Acara pembukaan kantor James di Jerman tergelar cukup sederhana bagi kantor sebesar Swan’s Group. Dengan membantu Leonidas, Claire menuju ke ballroom kantor tersebut dimana semua orang suah datang.“Sepertinya kita telat.” Ucap Claire pada Leonidas.“Biarkan saja, ini juga hanya acara pembukaan.” Ucap Leonidas dengan cuek.Claire mengangguk, meskipun sedikit merasa tidak enak karena datang terlambat. Namun, melihat Leonidas yang tampak tenang dan tidak terlalu peduli, dia mencoba untuk rileks dan menikmati suasana. Ballroom kantor Swan’s Group di Jerman tersebut tampak elegan dengan dekorasi sederhana namun berkelas, mencerminkan citra profesional perusahaan.Ketika mereka masuk, beberapa orang menoleh ke arah mereka, dan Claire merasakan sejenak tatapan penasaran dari beberapa tamu. Namun, Leonidas dengan tenang mengabaikan tatapan tersebut, Claire yang mendorong kursi roda Leonidas di belakang merasa kurang nyaman dengan hal ini.James, yang sedang berbincang dengan beberapa kolega
“Huh, akhirnya sudah selesai.” Gumam Claire saat mereka masuk ke dalam mobil dan mulai berjalan menjauh dari kantor James.“Ya, rasanya tidak asik.” Sahut Leonidas dengan tenang.Claire melirik ke arah pria itu, “Kenapa aku merasa kau membencinya? Dia tidak seperti yang kau pikirkan, Leo. Jadi jika kita bertemu lagi tolong bersikap ramah sedikit.” “Apa aku harus bersikap ramah pada kekasihmu?” Tanya Leonidas dengan tenang menyembunyikan emosi yang terpendam.“Ya itu….” Claire menggigit bibirnya, jika dia mengelak dia nanti bingung siapa yang akan menjadi kekasih pura-puranya saat ingin bercerai pada Leonidas.Saat itu dia juga sudah mengatakan jika dia punya kekasih. Tapi tadi dia mengenalkannya sebagai sahabat kecilnya, apakah tak masalah?“Toh Leonidas tak tahu.” Gumamnya dalam hati.“Ya bagaimana pun dia juga sahabatku kan, meskipun aku menikah denganmu kitakan hanya menikah sebatas rekan kerja yang saling menguntungkan. Aku untung karena tak akan merasa bersalah dan kau diuntungk
Tubuh Claire dan Leonidas terbawa oleh arus sungai yang deras, Claire tak tahu sejauh mana mereka sudah berenang dan berapa menit mereka seperti ini.Tubuh Claire mulai semakin lemas, rasa sakit dan kehilangan banyak darah membuatnya pusing.Tapi jika dia tak membawa Leonidas ke tepian, mereka bisa mati.Claire berjuang melawan rasa pusing yang semakin kuat dan pandangannya yang mulai kabur, tetapi dia tahu dia tidak bisa menyerah. Dengan sisa kekuatannya, dia merangkul Leonidas lebih erat, berusaha menavigasi arus yang deras ke tepian sungai. Setiap gerakan terasa menyakitkan, dan setiap detik yang berlalu, darah terus mengalir dari lukanya, membuat tubuhnya semakin lemah.Saat mereka akhirnya mendekati tepian, Claire merasakan tanah di bawah kakinya. Dengan susah payah, dia berhasil membawa Leonidas ke tempat yang lebih aman di tepi sungai, di bawah naungan pepohonan hutan yang lebat. Napasnya terengah-engah, tubuhnya gemetar, tetapi mereka berdua selamat—setidaknya untuk sementara.
