Biantara melihat Asyila masuk ke dalam kamar hotel bersama Bayu, lelaki yang ia lihat melakukan panggilan video dengan istrinya. Bayu juga merupakan client-nya di restoran. Hati Biantara benar-benar hancur, ia pun kembali menarik tangan Arisha setelah istrinya benar-benar masuk ke dalam kamar hotel.
“Ari minta maaf atas apa yang dilakukan Kak Asyila, Ari juga minta maaf karena sudah tutup mulut,” ucap Arisha membuka suara saat di dalam mobil.“Semua sudah terlambat. Hanya menikah denganku, aku akan memaafkanmu,” ucap Biantara.Arisha terdiam mengalihkan pandangannya. Sebesar itukah dosanya, hingga ia dipertemukan dengan hal rumit ini? Tangannya memegang dada yang terasa sesak, menjadi istri kedua dan menghancurkan rumah tangga kakaknya, tentu tidak pernah ada di dalam pikirannya.“Apa yang akan Ibu pikirkan jika nanti mengetahui Ari menjadi istri kedua Mas Bian? Ari banyak berhutang budi pada Ibu dan Kak Asyila,” tutur Arisha.“Kamu tidak merasa bersalah padaku?” Biantara melirik Arisha dengan ekor matanya.“Ari mengaku salah Mas, tapi Ari tidak mau mengecewakan Ibu dan Kak Asyila yang sudah mengurus dan berjuang untuk kehidupanku,” kata Arisha.Biantara terkekeh dan berkata, “Kamu pikir, untuk kehidupan sehari-hari dan biaya kuliahmu menggunakan uang siapa? Uangku, bukan? Tidakkah kamu mau membantuku juga, Arisha?”“Ini terlalu berat, Ari tidak bisa melakukannya,” ucap Arisha dengan suara yang lemah.Biantara menoleh pada Arisha. “Apa kamu mau kita kembali lagi ke hotel?”Arisha menatap Biantara tidak mengerti. “Apa maksud Mas Bian?”“Mungkin kamu mau kita melakukan hal yang kotor sama seperti istriku dengan selingkuhannya,” ucap Biantara menatap Arisha.Arisha menggeleng dan berkata dengan tegas, “Ari tidak mau!”“Kalau begitu jangan bernegosiasi lagi denganku Ari, atau aku bisa saja menyakiti Asyila dengan tanganku sendiri!” ucap Biantara dengan nada mengancam dan sukses membuat Arisha takut.Satu Minggu berlalu, Biantara dan Arisha baru saja melangsungkan pernikahan di luar kota. Pernikahan itu dilakukan secara siri hanya orang yang berkepentingan saja yang datang. Kini keduanya sudah resmi menjadi sepasang suami istri, Biantara juga membawa Arisha ke sebuah hotel yang berada di kota itu.“Karena sekarang kamu sudah menjadi istriku, aku minta untuk selalu patuh dengan apa yang aku katakan. Jangan membuka suara pada siapa pun tentang pernikahan ini, sampai aku sendiri yang membongkarnya,” ucap Biantara.“Iya, Mas.” Arisha hanya bisa pasrah berada di dalam kendali kakak iparnya. Air matanya tak bisa terbendung mengingat status barunya adalah orang ketiga.Biantara menyimpan jasnya di sofa, ia melenggang masuk ke dalam kamar mandi. Hatinya begitu bahagia karena sebentar lagi akan melihat kehancuran di hidup Asyila. Jika ia menikahi wanita lain, Biantara tidak yakin Asyila akan sakit hati, tetapi jika ia menikahi Arisha, maka Asyila akan merasa terkhianati.Arisha menatap Biantara yang hilang di balik pintu. “Sikap Mas Bian benar-benar berubah, sesakit itukah Mas?”Arisha menjatuhkan bokongnya di tepi ranjang. Kebaya masih membalut tubuhnya, cincin telah tersemat di jarinya. Pernikahan adalah hal yang seharusnya membuat Arisha bahagia, tapi kini ia justru merasa menjadi wanita yang paling jahat.“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Biantara menyadarkan Garvita.“Emm, tidak Mas. Aku mau bersih-bersih di kamar mandi.” Arisha hendak bangkit dari duduknya.Biantara menahan bahu Arisha dan membuat wanita itu duduk kembali. “Kita harus mengabadikan moment ini.”