“Setelah beberapa kali kemoterapi akhirnya tuan Jason benar-benar sembuh dari kankernya.” Ucap Lucia dengan tersenyum.Calire mengangguk dengan perkataan ibunya, “Akhirnya kakak dan kak Ashilla bisa menikah setelah ini.”Tuan Jason ikut tersenyum, “Terima kasih, karena berkat kalian berdua aku bisa hidup lebih panjang bersama putriku.”“Tidak ada yang lebih penting bagiku daripada melihatmu sehat, paman,” jawab Claire dengan tulus, matanya berkilau bahagia. “Kami semua sangat bersyukur kau bisa melalui ini.”Lucia mengangguk, menambahkan, “Kau telah berjuang dengan sangat keras, dan kami semua selalu ada di sini untuk mendukungmu. Melihatmu sembuh adalah hadiah terindah bagi kami.”Tuan Jason tersenyum lebar, merasakan kasih sayang yang mengalir di antara mereka. “Kau tahu, saat aku menjalani kemoterapi, aku sering memikirkan betapa berartinya momen-momen kecil bersama putriku. Setiap detik yang aku habiskan dengan Ashilla adalah alasan aku terus berjuang.”Claire tersenyum lalu menga
“Kenapa mataku harus ditutup dengan kain?” Tanya Claire pada Leonidas.Dia tak tahu apa yang disiapkan oleh pria itu, dan dimana mereka sekarang.“Percayalah padaku, kau akan menyukainya.” Bisik Leonidas dengan lembut.Claire hanya bisa menghela napas dan mengangguk pasrah, meski hatinya dipenuhi rasa penasaran. Leonidas menggenggam tangannya dengan lembut, membimbing langkahnya di tengah keheningan yang hanya diisi suara langkah mereka. “Kita sudah hampir sampai,” ucap Leonidas dengan nada penuh misteri. Setelah beberapa saat, langkah Leonidas terhenti. Claire merasakan angin sejuk yang berembus lembut, dan aroma bunga yang segar memenuhi udara. “Siap untuk kejutan ini?” tanya Leonidas sambil melepas kain penutup mata Claire perlahan.Ketika kain itu turun, Claire terpana. Di hadapannya terhampar taman kecil yang dipenuhi kelopak bunga yang bersinar lembut di bawah cahaya bulan, dengan meja kecil yang dikelilingi lilin-lilin kecil dan lentera. Di atas meja itu, ada setangkai mawar
“Kau merasa mual satu minggu ini? Dan setiap pagi?” Claire mengerutkan keningnya saat James datang ke ruang kerjanya di rumah sakit dan mengeluhkan hal itu.“Iya, apa aku kena asam lambung?” Tanya James yang tampak stress apalagi Claire bisa melihat sepertinya pria itu tampak lebih kurus dari sebelumnya.Claire mengamati James dengan seksama, perhatiannya tertuju pada lingkaran hitam di bawah matanya dan pipinya yang tampak sedikit lebih tirus. "Kau terlihat lelah, James," ujarnya, dengan nada prihatin. "Aku tahu kau sibuk, tapi mual di pagi hari selama seminggu tidak boleh diabaikan begitu saja."James mengangguk pelan, tampak sedikit cemas. "Aku merasa mual setiap kali bangun pagi, dan kadang pusing ringan juga. Tapi sepanjang hari, aku merasa normal.""Baiklah, kita lakukan beberapa pemeriksaan dulu untuk memastikan," kata Claire sambil mulai mempersiapkan alat pemeriksaan. Dia memeriksa tekanan darahnya, mendengarkan detak jantung, dan mencatat beberapa gejala lainnya.Saat pemeri
“Dari mana kau dapat gelang itu?” Ucap James dengan serius.Gadis itu tampak tersentak saat ditarik keruangan pria itu dengan ekspresi dingin.“Itu… Saya menemukannya di ranjang hotel.” Cicit gadis itu dengan ketakutan.James menatap gadis itu dengan tatapan tajam, mencoba memahami situasi ini sepenuhnya. Kata-katanya begitu serius dan jelas bahwa ia ingin jawaban yang pasti."Ranjang hotel?" ulang James dengan nada lebih lembut, meskipun matanya tetap menyiratkan ketegangan. "Apa yang sebenarnya terjadi di sana?"Gadis itu menunduk, suaranya bergetar ketika menjawab, "Saya... saya tidak tahu persisnya, saya terlalu mabuk malam itu. Tapi ketika saya terbangun, saya sendirian di kamar hotel itu, dan... gelang ini ada di sebelah saya. Saya… hanya mencoba mencari pemiliknya, karena saya tidak tahu harus bagaimana lagi."James menatap serius gadis itu, dan kembali bertanya. “Untuk apa kau mencarinya? Bukankah kau sudah terbiasa melayani pria?”Disya, gadis SMA itu terkejut mendengar ucapa
