Aya berbalik dan mengerutkan kening menatap Farah. Ia heran mengapa anak perempuan itu memanggilnya dengan sebutan mama. Aya kemudian memutar kepalanya ke kiri dan kanan, melihat ke sekelilingnya. Sejauh yang ia lihat tidak ada orang selain mereka di tempat itu.. Sudah pasti telinganyatidak salah dengar dengan apa yang anak kecil itu ucapkan. Ucapan yang tertuju untuknya.
“Maaf, Mbak. Saya Ajeng, Omanya Farah,” ucap Ajeng memperkenalkan diri sambil menghampiri mereka berdua.Aya tersenyum menatap Ajeng sambil menyebutkan namanya.“Ayo sama Oma ya,” bujuk Ajeng mencoba melepaskan tangan Farah yang erat menggenggam tangan Aya.“Sudah. Gak apa-apa, Bu,” ucap Aya tidak tega melihat Farah yang tampak manyun.“Ini Mama kan, Oma?” Pertanyaan Farah membuat Aya dan Ajeng saling berpandangan bingung. Terlebih Aya.Tidak ingin membuat Farah menangis di tempat umum, Ajeng kemudian meminta tolong pada Aya untuk mengajak Farah ke toko mainan. Tentunya ia tetap mengikuti di belakang sambil menghubungi papanya Farah agar datang menjemput mereka di mall.Gadis cilik itu terlihat senang saat berkeliling dengan Aya di dalam toko mainan.“Farah mau itu, sama yang itu juga,” ucap Farah menunjuk dua buah mainan dengan ukuran yang cukup besar di atas rak.“Sini Tante ambilkan ya,"ucap Aya mengambil dua mainan yang Farah maksud.“Mama,” lirih Farah cemberut menatap Aya.Aya lantas meletakkan mainan itu di lantai, sembari berlutut di hadapan Farah.“Anak manis, panggilnya Tante Aya aja ya,” ucap Aya menunjuk dirinya kemudian menggenggam tangan kecil Farah.Wajah Farah masih cemberut.“Tapi wajahnya sama kayak Mama,” ucap Farah membelai pipi Aya.Ajeng yang melihat kejadian itu merasa sangat pilu. Ia sangat tahu apa yang cucunya rasakan sekarang.“Ma, mana Farah?” tanya seorang pria yang datang dan berdiri di samping Ajeng. Suara pria itu cukup kencang membuat Aya reflek menoleh.“Pak Eric ngapain? Jangan bilang ini anaknya,” gumam Aya dalam hati. Ia kaget melihat Eric ada di tempat itu. Sebaliknya ekspresi yang Eric perlihatkan cukup tenang.“Farah, ayo sini,” panggil Ajeng.Gadis kecil itu cepat meraih tangan Aya, seolah tak ingin berpisah. Panggilan Eric juga tak membuat Farah mau melepaskan genggaman tangannya. Farah malah meminta Eric untuk membayar mainan yang ia mau.“Maaf ya, Mbak. Cucu saya malah membuat repot,” ucap Ajeng pada Aya. Mereka menunggu di dekat pintu masuk sementara Eric berada di kasir.“Gak apa-apa, Bu,” sahut Aya.Begitu Eric selesai dari kasir dan menemui mereka, Farah tiba-tiba saja bilang lapar dan ingin makan.“Kita makan di sana aja ya, Pa,” ucap Farah menunjuk salah satu tempat makan yang ada di lantai itu. Belum sempat menjawab, Farah sudah menarik tangan Aya untuk lebih dulu menuju tempat makan itu.Mau tak mau Ajeng dan Eric mengikuti Farah dan Aya yang telah lebih dulu sampai di tempat itu.Senyum tak hilang dari wajah Farah sepanjang mereka makan. Sesekali Aya membersihkan sudut bibir Farah yang belepotan.“Es krimnya enak banget,” ucap Farah menyendok es krim dan memberikannya pada Aya.