“Dokter, ada pasien kecelakaan yang harus di operasi segera!” Ucap seorang perawat dengan tergesa-gesa pada Claire yang saat ini tengah makan siang.Claire yang mendengar itu mengangguk, “Siapkan ruang operasinya, aku akan segera kesana.” Ucap Claire yang kemudian berdiri.Namun, tangannya langsung ditahan oleh Leonidas. Hari ini adalah jadwalnya makan bersama pria itu, tentu saja jadwal iu dibuat oleh Leonidas.“Aku harus pergi, Leonidas.” Ucap Claire dengan serius.“Kau bahkan baru makan satu suap, kau bisa sakit jika makan terlambat.” Ucap Leonidas dengan serius.Claire menatap Leonidas dengan serius, “Di banding waktu makanku, lebih penting nyawa orang yang dalam bahaya.” Ucapnya sambil menyingkirkan tangan Leonidas dari tangannya.Leonidas menatap Claire dengan sorot mata yang sulit dibaca, seakan berusaha memahami keteguhan hati wanita itu. Setelah hening sejenak, ia menghela napas pelan dan melepaskan tangannya. “Baiklah, aku mengerti,” ujarnya, meskipun nada suaranya mengisyar
“Bisakah kau berhenti saja menjadi dokter?” Ucap Leonidas dengan serius saat Claire keluar dari ruang steril.Claire yang tengah memakai jas dokternya melirik ke arah Leonidas, “Masih terlalu muda untuk berhenti.” Ucap Claire dengan datar.“Tapi Claire, operasi tadi sangat beresiko. Bagaimana jika di masa depan kau tak dapat menanggung penularan virus itu? Aku hanya peduli dengan kesehatanmu, Claire.” Ucap Leonidas dengan menatap Claire tegas.Claire menahan napas sejenak, merasakan ketegangan di antara mereka. “Leonidas, aku tahu betapa berbahayanya pekerjaan ini. Tapi ini adalah panggilan hidupku. Jika aku berhenti, siapa yang akan menyelamatkan nyawa orang lain?” ucapnya, berusaha tetap tenang meskipun hatinya bergetar.“DI DUNIA INI BUKAN HANYA KAU YANG MENJADI DOKTER, CLAIRE!”Leonidas menatap Claire dengan intensitas yang campur aduk—cinta dan kekhawatiran saling beradu dalam dirinya. Dia ingin merangkulnya, tetapi rasa takut akan kehilangan Claire membuatnya berat.“Leonidas–”
“Apa Leonidas tak bekerja hari ini?” Tanya Claire pada Kendrick.Saat ini Claire mencari Leonidas setelah seharian tak mendapatkan kabar dari pria itu.Kendrick yang terkejut dengan pertanyaan Claire terdiam untuk beberapa saat, wanita itu tak pernah menanyakan kabar tuannya dan sekarang setelah tuannya tak terlihat seharian wanita itu mencarinya.“Tuan sedang cuti, nyonya. Apakah ada sesuatu yang ingin anda sampaikan?”Claire menghela napas pelan, merasa canggung karena harus menanyakan hal ini pada Kendrick. "Tidak, hanya... biasanya dia memberi kabar jika tidak masuk," ucapnya dengan nada yang lebih lembut dari biasanya. Claire menatap sekeliling, seolah mencari sesuatu yang tidak ada.Kendrick memandang Claire dengan sedikit tersenyum, melihat bahwa ada sisi perhatian yang mungkin jarang diperlihatkan. "Tuan Leonidas memang ingin mencari tempat untuk menenangkan diri, nyonya," jelasnya, berusaha memberikan informasi yang cukup tanpa mengungkap terlalu banyak.Claire terdiam sejena
“Leonidas..” Claire memanggil pria yang sedang memunggunginya sekarang.Setelah dua hari tanpa kabar pria itu, akhirnya sekarang dia muncul sendiri di hadapannya.Leonidas yang terpanggil langsung membalikkan badannya, senyuman yang biasa dia tampilkan pada Claire seorang kini terbit.“Merindukanku?” Ucap Leonidas dengan lembut.“Leonidas,” Claire mengulangi namanya, merasakan campuran lega dan kecemasan saat pria itu berbalik menatapnya. “Kau benar-benar membuatku khawatir. Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu selama dua hari ini.”Leonidas mendekat, senyumnya tetap terjaga meski matanya menunjukkan ketegangan. “Maaf jika aku membuatmu cemas. Aku butuh waktu untuk merenung,” jawabnya, suaranya lembut tetapi tegas.Claire memeluk pria itu, selama dua hari ini dia baru menyadari jika cintanya pada Leonidas masih seperti dulu dan terus tumbuh. “Aku merindukanmu.” Gumam Claire.Leonidas tersentak dengan pernyataan jujur wanita itu, selama ini Claire seperti tak peduli padanya tapi seka