“Bu–bukankah tadi saat ijab qobul sudah ya, Mas?” tanya Arisha.“Ya, kita juga perlu mengabadikan saat di hotel seperti ini, mumpung pakaianmu masih lengkap.” Biantara duduk di samping Arisha dan merangkul pinggang Arisha.Arisha berusaha menjauhkan tangan Biantara dari tubuhnya. Walaupun status Biantara adalah suaminya, tetapi Arisha merasa sangat risih dan segan. Namun, Biantara justru mengeratkan pelukannya.“Lihat kamera dan tersenyumlah!” pinta Biantara. Arisha pun menyunggingkan senyumnya meskipun terpaksa.“Bagus, aku rasa beberapa foto ini cukup untuk bukti pernikahan kita dan membuat Asyila sakit hati,” tutur Biantara.Biantara melihat Arisha terdiam setelah melakukan selfie dengannya. “Kamu mau seperti ini atau berganti pakaian? Malam ini kita pulang, tapi sebelumnya … kita harus melakukan hal itu lebih dulu.”Arisha menahan napas mendengar ucapan Biantara, ia mengerti dengan apa yang dimaksud Biantara. Tubuhnya seketika menegang dan takut dengan apa yang akan terjadi. Arisha merasakan sentuhan tangan Biantara di pipinya.“Mas ….”“Jangan menolak, aku suamimu sekarang.” Biantara mendekatkan wajahnya pada Arisha.Biantara menatap wajah Arisha yang penuh kegelisahan. “Rileks saja, kita sedang tidak melakukan dosa. Anggap aku suamimu bukan Kakak iparmu.”Tidak lama ia mencium bibir Arisha dan perlahan ciuman itu semakin menuntut. Biantara tidak merasakan ada perlawanan dari Arisha. Setelah cukup lama, Biantara melepaskan ciumannya.Tatapan keduanya saling terpaut, Arisha terlihat begitu gugup. “Ari mau mandi, Mas.”Tangan Biantara mengusap bibir Arisha. “Nanti saja.”Biantara kembali merapatkan tubuhnya pada Arisha. Ia mencium bibir sang istri begitu intens dan tangannya perlahan membuka kebaya Arisha. Mata Arisha pun perlahan terpejam. Setelah merasa Arisha mulai nyaman, Biantara mulai merebahkan tubuh wanita itu di ranjang.“Jangan takut,” ucap Biantara.Biantara merasa harus ekstra sabar membuat Arisha nyaman terlebih dahulu. Ia paham akan takutnya Arisha karena ia sendiri tahu, Arisha bukan tipe wanita yang sering bergaul dengan laki-laki, apalagi berpacaran. Terlebih, ia adalah suami dari Asyila dan kecanggungan itu selalu ada di antara mereka.Usai menanggalkan pakaian keduanya, Biantara berbisik di telinga Arisha. “Tanamkan dalam pikiran kamu, bahwa aku adalah suamimu, bukan kakak iparmu.”Arisha mengangguk pelan. “Iya, Mas.”***Tepat jam sembilan malam, Biantara mengantar Arisha pulang. Arisha tinggal bersama Anin, ibu mertuanya. Walaupun tinggal terpisah, tetapi Biantara yang menanggung penuh kehidupan keluarga Asyila.“Mas, jangan turunkan Ari di depan rumah. Ari turun di sini saja,” kata Arisha.“Aku harus memastikan kamu pulang, Ari. Ingat … meskipun pernikahan kita tidak diketahui oleh siapa pun, kamu tetap tidak boleh berdekatan dengan lelaki lain ataupun menjalin hubungan. Jangan mengkhianati saya seperti kakakmu!” ucap Biantara, “kamu mengerti?”Arisha mengangguk. “Ari ngerti, Mas.”Tidak lama, mereka pun sampai di depan pagar rumah Arisha. Biantara melihat Arisa begitu sibuk menutupi tanda merah di lehernya dengan rambut. Biantara tidak berpikir jika Arisha akan setakut itu.“Sini, biar aku tutup dengan plester,” ucap Biantara.