“Hohoho, lihatlah, menantu anda sangat cantik tuan Edmond. Terlebih dari keluarga Filbert. Kau seperti menemukan berlian.” Ucap tuan Derrick pada tuan Edmond sambil meminum anggurnya dengan tenang. Tuan Edmond tersenyum tipis mendengar pujian dari Tuan Derrick, meskipun di dalam hatinya ada kebencian yang disembunyikan terhadap Claire. "Tentu saja, Derrick. Dia memang cantik dan datang dari keluarga yang berpengaruh. Sebuah kombinasi yang tidak bisa ditolak, bukan?" Claire yang mendengar percakapan itu dari kejauhan hanya tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan rasa tidak nyamannya. Dia tahu bahwa di balik semua pujian itu, Tuan Edmond tidak pernah benar-benar menginginkannya sebagai menantu. Semua ini hanyalah permainan politik untuk meningkatkan kekuasaan dan pengaruh keluarga mereka. Namun, Claire bertekad untuk tidak menunjukkan kelemahan di hadapan orang-orang seperti Tuan Derrick dan Edmond. Dia mengangkat gelas anggurnya dengan elegan, memutuskan untuk menjalani malam ini de
“Benar, kau suapkan obat itu pada Leonidas. Tapi jangan menyentuhnya karena terakhir kali kau membuatnya hampir serangan jantung.” Ucap Claire yang mempertahankan senyum palsunya.Alexandra mengangguk patuh dan mengikuti instruksi Claire.Claire yang melihat itu tersenyum, “Kau melakukan yang terbaik. Aku akan mengawasimu disana sambil berjaga-jaga jika keadaan Leonidas down.” Ucap Claire.Claire kemudian mengambil buku kedokterannya untuk membunuh waktu disini, sesekali dia juga melihat Alexandra melakukannya dengan baik.Tapi tunggu..Claire secara singkat seperti melihat kerutan di dahi Leonidas.Dia langsung berdiri dan memperhatikannya, tapi wajah pria itu kembali normal sehingga dia sulit menyimpulkan apakah dia salah lihat atau memang pria itu sudah sadar.Karena tidak ingin mengganggu, dia kemudian kembali ke tempat duduknya.“Sepertinya aku harus memeriksanya sendiri nanti.” Batinnya.Dan seharian itu, Alexandra dengan semangat merawat Leonidas disana.“Sudah sore, sudah wakt
“Dia sudah sadar?!” Tuan Edmond langsung berdiri mendengar laporan dari Adam jika putranya telah siuman dari komanya.Tanpa menunggu lama dia langsung bergegas menuju ke kamar Leonidas, dia harus segera menemui putranya untuk memastikan apa yang dikatakan oleh Adam bukanlah omong kosong.Begitu dia masuk, disana putranya duduk bersandar di kepala ranjang ditemani oleh asistennya.Tuan Edmond menaikkan alisnya lalu mengedarkan pandangannya mencari Claire, kemana wanita itu sekarang.“Kau akan terus berdiri disitu, ayah?” Ucap Leonidas dengan tenang.Tuan Edmond menatap datar putranya, tak ada riak yang terlihat menggembirakan namun dia hanya memastikan jika pewarisnya tetap hidup dan sadar saat ini.Tuan Edmond menatap Leonidas dengan pandangan tajam yang penuh perhitungan. Meskipun ada sedikit kelegaan karena putranya akhirnya sadar, dia tetap menyembunyikan perasaannya di balik wajah yang tenang. "Aku hanya memastikan bahwa kau benar-benar sudah kembali, Leonidas," jawab Tuan Edmond
“Dia susah sadar, ayah. Besok aku akan menunjukkan surat perjanjian kita dulu sehingga aku bisa langsung bebas.” Ucap Claire dengan bahagia di seberang telepon.Dariel yang mendengar itu langsung berdiri dan tersenyum, “Bagus putriku, jika ada masalah segera laporkan pada ayah. Ayah akan membantumu untuk melawan mereka.” Ucap Dariel dengan semangat.“Baik, ayah. Tapi bagaimana kabar kakek buyut? Apakah kakek sudah bisa dibawa pulang?” Tanya Claire yang lupa dengan kondisi kakeknya karena tekanan yang ada disini.Dariel menghela nafasnya, “Kakek memang sudah di bawa ke mansion dan di rawat ibumu. Tapi karena usianya yang sudah renta pemulihannya butuh waktu yang lama bahkan kata ibumu..” Dariel tampak tak bisa melanjutkan katanya.“Kenapa ayah?”“Kemungkinan hidup kakek cukup kecil, doakan yang terbaik saja sayang.” Ucap Dariel mencoba tak menambah beban pikiran putrinya.Claire terdiam sejenak, mencerna kabar yang baru saja disampaikan ayahnya. Hatinya mendadak terasa berat mendengar
“Kalian mau kemana?” Tanya tuan Edmond saat melihat Leonidas di dorong oleh Kendrick keluar dan tak lama juga Claire keluar dari kamar dengan membawa koper kecil yang dia bawa saat pertama kali menginjakkan kakinya disini.“Aku akan membawa istriku ke rumahku, kata orang tidak baik orang yang sudah menikah satu atap dengan mertua karena akan ada perselisihan.” Ucap Leonidas dengan tenang.Tuan Edmond menatap serius Leonidas, dia tahu jika putranya pasti memiliki rencana lain. Tapi baginya sama saja, tinggal atau tidak tinggal disini dia masih memegang kendali atas hidup mereka.“Ya sudah, pergilah dengan selamat.” Ucapnya dengan tenang.Leonidas mengangguk, senyum tipis menghiasi wajahnya. "Terima kasih, Ayah," ucapnya dengan nada sopan, meskipun ketegangan di antara mereka terasa begitu jelas.Claire hanya memberikan anggukan singkat pada Tuan Edmond tanpa mengatakan sepatah kata pun. Meskipun dia merasa lega bisa keluar dari rumah ini, ada perasaan waspada yang tak bisa dia abaikan.
