena menyadari bahwa ia sedang kasmaran. Hingga ketukan pintu membuatnya lekas menegakkan punggung kembali.“Ada banyak paket yang berdatangan, Nda,” lapor nenek seraya menunjuk ke arah pintu rumah. “Suamimu itu niatnya bikin kejutan tapi malah ngerepotin. Malu-maluin aja!”Amanda sontak mengerjapkan matanya. “Eh gimana, Nek? Radit ngirim sesuatu?”“Iya,” sahut sang nenek dengan cepat. “Dia enggak tahu alamat rumah ini di mana. Tap
“Udah masuk bulan kelima tapi kau masih mual terus ya, Nda. Nenek jadi kasihan samamu.”Amanda yang baru saja meneguk habis susu kehamilan tadi tersenyum simpul. Setelahnya ia berucap, “Aku juga sih mikirnya gitu, Nek. Bidan yang di puskesmas nyaranin buat USG lagi di kota. Mastiin kalau kandungan aku baik-baik aja.”“Benar itu, Nda. Nenek juga jadi kepikiran. Apalagi dokter kandungan yang biasa kemari minggu lalu enggak datang,” kata sang nenek ikut menyuarakan rasa cemasnya. Pembicaraan mereka terjeda saat rumah sederhana itu kedatangan tamu. Amanda kembali melangkah menuju halaman belakang untuk menghirup udara pagi. Sementara neneknya menyambut tetangga mereka tersebut. Kini pemandangan di depan mata tak seindah bulan kemarin. Musim panen baru saja berlalu. Jadilah area persawahan hanya menyisakan lahan yang kosong saja. Sebagiannya terendam air karena memang sudah tiga hari belakangan hujan terus mengguyur pedesaaan di sana. Amanda menghe