“Bagaimana kalau dengan foundation saja, Mas. Warnanya hampir sama dengan warna kulit Ari,” kata Arisha, wajah wanita itu cukup panik.Biantara mengambil foundation itu dan mengeluarkan sedikit isinya ke tangan, kemudian mengusapkan ke leher Arisha dan meratakannya. “Sudah, keluarlah! Ini sudah malam.”“Iya, Mas.” Arisha hendak membuka pintu mobil. Namun, tiba-tiba saja ibunya sudah berdiri di sana dan mengetuk kaca mobil.“I–Ibu? Bagaimana ini?”Arisha keluar dari mobil Biantara. “Ibu sedang apa di sini?”“Kamu kok bisa ada di mobil Bian? Ibu pikir kakakmu,” ucap Anin yang terkejut ketika melihat Arisha yang keluar.Biantara keluar menghampiri Anin, kemudian menyalami dan berkata, “Ibu belum tidur? Tadi aku bertemu Ari di jalan.”Biantara melirik pada Arisha. “Setelah itu kami ….”Mata Arisha melebar dan berucap dalam hati, “Apa yang akan Mas Bian katakan pada Ibu?”“Kami apa?” tanya Anin penasaran.“Kami makan malam dulu sebelum aku mengantar Ari pulang,” ucap Biantara.Arisha bernapas lega setelah mendengar kelanjutan ucapan Biantara. Ia pikir Biantara berubah pikiran dan akan menceritakan semuanya saat itu juga. Arisha berharap malam ini akan aman dan terbebas dari pertanyaan-pertanyaan Anin.“Oh ibu pikir apa … kamu mau mampir dulu?” tanya Anin.“Tidak usah, aku langsung pulang saja. Sepertinya Asyila sudah menunggu,” kata Biantara. Walaupun ia tahu mungkin istrinya akan senang jika ia terlambat pulang.“Ya sudah kalau beg
“Siapa yang menelponmu, Ari? Ada urusan apa kamu ke hotel?” tanya Anin mendesak.“Bukan siapa-siapa, Bu. Tolong kembalikan ponsel Ari,” ucap Arisha.Kali ini Anin tidak akan percaya dengan ucapan Arisha. Wanita itu hendak memeriksa ponsel Arisha. Akan tetapi Arisha merampas ponselnya kembali.“Apa yang kamu sembunyikan dari ibu, jangan macam-macam Arisha!” Anin menarik pergelangan tangan Arisha.“Maaf, Bu. Ari benar-benar tidak bohong, yang tadi menghubungi Ari itu perempuan, dia cuma mau minta ditemani saja, bukan seperti apa yang ada di dalam pikiran Ibu,” ucap Arisha.Anin menghempaskan tangan Arisha. “Awas saja kalau kamu sampai berbuat macam-macam dan mengecewakan Ibu!”“Ari minta izin menemui teman Ari itu, boleh ya, Bu.” Arisha memohon pada sang ibu.“Makan malam dulu dan ingat, tidak pulang lebih dari jam 10 malam. Kamu paham?” tanya Anin memastikan.Arisha mengangguk. “Paham, Bu.”Arisha baru menyadari jika panggilan di ponselnya belum berakhir. Buru-buru Arisha memutuskan sa
“Ari, ngapain kamu di hotel?” Asyila memperhatikan sang adik dari ujung kepala hingga kaki. Tidak hanya itu, Asyila pun menghidu bau parfum yang menguar dari tubuh dan pakaian Arisha.“A–Ari habis ketemu teman kampus, kami ramai-ramai di sini dan semuanya perempuan, Kak,” ucap Arisha.“Di kamar nomor berapa?” tanya Asyila menantang. “Apa temanmu ada yang memakai parfum lelaki?”Arisha membeku, ia menoleh ke belakang berharap Biantara tidak keluar dari kamar. Ia benar-benar merasakan tersiksanya menjadi orang ketiga. Arisha juga ingin cepat-cepat pergi dari Asyila, ia takut sang kakak menyadari jika parfum yang tercium dari tubuhnya adalah milik Biantara.“Kenapa diam? Aku berhak tahu, kamu datang ke sini sama siapa dan bertemu siapa. Aku ini kakakmu!” Asyila tersenyum seolah puas melihat sang adik terlihat buruk.Sejak dulu ibunya selalu membandingkan dirinya dengan sang adik. Walaupun Arisha bukan anak kandung, tetapi karena Arisha selalu terlihat baik dalam pergaulan dan penurut, An