BRAK!!!Suara dobrakan pintu terdengar keras, Dion yang mendobrak pintu itu langsung masuk ke dalam untuk memeriksa.Tapi saat melihat Leonidas yang tengah berdiri dengan menggendong nyonya muda, dia tidak bisa tidak terkejut melihat itu.“T-tuan anda sudah bisa berdiri?!” Leonidas mengangkat kepalanya, menatap Dion dengan ekspresi datar meski tubuhnya terasa sangat lelah. "Aku tidak punya pilihan," jawabnya, suaranya rendah namun penuh tekad. "Claire membutuhkan bantuan. Aku tidak bisa membiarkan dia mati di sini."Dion masih terkejut, tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Leonidas, yang selama ini lumpuh, sekarang berdiri dan bahkan menggendong Claire yang terluka parah. Ini adalah pemandangan yang tidak pernah dia bayangkan."Tuan, kita harus segera pergi dari sini," kata Dion, cepat-cepat memanggil pengawal lain untuk membantu. "Kami akan membawa kalian ke tempat yang lebih aman. Ada tim medis yang sudah kami panggil."Leonidas mengangguk, namun saat Dion ingin mengambil tubuh C
Dunia rasanya seperti berputar, Claire yang baru siuman merasakan sakit kepala hebat.“Apa sudah mati?” Gumamnya karena hanya melihat ruangan serba putih diatas.Tapi saat mencium bau obat-obatan rumah sakit, Claire menjadi sadar kembali jika dia saat ini tengah menjadi pasien.“Kau sudah sadar?” Suara Leonidas yang lembut membuat Claire tanpa sadar menengok ke arah sumber suara.“Berapa hari aku tak sadar?” Tanya Claire, karena rasanya tubuhnya sangat kaku sekarang.Leonidas tersenyum tipis melihat Claire yang perlahan mulai sadar. "Kau tidak lama tak sadar, hanya sekitar satu hari," jawabnya dengan lembut, masih duduk di kursi roda di samping tempat tidur Claire. Wajahnya tampak tenang, meskipun di dalam hatinya, kekhawatiran masih mengintai."Kau terluka cukup parah, jadi dokter memberimu obat penenang untuk membantumu beristirahat," lanjutnya, tetap menjaga nada suaranya agar tetap tenang. "Bagaimana perasaanmu sekarang? Apa ada yang terasa sakit?" Claire yang mendengar perhatian
“Video sudah di dapat, resolusinya cukup jelas sehingga jika disebarkan akan berdampak sangat besar, apa lagi yang harus kita lakukan?” Tanya Spy two pada tuan Kaizer yang tengah duduk disana.“Menantuku sudah memberikan izin, hancurkan juga anak pertamanya. Bukankah dia pengedar barang terlarang? Kumpulkan bukti dan biarkan pihak yang berwajib yang mengurus sisanya. Aku ingin Derrick hancur dan perusahaannya rugi besar besok pagi, karena skandal anaknya itu.” Ucap tuan Kaizer dengan dingin.Spy Two mengangguk dengan patuh, wajahnya tanpa ekspresi saat dia menerima perintah dari Tuan Kaizer. "Baik, Tuan. Kami akan segera mengatur segalanya," jawabnya dengan tegas.Tuan Kaizer menatap kosong ke arah jendela, memikirkan rencana yang sudah dirancang dengan matang. "Pastikan tidak ada yang tersisa, setiap jejak harus bersih. Ini bukan hanya tentang menghancurkan Derrick, tapi juga memberi peringatan kepada yang lain. Tidak ada yang boleh bermain-main dengan keluargaku."Spy Two dengan cep
“Kau hampir berhasil!!” Claire tampak sangat bahagia saat melakukan terapi kaki Leonidas siang ini, karena pria itu sudah mulai bisa berdiri meskipun hanya lima detik pertama.“Perkembanganmu cukup bagus, apakah kakimu merasakan sesuatu?” Tanya Claire dengan begitu semangat.Leonidas merespons dengan anggukan singkat, meskipun ekspresinya tetap tenang seperti biasa. Menyembunyikan kesembuhan kakinya pada Claire.“Ada sedikit rasa pegal, tapi tidak seburuk yang kubayangkan,” jawab Leonidas, suaranya datar namun tegas. Dia mengamati antusiasme Claire dan tidak bisa menahan diri untuk merasa terhibur oleh semangatnya."Kau benar-benar serius mengawasi proses pemulihanku," lanjutnya, sedikit canda dalam suaranya, meskipun tatapannya tetap fokus.Claire tersenyum lebar, tidak bisa menyembunyikan rasa bangganya. "Tentu saja. Aku ingin memastikan kau kembali pulih sepenuhnya. Lagipula, semakin cepat kau sembuh, semakin cepat kita bisa melanjutkan hidup normal kita."Leonidas menatap Claire
