Beranda / Romansa / MENIKAHI MANTAN SUAMI / BAB 6. A Glimpse of Us

Share

BAB 6. A Glimpse of Us

Penulis: naftalenee
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-11 16:11:14

[Oktober 2021]

Juda adalah teman mengobrol yang menyenangkan. Itu adalah kesan pertama yang Sakha dapatkan setelah satu jam mengobrol dengan wanita itu. Mereka berdua bekerja di bidang yang berbeda. Sakha adalah fotografer profesional yang bekerja di NatGeo, sementara Juda adalah seorang akuntan yang bekerja di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta. Namun, obrolan di antara mereka bisa mengalir lancar. Sakha bahkan tertawa beberapa kali−selama setahun terakhir Sakha nyaris lupa caranya tersenyum dan tertawa lepas−karena lelucon yang dibuat oleh Juda. Bahkan saat Juda mengucapkan kata-kata sarkas pun Sakha bisa terhibur.

Selama mengobrol sama sekali tidak ada pembahasan tentang ke mana arah hubungan mereka ke depannya, sebab sejak mereka berkenalan di awal Juda menegaskan bahwa pertemuan itu murni karena permintaan orang tua. Sakha pun tidak mempermasalahkan itu karena ia pun tidak menaruh ekspektasi tinggi pada pertemuannya dengan wanita yang dijodohkan dengannya itu. Juda baru mulai membahas tentang itu saat mereka sudah mau pulang, karena mau tidak mau Sakha dan Juda tetap harus melaporkan hasil kencan mereka hari itu kepada ibu masing-masing.

It’s really nice to know you, Sakha,” ucap Juda setelah menyeruput minumannya hingga hanya menyisakan balok-balok es yang belum mencair di gelasnya.

Wanita itu dan Sakha sudah bersiap-siap untuk pergi dari kafe tempat mereka nongkrong cukup lama setelah tadi makan siang bersama di sebuah restoran yang sudah direservasi atas nama ibunya Juda.

Sakha tersenyum tipis.

 “Yeah, me too. Sejujurnya ini pertama kalinya saya nge-date−kalau memang ini cukup pantas disebut proper date−setelah saya bercerai. Semoga hari ini nggak terlalu mengecewakan. Saya sudah lupa gimana caranya berkencan dengan seorang wanita dengan benar,” sahut Sakha sebelum pikirannya semakin bercabang ke mana-mana.

“Jadi, bagaimana kesan setelah ngobrol cukup banyak topik dengan partner nge-date kamu hari ini?” tanya Juda.

“Saya nggak tahu apa ini pantas diucapkan di kencan pertama, tapi sepertinya saya dan kamu cocok buat berteman.”

Juda tertawa kecil. “Jadi saya cuma cocok jadi teman ya? Bukan sebagai pasangan hidup?”

Sakha langsung tampak serba salah.

“Maaf, maksud saya bukan begitu,” ujar Sakha dengan tak enak hati. “Saya cuma nggak yakin dengan diri saya sendiri. Bukan ke kamu. Bukan berarti saya menganggap kamu bukan pasangan yang cocok untuk saya padahal kita belum memulai apa-apa.”

Juda mengibaskan tangan dengan santai.

“Nggak masalah. No hard feeling, Sakha. Saya hari ini memang berusaha menjadi teman ngobrol yang baik dan asyik tapi sengaja nggak membahas hal-hal serius soal hubungan, supaya partner nge-date saya nggak berharap banyak ke saya. Beberapa kali cukup berhasil karena saya dianggap lebih cocok jadi teman curhat aja.”

“Kalau boleh jujur, sebenarnya saya belum benar-benar siap memulai hubungan baru dengan seseorang. Saya rasa akan lebih sopan kalau saya ketemu kamu dulu untuk bilang langsung,” balas Sakha.

Meski Sakha tidak berkeinginan melangkah lebih jauh bersama Juda, ia tetap tidak mau dipandang buruk karena sikapnya.

“Sebenarnya, ada yang mau saya bilang ke kamu juga hari ini.” Juda mencondongkan tubuh ke depan dan melanjutkan ucapannya dengan setengah berbisik−seolah tak ingin ada orang lain yang mendengar.

