“Siapa yang menelponmu, Ari? Ada urusan apa kamu ke hotel?” tanya Anin mendesak.
“Bukan siapa-siapa, Bu. Tolong kembalikan ponsel Ari,” ucap Arisha.Kali ini Anin tidak akan percaya dengan ucapan Arisha. Wanita itu hendak memeriksa ponsel Arisha. Akan tetapi Arisha merampas ponselnya kembali.“Apa yang kamu sembunyikan dari ibu, jangan macam-macam Arisha!” Anin menarik pergelangan tangan Arisha.“Maaf, Bu. Ari benar-benar tidak bohong, yang tadi menghubungi Ari itu perempuan, dia cuma mau minta ditemani saja, bukan seperti apa yang ada di dalam pikiran Ibu,” ucap Arisha.Anin menghempaskan tangan Arisha. “Awas saja kalau kamu sampai berbuat macam-macam dan mengecewakan Ibu!”“Ari minta izin menemui teman Ari itu, boleh ya, Bu.” Arisha memohon pada sang ibu.“Makan malam dulu dan ingat, tidak pulang lebih dari jam 10 malam. Kamu paham?” tanya Anin memastikan.Arisha mengangguk. “Paham, Bu.”Arisha baru menyadari jika panggilan di ponselnya belum berakhir. Buru-buru Arisha memutuskan sambungan telepon tersebut sebelum ibunya melihat nama Biantara di sana. Keduanya segera berjalan ke meja makan.Baru saja Arisha menjatuhkan bokong yang di kursi, ponselnya bergetar di meja makan. Wanita itu segera meraih ponsel tersebut saat mengetahui nama Biantara di notifikasi. Dengan rasa takut dan penasaran, ia membaca pesan itu.‘Jangan mengulur waktu, cepat datang ke hotel! Aku butuh kamu!’ pesan Biantara.Arisha melihat ke arah sang ibu yang ternyata sedang menatapnya. Tatapan Anin bak singa yang hendak menerkam mangsanya, membuat Arisha tidak berani pergi saat itu juga. Ia mengalihkan pandangannya pada makanan yang sudah tersaji di meja makan.“Ayo kita makan, Bu!” ajak Arisha.Walaupun terlihat sekali jika Anin mencurigai Arisha. Namun, akhirnya mereka tetap makan malam bersama, tanpa ada pertanyaan lagi dari sang ibu. Mengingat isi pesan Biantara sebelumnya, Arisha sedikit mengkhawatirkan lelaki yang sudah menjadi suaminya tersebut.“Apa sebenarnya yang terjadi dengan Mas Bian? Semoga saja tidak terjadi apa-apa,” ucap Arisha dalam hati.“Kenapa wajahmu seperti itu? Kamu sedang mengkhawatirkan seseorang? Apa temanmu sedang dalam bahaya, biar ibu ikut ke hotel,” ucap Anin.“Ti-tidak, Bu. Tidak ada yang Ari khawatirkan, Ibu tolong percaya sama Ari ya,” kata Arisha.Satu jam berlalu, Arisha baru saja sampai di hotel yang Biantara minta. Ia segera membuka pintu kamar yang memang sengaja tidak dikunci. Usai masuk, Arisha langsung dikejutkan dengan keadaan Biantara.“Mas Bian ….” Arisha sempat membeku, sebelum akhirnya cepat-cepat mengunci pintu.“Mas Bian, apa yang terjadi?” Arisha menghampiri Biantara yang duduk di sofa dengan botol minuman alkohol di tangannya.Biantara menatap sinis pada Arisha. “Bagus ya, tidak menuruti perintahku!”