“Jadi kapan kalian bercerai?”Pertanyaan yang keluar dari mulut Alexandra tersebut membuat Leonidas menatap tajam ke arah wanita itu.“Apakah penddikanmu yang tinggi itu tidak pernah diajarkan sopan santun?” Tanyanya dengan tegas.Alexandra menaikkan alisnya, “Bukankah kalian hanya menikah kontrak? Apakah aku salah bertanya begitu. Benarkan, Claire?” Alexandra mencoba mencari dukungan.Claire yang sejak tadi diam melirik ke arah dua orang itu dengan senyum tipis lalu meletakkan teh hijaunya dengan anggun di meja.“Benar, aku bisa memaklumi ketidaksabaranmu untuk bersama Leonidas sekarang. Tapi tenanglah Leonidas sudah hampir bisa berjalan, setelah itu aku tak akan mengganggu hubungan kalian.” Ucap Claire dengan lembut mengabaikan tatapan Leonidas yang tajam ke arahnya.Leonidas mengatupkan rahangnya dengan tegas, tidak menyukai arah percakapan ini sama sekali. "Claire, itu tidak perlu diucapkan seperti itu," ujarnya dengan nada dingin, namun ada sedikit nada kekhawatiran yang tersembu
Di tengah aula pernikahan yang megah, dihiasi dengan bunga mawar putih dan biru yang melambangkan kesucian dan ketulusan, suasana terasa syahdu. Lampu kristal menggantung indah, memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan, sementara musik orkestra mengalun pelan, menambah kesakralan momen.Leonidas berdiri tegap di depan altar, mengenakan setelan hitam elegan dengan dasi putih yang sempurna. Matanya tak pernah lepas dari Claire yang berjalan mendekatinya dengan langkah anggun. Claire tampak bagaikan dewi dalam balutan gaun putih panjang, dihiasi renda dan kristal yang berkilau lembut setiap kali terkena cahaya. Senyum di wajahnya memancarkan kebahagiaan yang tak terbendung.Pendeta membuka upacara dengan suara tenang namun penuh wibawa. “Hari ini, kita berkumpul untuk menyaksikan penyatuan dua jiwa dalam cinta yang suci. Leonidas dan Claire telah memilih untuk mengikat janji, berkomitmen untuk saling mencintai, mendukung, dan menghormati sepanjang hidup mereka.”Suasana menjadi henin
“Leonidas, bagaimana menurutmu gaun pengantin ini?” Kata Claire sambil memutar tubuhnya memperlihatkan gaun putih yang sangat cantik di hadapan Leonidas.Leonidas, yang tengah duduk di sofa dengan sikap santai, menatap Claire dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mata tajamnya melunak, dan bibirnya melengkung dalam senyuman tipis yang penuh kekaguman. "Kau terlihat luar biasa, Claire. Seperti seorang malaikat," katanya dengan nada serius, namun penuh kehangatan.Claire mengangkat alisnya, mencoba membaca ekspresi pria itu. "Hanya luar biasa? Tidak ada komentar lain?" tanyanya, berpura-pura cemberut.Leonidas berdiri dan berjalan mendekatinya, matanya tak pernah lepas dari sosok wanita yang kini menjadi pusat dunianya. Dia berhenti tepat di depan Claire, tangannya dengan lembut menyentuh pinggangnya. "Luar biasa mungkin tidak cukup untuk menggambarkanmu. Tapi kata-kata sulit menjelaskan apa yang kulihat sekarang," bisiknya dengan senyum menggoda.Claire memutar bola matanya, meskipun ro