“Seminggu setelah kamu batal ke rumah saya waktu itu, sebenarnya saya ketemu lagi dengan mantan pacar saya di acara reuni SMA saya dulu.”

Wow! So you guys are getting back together?” tanya Sakha yang langsung paham cerita singkat dari teman kencannya itu.

“Yeah, wow.” Juda meringis. “Agak complicated sih, tapi kurang lebih begitu. Saya juga masih nggak nyangka saya masih mau balikan dengan mantan pacar saya yang dulu pernah saya sumpahin macam-macam waktu putus.”

Juda mengendikkan bahu. Dari raut wajah dan gerak-gerik tubuhnya, wanita itu tidak terlihat santai. “See? Saya rasa cukup adil. Kamu belum siap memulai hubungan, sementara saya juga sudah bersama orang lain. Jadi, kita memang cocoknya berteman saja.”

Juda memang terlihat sangat santai dari sejak awal mereka berkenalan. Juda adalah tipe orang yang easy going dan mudah bergaul sehingga Sakha tidak harus terlalu keras memikirkan topik obrolan agar tidak canggung. Tidak jauh berbeda ketika dulu ia pertama kali berkenalan dengan Tabitha. Segalanya tampak berjalan dengan mulus.

Namun, Juda bukan Tabitha.

Tidak ada desir-desir halus yang menggelitik dada saat Sakha bicara sambil menatap mata Juda. Tidak ada jutaan kupu-kupu beterbangan di perutnya saat mendengar tawa Juda. Tidak ada rasa ingin memiliki yang begitu besar saat duduk berhadapan dengan Juda.

Seperti yang Ibu katakan, dari cara Juda membawakan diri di depannya, Sakha bisa menilai bahwa Juda adalah wanita yang baik, sopan, dan tidak neko-neko. Lagi-lagi Sakha tidak bisa untuk tidak membandingkan Juda dengan Tabitha. Tabitha juga wanita yang berbudi pekerti baik, sopan, dan sederhana. Banyak di luar sana yang juga memiliki sifat yang sama dengan Juda maupun Tabitha.

Namun, hanya Tabitha yang membuat Sakha tidak mampu dan tidak mau berpaling. Hanya Tabitha yang membuatnya jatuh cinta habis-habisan. Memang benar adanya bahwa saat pertama kali berkenalan dengan Tabitha, Sakha tidak langsung jatuh cinta pada wanita itu. Butuh proses selama beberapa bulan dari mulai tertarik untuk mengenal Tabitha lebih dalam dan menyadari bahwa ia mulai jatuh cinta ketika semakin dekat seorang Tabitha Pararagil.

Dan saat Sakha semakin larut dalam obrolannya dengan Juda, Sakha sadar jika mereka meneruskan perkenalan mereka ke arah yang lebih jauh maka akan sangat tidak adil untuk Juda. Di pikiran dan di hati Sakha saat ini masih penuh dengan kenangan Tabitha.

Apa pun yang Sakha bicarakan dengan orang yang ada di depannya, sekujur tubuhnya selalu meneriakkan segala hal tentang kenangannya bersama Tabitha. Selalu. Bahkan saat Sakha mengobrol dengan sahabatnya tentang sepak bola, ada secuil ingatan di kepalanya saat ia menonton bola di rumah ditemani Tabitha dulu.

“Pacar kamu tahu kalau hari ini kamu ada kencan dengan saya?” tanya Sakha saat keduanya sudah keluar dari kafe tempat mereka kencan tadi.

“Saya kasih tahu tadi sebelum berangkat ke sini. Dia tahu kalau mama saya memang hobi jodoh-jodohin saya gitu karena Mama kan tahunya anaknya jomblo akut,” jawab Juda seraya terkekeh.

“Dan pacar kamu nggak marah?”

“Well, dia kesel dikit tadi. Tapi saya udah jelasin kalau saya cuma mau datang di kencan pertama dan saya pastikan bakal jadi kencan terakhir, jadi dia udah cukup tenang. Tadinya pacar saya nyuruh saya pasang muka judes dan galak gitu waktu ketemu kamu, biar kamu langsung ilfeel katanya. Tapi setelah kenalan tadi saya urungkan niat saya.”

“Kenapa?”