“Selamat datang, nyonya. Mohon izin biarkan saya saja yang membawa koper Anda.” Ucap pelayan itu dengan sangat ramah dan sopan.Claire memberikan kopernya dengan senyum tipisnya.“Antar nyonya kalian ke kamarnya.” Di belakang, Leonidas memerintahkan pelayan tadi untuk mengantarkan Claire ke kamar.Claire yang melihat Leonidas seperti pergi ke ruangan lain langsung mengajukan pertanyaan, “Kemana kau pergi?” Tanya Claire dengan penasaran.Leonidas tersenyum, “Aku pergi ke ruang kerjaku, jika kau merindukan aku kau bisa bertanya pada pelayan di mana ruangannya.” Ucapnya dengan santai.Claire menatap datar dengan perkataan Leonidas yang terkesan penuh percaya diri itu.Claire menghela napas ringan, berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan ekspresi kesal. "Aku rasa aku akan baik-baik saja tanpa perlu mencarimu," balasnya dengan nada datar.Leonidas tertawa kecil, seolah menikmati permainan kata-kata ini. "Baiklah, Claire. Nikmati kamarmu. Jangan ragu untuk meminta apa pun yang kau butuh
Ini adalah makan malam pertama Claire bersama pria itu, pria yang anehnya selalu menatapnya dengan tatapan tajam tapi bibirnya tersenyum dengan tipis.Ada rasa tak nyaman seolah dia di awasi terus menerus dengan pria itu hingga akhirnya dia berdehem sebentar untuk meredakan ketegangan dan menarh sendoknya dengan anggun karena telah selesai makan.“Setelah makan apakah aku bisa berbicara?” Tanya Claire pada Leonidas.Leonidas tersenyum sedikit lebih lebar, “Tentu.” Ucapnya dengan lembut yang membuat Claire merinding.Hingga saat mereka selesai makan malam, Claire mendorong kursi roda Leonidas.“Dimana kamarmu? Akan aku antar kesana dan berbicara disana.” Ucap Claire.Leonidas tampak tersenyum, “Apakah pelayan tidak memberitahumu?” Tanya Leonidas.Claire tampak mengangkat alisnya sebelah, “Tidak, mereka tidak mengatakan apapun.”“Kita sekamar, Claire.” Ucap Leonidas dengan tenang.Claire tertegun sejenak mendengar jawaban Leonidas. Ada perasaan tak nyaman yang menjalar di hatinya, tapi d
“Kita benar-benar akan tidur satu ranjang?” Tanya Claire pada Leonidas saat mereka akan tidur.“Tentu, apa kau lihat ada ranjang lain disini?” Tanya Leonidas.Claire tampak melihat sekitar, lalu melihat ke arah sofa yang ada di kamar tersebut.“Aku akan tidur di sofa.” Ucapnya lalu mengambil sebuah bantal dari sana dan mengambil selimut di lemari untuk dia gunakan.Leonidas mengamati Claire dengan mata yang sedikit menyipit, namun tetap mempertahankan senyum tipis di wajahnya. "Claire, sofa itu tidak seberapa nyaman, terutama jika kau berencana untuk tidur di sana setiap malam," ujarnya dengan nada tenang namun tegas.Claire tidak menjawab, tetap bertekad untuk menjaga jarak. Dia mengatur selimut di sofa dan meletakkan bantal di ujungnya, bersiap untuk tidur. Leonidas menghela napas pelan, mencoba untuk tidak memaksakan kehendaknya. "Jika kau merasa lebih nyaman di sana, aku tak akan memaksamu," katanya, meskipun nada suaranya tak senang. Tapi Claire tak peduli dan tetap memejamkan m