“Video sudah di dapat, resolusinya cukup jelas sehingga jika disebarkan akan berdampak sangat besar, apa lagi yang harus kita lakukan?” Tanya Spy two pada tuan Kaizer yang tengah duduk disana.“Menantuku sudah memberikan izin, hancurkan juga anak pertamanya. Bukankah dia pengedar barang terlarang? Kumpulkan bukti dan biarkan pihak yang berwajib yang mengurus sisanya. Aku ingin Derrick hancur dan perusahaannya rugi besar besok pagi, karena skandal anaknya itu.” Ucap tuan Kaizer dengan dingin.Spy Two mengangguk dengan patuh, wajahnya tanpa ekspresi saat dia menerima perintah dari Tuan Kaizer. "Baik, Tuan. Kami akan segera mengatur segalanya," jawabnya dengan tegas.Tuan Kaizer menatap kosong ke arah jendela, memikirkan rencana yang sudah dirancang dengan matang. "Pastikan tidak ada yang tersisa, setiap jejak harus bersih. Ini bukan hanya tentang menghancurkan Derrick, tapi juga memberi peringatan kepada yang lain. Tidak ada yang boleh bermain-main dengan keluargaku."Spy Two dengan cep
“Kau hampir berhasil!!” Claire tampak sangat bahagia saat melakukan terapi kaki Leonidas siang ini, karena pria itu sudah mulai bisa berdiri meskipun hanya lima detik pertama.“Perkembanganmu cukup bagus, apakah kakimu merasakan sesuatu?” Tanya Claire dengan begitu semangat.Leonidas merespons dengan anggukan singkat, meskipun ekspresinya tetap tenang seperti biasa. Menyembunyikan kesembuhan kakinya pada Claire.“Ada sedikit rasa pegal, tapi tidak seburuk yang kubayangkan,” jawab Leonidas, suaranya datar namun tegas. Dia mengamati antusiasme Claire dan tidak bisa menahan diri untuk merasa terhibur oleh semangatnya."Kau benar-benar serius mengawasi proses pemulihanku," lanjutnya, sedikit canda dalam suaranya, meskipun tatapannya tetap fokus.Claire tersenyum lebar, tidak bisa menyembunyikan rasa bangganya. "Tentu saja. Aku ingin memastikan kau kembali pulih sepenuhnya. Lagipula, semakin cepat kau sembuh, semakin cepat kita bisa melanjutkan hidup normal kita."Leonidas menatap Claire
“Jadi kapan kalian bercerai?”Pertanyaan yang keluar dari mulut Alexandra tersebut membuat Leonidas menatap tajam ke arah wanita itu.“Apakah penddikanmu yang tinggi itu tidak pernah diajarkan sopan santun?” Tanyanya dengan tegas.Alexandra menaikkan alisnya, “Bukankah kalian hanya menikah kontrak? Apakah aku salah bertanya begitu. Benarkan, Claire?” Alexandra mencoba mencari dukungan.Claire yang sejak tadi diam melirik ke arah dua orang itu dengan senyum tipis lalu meletakkan teh hijaunya dengan anggun di meja.“Benar, aku bisa memaklumi ketidaksabaranmu untuk bersama Leonidas sekarang. Tapi tenanglah Leonidas sudah hampir bisa berjalan, setelah itu aku tak akan mengganggu hubungan kalian.” Ucap Claire dengan lembut mengabaikan tatapan Leonidas yang tajam ke arahnya.Leonidas mengatupkan rahangnya dengan tegas, tidak menyukai arah percakapan ini sama sekali. "Claire, itu tidak perlu diucapkan seperti itu," ujarnya dengan nada dingin, namun ada sedikit nada kekhawatiran yang tersembu