Langkah kaki yang tampak buru-buru menggema di lorong hotel, seolah pria itu tengah dikejar waktu.Saat sampai di kamar hotelnya, dia langsung membuka pintunya dengan cepat.“Honey, aku sudah membawa dokternya.” Kata pria itu, yang tak lain adalah Ethan.Ethan kemudian menatap ke arah dokter wanita itu, “Tolong tangani istri saya, sejak tadi dia mengeluh kesakitan dari area bawah.” Kata Ethan dengan serius.Dokter itu mengangguk dan Ethan kembali menutup pintu menunggu diluar, perasaannya sangat cemas dan khawatir terlebih ini adalah bulan madu mereka.Di dalam kamar, dokter itu segera mendekati Ashilla, yang terlihat meringis kesakitan sambil memegangi perut bagian bawahnya. "Nyonya Ashilla, bisakah Anda menjelaskan rasa sakitnya? Apakah terasa seperti kram atau lebih tajam?" tanya dokter itu dengan lembut, mulai memeriksa Ashilla. Ashilla mengangguk lemah. "Rasanya tajam, terutama di sisi kiri. Saya juga merasa mual sejak pagi tadi." Dokter itu mengangguk, memasang stetoskopnya
“Apakah tuan tidur, nona?” Tanya Kendrick begitu melihat Claire keluar dari kamar.Claire mengangguk, “Terimakasih, ken. Jika kau tak memberiku kabar kemarin mungkin aku akan terlambat mengobati Leonidas.” Kata Claire dengan tulus.Kendrick mengangguk, “Iya nona, saya juga melihat kondisi tuan semakin parah meskipun telah di obati oleh dokter profesional. Sepertinya memang hanya anda yang bisa menyembuhkan tuan Leonidas.”Claire tersenyum tipis, “Bisakah aku meminta bantuan untuk membelikan beberapa herbal ini? Aku ingin membuat obat untuk Leonidas ketika dia sudah sadar nanti.” Kata Claire sambil menyerahkan kertas berisi beberapa herbal disana.Kendrick menerima kertas itu dengan anggukan hormat, membaca daftar herbal yang dituliskan oleh Claire. "Tentu, nona. Saya akan segera mencarinya. Ada toko herbal yang cukup lengkap di dekat sini, saya akan memastikannya tersedia." Claire tersenyum lelah. "Terima kasih, Ken. Aku hanya ingin memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik. Aku t
“Tuan, minum obatnya.” Kata Kendrick dengan penuh perhatian merawat Leonidas.Racun yang berada di tubuh Leonidas tak sepenuhnya hilang, obat hanya berusaha untuk mengurangi rasa sakitnya.“Apa tidak sebaiknya kita beritahu nona Claire, tuan? Saya yakin nona Claire juga khawatir karena anda tak pernah menghubunginya.” Saran Kendrick.Leonidas setelah minum obat merebahkan tubuhnya kembali, mendengar ucapan Kendrick dia hanya bisa menatap langit-langit kamarnya.“Jika aku menelponnya, dia pasti tahu aku sedang dalam kondisi buruk hanya dengar suaraku. Aku tak ingin dia langsung terbang kesini dengan perasaan buruk.” Kata Leonidas dengan pelan.Kendrick menghela nafasnya kemudian bangkit, “Saya akan membuatkan bubur untuk anda, tolong tetap istirahat di kamar.” Kata Kendrick dengan pelan.Leonidas mengangguk kemudian memejamkan matanya, kamarnya kembali sunyi hingga dering ponselnya membuat suasana hening langsung pecah.Dia dengan perlahan meraih ponselnya, disana nama Claire muncul.D
