TING! TONG!Suara bel pintu apartemen James berbunyi, pria yang baru saja selesai mandi itu segera membuka pintu untuk melihat siapa tamu yang datang.Tapi begitu melihat wajah Claire yang berada di balik pintu, ia tersenyum disertai rasa terkejut.“Kau mengantarnya sendiri?” Claire yang berada di balik pintu tersenyum cerah dan menarik Leonidas untuk lebih dekat, “Tidak, aku bersama Leon.”James yang melihat itu hanya bisa tersenyum canggung, “Ah, iya. Aku lupa jika pria di sebelahmu tak mungkin membiarkanmu sendiri. Ayo masuk.” Ucap James mempersilahkan mereka untuk masuk.Leonidas tersenyum tipis sambil melingkarkan lengannya di bahu Claire, membuat James semakin menyadari kedekatan mereka. Claire melirik Leonidas sejenak, lalu berkata dengan ramah, “Terima kasih, Jam. Kami hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja.”James mengangguk, mencoba mengusir rasa canggung yang merayap di dalam dirinya. “Aku baik-baik saja, hanya beberapa hari yang cukup sibuk,” katanya, sambil mempersil
“Baru pulang?”Suara Ethan yang duduk di ruang tamu saat Cliare baru kembali tampak begitu datar.Claire yang terkejut langsung menatap ke arah kakaknya, “Kakak, kau mengejutkanku.” Ucap Claire dengan tersenyum lalu berlari kecil untuk ikut duduk bersama pria itu.“Kakak menungguku pulang?”Ethan hanya mengangguk lalu menatap ke arah adiknya, “Semenjak hubunganmu semakin baik, kau jarang makan di rumah. Pria itu benar-benar kembali memanipulasimu.”Claire tertawa mendengar hal itu, “Apa sih kak, aku kan juga sibuk kerja dan kebetulan juga aku dan Leonidas berangkat dan pulang bersama, apa salahnya makan bersamanya?”Ethan menghela napas, lalu menatap Claire dengan sorot mata yang sulit ditebak. "Bukan itu maksudku, Claire. Aku hanya khawatir kalau kau terlalu banyak bergantung padanya lagi. Kau tahu, dulu Leonidas sempat meninggalkanmu, dan aku tidak ingin melihatmu terluka lagi."Claire tersenyum lembut, memahami kekhawatiran kakaknya. "Aku mengerti, Kak. Tapi Leonidas sudah berubah.
“Kau masih bekerja, Ethan?”Suara Ashilla yang lembut sambil memeluk Ethan, membuat pria itu terkejut dan tersenyum.“Sudah pulang? Bagaimana gaunnya, apakah cocok?” Tanya Ethan dengan lembut sambil memutar kursinya dan menarik tangan Ashilla untuk duduk di pangkuannya.Ashilla tersenyum, meletakkan kepalanya di bahu Ethan. "Iya, kami menemukan gaun yang sempurna. Claire benar-benar membantu memilih yang paling indah," jawabnya sambil memandangnya dengan penuh cinta.Ethan tersenyum lembut, menggenggam tangan Ashilla. "Aku senang mendengarnya. Claire selalu punya selera yang bagus. Apa kamu merasa lebih tenang sekarang setelah menemukan gaun itu?"Ashilla mengangguk. "Sangat. Tadi sempat gugup, tapi sekarang rasanya seperti sudah semakin dekat ke hari istimewa kita."Ethan mengusap punggung Ashilla dengan lembut, menatap matanya dengan penuh ketulusan. "Aku ingin hari itu menjadi hari paling membahagiakan untukmu, Shilla. Apa pun yang kamu inginkan, aku akan mewujudkannya."Ashilla me