“Maaf Mas, tadi Ibu mencurigai Ari,” ucap Arisha.Biantara menarik Arisha dan jatuh di pangkuannya. “Asyila benar-benar kurang ajar! Dia sengaja memasukkan obat tidur ke dalam minumanku agar bebas bertemu dengan Bayu!”Biantara hendak meminum kembali alkohol di tangannya. Akan tetapi, Arisha mencegahnya dan mengambil alih botol minuman itu dari tangan Biantara. Arisha menyimpan botol di meja.“Jangan seperti ini, Mas! Ari paham dengan apa yang Mas Bian rasakan, tapi bukan melampiaskan dengan hal-hal yang bisa merusak diri Mas Bian sendiri,” kata Arisha, ia merasa sangat kasihan terhadap Biantara. Arisha akui, kakaknya begitu tega mengkhianati lelaki yang begitu mencintainya, bahkan masih tetap menahan kesabaran saat dicurangi.“Aku tidak sebodoh itu merusak diriku hanya untuk wanita seperti kakakmu! Aku hanya ingin menenangkan pikiranku,” ucap Biantara.Tatapan keduanya saling terpaut, tangan Biantara berada di pinggang Arisha. “Jadilah istriku yang selalu membutuhkanku, menggodaku dan berikan aku keturunan! Aku akan menunjukkan pada Asyila di mana tempatnya dan betapa tidak berartinya dia setelah tidak bersamaku!”“Lakukan tugasmu sekarang! Aku ingin melihat kamu melakukannya sendiri, seperti yang aku ajarkan kemarin!” ujar Biantara.Air mata Arisha terjun bebas di pipinya dan bertanya, “Kenapa Ari diperlakukan seperti wanita murahan?”Biantara menarik dagu Arisha. “Aku bukan memperlakukanmu seperti wanita murahan, tapi aku memberi tahu bagaimana tugas seorang istri saat melayani suami dan ingat, jangan pernah perlihatkan kehebatanmu di depan laki-laki lain!”Biantara akui, ia melampiaskan kekesalan dan kekecewaannya pada Arisha. Ia juga ingin menjadikan Arisha tempat pulang, ketika keadaannya kacau. Arisha yang masih muda dan tidak paham benar mengenai hubungan dalam rumah tangga, rasanya akan sangat mudah untuk Biantara mengajarinya dan menurut dengan semua perintahnya.“Lakukan tugasmu! Jangan merasa takut dengan Asyila. Kamu harus tahu, saat ini dia sedang berada dalam ranjang laki-laki lain,” ucap Biantara dengan matanya yang memerah.“Lakukanlah, Ari! Aku akan membuatmu hamil! Jangan takut, selama kamu menurut padaku, aku akan memperlakukanmu seperti ratu,” ucap Biantara sembari mengusap pipi Arisha.“Ari melakukan ini karena status Ari adalah istri Mas Bian,” tutur Arisha perlahan kedua tangannya dilingkarkan di leher Biantara.Jantung Arisha berdetak tidak beraturan saat sudah berada tepat di depan wajah Biantara. Arisha memejamkan matanya dan menghela napas, sebelum melakukan hal yang Biantara perintahkan. Saat Arisha membuka matanya kembali, ia mencium bibir Biantara sangat hati-hati.Biantara merapatkan tubuh Arisha dengannya. Ia memaklumi jika istri barunya tidak handal urusan ranjang. Setelah cukup lama, Arisha melepaskan ciuman tersebut, Biantara segera membawa Arisha ke ranjang.***Usai melakukan penyatuan kedua insan, Biantara selalu telaten membersihkan tubuh Arisha dari sisa percintaan. Hal itu juga yang membuat Arisha terbiasa meskipun malu. Kini kedua orang tersebut sudah kembali berpakaian.“Ari pamit pulang ya, Mas. Sudah hampir jam sepuluh, Ibu bisa marah kalau Ari pulang telat,” ucap Arisha.