“Karena muka kamu terlalu kalem buat digalakin.”

Jika mereka tidak sedang berada di muka umum yang ramai, Sakha pasti sudah akan tertawa terbahak-bahak. Kali ini, Juda mengutarakan hal yang sangat berbeda dari yang pernah Tabitha katakan tentangnya dulu. Menurut Tabitha dulu, Sakha adalah sosok yang rebel dan tidak ada kalem-kalemnya.

I will take it as a compliment,” jawab Sakha.

Juda mengerling dan menjawab dengan setengah bercanda, “Itu memang pujian. Jarang-jarang lho saya kasih pujian ke orang.”

Sakha pun membalas dengan senyum tulus, “I’m so honored then.”

Mereka tiba di depan kafe yang memiliki halaman cukup luas dan menyingkir ke arah samping untuk menunggu taksi online yang dipesan Juda. Tadi, Sakha sudah menawarkan diri untuk mengantar Juda pulang tetapi ditolak oleh wanita itu. Ada beberapa aturan untuk kencan pertama yang selalu Juda pegang teguh.

Di antaranya adalah bertemu dan berpisah dengan teman kencan di tempat janjian, tidak boleh menanyakan alamat rumah pribadi, harus membayar makanan sendiri-sendiri−kecuali pihak kedua memaksa dan berjanji tidak akan menagih dan membuat geger di sosial media jika kencan tidak berjalan dengan baik−karena tak ingin ada utang budi, dan yang terakhir tidak bertukar nomor telepon pribadi.

So, this is the end, then,” ucap Juda saat menilik ke maps yang terpampang di layar ponselnya dan taksi yang dipesannya sudah hampir sampai. “Apa yang harus dilaporkan ke ibu-ibu kita yang terhormat supaya mereka nggak kecewa?”

“Bilang saja kalau kita lebih cocok berteman. Atau boleh kamu bilang kalau saya terlalu tua buat kamu.”

Juda tertawa lagi.

“Soal itu nggak salah sih. Buktinya tadi saya beberapa kali harus menjelaskan istilah-istilah gaul karena kamu nggak paham,” sahut Juda dengan setengah bercanda.

Sakha ikut tertawa. “Jadi, kita sekarang berteman?”

Kening Juda mengernyit dalam hingga kedua ujung alisnya nyaris menyatu.

Ada binar jenaka di matanya saat Juda menjawab, “Kita pasrahkan kepada semesta saja. Kalau suatu waktu kita nggak sengaja ketemu lagi, itu artinya semesta mengizinkan kita berteman.”

“Well, sampai ketemu lagi suatu saat nanti jika semesta mengizinkan,” ujar Sakha saat ada taksi berhenti dan Juda bergumam bahwa itu adalah taksi yang ia pesan.

See you when I see you, Sakha. Semoga kamu bisa segera pulih dari rasa sakit yang menahan kamu di posisi kamu sekarang. Good luck with your life,” balas Juda tulus.

Dua kalimat yang diucapkan Juda sebelum wanita itu masuk ke dalam taksi menohok dada Sakha dengan sangat keras. Bagaimana Sakha bisa pulih dari rasa sakit jika laki-laki itu sengaja membiarkan luka itu terus bersarang di sekujur tubuhnya? Sakha bahkan mulai akrab dengan rasa sakit itu hingga Sakha yakin bahwa ia bisa hidup dengan luka yang menganga itu selamanya.

Sebab, mengobati luka yang menganga dan berusaha untuk sembuh sama saja dengan menghapus kenangannya bersama Tabitha. Dan Sakha sama sekali tidak menginginkan itu. Sakha akan terus hidup bersama dengan kenangan-kenangannya bersama Tabitha meski harus dibayar dengan rasa sakit yang nyaris membuatnya mati rasa.

.