TING! TONG!Suara bel pintu apartemen membuat James yang lembur di ruang kerjanya tampak mengernyit.“Sudah jam sebelas malam, siapa yang bertamu?” Gumamnya sambil melihat jam di atas dinding.Tapi bunyi bel itu kembali berbunyi, yang membuat rasa penasaran James semakin tinggi. Dengan berjalan menuju ke arah pintu, dia melihat ke monitor yang menghubungkan kamera di depan pintu untuk melihat siapa tamu yang datang.Begitu melihat Disya yang datang dengan keadaan yang jauh dari kata rapi, dia langsung bergegas membuka pintu.“Disya??!” Suaranya tercekat saat melihat keadaan gadis itu, tubuh basah kuyub dengan seragam sekolahnya dan tas kecil yang dia peluk erat seolah dia telah diusir dari rumah.Mata sembab Disya yang menatap James membuat pria itu tampak prihatin.James tanpa pikir panjang langsung menarik Disya masuk ke dalam apartemennya dan menutup pintu dengan cepat. "Disya, apa yang terjadi? Kenapa kau bisa sampai di sini dalam keadaan seperti ini?" tanyanya dengan nada cemas,
Saat sinar matahari mulai tampak tinggi, James yang terbangun dari tidurnya sedikit melirik ke arah jam di dinding. Melihat masih pukul tujuh pagi, dia berniat untuk tidur lagi.Namun suara seperti orang memasak di dapur membuatnya terbangun dan teringat jika Disya ada disini sejak semalam.“Bisa-bisanya aku melupakan itu.” Gumam James lalu pergi ke kamar mandi kemudian keluar setelah mengganti pakaian kerja dan melihat ke arah Disya yang sibuk memasak di dapur.“Kau memasak?” Tanya James sambil membuat kopi untuk dirinya sendiri.Disya yang elihat James sudah keluar dengan stelan rapi hanya tersenyum, “Iya kak, aku hanya masak nasi goreng. Di kulkas tak ada bahan lainnya, nanti aku beli bahan untuk memasak.” Ucap Disya ang terlihat lebih baik dibanding semalam.James melihat itu hanya mengangguk dan meminum kopinya, ditengah lamunannya dia teringat jika pagi ini dia tak merasakan mual seperti pagi-pagi sebelumnya.Tanpa sadar dia melirik ke arah Disya yang tampak bersenandung menyia
“Sudah?” Tanya Leonidas saat Claire masuk ke dalam mobil.“Sudah, ayo berangkat ke rumah sakit. Aku ada operasi satu jam lagi.” Ucap Claire sambil memasang sabuk pengaman mobilnya.Leonidas mengangguk kemudian menjalankan mobil mereka menuju ke rumah sakit.“Dia sudah tampak baik?” Tanya Leonidas dengan tenang.“Dari wajahnya dia tampak baik-baik saja, tapi ada yang aneh dari sikapnya.” Ucap Claire dengna jujur.“Aneh?”“Iya, aneh. Dia melarangku masuk, padahal aku ingin membuatkan obat herbal agar bisa dia minum tapi dia malah mencegahku. Seperti ada yang dia sembunyikan.” Ucap Claire dengan tatapan serius pada Leonidas.Leonidas terkekeh gemas melihat wajah Claire yang tampak begitu serius, “Mungkin dia membawa wanita di dalam, tak perlu dipikirkan.”Claire mengangguk tapi tampak tak puas, “Kita sudah sahabatan dari kecil, jika dia membawa wanita yang notabene adalah kekasihnya kenapa harus disembunyikan padaku. Membuatku sedih saja karena merasa tak dianggap.”Leonidas tersenyum, “
“Pesankan Makanan dan antar ke ruang kerja Ethan, aku dan dia akan makan siang disana.” Ucap Ashilla dengan dingin pada sekretarisnya.“Baik, nona.”Setelah itu Ashilla berjalan menuju ke ruang kerja Ethan, meskipun banyak sekali pertanyaan dalam benaknya mengenai masalah tadi pagi tapi dia harus tetap tenang dan bertanya langsung pada pria itu.Semuanya belum terlambat.Hingga saat dia masuk tanpa mengetuk pintu, dia mendengar suara tawa wanita lain di dalam ruang kerja Ethan.Saat pintu sudah terbuka lebar, Ashilla bisa melihat jika sekretaris wanita itu yang tengah tertawa di depan Ethan yang hanya tersenyum tipis.“Ashilla.. “ Ethan tampak tenang saat Ashilla datang, seolah tak ada yang disembunyikan oleh pria itu.“Apa kalian masih membahas pekerjaan?” Tanya Ashilla dengan datar.Ethan mengangguk dengan santai, tidak menunjukkan tanda-tanda merasa bersalah atau terganggu dengan kedatangan Ashilla yang tiba-tiba. "Ya, Angela baru saja menyampaikan laporan mingguan. Ada beberapa ha