“Aku masih mau kamu di sini. Lihatlah, Asyila saja baru mengirim pesan.” Biantara memperlihatkan pesan tersebut padaArisha.‘Mas, aku pergi ke tempat Berliana. Aku pamit di pesan saja karena Mas Bian tidur, aku tidak enak membangunkannya,’ pesanAsyila.Arisha menatap Biantara setelah membaca pesan tersebut. “Baru pamit?”“Dia pandai bersandiwara, sedangkan dia sudah pergi sebelum aku menghubungi kamu tadi,” ujar Biantara. “Aku bisa pastikan kalau Asyila akan pulang pagi.”Ponsel Arisha berdering, Arisha melihat panggilan tersebut yang tidak lain adalah ibunya. “Aku harus bagaimana ini?”“Tetap di sini!” pinta Biantara.“Jangan egois, Mas. Mas Bian juga harus pikirkan Ari, Ibu sudah sangat khawatir dan mencurigai Ari. Biarkan kali ini Ari bernegosiasi dengan Mas Bian,” ucap Arisha. Sejujurnya ia takut mengatakan hal itu, tetapi mendengar ponselnya yang terus berdering, justru membuatnya semakin takut.Biantara terdiam sejenak, kemudian merogoh ponselnya di saku kemeja. “Pulanglah, aku sudah transfer uang ke rekeningmu. Pakai untuk keperluanmu dan beli makanan yang sehat agar cepat hamil.”“Iya Mas, terima kasih,” ucap Arisha. “Ari pamit.”Setelah berpamitan, Arisha keluar dari kamar dan berjalan dengan cepat. Ia harus sampai di rumah tepat waktu, Arisha tidak ingin membuat ibunya curiga lagi dan berujung tidak mempercayainya. Namun, terlalu fokus dengan pikirannya, Arisha sampai tidak sadar menabrak sepasang lelaki dan perempuan di hadapannya.“Ma–maaf, saya tidak sengaja,” ucap Arisha meraih tasnya yang terjatuh.“Ini bukannya adik kamu, Sayang?” ucap seorang lelaki pada wanita yang bersamanya.Mendengar ucapan lelaki itu, seketika Arisha mengangkat kepalanya dan membuat matanya membelalak. “Kak Asyila, Mas Bayu.”“Ari, ngapain kamu di hotel?” Asyila memperhatikan sang adik dari ujung kepala hingga kaki. Tidak hanya itu, Asyila pun menghidu bau parfum yang menguar dari tubuh dan pakaian Arisha.“A–Ari habis ketemu teman kampus, kami ramai-ramai di sini dan semuanya perempuan, Kak,” ucap Arisha.“Di kamar nomor berapa?” tanya Asyila menantang. “Apa temanmu ada yang memakai parfum lelaki?”Arisha membeku, ia menoleh ke belakang berharap Biantara tidak keluar dari kamar. Ia benar-benar merasakan tersiksanya menjadi orang ketiga. Arisha juga ingin cepat-cepat pergi dari Asyila, ia takut sang kakak menyadari jika parfum yang tercium dari tubuhnya adalah milik Biantara.“Kenapa diam? Aku berhak tahu, kamu datang ke sini sama siapa dan bertemu siapa. Aku ini kakakmu!” Asyila tersenyum seolah puas melihat sang adik terlihat buruk.Sejak dulu ibunya selalu membandingkan dirinya dengan sang adik. Walaupun Arisha bukan anak kandung, tetapi karena Arisha selalu terlihat baik dalam pergaulan dan penurut, An