Arisha tidak mengerti dengan kondisinya saat ini. Mulai pagi hingga siang, perutnya terasa mual, bahkan Arisha bertambah mual ketika mencoba mengisi perutnya. Kepalanya terasa berat dan berputar-putar membuat wanita itu duduk dan merebahkan kepalanya di meja makan.“Sepertinya aku harus ke klinik, semoga perut dan kepalaku bisa diajak kerja sama,” gumam Arisha.Anin datang menghampiri Arisha dan melempar beberapa test pack di meja makan. “Cepat tes!”Arisha terkesiap dan mengambil tiga benda berbungkus tipis itu. Baru membaca saja, Arisha sudah paham bahwa itu adalah alat tes kehamilan. Arisha benar-benar takut jika hasil menunjukkan bahwa dirinya tengah hamil.“Ibu curiga sama Ari?”“Iya, ibu curiga sama kamu! Akhir-akhir ini kamu mulai membangkang, Ari! Kamu selalu pulang malam dan ibu tidak tahu kamu pergi sama siapa? Mungkin dengan lelaki yang sama atau lelaki yang berbeda!” ujar Anin dengan raut wajah menahan kemarahan.Anin memang memendam kemarahannya, pikirannya sudah terlalu
‘Diusir kenapa? Sekarang kamu di mana?’‘Ari.’‘Arisha!’Beberapa pesan dari nomor Biantara terabaikan oleh Arisha karena wanita itu tertidur. Sejak pesannya tidak dibalas oleh Biantara, Arisha lupa untuk me-non-aktifkan mode senyap di ponselnya. Sampai satu jam lamanya Arisha tertidur.Arisha membuka matanya dan merasakan tubuhnya yang sudah lebih membaik. Ia meraih ponselnya untuk memeriksa pesan yang sebelumnya ia kirim untuk Biantara. Arisha juga berharap Anin menghubungi dan menarik kembali ucapannya.“Mas Bian.” Arisha menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dengan bantal sebagai alas punggungnya.‘Ari di hotel yang biasa kita datang, Mas.’ Arisha membalas pesan Biantara.“Terbaca, tapi tidak dibalas lagi,” gumam Arisha.“Lapar sekali. Sepertinya aku harus mandi dulu, setelah itu pesan makan.” Arisha beranjak dari ranjang.Arisha masih berharap jika apa yang terjadi saat ini hanyalah mimpi. Hatinya hancur ketika mengingat Anin membencinya. Arisha akui ini adalah kesalahannya, en
Belum sempat kebingungan Arisha terjawab. Nomor Asyila sudah tertera menghubunginya di layar ponsel. Dengan segera, Arisha menjawab panggilan itu, atas permintaan Biantara.“Arisha, dasar kurang ajar kamu! Gara-gara kelakuan kamu sekarang Ibu masuk ke rumah sakit! Benar-benar anak tidak tahu diri! Gatal, bisa-bisanya Kamu hamil di luar nikah dan tidak tahu siapa orang yang sudah menghamilimu! Bodoh!” hardik Asyila di sambungan telepon.Biantara merampas ponsel Arisha dan memutuskan sambungan telepon itu. Ia tidak ingin Arisha berubah pikiran dan merasa takut.Setelahnya, Biantara mengembalikan ponsel Arisha.“Mas, Ibu masuk ke rumah sakit karena Ari,” ucap Arisha.“Kamu tenang saja, Ibu tidak akan kenapa-kenapa. Ibu pasti hanya shock saja,” ujar Biantara. “Aku akan menjenguk Ibu nanti dan mengabarkan padamu.”Baiklah, Arisha hanya bisa menurut. Biantara terlihat secara tidak langsung melarangnya menjenguk atau bertemu ibunya. Entah menuruti Biantara hal yang salah ataukah benar, sejauh
Asyila terkejut bukan main saat melihat Arisha berada di dalam mobil sang suami. Emosinya seketika memuncak, Asyila menarik lengan Arisha untuk keluar dari mobil. Namun, Arisha menahan dirinya karena takut dengan kemarahan Asyila.Melihat itu, Biantara pun segera menghampiri Asyila. “Stop Syila!”“Kenapa Mas Bian bawa dia ke rumah kita? Mas tahu kan, kondisi Ibu drop gara-gara anak angkat yang tidak tahu diri ini!” Asyila menjauh saat Biantara berdiri di antara dirinya dan Arisha.“Bisa kan kamu tidak kasar seperti ini?” Pandangan Biantara beralih pada Arisha.“Ayo keluar dan langsung masuk ke kamar tamu!” pinta Biantara.Mata Asyila membeliak. “Jadi, kamar itu disiapkan untuk Ari? Aku nggak sudi ya, Mas!”“Ari tunggu! Jangan menginjakkan kakimu di rumahku bersama janin harammu itu!” teriak Asyila.“Sudahlah, Syila. Apa kamu tidak kasihan melihat dia yang sedang hamil tinggal di jalanan? Dia juga keluargamu, kalau Ibu tidak mau menampungnya di rumah, aku tidak masalah kalau harus mena