BRAK!!Suara pintu kerja yang terbuka dengan kasar terdengar begitu keras.“Kakak!” Claire memanggil kakaknya dengan amarah, menatap ke arah Ethan yang saat ini sedang berdiskusi dengan sekretarisnya yang belum satu bulan bekerja itu.“Claire? Kenapa kau datang tib–”PLAK!Ethan terkejut saat adiknya menamparnya begitu dia datang.“Apa yang kakak lakukan pada kak Ashilla!”Ruangan itu langsung sunyi setelah suara tamparan keras Claire. Sekretaris yang ada di dalam hanya bisa mematung dengan wajah bingung, sementara Ethan memegang pipinya yang terasa panas. Tatapan Ethan berubah dari keterkejutan menjadi penuh pertanyaan."Claire, apa-apaan ini?!" Ethan berseru, mencoba menjaga suaranya tetap tenang meskipun terlihat jelas bahwa dia mulai kehilangan kesabaran.Claire menatapnya dengan mata memerah, penuh emosi. "Apa kau tak tahu jika kak Ashilla pergi? Apa kau sangat asyik dengan sekretaris mu ini?” Tanya Claire dengan emosi menunjuk ke arah Angela.Ethan berdiri dari kursinya, wajahny
Di tengah aula pernikahan yang megah, dihiasi dengan bunga mawar putih dan biru yang melambangkan kesucian dan ketulusan, suasana terasa syahdu. Lampu kristal menggantung indah, memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan, sementara musik orkestra mengalun pelan, menambah kesakralan momen.Leonidas berdiri tegap di depan altar, mengenakan setelan hitam elegan dengan dasi putih yang sempurna. Matanya tak pernah lepas dari Claire yang berjalan mendekatinya dengan langkah anggun. Claire tampak bagaikan dewi dalam balutan gaun putih panjang, dihiasi renda dan kristal yang berkilau lembut setiap kali terkena cahaya. Senyum di wajahnya memancarkan kebahagiaan yang tak terbendung.Pendeta membuka upacara dengan suara tenang namun penuh wibawa. “Hari ini, kita berkumpul untuk menyaksikan penyatuan dua jiwa dalam cinta yang suci. Leonidas dan Claire telah memilih untuk mengikat janji, berkomitmen untuk saling mencintai, mendukung, dan menghormati sepanjang hidup mereka.”Suasana menjadi henin
“Leonidas, bagaimana menurutmu gaun pengantin ini?” Kata Claire sambil memutar tubuhnya memperlihatkan gaun putih yang sangat cantik di hadapan Leonidas.Leonidas, yang tengah duduk di sofa dengan sikap santai, menatap Claire dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mata tajamnya melunak, dan bibirnya melengkung dalam senyuman tipis yang penuh kekaguman. "Kau terlihat luar biasa, Claire. Seperti seorang malaikat," katanya dengan nada serius, namun penuh kehangatan.Claire mengangkat alisnya, mencoba membaca ekspresi pria itu. "Hanya luar biasa? Tidak ada komentar lain?" tanyanya, berpura-pura cemberut.Leonidas berdiri dan berjalan mendekatinya, matanya tak pernah lepas dari sosok wanita yang kini menjadi pusat dunianya. Dia berhenti tepat di depan Claire, tangannya dengan lembut menyentuh pinggangnya. "Luar biasa mungkin tidak cukup untuk menggambarkanmu. Tapi kata-kata sulit menjelaskan apa yang kulihat sekarang," bisiknya dengan senyum menggoda.Claire memutar bola matanya, meskipun ro