.

to be continued 

Bab terkait

  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 7. Bayang Masa Lalu

    [Maret 2022] Tabitha menatap dua tanaman kaktus yang ia beri nama Kha dan Bee dengan tatapan kosong. Meski kaktus-kaktus itu mengingatkannya pada Sakha−mantan suami Tabitha yang menghadiahkan tanaman itu saat anniversary pernikahan mereka yang kedua−dan selalu menyebabkan rasa sakit di dada, Tabitha tak tega membuang dua tanaman yang masih tumbuh dengan subur itu. Sehingga sampai hari ini, kedua tanaman itu masih Tabitha rawat dengan sepenuh hati meski harus menahan rasa sakit setiap kali bayangan tentang Sakha terlintas di kepalanya. Pernah suatu hari Tabitha menyerahkan dua kaktus itu kepada ibunya untuk dirawat di rumah−beberapa minggu setelah resmi bercerai dari Sakha. Namun, selang dua minggu, mendadak ibunya mengabari jika kaktus-kaktus Tabitha nyaris mati. Tabitha langsung datang ke rumah ibunya untuk mengambil kembali dua kaktus itu−Tabitha bawa ke tempat kerjanya−dan ajaibnya mereka bisa kembali tumbuh dengan baik setelah satu bulan Tabitha mati-matian merawatnya. Kejadian

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 8. Mengorek Luka

    Tabitha tersenyum miris. Bukannya memakan bekal yang ia bawa dari rumah, Tabitha malah meraih ponselnya yang sejak tadi tergeletak di meja kerjanya dan membuka salah satu akun sosial medianya. Selama ini, Tabitha hanya memanfaatkan sosial media untuk mengikuti trend terkini yang berhubungan dengan pekerjaannya di bidang kreatif itu. Namun, dalam beberapa minggu terakhir ini Tabitha mendadak semakin sering membuka second account yang sengaja ia buat untuk kepentingan pribadi. Hal itu bermula sejak Tabitha tak sengaja melihat mantan suaminya mengunggah sebuah foto di suatu tempat yang ingin wanita itu datangi tetapi belum kesampaian. Sakha mengunggah foto pemandangan kota Yunani ketika senja. Saat matahari sudah nyaris tenggelam sepenuhnya di peraduan. Foto yang diunggah Sakha itu tidak bisa Tabitha abaikan begitu saja. Sebab, caption di unggahan itu langsung menarik perhatian Tabitha. Sakha menuliskan sepenggal lirik lagu milik Secondhand Serenade yang berjudul Your Call. . 🎵And I’

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-13
  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 9. Chain of Pain

    [April 2022]Sakha menatap nanar cincin kawinnya dengan Tabitha yang masih ia simpan meski sudah bercerai dari wanita itu selama setahun. Cincin itu yang dulunya menghuni jari manis Sakha. Tidak pernah laki-laki itu lepaskan, karena itu adalah salah satu bukti−selain buku nikah−bahwa ia telah mengikatkan diri pada sebuah ikatan sakral bernama pernikahan dengan wanita yang ia cintai.Setelah bercerai, Sakha masih mengenakan cincin itu selama lebih dari satu bulan. Sakha baru melepaskan cincin itu saat beberapa kali Ibu menegurnya. Bahkan Ibu menyuruh Sakha agar menjual cincin itu saja, tetapi Sakha tidak melakukannya. Sakha menyimpan cincin kawin itu di sudut lemari yang paling jauh agar tidak tergelitik untuk mengenakannya lagi.Hari ini adalah hari spesial.Sangat spesial bagi Sakha jika saja pernikahannya dengan Tabitha tidak kandas di tengah jalan. Tepat di hari ini, Sakha resmi menjadikan Tabitha sebagai kekasihnya, delapan tahun yang lalu. Dan juga lima tahun lalu, Sakha meminang

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-13
  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 10. Should I Try Again?

    “Ini udah setahun, kan?” tanya Albert yang menyandarkan tubuh di sofa dengan tubuh sedikit melorot.Kaki Albert terjulur lurus di lantai yang berlapis karpet. Laki-laki itu terlalu kekenyangan setelah menyantap berbagai menu makanan cepat saja yang tadi ia dan Alex bawa saat Sakha meminta mereka untuk datang.Meski Alex tadi bercanda soal ajakannya untuk merayakan kegalauan Sakha, Albert menganggapnya serius. Laki-laki itu mengajak Alex membeli banyak makanan dan berkaleng-kaleng soda. Saat tiba di rumah Sakha, Albert bahkan begitu saja mengatakan bahwa laki-laki itu tahu kalau hari ini adalah hari anniversary pernikahan Sakha dan Tabitha.Kata Albert, daripada hanya bersedih sendirian dan mengurung diri di kamar, akan lebih baik jika merayakan kemuramannya bersama sahabat-sahabatnya yang selalu bersabar menghadapi bagaimana merananya Sakha pada tanggal-tanggal pentingnya bersama Tabitha. Sakha sempat mengumpati Albert karena tak berhenti mengejeknya, tetapi tak urung laki-laki itu be