Menu makan malam ini adalah steak khas keluarga Filbert, dimana memiliki rasa yang sedikit berbeda dari steak biasanya.“Makanan apa ini? Bisa di makan?” Komentar Alexandra karena belum pernah melihat ada steak diolesi dengan keju seperti ini.Leonidas langsung menatap tajam Alexandra karena mengontari masakan istrinya. “Jika kau tak suka pergilah. Aku dan istriku ingin makan malam dengan tenang.” Ucapnya dengan dingin.Alexandra terkejut dengan reaksi Leonidas yang begitu tajam, tetapi dia mencoba menahan diri untuk tidak menunjukkan rasa tersinggungnya. "Maaf, aku hanya belum pernah melihat steak seperti ini sebelumnya," jawabnya dengan nada yang lebih lembut, berusaha menghindari konflik lebih lanjut.Claire, yang baru saja selesai menyiapkan steak, menatap Alexandra dengan senyum tenang. "Ini adalah resep keluarga Filbert, dan rasanya memang sedikit berbeda. Tapi jika tidak suka, tak perlu dipaksakan. Aku yakin ada makanan lain yang mungkin lebih sesuai dengan seleramu."Leonidas
“Kau kenapa sejak semalam senyum-senyum sendiri?” Tanya Claire dengan bingung, sejak malam malam semalam sikap Leonidas entah mengapa sedikit berbeda dan pria itu lebih banyak tersenyum dari biasanya.“Tidak ada.” Ucap Leonidas yang berusaha tenang.Claire yang tak ingin peduli hanya mengangguk dan melanjutkan sarapannya.“Oh iya, apakah aku bisa keluar dengan kakak ku hari ini? Dia ingin memberikan hadiah untuk calon tunangannya yang akan berulang tahun.” Tanya Claire dengan antusias.“Dia sudah punya tunangan?” Tanya Leonidas dengan mengerutkan dahinya seolah itu adalah berita yang langka.Claire mengangguk, “Aku juga bingung, karena kakak sangat tertutup masalah asmaranya tapi kemarin dia menghubungiku untuk menemaninya membeli kado untuk calon tunangannya.” “Oh, jika begitu pergilah. Aku tak akan melarangmu.” Ucap Leonidas dengan lembut seolah dia adalah pria luhur yang tidak mengekang wanitanya.“Oke, aku akan membelikan sesuatu sesuatu untukmu nanti.” Claire tampak bersemangat.
“Claire, kak Ethan?” Tiba-tiba suara James yang kebetulan juga ada di pusat perbelanjaan tersebut terdengar.Claire dan Ethan yang sedang makan siang langsung menoleh. “Kau disini juga, James?” Ucap Ethan dengan tenang.“Iya, aku sedang membeli beberapa peralatan dapur. Aku baru pindah ke apartemen jadi barangnya belum lengkap.” Ucap James sambil menunjukkan belanjaannya pada mereka.“Kau masih sama saja tidak suka tinggal di mansion ya?” Tanya Claire dengan tenang.James menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.“Aku merasa terlalu besar dan sepi, mungkin saat menikah aku akan tinggal di mansion.” Ucap James dengan tenang sambil melihat ke arah Claire penuh arti.Ethan yang mengamati itu diam-diam tersenyum, “Baguslah, jika berkumpul seperti ini jadi ingat masa sekolah. Kau yang selalu menggendong Claire jika dia terjatuh karena kecerobohannya.” “Kakak! Ish, jangan membuatku malu. Itu kan saat aku masih SD.”James tertawa ringan mendengar keluhan Claire, kenangan masa kecil mer
“Kau sudah pulang, Claire?” Leonidas menyambut Claire dengan senyum yang terpasang indah.Dengan kursi roda yang di dorong oleh Kendrick, dia mulai mendekati wanita itu yang membawa barang belanjaan yang tidak terlalu banyak.Claire langsung menghampiri Leonidas dengan mood yang baik, “Iya, apakah kau sudah makan malam?” Tanya Claire dengan penuh perhatian.“Aku menunggu istriku, tapi sepertinya istriku telah makan bersama orang lain.” Ucap Leonidas yang masih mempertahankan senyumannya.Claire tersenyum tipis, merasa sedikit bersalah tapi tetap menjaga nada suaranya ceria. "Aku memang makan siang dengan James dan kak Ethan. Kami bertemu secara kebetulan di pusat perbelanjaan, dan setelah itu, aku dan James menghabiskan waktu bersama. Tapi, aku tidak makan malam, jadi kita bisa makan bersama sekarang."Leonidas mengangguk perlahan, tatapannya tetap fokus pada Claire. "Baguslah. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu malam ini."Claire meletakkan belanjaannya di meja, lalu berjalan mend