“Sayang, ayo kita pulang ke rumahmu! Aku akan tanggung jawab dengan janin yang kamu kandung, seharusnya kamu tidak menyembunyikan kehamilanmu dariku. Aku ayah dari janinmu,” ucap Bayu sembari menggenggam tangan Arisha.Arisha berusaha melepaskan tangan Bayu. “Mas lepas! Mas Bayu ini bicara apa?”“Ada apa ini?” Biantara menarik Arisha dari Bayu.“Mas?” Asyila sempat terkejut dengan apa yang Biantara lakukan, tetapi setelahnya ia melanjutkan apa yang sudah Bayu rencanakan. “Mas Bian lepaskan Arisha, dia harus pulang ke rumah.”Biantara menatap Asyila dan Bayu bergantian. “Untuk apa kamu datang ke sini?”“Sebelumnya maaf kalau kehadiran saya mengejutkan Bapak, saya datang ke karena ingin bertanggung jawab pada apa yang sudah saya lakukan. Saya dan Arisha memiliki hubungan,” kata Bayu. Lelaki itu terpaksa beralasan akan bertanggung jawab karena tidak memiliki alasan lain dan tidak ingin terbongkar hubungannya dengan Asyila.Asyila mengangguk meskipun ia kesal dengan alasan gila dari Bayu.
"Bu, kita makan sama-sama ya," kata Arisha.Anin hanya mengurung diri di kamar setelah Asyila tak lagi di rumah. Arisha semakin tak enak hati, ia merasa bersalah ketika melihat Anin hanya murung tanpa gairah hidup. Posisinya selalu saja serba salah."Kamu saja duluan, Ibu belum lapar," ucap Anin.Arisha duduk di sisi ranjang, di mana Anin tengah berbaring. "Jangan seperti itu, Bu. Ini sudah malam, Ibu harus mengisi perut sebelum tidur nanti.""Ari tahu Ibu sangat mengkhawatirkan Kak Asyila, tetapi Ibu harus memikirkan kesehatan Ibu," ujar Arisha."Maafkan kakakmu ya, Ibu tidak menyangka kalau Asyila akan nekat. Bian benar, andai dia tak cepat-cepat datang mungkin keadaannya sudah berbeda. Ibu sudah ikhlas dengan keadaan kakakmu, semoga kamu dan Bian bisa menjalani rumah tangga sebagaimana mestinya," kata Anin.Arisha terdiam sejenak, ia menggenggam tangan Anin dan menciumnya. "Terima kasih ya, Bu. Ari minta maaf karena sudah menjadi anak yang tidak tahu diuntung, Ari menjadi anak yang
"Mas tolong Kak Asyila juga. Dia sedang hamil, Ari takut terjadi sesuatu dengan kandungannya," ujar Arisha sesaat setelah Biantara membawanya masuk ke dalam mobil.Biantara bergeming, rasa sakit semakin dalam, ketika mengingat Asyila tak menginginkan kehamilan saat bersama dengannya."Aku tidak peduli," ujar Biantara.Arisha menggenggam tangan Biantara. "Mas, kasihan Kak Asyila. Mas Bayu tidak mau bertanggung jawab, Kak Asyila akan merasa sedih jika kehilangan calon bayinya, aku juga sedang hamil ... aku bisa merasakannya."Dengan perasaan berat, Biantara menuruti permintaan Arisha, ia melangkah kembali masuk ke dalam rumah. Beruntung ia tidak pernah percaya pada ucapan Asyila jika wanita itu hamil dengannya."Sekarang kamu dicampakkan orang yang kamu perjuangkan, sama sepertiku," gumam Biantara.Biantara baru saja masuk ke dalam kamar dan melihat Anin yang sedang berusaha menolong Asyila. Biantara pun segera mengangkat tubuh mantan istrinya tersebut."Bian tolong Asyila!" kata Anin.