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-14
  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 11. Suasana Baru

    Rasanya seperti sudah setahun lamanya Sakha tidak menginjakkan kaki di kantor pusat NatGeo. Tetapi, nyatanya Sakha memang jarang ke kantor bahkan nyaris tidak pernah, kecuali saat diminta untuk datang menghadiri meeting penting atau dipanggil oleh Bos Besar. Sebab, pekerjaannya menuntut laki-laki itu untuk lebih sering berada di luar ruangan. Sehari-harinya bersinggungan dengan sinar matahari.Hari ini, Sakha datang ke kantor karena pagi-pagi sekali tadi sudah dihubungi sekretaris bosnya untuk membahas sesuatu yang penting. Sakha mau tidak mau menyeret kakinya ke kantor dengan malas-malasan. Masih dengan mata mengantuk, Sakha masuk ke dalam lift yang akan mengantarkan laki-laki itu menuju lantai 5.Ada beberapa wajah familiar yang Sakha kenali saat keluar dari lift dan melewati bilik-bilik ruang kerja yang sebagian besar kosong. Sakha juga punya satu bilik di sana, tetapi nyaris tidak pernah Sakha singgahi karena terlalu sibuk bekerja di lapangan. Sakha menyapa mereka singkat dan lang

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-14
  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 12. Suasana Baru (2)

    Sakha butuh waktu untuk memproses informasi yang diserapnya pagi ini, saat matanya bahkan masih terasa berat karena kurang tidur. Saat selesai mengedit foto subuh tadi, Sakha hanya berencana untuk hunting foto sebentar, lalu menghabiskan waktunya untuk tidur. Menghimpun energi yang telah terkuras karena beberapa hari terakhir ia sibuk ke sana kemari untuk memotret. Berangkat pagi buta dan pulang tengah malam. Bahkan sempat tidak pulang selama dua hari hanya untuk mendapatkan satu dua lembar foto yang sempurna dari angle yang berbeda. “Kira-kira berapa lama proyek ini berlangsung?” Sakha memecah keheningan. Pramudya yang sudah sibuk dengan tablet di tangannya itu mendongak. “Bisa sebulan atau dua bulan. Tergantung kalian bisa kerja cepat atau tidak. Targetnya maksimal enam bulan harus sudah selesai.” Kerja cepat yang dimaksud Pramudya bukan hanya menyelesaikan tugas yang diberikan dengan hasil seadanya. Tetapi harus SEMPURNA. Setidaknya itu yang menjadi pegangan Sakha dalam menggel

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-15
  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 13. Belajar Mandiri

    Karena masih belum tahu seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek barunya bersama gabungan tim dari berbagai cabang NatGeo di dunia, Sakha bingung harus mengepak apa saja. Sakha juga belum tahu negara mana saja yang harus didatangi. Sehingga ia tidak punya referensi pakaian yang cocok untuk dibawa. Yang membuat Sakha sejak tadi hanya berdiri di depan lemari dengan dua pintu yang terbuka lebar adalah kenangan sialan yang dengan lancang mampir ke otaknya.Sakha sudah lama sekali tak bepergian jauh. Setiap kali harus ke luar kota atau ke luar negeri, ada Tabitha yang membantu mengepak pakaian dan barang-barang yang ia perlukan. Tabitha selalu tahu apa yang Sakha butuhkan. Sakha nyaris tidak pernah protes karena Tabitha mengepak dengan rapi dan ajaibnya, kopernya muat menampung banyak. Sekarang, Tabitha sudah tidak ada dalam hidupnya. Itu artinya Sakha harus mengepak keperluannya seorang sendiri.Sakha pun menurunkan beberapa pakaian yang sudah terlipat rapi di lemari

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-15
  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 14. Bersinggungan dengan Masa Lalu - 1