Arisha tidak mengerti dengan kondisinya saat ini. Mulai pagi hingga siang, perutnya terasa mual, bahkan Arisha bertambah mual ketika mencoba mengisi perutnya. Kepalanya terasa berat dan berputar-putar membuat wanita itu duduk dan merebahkan kepalanya di meja makan.“Sepertinya aku harus ke klinik, semoga perut dan kepalaku bisa diajak kerja sama,” gumam Arisha.Anin datang menghampiri Arisha dan melempar beberapa test pack di meja makan. “Cepat tes!”Arisha terkesiap dan mengambil tiga benda berbungkus tipis itu. Baru membaca saja, Arisha sudah paham bahwa itu adalah alat tes kehamilan. Arisha benar-benar takut jika hasil menunjukkan bahwa dirinya tengah hamil.“Ibu curiga sama Ari?”“Iya, ibu curiga sama kamu! Akhir-akhir ini kamu mulai membangkang, Ari! Kamu selalu pulang malam dan ibu tidak tahu kamu pergi sama siapa? Mungkin dengan lelaki yang sama atau lelaki yang berbeda!” ujar Anin dengan raut wajah menahan kemarahan.Anin memang memendam kemarahannya, pikirannya sudah terlalu
‘Diusir kenapa? Sekarang kamu di mana?’‘Ari.’‘Arisha!’Beberapa pesan dari nomor Biantara terabaikan oleh Arisha karena wanita itu tertidur. Sejak pesannya tidak dibalas oleh Biantara, Arisha lupa untuk me-non-aktifkan mode senyap di ponselnya. Sampai satu jam lamanya Arisha tertidur.Arisha membuka matanya dan merasakan tubuhnya yang sudah lebih membaik. Ia meraih ponselnya untuk memeriksa pesan yang sebelumnya ia kirim untuk Biantara. Arisha juga berharap Anin menghubungi dan menarik kembali ucapannya.“Mas Bian.” Arisha menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dengan bantal sebagai alas punggungnya.‘Ari di hotel yang biasa kita datang, Mas.’ Arisha membalas pesan Biantara.“Terbaca, tapi tidak dibalas lagi,” gumam Arisha.“Lapar sekali. Sepertinya aku harus mandi dulu, setelah itu pesan makan.” Arisha beranjak dari ranjang.Arisha masih berharap jika apa yang terjadi saat ini hanyalah mimpi. Hatinya hancur ketika mengingat Anin membencinya. Arisha akui ini adalah kesalahannya, en
Belum sempat kebingungan Arisha terjawab. Nomor Asyila sudah tertera menghubunginya di layar ponsel. Dengan segera, Arisha menjawab panggilan itu, atas permintaan Biantara.“Arisha, dasar kurang ajar kamu! Gara-gara kelakuan kamu sekarang Ibu masuk ke rumah sakit! Benar-benar anak tidak tahu diri! Gatal, bisa-bisanya Kamu hamil di luar nikah dan tidak tahu siapa orang yang sudah menghamilimu! Bodoh!” hardik Asyila di sambungan telepon.Biantara merampas ponsel Arisha dan memutuskan sambungan telepon itu. Ia tidak ingin Arisha berubah pikiran dan merasa takut.Setelahnya, Biantara mengembalikan ponsel Arisha.“Mas, Ibu masuk ke rumah sakit karena Ari,” ucap Arisha.“Kamu tenang saja, Ibu tidak akan kenapa-kenapa. Ibu pasti hanya shock saja,” ujar Biantara. “Aku akan menjenguk Ibu nanti dan mengabarkan padamu.”Baiklah, Arisha hanya bisa menurut. Biantara terlihat secara tidak langsung melarangnya menjenguk atau bertemu ibunya. Entah menuruti Biantara hal yang salah ataukah benar, sejauh