“Tinggal menambah ini dan….” Gumam Claire dengan semangat saat dia mulai meracik obat untuk kesebuhan kaki Leonidas.“Boom! Sempurna.” Katanya pelan dengan penuh antusias.Claire menatap campuran obat di depannya dengan rasa puas. Setelah beberapa hari bereksperimen, akhirnya dia berhasil menciptakan formula yang sempurna untuk mempercepat pemulihan kaki Leonidas. Dia tersenyum lebar, merasa bangga dengan usahanya."Ini akan membuatnya segera bisa berjalan," pikir Claire sambil memasukkan obat itu ke dalam wadah kecil. Sambil merapikan peralatannya, Claire membayangkan reaksi Leonidas saat dia melihat hasil dari usaha kerasnya ini. "Semoga ini bisa membuatmu bahagia," gumamnya, berharap obat itu juga bisa sedikit meredakan kekhawatirannya tentang masa depan mereka.Setelah semuanya siap, Claire membersihkan area kerjanya dan bersiap untuk memberikan kabar baik ini kepada Leonidas.Saat sudah selesai dia mulai membersihkan diri karena bau obat kimia cukup melekat padanya, sehingga mem
Di tengah aula pernikahan yang megah, dihiasi dengan bunga mawar putih dan biru yang melambangkan kesucian dan ketulusan, suasana terasa syahdu. Lampu kristal menggantung indah, memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan, sementara musik orkestra mengalun pelan, menambah kesakralan momen.Leonidas berdiri tegap di depan altar, mengenakan setelan hitam elegan dengan dasi putih yang sempurna. Matanya tak pernah lepas dari Claire yang berjalan mendekatinya dengan langkah anggun. Claire tampak bagaikan dewi dalam balutan gaun putih panjang, dihiasi renda dan kristal yang berkilau lembut setiap kali terkena cahaya. Senyum di wajahnya memancarkan kebahagiaan yang tak terbendung.Pendeta membuka upacara dengan suara tenang namun penuh wibawa. “Hari ini, kita berkumpul untuk menyaksikan penyatuan dua jiwa dalam cinta yang suci. Leonidas dan Claire telah memilih untuk mengikat janji, berkomitmen untuk saling mencintai, mendukung, dan menghormati sepanjang hidup mereka.”Suasana menjadi henin
“Leonidas, bagaimana menurutmu gaun pengantin ini?” Kata Claire sambil memutar tubuhnya memperlihatkan gaun putih yang sangat cantik di hadapan Leonidas.Leonidas, yang tengah duduk di sofa dengan sikap santai, menatap Claire dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mata tajamnya melunak, dan bibirnya melengkung dalam senyuman tipis yang penuh kekaguman. "Kau terlihat luar biasa, Claire. Seperti seorang malaikat," katanya dengan nada serius, namun penuh kehangatan.Claire mengangkat alisnya, mencoba membaca ekspresi pria itu. "Hanya luar biasa? Tidak ada komentar lain?" tanyanya, berpura-pura cemberut.Leonidas berdiri dan berjalan mendekatinya, matanya tak pernah lepas dari sosok wanita yang kini menjadi pusat dunianya. Dia berhenti tepat di depan Claire, tangannya dengan lembut menyentuh pinggangnya. "Luar biasa mungkin tidak cukup untuk menggambarkanmu. Tapi kata-kata sulit menjelaskan apa yang kulihat sekarang," bisiknya dengan senyum menggoda.Claire memutar bola matanya, meskipun ro