    Rupanya, bertemu kembali dengan orang-orang terdekatnya dahulu, saat masih menikah dengan Sakha, tidak sesulit dan seberat yang selama ini Tabitha bayangkan. Atau mungkin karena sekarang Tabitha sudah mulai berusaha mengikhlaskan apa yang telah terjadi di masa lalu sehingga bisa mengiyakan ajakan Alex tanpa banyak overthinking.Saat resmi bercerai dari Sakha, Tabitha berjanji hanya akan menjauh dari kawan-kawan lamanya–yang juga teman Sakha–selama satu tahun sebagai proses penyembuhan. Sebab, Tabitha yakin sekali jika ia akan terus merasa sakit jika bersinggungan dengan kawan-kawannya yang satu sirkel dengan Sakha juga. Mau tidak mau, pasti ada akan pembicaraan yang entah sengaja atau tidak terucap yang membuat Tabitha dan Sakha berada di posisi serba salah. Tabitha pun tak yakin tak akan menangis jika berada di sekitar mereka saat emosinya masih sangat labil.Dan hari ini, Tabitha merasa cukup yakin bisa menikmati pertemuan i Meski masih ada rasa sakit hingga sekarang, nyatanya Tabit

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-16

Bab terbaru

  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 104. Bukan Akhir (TAMAT)

    [Yunani 2026] Tabitha terbangun dari tidurnya karena mendengar suara debur ombak yang menyapa telinga. Ketika kedua matanya telah sepenuhnya terbuka, wanita itu langsung dihadapkan pada pemandangan indah yang membuat senyum manisnya terukir. Yaitu punggung liat suaminya yang tak terbalut sehelai kain menjadi yang pertama Tabitha lihat. Laki-laki itu berdiri membelakanginya, dengan kedua tangan bersandar di pagar balkon kamar. Senyumnya melebar kala sang suami menyadari kalau ia telah bangun dan sosok itu berbalik untuk menatapnya. "Selamat pagi, Istriku." Sapaan itu membuat wajah Tabitha memerah. Gara-gara panggilan yang terdengar manis itu juga kemarin Tabitha berakhir telanjang di atas tempat tidur sesaat setelah mereka tiba di kamar dengan pemandangan menakjubkan itu. Mereka bergumul di atas ranjang hingga tengah malam, sama-sama banjir peluh dan kelelahan, tetapi banjir kenikmatan. Tanpa sempat menikmati pemandangan yang disuguhkan salah satu pulau di Yunani yang menjadi dest

  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 103. Setelah Kalila Lahir

    Pada pernikahan pertamanya dengan Sakha, banyak tangis yang diam-diam Tabitha pendam setiap kali wanita itu kembali mendapatkan tamu bulanan. Pada saat memasuki tahun kedua pernikahan, Tabitha masih belum terlalu mempermasalahkannya. Ia masih bisa berpikir positif dan menganggap bahwa ia belum siap menjadi ibu. Bahwa ia masih diberi waktu oleh Tuhan untuk menyiapkan mental. Tabitha memilih menikmati hari demi harinya bersama Sakha. Merajut cinta yang terus bertumbuh seiring berjalannya waktu.Tabitha baru mulai khawatir saat tahun ketiga, sudah mulai ikut promil, tetapi malam-malam penuh cintanya bersama Sakha tak juga menghadirkan bayi di dalam perutnya. Terlebih mengetahui Sakha yang sudah sangat mengharapkan kehadiran anak, Tabitha jadi gundah gulana.Hati Tabitha remuk setiap kali Sakha mengecup perutnya dan membisikkan doa agar usahanya membuahkan hasil, tetapi esok harinya Tabitha mendapati bercak merah di celana dalamnya. Dan yang lebih menyakitkan adalah ketika Tabitha sudah t