Asyila terkejut bukan main saat melihat Arisha berada di dalam mobil sang suami. Emosinya seketika memuncak, Asyila menarik lengan Arisha untuk keluar dari mobil. Namun, Arisha menahan dirinya karena takut dengan kemarahan Asyila.Melihat itu, Biantara pun segera menghampiri Asyila. “Stop Syila!”“Kenapa Mas Bian bawa dia ke rumah kita? Mas tahu kan, kondisi Ibu drop gara-gara anak angkat yang tidak tahu diri ini!” Asyila menjauh saat Biantara berdiri di antara dirinya dan Arisha.“Bisa kan kamu tidak kasar seperti ini?” Pandangan Biantara beralih pada Arisha.“Ayo keluar dan langsung masuk ke kamar tamu!” pinta Biantara.Mata Asyila membeliak. “Jadi, kamar itu disiapkan untuk Ari? Aku nggak sudi ya, Mas!”“Ari tunggu! Jangan menginjakkan kakimu di rumahku bersama janin harammu itu!” teriak Asyila.“Sudahlah, Syila. Apa kamu tidak kasihan melihat dia yang sedang hamil tinggal di jalanan? Dia juga keluargamu, kalau Ibu tidak mau menampungnya di rumah, aku tidak masalah kalau harus mena
“Sayang, ayo kita pulang ke rumahmu! Aku akan tanggung jawab dengan janin yang kamu kandung, seharusnya kamu tidak menyembunyikan kehamilanmu dariku. Aku ayah dari janinmu,” ucap Bayu sembari menggenggam tangan Arisha.Arisha berusaha melepaskan tangan Bayu. “Mas lepas! Mas Bayu ini bicara apa?”“Ada apa ini?” Biantara menarik Arisha dari Bayu.“Mas?” Asyila sempat terkejut dengan apa yang Biantara lakukan, tetapi setelahnya ia melanjutkan apa yang sudah Bayu rencanakan. “Mas Bian lepaskan Arisha, dia harus pulang ke rumah.”Biantara menatap Asyila dan Bayu bergantian. “Untuk apa kamu datang ke sini?”“Sebelumnya maaf kalau kehadiran saya mengejutkan Bapak, saya datang ke karena ingin bertanggung jawab pada apa yang sudah saya lakukan. Saya dan Arisha memiliki hubungan,” kata Bayu. Lelaki itu terpaksa beralasan akan bertanggung jawab karena tidak memiliki alasan lain dan tidak ingin terbongkar hubungannya dengan Asyila.Asyila mengangguk meskipun ia kesal dengan alasan gila dari Bayu.
“Mas Bian.” Asyila segera menyembunyikan semua pakaian yang berserakan di lantai.“Tidak perlu ditutupi, aku sudah mengetahui sejak lama. Kamu bener-bener memiliki sandiwara yang bagus. Selama ini aku tertipu dengan sikap kamu yang seolah sangat mencintaiku, ternyata yang kamu inginkan hanyalah hartaku,” kata Biantara.“Aku minta maaf, Mas. Aku khilaf, semua ini aku lakukan juga untuk mencukupi kebutuhan ibuku dan Ari,” kata Asyila.Biantara tersenyum tipis. Asyila masih saja mencari alasan untuk menutupi kebusukannya. Biantara berlalu ke kamar mandi, ia merasa jijik melihat kamarnya sendiri.Asyila menggeram kesal, ia memasukan semua pakaian kotor ke keranjang, setelahnya keluar dari kamar dan menuju kamar Arisha. Ia masih belum bisa menerima jika dipoligami dengan adik angkatnya sendiri. Menurutnya, Arisha benar-benar tidak tahu berterima kasih, sudah dibiayakan kehidupannya, kini justru menikung Asyila.“Buka Ari!” Asyila menggedor pintu dengan sangat kuat.Arisha pun membukanya. “