“Setelah beberapa kali kemoterapi akhirnya tuan Jason benar-benar sembuh dari kankernya.” Ucap Lucia dengan tersenyum.Calire mengangguk dengan perkataan ibunya, “Akhirnya kakak dan kak Ashilla bisa menikah setelah ini.”Tuan Jason ikut tersenyum, “Terima kasih, karena berkat kalian berdua aku bisa hidup lebih panjang bersama putriku.”“Tidak ada yang lebih penting bagiku daripada melihatmu sehat, paman,” jawab Claire dengan tulus, matanya berkilau bahagia. “Kami semua sangat bersyukur kau bisa melalui ini.”Lucia mengangguk, menambahkan, “Kau telah berjuang dengan sangat keras, dan kami semua selalu ada di sini untuk mendukungmu. Melihatmu sembuh adalah hadiah terindah bagi kami.”Tuan Jason tersenyum lebar, merasakan kasih sayang yang mengalir di antara mereka. “Kau tahu, saat aku menjalani kemoterapi, aku sering memikirkan betapa berartinya momen-momen kecil bersama putriku. Setiap detik yang aku habiskan dengan Ashilla adalah alasan aku terus berjuang.”Claire tersenyum lalu menga
“Kenapa mataku harus ditutup dengan kain?” Tanya Claire pada Leonidas.Dia tak tahu apa yang disiapkan oleh pria itu, dan dimana mereka sekarang.“Percayalah padaku, kau akan menyukainya.” Bisik Leonidas dengan lembut.Claire hanya bisa menghela napas dan mengangguk pasrah, meski hatinya dipenuhi rasa penasaran. Leonidas menggenggam tangannya dengan lembut, membimbing langkahnya di tengah keheningan yang hanya diisi suara langkah mereka. “Kita sudah hampir sampai,” ucap Leonidas dengan nada penuh misteri. Setelah beberapa saat, langkah Leonidas terhenti. Claire merasakan angin sejuk yang berembus lembut, dan aroma bunga yang segar memenuhi udara. “Siap untuk kejutan ini?” tanya Leonidas sambil melepas kain penutup mata Claire perlahan.Ketika kain itu turun, Claire terpana. Di hadapannya terhampar taman kecil yang dipenuhi kelopak bunga yang bersinar lembut di bawah cahaya bulan, dengan meja kecil yang dikelilingi lilin-lilin kecil dan lentera. Di atas meja itu, ada setangkai mawar
“Kau merasa mual satu minggu ini? Dan setiap pagi?” Claire mengerutkan keningnya saat James datang ke ruang kerjanya di rumah sakit dan mengeluhkan hal itu.“Iya, apa aku kena asam lambung?” Tanya James yang tampak stress apalagi Claire bisa melihat sepertinya pria itu tampak lebih kurus dari sebelumnya.Claire mengamati James dengan seksama, perhatiannya tertuju pada lingkaran hitam di bawah matanya dan pipinya yang tampak sedikit lebih tirus. "Kau terlihat lelah, James," ujarnya, dengan nada prihatin. "Aku tahu kau sibuk, tapi mual di pagi hari selama seminggu tidak boleh diabaikan begitu saja."James mengangguk pelan, tampak sedikit cemas. "Aku merasa mual setiap kali bangun pagi, dan kadang pusing ringan juga. Tapi sepanjang hari, aku merasa normal.""Baiklah, kita lakukan beberapa pemeriksaan dulu untuk memastikan," kata Claire sambil mulai mempersiapkan alat pemeriksaan. Dia memeriksa tekanan darahnya, mendengarkan detak jantung, dan mencatat beberapa gejala lainnya.Saat pemeri
“Dari mana kau dapat gelang itu?” Ucap James dengan serius.Gadis itu tampak tersentak saat ditarik keruangan pria itu dengan ekspresi dingin.“Itu… Saya menemukannya di ranjang hotel.” Cicit gadis itu dengan ketakutan.James menatap gadis itu dengan tatapan tajam, mencoba memahami situasi ini sepenuhnya. Kata-katanya begitu serius dan jelas bahwa ia ingin jawaban yang pasti."Ranjang hotel?" ulang James dengan nada lebih lembut, meskipun matanya tetap menyiratkan ketegangan. "Apa yang sebenarnya terjadi di sana?"Gadis itu menunduk, suaranya bergetar ketika menjawab, "Saya... saya tidak tahu persisnya, saya terlalu mabuk malam itu. Tapi ketika saya terbangun, saya sendirian di kamar hotel itu, dan... gelang ini ada di sebelah saya. Saya… hanya mencoba mencari pemiliknya, karena saya tidak tahu harus bagaimana lagi."James menatap serius gadis itu, dan kembali bertanya. “Untuk apa kau mencarinya? Bukankah kau sudah terbiasa melayani pria?”Disya, gadis SMA itu terkejut mendengar ucapa