  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 102. Menjadi Ayah

    Rachel Kalila Ramadhani."Halo, anak Ayah."Sakha memandangi bayi mungil yang masih merah dari balik kaca dengan mata yang berkaca-kaca. Sudah sejak berpuluh-puluh menit ia berdiri di sana. Ia sangat bahagia karena akhirnya bisa menyambut buah cintanya bersama Tabitha, tetapi juga teramat patah hati karena tidak bisa langsung merengkuh anak gadisnya yang masih harus mendapatkan beberapa penanganan medis khusus.Karena sudah harus lahir beberapa minggu sebelum HPL, berat badannya saat ini hanya 2,4 kilogram. Laju pernapasannya masih belum teratur sehingga harus dibantu alat pernapasan yang terpasang di hidungnya. Istrinya saat ini sedang beristirahat di kamar inap setelah operasi caesar yang harus dilaluinya karena kondisi medis darurat.Tadi, saat harus mendengar berita itu disampaikan oleh dokter dan istrinya menangis karena mengkhawatirkan kondisi bayinya, Sakha nyaris ikut meneteskan air mata. Ia benar-benar tidak tega melihat sang istri yang menahan sakit di perut sekaligus terte

  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 101. Manusia Berencana, Tuhan yang Menentukan

    "Lho, Bee? Kok belum ganti baju?" Sakha mengernyit bingung melihat istrinya belum selesai bersiap-siap. Istrinya masih mengenakan jubah mandi seperti satu jam yang lalu. Bedanya, wajahnya sekarang sudah full make-up. Menambah kesan cantik yang memikat Sakha meski hanya melihat wajah istrinya dari samping. "Aku bingung mau pakai baju apa," gumam Tabitha. Masih betah memandangi deretan gaun di dalam lemari yang pintunya telah terbuka lebar-lebar. "Semalam bukannya udah kamu siapin sama baju aku sekalian, Bee?" Tidak hanya itu. Sebenarnya sudah sejak jauh-jauh hari Tabitha membeli gaun--yang serasi dengan batik yang dikenakan Sakha sekarang--untuk dipakai saat resepsi pernikahan Haga dan Meg. Sakha mendekat kepada istrinya dan ikut melongok ke dalam lemari lalu meraih gaun berwarna salem yang langsung terlihat di matanya. "Pakai ini, kan?" Tabitha merengut saat melihat ke arah suaminya. "Aku kelihatan makin gendut kalau pakai ini. Mau pakai yang lain tapi bingung. Semua baju yang

  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 100. It's Okay to not be Okay

    Mata Tabitha mulai berkaca-kaca karena tidak bisa menahan rasa haru yang mengisi dadanya karena dua nama yang sarat makna indah yang sudah disiapkan oleh suaminya itu. Saat menyinggung soal nama anak tadi dan mendengar fakta kalau suaminya telah menyiapkan dua nama untuk calon anak mereka, Tabitha sama sekali tidak berekspektasi tinggi. Tetapi begitu mendengar Sakha mengucapkan dua nama itu dengan tatapan penuh cinta, bahkan sampai menjelaskan arti namanya masing-masing, Tabitha langsung tahu bahwa Sakha telah mempersiapkannya dengan sungguh-sungguh. Tidak asal mencomot nama dari internet karena tampak bagus dipadu-padankan. Dan hal itu membuat Tabitha semakin tak bisa menahan air matanya. "Bee, kok nangis? Kamu nggak suka, ya?" Sakha mendadak panik. Tampak rasa khawatir yang pekat membayangi wajahnya. Ia langsung mencerocos panjang lebar. "Aku nggak akan maksa kamu pakai nama itu kalau nama yang aku siapin nggak sesuai harapan kamu kok. Maaf, Bee. Udah ya? Jangan nangis lagi. Kala

  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 99. Hari-hari Biasa yang Luar Biasa

    "Kalian kenapa lebay banget, sih? Gue nggak papa kali!" keluh Albert yang sama sekali tidak terlihat baik-baik saja, seperti yang diucapkannya barusan.Laki-laki itu masih telungkup di atas tempat tidur, hanya mengenakan celana pendek dan singlet. Aroma tidak sedap karena sisa-sisa alkohol memenuhi kamarnya yang terang benderang karena cahaya dari lampu."Lo nggak inget semalem nelepon gue sampai nyaris dua jam? Kuping gue sampai panas denger lo ngomong sambil kumur-kumur!" cibir Ranis seraya membuka gorden dan jendela.Sementara Tabitha menyingkirkan pakaian-pakaian kotor milik Albert yang bertebaran di lantai. Memasukkannya ke dalam keranjang kotor yang ada di dekat pintu kamar mandi.Bukannya merasa bersalah, Albert malah cengengesan. "Masa, sih?""Lo bikin gue kurang tidur gara-gara nungguin Sakha nggak balik-balik tau nggak!" omel Tabitha menimpali keluhan Ranis yang diganggu malam-malam oleh curhatan Albert di telepon. "Kenapa jadi gue yang salah? Sakha yang inisiatif nemenin g