Biantara gegas mengangkat tubuh Asyila dan segera membawanya ke mobil. Arisha mengikut pada Biantara, ia khawatir dengan keadaan Asyila. Akan tetapi, ada yang membuat hatinya seolah teriris, Biantara terlihat begitu khawatir dengan Asyila.Arisha duduk di kursi penumpang belakang. Memperhatikan jelas bagaimana wajah khawatir dan gelisah milik Biantara. Terlebih Asyila terus merintih.“Biarkan aku mati, Mas. Aku tidak mau dimadu, Mas,” kata Asyila.Biantara masih terdiam, lelaki itu enggan merespon ucapan Asyila. Ia melajukan mobil dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai di rumah sakit. Ia juga memperhatikan Arisha dari spion tengah.“Ari, kamu tidak perlu ikut cemas. Aku tidak suka,” ucap Biantara.“Mas, ceraikan Ari,” ujar Asyila.Setelah beberapa menit perjalanan, mereka semua tiba di rumah sakit. Asyila segera dibawa ke IGD untuk ditangani. Sementara itu, Biantara dan Arisha menunggu di luar.“Seharusnya kamu istirahat di rumah,” kata Biantara.“Mas Bian terlihat khawatir sekali
"Bu, kita makan sama-sama ya," kata Arisha.Anin hanya mengurung diri di kamar setelah Asyila tak lagi di rumah. Arisha semakin tak enak hati, ia merasa bersalah ketika melihat Anin hanya murung tanpa gairah hidup. Posisinya selalu saja serba salah."Kamu saja duluan, Ibu belum lapar," ucap Anin.Arisha duduk di sisi ranjang, di mana Anin tengah berbaring. "Jangan seperti itu, Bu. Ini sudah malam, Ibu harus mengisi perut sebelum tidur nanti.""Ari tahu Ibu sangat mengkhawatirkan Kak Asyila, tetapi Ibu harus memikirkan kesehatan Ibu," ujar Arisha."Maafkan kakakmu ya, Ibu tidak menyangka kalau Asyila akan nekat. Bian benar, andai dia tak cepat-cepat datang mungkin keadaannya sudah berbeda. Ibu sudah ikhlas dengan keadaan kakakmu, semoga kamu dan Bian bisa menjalani rumah tangga sebagaimana mestinya," kata Anin.Arisha terdiam sejenak, ia menggenggam tangan Anin dan menciumnya. "Terima kasih ya, Bu. Ari minta maaf karena sudah menjadi anak yang tidak tahu diuntung, Ari menjadi anak yang
"Mas tolong Kak Asyila juga. Dia sedang hamil, Ari takut terjadi sesuatu dengan kandungannya," ujar Arisha sesaat setelah Biantara membawanya masuk ke dalam mobil.Biantara bergeming, rasa sakit semakin dalam, ketika mengingat Asyila tak menginginkan kehamilan saat bersama dengannya."Aku tidak peduli," ujar Biantara.Arisha menggenggam tangan Biantara. "Mas, kasihan Kak Asyila. Mas Bayu tidak mau bertanggung jawab, Kak Asyila akan merasa sedih jika kehilangan calon bayinya, aku juga sedang hamil ... aku bisa merasakannya."Dengan perasaan berat, Biantara menuruti permintaan Arisha, ia melangkah kembali masuk ke dalam rumah. Beruntung ia tidak pernah percaya pada ucapan Asyila jika wanita itu hamil dengannya."Sekarang kamu dicampakkan orang yang kamu perjuangkan, sama sepertiku," gumam Biantara.Biantara baru saja masuk ke dalam kamar dan melihat Anin yang sedang berusaha menolong Asyila. Biantara pun segera mengangkat tubuh mantan istrinya tersebut."Bian tolong Asyila!" kata Anin.