Langkah kaki yang tampak buru-buru menggema di lorong hotel, seolah pria itu tengah dikejar waktu.Saat sampai di kamar hotelnya, dia langsung membuka pintunya dengan cepat.“Honey, aku sudah membawa dokternya.” Kata pria itu, yang tak lain adalah Ethan.Ethan kemudian menatap ke arah dokter wanita itu, “Tolong tangani istri saya, sejak tadi dia mengeluh kesakitan dari area bawah.” Kata Ethan dengan serius.Dokter itu mengangguk dan Ethan kembali menutup pintu menunggu diluar, perasaannya sangat cemas dan khawatir terlebih ini adalah bulan madu mereka.Di dalam kamar, dokter itu segera mendekati Ashilla, yang terlihat meringis kesakitan sambil memegangi perut bagian bawahnya. "Nyonya Ashilla, bisakah Anda menjelaskan rasa sakitnya? Apakah terasa seperti kram atau lebih tajam?" tanya dokter itu dengan lembut, mulai memeriksa Ashilla. Ashilla mengangguk lemah. "Rasanya tajam, terutama di sisi kiri. Saya juga merasa mual sejak pagi tadi." Dokter itu mengangguk, memasang stetoskopnya
“Apakah tuan tidur, nona?” Tanya Kendrick begitu melihat Claire keluar dari kamar.Claire mengangguk, “Terimakasih, ken. Jika kau tak memberiku kabar kemarin mungkin aku akan terlambat mengobati Leonidas.” Kata Claire dengan tulus.Kendrick mengangguk, “Iya nona, saya juga melihat kondisi tuan semakin parah meskipun telah di obati oleh dokter profesional. Sepertinya memang hanya anda yang bisa menyembuhkan tuan Leonidas.”Claire tersenyum tipis, “Bisakah aku meminta bantuan untuk membelikan beberapa herbal ini? Aku ingin membuat obat untuk Leonidas ketika dia sudah sadar nanti.” Kata Claire sambil menyerahkan kertas berisi beberapa herbal disana.Kendrick menerima kertas itu dengan anggukan hormat, membaca daftar herbal yang dituliskan oleh Claire. "Tentu, nona. Saya akan segera mencarinya. Ada toko herbal yang cukup lengkap di dekat sini, saya akan memastikannya tersedia." Claire tersenyum lelah. "Terima kasih, Ken. Aku hanya ingin memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik. Aku t
“Tuan, minum obatnya.” Kata Kendrick dengan penuh perhatian merawat Leonidas.Racun yang berada di tubuh Leonidas tak sepenuhnya hilang, obat hanya berusaha untuk mengurangi rasa sakitnya.“Apa tidak sebaiknya kita beritahu nona Claire, tuan? Saya yakin nona Claire juga khawatir karena anda tak pernah menghubunginya.” Saran Kendrick.Leonidas setelah minum obat merebahkan tubuhnya kembali, mendengar ucapan Kendrick dia hanya bisa menatap langit-langit kamarnya.“Jika aku menelponnya, dia pasti tahu aku sedang dalam kondisi buruk hanya dengar suaraku. Aku tak ingin dia langsung terbang kesini dengan perasaan buruk.” Kata Leonidas dengan pelan.Kendrick menghela nafasnya kemudian bangkit, “Saya akan membuatkan bubur untuk anda, tolong tetap istirahat di kamar.” Kata Kendrick dengan pelan.Leonidas mengangguk kemudian memejamkan matanya, kamarnya kembali sunyi hingga dering ponselnya membuat suasana hening langsung pecah.Dia dengan perlahan meraih ponselnya, disana nama Claire muncul.D
Sudah satu minggu dari yang dijanjikan, Leonidas tak ada kabar.Claire merasa hidupnya sangat hampa terlebih saat pria itu mengingkari janjinya.“Apanya yang tiga hari, sampai sekarang dia bahkan tak mengirimiku pesan.” Gumamnya dengan kesal.Di rumah sangat sepi kali ini, kakaknya sudah menikah dan bulan madu di maladewa sedangkan kedua orang tuanya sedang dinas di luar negeri. Dia benar-benar ditinggal sendiri oleh semua orang.Helaan nafas panjang terdengar di kamar wanita itu, jika dulu dia masih mepunyai James yang menemaninya. Tapi semenjak dia menolaknya, ia merasa bersalah dan tak eak jika datang hanya ketika dia kesepian.Tapi melihat postingan James beberapa hari lalu, sepertinya dia sudah melamar seorang gadis lain.“Aku penasaran, siapa yang berhasil menyembuhkan James.” Gumam Claire dengan tersenyum tipis.Dia juga berharap James mendapatkan gadis yang jauh lebih baik darinya.Hingga akhirnya dia tertidur di sofa, televisi yang masih menyala membuat ruangan itu tetap tera