  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 98. Pagi yang Biasa

    Tabitha sudah berniat memanjangkan durasi marahnya kepada Sakha, tetapi kemarahannya dengan ajaib menguap saat ia bangun pagi. Menatap wajah sang suami yang masih lelap dalam tidur damainya membuat senyum wanita itu terkembang lebar. Tidak adanya bau alkohol atau bau rokok yang tersisa seperti saat semalam laki-laki itu pulang semakin melebarkan senyum di wajahnya. "Ganteng banget sih laki gue," gumam wanita itu setelah mengecup pipi Sakha yang agak kasar karena jambang ttipisnya yang sudah mulai tumbuh. Sakha tidak terganggu sama sekali dengan tindakan Tabitha barusan, membuat Tabitha gemas lalu mencubit hidung mancung suaminya pelan. Dan detik kemudian wanita hamil itu tertawa kecil karena tingkah lakunya sendiri. Belakangan ini, Tabitha punya lebih banyak alasan untuk bersyukur setiap menemukan sosok Sakha ada di sampingnya ketika membuka mata. Dari mulai hal-hal sederhana seperti bisa menyantap sarapan bersama, berangkat ke kantor diantar sang suami sembari mengobrolkan agenda h

  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 97. Marah

    Wajah merah padam Tabitha menjadi pemandangan pertama saat Sakha muncul di rumah pada pukul sebelas malam. "Sayang, kok belum tidur?" Sakha tetap memangkas jarak meski sang istri menunjukkan gelagat tidak ingin berdekatan dengannya, yang telat pulang ke rumah itu. Sebenarnya, ekspresi Tabitha tidak tampak menakutkan. Pipi gembil yang semakin menonjol karena rambut pendeknya dan perut buncitnya yang terbalut daster selutut itu membuat wanita itu malah tampak manis dan memesona. Namun, tentu saja Sakha tidak akan mengucapkannya terang-terangan di saat sang istri sedang marah. Itu cari mati namanya. "Bee—" "Nggak usah pegang-pegang!" Tabitha berkacak pinggang. Dasternya terangkat naik dan kedua sisi daster di pinggangnya sedikit tertarik oleh kedua tangan, semakin menunjukkan perut bulatnya yang berisi calon bayi mereka. Sakha batal merengkuh sang istri dalam pelukan. "Aku beliin kamu sate Padang. Tadi kamu katanya pengen—" "Kamu pikir aku bakal nggak marah lagi cuma dengan sogokan

  • MENIKAHI MANTAN SUAMI   BAB 96. Steamy Night (18+)

    "Kenapa, Sayang?" Sakha menolehkan kepala, menatap sang istri yang baru saja menyuarakan pertanyaan setelah lima belas menit perjalanan pulang dari restoran. "Kenapa?" Dan ia malah mengulang pertanyaan itu. Tabitha mengendikkan bahu. "Kamu kelihatan nggak fokus gitu. Ada yang mengganggu kamu soal hubungan Haga sama Meggie?" "It's not like that," balas Sakha. Ia mendesah kecil. "Rasanya aneh aja memikirkan bagaimana takdir bekerja." Tawa ringan Tabitha memenuhi mobil. "It's kinda surprising, right?" Sakha mengangguk setuju. Menilik pada kisah cintanya dengan Tabitha, yang sempat runtuh dan terpisah. Lalu, suatu waktu, mereka dipertemukan oleh takdir di saat keduanya sudah berusaha keras untuk bangkit di jalan masing-masing. Hingga di satu titik mereka dipersatukan kembali dalam keadaan yang utuh dan saling melengkapi. Sakha tidak akan pernah bisa berhenti takjub pada bagaimana semesta mengejutkannya. "More than that, aku beneran syok lihat Haga ternyata bisa sebucin itu," gumam T

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status