"Apa dia memaksamu?" tanya Biantara sekali lagi saat di kamar."Tidak, Mas. Aku sudah pikirkan, aku mengkhawatirkan Ibu. Aku takut tidak ada yang menjaga Ibu, sedangkan Mas Bian terus menginginkan Kak Asyila di sini," kata Arisha.Biantara menghentikan tangan Arisha yang sedang mem*uka kancing kemejanya. "Apa kamu cemburu?""Tidak," jawab Arisha kembali fokus dengan aktivitasnya.Biantara mengangkat dagu Arisha. "Sungguh? Lalu apa alasanmu tidak mengizinkan?""Aku hanya takut kesehatan Ibu semakin drop jika melihat aku dan Mas Bian bersama," jawab Arisha."Tadi Ibu sudah melihatnya. Tidak ada masalah, bukan?" Biantara lantas menc*um bibir Arisha.Untuk sesaat tatapan mereka terpaut."Kamu tidak ingin memelukku?" tanya Biantara."Mas Bian harus mandi," ujar Arisha."Baiklah, aku akan segera mandi," ucap Biantara. "Setelah itu kamu harus memelukku, Sayang."Arisha terkekeh. "Mas Bian ada-ada saja."Tangan Biantara berada di sisi kiri dan kanan pipi Arisha. "Aku serius, atau kamu mau k
Asyila berlari mengejar Biantara ketika lelaki itu hendak masuk ke dalam mobil. Arisha memperhatikan sang kakak dari teras."Mas Bian, tunggu!" Asyila menahan pintu mobil dan menutupnya.Biantara menatap nyalang. "Kamu bisa lebih sopan sedikit tidak?""Maaf, Mas. Siang ini Ibu keluar dari rumah sakit, aku minta tolong agar Ibu bisa tinggal di sini," ujar Asyila.Biantara menoleh ke belakang karena ia yakin Arisha masih berada di sana. "Aku tidak bisa memutuskannya sendiri, aku akan bicarakan pada istriku."Biantara lantas memanggil Arisha."Aku yakin Ari pasti izinkan karena itu juga ibunya Ari," kata Asyila.Asyila tersenyum, ia ingin membawa sang ibu ke rumah Biantara, bukan hanya karena tidak memiliki tempat tinggal. Akan tetapi, ia juga butuh dukungan untuk merebut kembali Biantara dari Arisha."Ada apa, Mas?" tanya Arisha."Bicaralah! Aku tidak akan mengizinkan jika istriku tidak mengizinkan, begitu pun sebaliknya," ujar Biantara pada Asyila."Arisha, hari ini Ibu sudah diperbole
Suasana makan malam berjalan sangat romantis, di mana Biantara mem-booking rooftop restoran khusus untuk mereka. Musik mengalun dengan indahnya di telinga, kelopak bunga menghampar di sekitar mereka, cahaya lilin menambah kehangatan hubungan kedua insan."Mas Bian menyiapkan ini semua untuk Ari?" Arisha tak kuasa menyembunyikan raut wajah bahagia."Ya, apa kamu senang?" tanya Biantara memastikan.Arisha mengangguk. "Tentu. Terima kasih, Mas.""Aku akan selalu membuatmu merasa senang bersamaku," ujar Biantara.Senyum Arisha perlahan memudar, ia sangat bahagia dengan kata-kata sang suami. Namun, hatinya semakin yakin jika Biantara benar-benar hanya ingin permainkan perasaannya. Pada kenyataan, Arisha berharap lebih pada Biantara, berharap tak hanya menjadikannya alat balas dendam."Ayo makan! Kamu harus makan banyak dan bergizi, aku tidak ingin calon bayiku kelaparan," ujar Biantara."Mas Bian tenang saja, Ari akan jaga calon anak kita," imbuh Arisha.Mereka memulai makan malam. Biantar
"Mas Bian, aku mohon bantu biaya Ibu di rumah sakit. Ibu harus segera ditangani, aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa jika bukan dengan, Mas Bian." Asyila memohon di kaki Biantara. Walaupun ia bukan anak yang baik, tetapi melihat Anin sakitnya dalam keadaan tak memiliki uang, tentu saja Asyila khawatir.Usai membawa Anin ke rumah sakit, Asyila kembali ke rumah Biantara. Ia tidak peduli dengan rasa malunya, yang terpenting baginya sang ibu bisa selamat. Biantara hanya datar menatap Asyila tanpa rasa kasihan."Kenapa tidak meminta bantuan pada kekasihmu? Apa di dalam otakmu, aku hanya mesin uangmu? Aku tidak akan memberikan sepeser uang pun pada orang yang sudah mengkhianatiku," ujar Biantara.Rasa sakit ketika Asyila mendua dengan masa lalunya, masih teramat membekas di hati Biantara. Harga dirinya teramat jatuh ketika melihat istrinya di hotel bersama lelaki lain. Terlebih Asyila rela masukkan obat tidur demi memu*kan ranjang lelaki lain."Mas Bayu tidak setia, dia membuangk