Sudah satu minggu dari yang dijanjikan, Leonidas tak ada kabar.Claire merasa hidupnya sangat hampa terlebih saat pria itu mengingkari janjinya.“Apanya yang tiga hari, sampai sekarang dia bahkan tak mengirimiku pesan.” Gumamnya dengan kesal.Di rumah sangat sepi kali ini, kakaknya sudah menikah dan bulan madu di maladewa sedangkan kedua orang tuanya sedang dinas di luar negeri. Dia benar-benar ditinggal sendiri oleh semua orang.Helaan nafas panjang terdengar di kamar wanita itu, jika dulu dia masih mepunyai James yang menemaninya. Tapi semenjak dia menolaknya, ia merasa bersalah dan tak eak jika datang hanya ketika dia kesepian.Tapi melihat postingan James beberapa hari lalu, sepertinya dia sudah melamar seorang gadis lain.“Aku penasaran, siapa yang berhasil menyembuhkan James.” Gumam Claire dengan tersenyum tipis.Dia juga berharap James mendapatkan gadis yang jauh lebih baik darinya.Hingga akhirnya dia tertidur di sofa, televisi yang masih menyala membuat ruangan itu tetap tera
“Huhhh!!! Akhirnya acaranya selesai juga walaupun agakberantakan karena wanita itu.” Kata Claire sambil merebahkan dirinya di kasur besar miliknya.Leonidas tersenyum membantu wanita itu melepaskan high heels miliknya yang masih di pakai, “Mandilah lalu tidur.”“Kau akan menginap kan?” Tanya Claire pada tunangannya itu sambil duduk kembali.Leonidas menggeleng, “Aku akan terbang ke Jerman malam ini, tiga hari kedepan jangan membuat ulah.” Katanya sambil merapikan poni Claire dengan lembut.Claire yang mendengar itu mengernyitkan dahinya, “Kenapa mendadak?”Leonidas menarik napas panjang, memandang Claire dengan mata yang serius namun tetap lembut. “Ada urusan mendesak yang harus aku tangani di sana,” katanya sambil terus merapikan rambut Claire. “Proyek penting perusahaan membutuhkan pengawasan langsung, dan aku tidak bisa mempercayakannya pada orang lain.” Claire melipat tangannya di dada, tampak tidak puas. “Kau selalu seperti ini. Setiap kali aku merasa kita bisa punya waktu lebi
Hari itu, cuaca sangat cerah, seolah alam ikut merayakan kebahagiaan Ethan dan Ashilla. Sepanjang jalan menuju venue pernikahan, karangan bunga dengan berbagai desain menawan menghiasi kiri dan kanan, menampilkan ucapan selamat dari keluarga, teman, hingga kolega mereka.Venue pernikahan, sebuah taman indah dengan nuansa klasik, dipenuhi bunga mawar putih dan merah muda yang melambangkan cinta dan kemurnian. Para tamu berdatangan mengenakan pakaian formal, membawa senyum bahagia untuk menyaksikan momen bersejarah dalam hidup kedua mempelai.Ashilla, mengenakan gaun pengantin putih panjang dengan detail renda yang elegan, berjalan anggun di altar ditemani oleh ayahnya. Di ujung sana, Ethan berdiri gagah dengan setelan jas hitam yang sempurna, matanya berbinar penuh cinta saat melihat Ashilla mendekat.Musik lembut mengalun, menambah suasana haru dan romantis. Saat Ashilla tiba di depan altar, Ethan mengulurkan tangannya, menyambutnya dengan senyum hangat. “Kau tampak luar biasa hari in
“Ashillaa!” Suara Lucia, ibu Ethan yang terdengar dari dalam membuat Ashilla yang akan masuk ke dalam mansion tersenyum.Pelukan hangat Lucia langsung menyambutnya, seolah wanita itu telah menunggunya lama.“Ibu khawatir kau tak akan kembali karena kebodohan Ethan.” Ucap Lucia dengan tulus.Ashilla terkekeh, “Maaf aku membuat khawatir ibu dan ayah mertua.” Kata Ashilla sambil mencium kedua pipi ibu mertuanya dengan lembut.Lucia tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca karena lega melihat Ashilla kembali. “Kau seperti putriku sendiri, Ashilla. Aku tak ingin kehilanganmu. Ethan itu memang keras kepala, tapi aku tahu dia mencintaimu lebih dari apa pun.”Ashilla mengangguk pelan, senyumnya menenangkan. “Aku tahu, Bu. Meskipun aku marah padanya, aku tak bisa benar-benar meninggalkannya. Dia membuatku kesal, tapi dia juga membuatku merasa dicintai.”“Dia memang seperti itu, selalu membuat kekacauan sebelum akhirnya memperbaikinya,” ujar Lucia sambil menggelengkan kepala. “Tapi aku tahu, den