Langkah kaki yang tampak buru-buru menggema di lorong hotel, seolah pria itu tengah dikejar waktu.Saat sampai di kamar hotelnya, dia langsung membuka pintunya dengan cepat.“Honey, aku sudah membawa dokternya.” Kata pria itu, yang tak lain adalah Ethan.Ethan kemudian menatap ke arah dokter wanita itu, “Tolong tangani istri saya, sejak tadi dia mengeluh kesakitan dari area bawah.” Kata Ethan dengan serius.Dokter itu mengangguk dan Ethan kembali menutup pintu menunggu diluar, perasaannya sangat cemas dan khawatir terlebih ini adalah bulan madu mereka.Di dalam kamar, dokter itu segera mendekati Ashilla, yang terlihat meringis kesakitan sambil memegangi perut bagian bawahnya. "Nyonya Ashilla, bisakah Anda menjelaskan rasa sakitnya? Apakah terasa seperti kram atau lebih tajam?" tanya dokter itu dengan lembut, mulai memeriksa Ashilla. Ashilla mengangguk lemah. "Rasanya tajam, terutama di sisi kiri. Saya juga merasa mual sejak pagi tadi." Dokter itu mengangguk, memasang stetoskopnya
“Apakah tuan tidur, nona?” Tanya Kendrick begitu melihat Claire keluar dari kamar.Claire mengangguk, “Terimakasih, ken. Jika kau tak memberiku kabar kemarin mungkin aku akan terlambat mengobati Leonidas.” Kata Claire dengan tulus.Kendrick mengangguk, “Iya nona, saya juga melihat kondisi tuan semakin parah meskipun telah di obati oleh dokter profesional. Sepertinya memang hanya anda yang bisa menyembuhkan tuan Leonidas.”Claire tersenyum tipis, “Bisakah aku meminta bantuan untuk membelikan beberapa herbal ini? Aku ingin membuat obat untuk Leonidas ketika dia sudah sadar nanti.” Kata Claire sambil menyerahkan kertas berisi beberapa herbal disana.Kendrick menerima kertas itu dengan anggukan hormat, membaca daftar herbal yang dituliskan oleh Claire. "Tentu, nona. Saya akan segera mencarinya. Ada toko herbal yang cukup lengkap di dekat sini, saya akan memastikannya tersedia." Claire tersenyum lelah. "Terima kasih, Ken. Aku hanya ingin memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik. Aku t
“Tuan, minum obatnya.” Kata Kendrick dengan penuh perhatian merawat Leonidas.Racun yang berada di tubuh Leonidas tak sepenuhnya hilang, obat hanya berusaha untuk mengurangi rasa sakitnya.“Apa tidak sebaiknya kita beritahu nona Claire, tuan? Saya yakin nona Claire juga khawatir karena anda tak pernah menghubunginya.” Saran Kendrick.Leonidas setelah minum obat merebahkan tubuhnya kembali, mendengar ucapan Kendrick dia hanya bisa menatap langit-langit kamarnya.“Jika aku menelponnya, dia pasti tahu aku sedang dalam kondisi buruk hanya dengar suaraku. Aku tak ingin dia langsung terbang kesini dengan perasaan buruk.” Kata Leonidas dengan pelan.Kendrick menghela nafasnya kemudian bangkit, “Saya akan membuatkan bubur untuk anda, tolong tetap istirahat di kamar.” Kata Kendrick dengan pelan.Leonidas mengangguk kemudian memejamkan matanya, kamarnya kembali sunyi hingga dering ponselnya membuat suasana hening langsung pecah.Dia dengan perlahan meraih ponselnya, disana nama Claire muncul.D
Sudah satu minggu dari yang dijanjikan, Leonidas tak ada kabar.Claire merasa hidupnya sangat hampa terlebih saat pria itu mengingkari janjinya.“Apanya yang tiga hari, sampai sekarang dia bahkan tak mengirimiku pesan.” Gumamnya dengan kesal.Di rumah sangat sepi kali ini, kakaknya sudah menikah dan bulan madu di maladewa sedangkan kedua orang tuanya sedang dinas di luar negeri. Dia benar-benar ditinggal sendiri oleh semua orang.Helaan nafas panjang terdengar di kamar wanita itu, jika dulu dia masih mepunyai James yang menemaninya. Tapi semenjak dia menolaknya, ia merasa bersalah dan tak eak jika datang hanya ketika dia kesepian.Tapi melihat postingan James beberapa hari lalu, sepertinya dia sudah melamar seorang gadis lain.“Aku penasaran, siapa yang berhasil menyembuhkan James.” Gumam Claire dengan tersenyum tipis.Dia juga berharap James mendapatkan gadis yang jauh lebih baik darinya.Hingga akhirnya dia tertidur di sofa, televisi yang masih menyala membuat ruangan itu tetap tera