"Apa dia memaksamu?" tanya Biantara sekali lagi saat di kamar."Tidak, Mas. Aku sudah pikirkan, aku mengkhawatirkan Ibu. Aku takut tidak ada yang menjaga Ibu, sedangkan Mas Bian terus menginginkan Kak Asyila di sini," kata Arisha.Biantara menghentikan tangan Arisha yang sedang mem*uka kancing kemejanya. "Apa kamu cemburu?""Tidak," jawab Arisha kembali fokus dengan aktivitasnya.Biantara mengangkat dagu Arisha. "Sungguh? Lalu apa alasanmu tidak mengizinkan?""Aku hanya takut kesehatan Ibu semakin drop jika melihat aku dan Mas Bian bersama," jawab Arisha."Tadi Ibu sudah melihatnya. Tidak ada masalah, bukan?" Biantara lantas menc*um bibir Arisha.Untuk sesaat tatapan mereka terpaut."Kamu tidak ingin memelukku?" tanya Biantara."Mas Bian harus mandi," ujar Arisha."Baiklah, aku akan segera mandi," ucap Biantara. "Setelah itu kamu harus memelukku, Sayang."Arisha terkekeh. "Mas Bian ada-ada saja."Tangan Biantara berada di sisi kiri dan kanan pipi Arisha. "Aku serius, atau kamu mau k
Asyila berlari mengejar Biantara ketika lelaki itu hendak masuk ke dalam mobil. Arisha memperhatikan sang kakak dari teras."Mas Bian, tunggu!" Asyila menahan pintu mobil dan menutupnya.Biantara menatap nyalang. "Kamu bisa lebih sopan sedikit tidak?""Maaf, Mas. Siang ini Ibu keluar dari rumah sakit, aku minta tolong agar Ibu bisa tinggal di sini," ujar Asyila.Biantara menoleh ke belakang karena ia yakin Arisha masih berada di sana. "Aku tidak bisa memutuskannya sendiri, aku akan bicarakan pada istriku."Biantara lantas memanggil Arisha."Aku yakin Ari pasti izinkan karena itu juga ibunya Ari," kata Asyila.Asyila tersenyum, ia ingin membawa sang ibu ke rumah Biantara, bukan hanya karena tidak memiliki tempat tinggal. Akan tetapi, ia juga butuh dukungan untuk merebut kembali Biantara dari Arisha."Ada apa, Mas?" tanya Arisha."Bicaralah! Aku tidak akan mengizinkan jika istriku tidak mengizinkan, begitu pun sebaliknya," ujar Biantara pada Asyila."Arisha, hari ini Ibu sudah diperbole
Suasana makan malam berjalan sangat romantis, di mana Biantara mem-booking rooftop restoran khusus untuk mereka. Musik mengalun dengan indahnya di telinga, kelopak bunga menghampar di sekitar mereka, cahaya lilin menambah kehangatan hubungan kedua insan."Mas Bian menyiapkan ini semua untuk Ari?" Arisha tak kuasa menyembunyikan raut wajah bahagia."Ya, apa kamu senang?" tanya Biantara memastikan.Arisha mengangguk. "Tentu. Terima kasih, Mas.""Aku akan selalu membuatmu merasa senang bersamaku," ujar Biantara.Senyum Arisha perlahan memudar, ia sangat bahagia dengan kata-kata sang suami. Namun, hatinya semakin yakin jika Biantara benar-benar hanya ingin permainkan perasaannya. Pada kenyataan, Arisha berharap lebih pada Biantara, berharap tak hanya menjadikannya alat balas dendam."Ayo makan! Kamu harus makan banyak dan bergizi, aku tidak ingin calon bayiku kelaparan," ujar Biantara."Mas Bian tenang saja, Ari akan jaga calon anak kita," imbuh Arisha.Mereka memulai makan malam. Biantar
"Mas Bian, aku mohon bantu biaya Ibu di rumah sakit. Ibu harus segera ditangani, aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa jika bukan dengan, Mas Bian." Asyila memohon di kaki Biantara. Walaupun ia bukan anak yang baik, tetapi melihat Anin sakitnya dalam keadaan tak memiliki uang, tentu saja Asyila khawatir.Usai membawa Anin ke rumah sakit, Asyila kembali ke rumah Biantara. Ia tidak peduli dengan rasa malunya, yang terpenting baginya sang ibu bisa selamat. Biantara hanya datar menatap Asyila tanpa rasa kasihan."Kenapa tidak meminta bantuan pada kekasihmu? Apa di dalam otakmu, aku hanya mesin uangmu? Aku tidak akan memberikan sepeser uang pun pada orang yang sudah mengkhianatiku," ujar Biantara.Rasa sakit ketika Asyila mendua dengan masa lalunya, masih teramat membekas di hati Biantara. Harga dirinya teramat jatuh ketika melihat istrinya di hotel bersama lelaki lain. Terlebih Asyila rela masukkan obat tidur demi memu*kan ranjang lelaki lain."Mas Bayu tidak setia, dia membuangk