Asyila terkejut ketika mendapati Bayu sedang bersama seorang wanita di dalam kamar apartemen Bayu. Setelah beberapa Minggu tak rutin mendapat kabar dari sang kekasih, Asyila nekat mendatangi Bayu di apartemen. Namun, Asyila harus menelan pil pahit karena Bayu justru bermesraan bersama wanita lain."Mas, siapa wanita ini? Apa yang kalian lakukan?" Asyila menatap tidak percaya pada Bayu. Bagaimana bisa, Bayu berada di dalam kamar bersama seorang wanita. Satu lagi, mereka berada di bawah selimut dengan tubuh bagian atas yang polos tanpa penutup.Bayu menyugar rambutnya, ia tampak kesal melihat Asyila berada di sana. Bagaimana tidak, Bayu hampir saja mencapai puncak. Namun, harus tertunda karena kedatangan Asyila."Untuk apa kamu datang ke sini, Syila. Sudah aku katakan, aku yang akan datang menemuimu!" ujar Bayu.Kedua orang itu sama-sama sibuk mengenakan pakaian mereka kembali, sementara Asyila hanya menangis. Sakit sekali melihat orang yang ia cintai tidur bersama wanita lain. Kini Asy
Arisha terkejut ketika melihat makanan tersedia di atas meja makan. Biantara sudah berangkat pagi-pagi sekali, pamitnya untuk mencari pekerjaan. Kini hanya menyisakan Arisha yang kebingungan."Apa Mas Bian masih punya uang? Kenapa membelikanku makanan yang kelihatannya mahal? Apa ini semua demi anaknya saja?" Arisha duduk, kemudian mengetikkan pesan di nomor Biantara.'Mas Bian sudah sarapan?'Rasanya Arisha tidak bisa makan dengan tenang sebelum tahu kabar Biantara pagi ini. Mungkin terlalu berlebihan, tetapi yang Arisha tahu, Biantara tidak memiliki uang. Pagi ini pun ia tidak tahu Biantara mencari pekerjaan ke mana.Arisha segan untuk bertanya mengenai kondisi Biantara, entah mengapa secara tiba-tiba kondisi keuangan Biantara drop, bahkan semua aset disita bank.'Aku sudah makan. Tolong habiskan makanan yang aku siapkan dan jangan membiarkan calon bayiku tersiksa. Tetaplah di rumah sampai aku pulang nanti.'Entah benar atau tidak yang dikatakan Biantara. Namun, Arisha bisa sedikit
"Mas Bian, kenapa kusut sekali?" tanya Arisha saat melihat Biantara pulang dari restoran tanpa semangat.Arisha mencium punggung tangan Biantara. "Maaf kalau Ari salah bicara.""Tidak apa-apa. Aku mau kasih tahu sesuatu, tapi kamu tidak boleh terkejut," ujar Biantara."Bagaimana kalau kita ngobrol di dapur saja, sekalian Ari buatkan minuman," ucap Arisha.Biantara setuju, mereka segera ke dapur. Entah apa yang akan Biantara katakan, tetapi melihat wajah Biantara seperti saat ini, rasanya Arisha tidak tega. Arisha khawatir ini akan ada hubungannya lagi dengan sang kakak."Aku terlilit hutang, restoranku terancam disita bank," ucap Biantara.Walaupun sudah dilarang untuk terkejut, nyatanya Arisha tetap terkejut. Ia menarik satu kursi meja bar dan duduk di samping Biantara. Arisha juga mendekatkan teh hangat yang ia buat untuk Biantara."Emm, Mas Bian minum dulu ya. Maaf kalau Ari terkejut," kata Arisha."Kamu boleh pergi dariku kalau tidak sanggup. Kamu tidak menolak mati-matian menikah