“Huhhh!!! Akhirnya acaranya selesai juga walaupun agakberantakan karena wanita itu.” Kata Claire sambil merebahkan dirinya di kasur besar miliknya.Leonidas tersenyum membantu wanita itu melepaskan high heels miliknya yang masih di pakai, “Mandilah lalu tidur.”“Kau akan menginap kan?” Tanya Claire pada tunangannya itu sambil duduk kembali.Leonidas menggeleng, “Aku akan terbang ke Jerman malam ini, tiga hari kedepan jangan membuat ulah.” Katanya sambil merapikan poni Claire dengan lembut.Claire yang mendengar itu mengernyitkan dahinya, “Kenapa mendadak?”Leonidas menarik napas panjang, memandang Claire dengan mata yang serius namun tetap lembut. “Ada urusan mendesak yang harus aku tangani di sana,” katanya sambil terus merapikan rambut Claire. “Proyek penting perusahaan membutuhkan pengawasan langsung, dan aku tidak bisa mempercayakannya pada orang lain.” Claire melipat tangannya di dada, tampak tidak puas. “Kau selalu seperti ini. Setiap kali aku merasa kita bisa punya waktu lebi
Hari itu, cuaca sangat cerah, seolah alam ikut merayakan kebahagiaan Ethan dan Ashilla. Sepanjang jalan menuju venue pernikahan, karangan bunga dengan berbagai desain menawan menghiasi kiri dan kanan, menampilkan ucapan selamat dari keluarga, teman, hingga kolega mereka.Venue pernikahan, sebuah taman indah dengan nuansa klasik, dipenuhi bunga mawar putih dan merah muda yang melambangkan cinta dan kemurnian. Para tamu berdatangan mengenakan pakaian formal, membawa senyum bahagia untuk menyaksikan momen bersejarah dalam hidup kedua mempelai.Ashilla, mengenakan gaun pengantin putih panjang dengan detail renda yang elegan, berjalan anggun di altar ditemani oleh ayahnya. Di ujung sana, Ethan berdiri gagah dengan setelan jas hitam yang sempurna, matanya berbinar penuh cinta saat melihat Ashilla mendekat.Musik lembut mengalun, menambah suasana haru dan romantis. Saat Ashilla tiba di depan altar, Ethan mengulurkan tangannya, menyambutnya dengan senyum hangat. “Kau tampak luar biasa hari in
“Ashillaa!” Suara Lucia, ibu Ethan yang terdengar dari dalam membuat Ashilla yang akan masuk ke dalam mansion tersenyum.Pelukan hangat Lucia langsung menyambutnya, seolah wanita itu telah menunggunya lama.“Ibu khawatir kau tak akan kembali karena kebodohan Ethan.” Ucap Lucia dengan tulus.Ashilla terkekeh, “Maaf aku membuat khawatir ibu dan ayah mertua.” Kata Ashilla sambil mencium kedua pipi ibu mertuanya dengan lembut.Lucia tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca karena lega melihat Ashilla kembali. “Kau seperti putriku sendiri, Ashilla. Aku tak ingin kehilanganmu. Ethan itu memang keras kepala, tapi aku tahu dia mencintaimu lebih dari apa pun.”Ashilla mengangguk pelan, senyumnya menenangkan. “Aku tahu, Bu. Meskipun aku marah padanya, aku tak bisa benar-benar meninggalkannya. Dia membuatku kesal, tapi dia juga membuatku merasa dicintai.”“Dia memang seperti itu, selalu membuat kekacauan sebelum akhirnya memperbaikinya,” ujar Lucia sambil menggelengkan kepala. “Tapi aku tahu, den