Asyila terkejut ketika mendapati Bayu sedang bersama seorang wanita di dalam kamar apartemen Bayu. Setelah beberapa Minggu tak rutin mendapat kabar dari sang kekasih, Asyila nekat mendatangi Bayu di apartemen. Namun, Asyila harus menelan pil pahit karena Bayu justru bermesraan bersama wanita lain."Mas, siapa wanita ini? Apa yang kalian lakukan?" Asyila menatap tidak percaya pada Bayu. Bagaimana bisa, Bayu berada di dalam kamar bersama seorang wanita. Satu lagi, mereka berada di bawah selimut dengan tubuh bagian atas yang polos tanpa penutup.Bayu menyugar rambutnya, ia tampak kesal melihat Asyila berada di sana. Bagaimana tidak, Bayu hampir saja mencapai puncak. Namun, harus tertunda karena kedatangan Asyila."Untuk apa kamu datang ke sini, Syila. Sudah aku katakan, aku yang akan datang menemuimu!" ujar Bayu.Kedua orang itu sama-sama sibuk mengenakan pakaian mereka kembali, sementara Asyila hanya menangis. Sakit sekali melihat orang yang ia cintai tidur bersama wanita lain. Kini Asy
Arisha terkejut ketika melihat makanan tersedia di atas meja makan. Biantara sudah berangkat pagi-pagi sekali, pamitnya untuk mencari pekerjaan. Kini hanya menyisakan Arisha yang kebingungan."Apa Mas Bian masih punya uang? Kenapa membelikanku makanan yang kelihatannya mahal? Apa ini semua demi anaknya saja?" Arisha duduk, kemudian mengetikkan pesan di nomor Biantara.'Mas Bian sudah sarapan?'Rasanya Arisha tidak bisa makan dengan tenang sebelum tahu kabar Biantara pagi ini. Mungkin terlalu berlebihan, tetapi yang Arisha tahu, Biantara tidak memiliki uang. Pagi ini pun ia tidak tahu Biantara mencari pekerjaan ke mana.Arisha segan untuk bertanya mengenai kondisi Biantara, entah mengapa secara tiba-tiba kondisi keuangan Biantara drop, bahkan semua aset disita bank.'Aku sudah makan. Tolong habiskan makanan yang aku siapkan dan jangan membiarkan calon bayiku tersiksa. Tetaplah di rumah sampai aku pulang nanti.'Entah benar atau tidak yang dikatakan Biantara. Namun, Arisha bisa sedikit
"Mas Bian, kenapa kusut sekali?" tanya Arisha saat melihat Biantara pulang dari restoran tanpa semangat.Arisha mencium punggung tangan Biantara. "Maaf kalau Ari salah bicara.""Tidak apa-apa. Aku mau kasih tahu sesuatu, tapi kamu tidak boleh terkejut," ujar Biantara."Bagaimana kalau kita ngobrol di dapur saja, sekalian Ari buatkan minuman," ucap Arisha.Biantara setuju, mereka segera ke dapur. Entah apa yang akan Biantara katakan, tetapi melihat wajah Biantara seperti saat ini, rasanya Arisha tidak tega. Arisha khawatir ini akan ada hubungannya lagi dengan sang kakak."Aku terlilit hutang, restoranku terancam disita bank," ucap Biantara.Walaupun sudah dilarang untuk terkejut, nyatanya Arisha tetap terkejut. Ia menarik satu kursi meja bar dan duduk di samping Biantara. Arisha juga mendekatkan teh hangat yang ia buat untuk Biantara."Emm, Mas Bian minum dulu ya. Maaf kalau Ari terkejut," kata Arisha."Kamu boleh pergi dariku kalau tidak sanggup. Kamu tidak menolak mati-matian menikah