“Huhhh!!! Akhirnya acaranya selesai juga walaupun agakberantakan karena wanita itu.” Kata Claire sambil merebahkan dirinya di kasur besar miliknya.Leonidas tersenyum membantu wanita itu melepaskan high heels miliknya yang masih di pakai, “Mandilah lalu tidur.”“Kau akan menginap kan?” Tanya Claire pada tunangannya itu sambil duduk kembali.Leonidas menggeleng, “Aku akan terbang ke Jerman malam ini, tiga hari kedepan jangan membuat ulah.” Katanya sambil merapikan poni Claire dengan lembut.Claire yang mendengar itu mengernyitkan dahinya, “Kenapa mendadak?”Leonidas menarik napas panjang, memandang Claire dengan mata yang serius namun tetap lembut. “Ada urusan mendesak yang harus aku tangani di sana,” katanya sambil terus merapikan rambut Claire. “Proyek penting perusahaan membutuhkan pengawasan langsung, dan aku tidak bisa mempercayakannya pada orang lain.” Claire melipat tangannya di dada, tampak tidak puas. “Kau selalu seperti ini. Setiap kali aku merasa kita bisa punya waktu lebi
Hari itu, cuaca sangat cerah, seolah alam ikut merayakan kebahagiaan Ethan dan Ashilla. Sepanjang jalan menuju venue pernikahan, karangan bunga dengan berbagai desain menawan menghiasi kiri dan kanan, menampilkan ucapan selamat dari keluarga, teman, hingga kolega mereka.Venue pernikahan, sebuah taman indah dengan nuansa klasik, dipenuhi bunga mawar putih dan merah muda yang melambangkan cinta dan kemurnian. Para tamu berdatangan mengenakan pakaian formal, membawa senyum bahagia untuk menyaksikan momen bersejarah dalam hidup kedua mempelai.Ashilla, mengenakan gaun pengantin putih panjang dengan detail renda yang elegan, berjalan anggun di altar ditemani oleh ayahnya. Di ujung sana, Ethan berdiri gagah dengan setelan jas hitam yang sempurna, matanya berbinar penuh cinta saat melihat Ashilla mendekat.Musik lembut mengalun, menambah suasana haru dan romantis. Saat Ashilla tiba di depan altar, Ethan mengulurkan tangannya, menyambutnya dengan senyum hangat. “Kau tampak luar biasa hari in
“Ashillaa!” Suara Lucia, ibu Ethan yang terdengar dari dalam membuat Ashilla yang akan masuk ke dalam mansion tersenyum.Pelukan hangat Lucia langsung menyambutnya, seolah wanita itu telah menunggunya lama.“Ibu khawatir kau tak akan kembali karena kebodohan Ethan.” Ucap Lucia dengan tulus.Ashilla terkekeh, “Maaf aku membuat khawatir ibu dan ayah mertua.” Kata Ashilla sambil mencium kedua pipi ibu mertuanya dengan lembut.Lucia tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca karena lega melihat Ashilla kembali. “Kau seperti putriku sendiri, Ashilla. Aku tak ingin kehilanganmu. Ethan itu memang keras kepala, tapi aku tahu dia mencintaimu lebih dari apa pun.”Ashilla mengangguk pelan, senyumnya menenangkan. “Aku tahu, Bu. Meskipun aku marah padanya, aku tak bisa benar-benar meninggalkannya. Dia membuatku kesal, tapi dia juga membuatku merasa dicintai.”“Dia memang seperti itu, selalu membuat kekacauan sebelum akhirnya memperbaikinya,” ujar Lucia sambil menggelengkan kepala. “Tapi aku tahu, den