TING! TONG!Suara bel pintu apartemen James berbunyi, pria yang baru saja selesai mandi itu segera membuka pintu untuk melihat siapa tamu yang datang.Tapi begitu melihat wajah Claire yang berada di balik pintu, ia tersenyum disertai rasa terkejut.“Kau mengantarnya sendiri?” Claire yang berada di balik pintu tersenyum cerah dan menarik Leonidas untuk lebih dekat, “Tidak, aku bersama Leon.”James yang melihat itu hanya bisa tersenyum canggung, “Ah, iya. Aku lupa jika pria di sebelahmu tak mungkin membiarkanmu sendiri. Ayo masuk.” Ucap James mempersilahkan mereka untuk masuk.Leonidas tersenyum tipis sambil melingkarkan lengannya di bahu Claire, membuat James semakin menyadari kedekatan mereka. Claire melirik Leonidas sejenak, lalu berkata dengan ramah, “Terima kasih, Jam. Kami hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja.”James mengangguk, mencoba mengusir rasa canggung yang merayap di dalam dirinya. “Aku baik-baik saja, hanya beberapa hari yang cukup sibuk,” katanya, sambil mempersil
“Baru pulang?”Suara Ethan yang duduk di ruang tamu saat Cliare baru kembali tampak begitu datar.Claire yang terkejut langsung menatap ke arah kakaknya, “Kakak, kau mengejutkanku.” Ucap Claire dengan tersenyum lalu berlari kecil untuk ikut duduk bersama pria itu.“Kakak menungguku pulang?”Ethan hanya mengangguk lalu menatap ke arah adiknya, “Semenjak hubunganmu semakin baik, kau jarang makan di rumah. Pria itu benar-benar kembali memanipulasimu.”Claire tertawa mendengar hal itu, “Apa sih kak, aku kan juga sibuk kerja dan kebetulan juga aku dan Leonidas berangkat dan pulang bersama, apa salahnya makan bersamanya?”Ethan menghela napas, lalu menatap Claire dengan sorot mata yang sulit ditebak. "Bukan itu maksudku, Claire. Aku hanya khawatir kalau kau terlalu banyak bergantung padanya lagi. Kau tahu, dulu Leonidas sempat meninggalkanmu, dan aku tidak ingin melihatmu terluka lagi."Claire tersenyum lembut, memahami kekhawatiran kakaknya. "Aku mengerti, Kak. Tapi Leonidas sudah berubah.
“Kau masih bekerja, Ethan?”Suara Ashilla yang lembut sambil memeluk Ethan, membuat pria itu terkejut dan tersenyum.“Sudah pulang? Bagaimana gaunnya, apakah cocok?” Tanya Ethan dengan lembut sambil memutar kursinya dan menarik tangan Ashilla untuk duduk di pangkuannya.Ashilla tersenyum, meletakkan kepalanya di bahu Ethan. "Iya, kami menemukan gaun yang sempurna. Claire benar-benar membantu memilih yang paling indah," jawabnya sambil memandangnya dengan penuh cinta.Ethan tersenyum lembut, menggenggam tangan Ashilla. "Aku senang mendengarnya. Claire selalu punya selera yang bagus. Apa kamu merasa lebih tenang sekarang setelah menemukan gaun itu?"Ashilla mengangguk. "Sangat. Tadi sempat gugup, tapi sekarang rasanya seperti sudah semakin dekat ke hari istimewa kita."Ethan mengusap punggung Ashilla dengan lembut, menatap matanya dengan penuh ketulusan. "Aku ingin hari itu menjadi hari paling membahagiakan untukmu, Shilla. Apa pun yang kamu inginkan, aku akan mewujudkannya."Ashilla me
TING! TONG!Suara bel pintu apartemen membuat James yang lembur di ruang kerjanya tampak mengernyit.“Sudah jam sebelas malam, siapa yang bertamu?” Gumamnya sambil melihat jam di atas dinding.Tapi bunyi bel itu kembali berbunyi, yang membuat rasa penasaran James semakin tinggi. Dengan berjalan menuju ke arah pintu, dia melihat ke monitor yang menghubungkan kamera di depan pintu untuk melihat siapa tamu yang datang.Begitu melihat Disya yang datang dengan keadaan yang jauh dari kata rapi, dia langsung bergegas membuka pintu.“Disya??!” Suaranya tercekat saat melihat keadaan gadis itu, tubuh basah kuyub dengan seragam sekolahnya dan tas kecil yang dia peluk erat seolah dia telah diusir dari rumah.Mata sembab Disya yang menatap James membuat pria itu tampak prihatin.James tanpa pikir panjang langsung menarik Disya masuk ke dalam apartemennya dan menutup pintu dengan cepat. "Disya, apa yang terjadi? Kenapa kau bisa sampai di sini dalam keadaan seperti ini?" tanyanya dengan nada cemas,