“Iya, Cantik,” sahut Aya tersenyum menerima suapan dari Farah.Melihat sikap Aya dan Farah, baik Eric dan Ajeng tidak berkomentar sama sekali. Mereka kompak membiarkan hal itu, demi kebahagiaan Farah hari ini.Gadis kecil itu bahkan sempat menolak saat Eric dan Ajeng mengajaknya untuk pulang. Farah baru mau pulang bersama dengan Eric dan Ajeng, setelah Aya mengantarkannya masuk ke dalam mobil.Aya melambaikan tangan sambil tersenyum kecil pada Farah yang telah duduk manis di dalam mobil. Ia sendiri benar-benar bingung dengan situasi yang baru ia hadapi ini. Apalagi selama di mall tadi, Eric tidak sedikitpun bicara dengannya. Mereka seperti orang yang tidak saling kenal. Tapi itu tidak masalah bagi Aya. Ia juga tidak ingin ikut campur dalam urusan keluarga Eric.***Setiba di rumah, Eric bergegas membersihkan diri sementara Ajeng menemani Farah di kamarnya. Sambil mengganti baju cucunya, Ajeng dengan hati-hati bertanya mengenai kejadian di mall tadi. Gadis kecil itu, bersikeras kalau Aya adalah mamanya, tidak peduli Ajeng telah menjelaskan panjang lebar.“Harusnya Papa ajak Mama pulang ke rumah,” sungut Farah naik ke atas tempat tidur.“Farah sayangnya Oma, yang tadi itu namanya Tante Aya. Mama kan sudah ada di surga, Sayang,” ucap Ajeng mengusap kepala cucunya itu.“Pasti Mama sudah turun dari surga, Oma. Itu tadi ada. Farah bisa pegang tangannya,” ucap Farah lagi. Ajeng menghela nafas panjang. Bicara hal seperti ini dengan anak kecil memang harus ekstra sabar.Setelah memastikan Farah tertidur, perlahan Ajeng keluar dari kamar itu. Ia bergegas mengganti pakaian lantas menemui Eric.“Jadi ini gimana, Ric?” tanya Ajeng pada Eric yang sedang berbalas pesan di ponselnya.“Gimana apanya, Ma?” Eric malah bertanya balik.Ajeng lalu mengatakan apa yang Farah katakan saat di kamar tadi.“Nanti Farah juga lupa kalau sudah balik ke Jakarta. Liburan sekolah kan cuma dua minggu,” ucap Eric meletakkannya ponselnya di meja.“Mama gak yakin dia mau balik ke Jakarta setelah ketemu dengan orang tadi,” sahut Ajeng pesimis.Eric terdiam. Melihat sikap keras Farah saat di mall tadi ia sebenarnya juga sangsi. Apalagi selama ini Farah selalu tidur dengan foto ibunya. Hal itu membuat Farah sangat hafal dengan wajah ibunya. Tidak heran Farah bersikap begitu saat bertemu Aya yang wajahnya sangat mirip.Tapi anaknya itu tidak bisa serta merta tinggal di kota tempat Eric bekerja, sementara ia sudah bersekolah di Jakarta.“Kita gak usah bahas lagi tentang kejadian di mall itu sama Farah, Ma. Biar dia lupa,” pinta Eric.“Tergantung Farah,” sahut Ajeng, “tapi Mama juga kaget banget saat lihat dia. Benar-benar mirip. Sama persis. Gak ada bedanya kalau dilihat sekilas. Kamu juga ngerasa kan?”Eric tak menjawab. Ia meraih lagi ponselnya dan pura-pura sibuk.“Kamu kenal sama perempuan tadi? Kalau gak salah dia bilang namanya Aya,” ucap Ajeng menatap anak laki-lakinya itu.“Eric kamu dengar Mama gak sih,” sergah Ajeng lagi. Eric seolah tidak mendengar.“Apa sih, Ma? Kita gak usah bahas hal itu lagi. Eric tidur dulu, Ma,” pamit Eric beranjak dari sofa ruang tamu kemudian masuk ke dalam kamarnya.Membaringkan tubuhnya di atas kasur, Eric tak bisa terlelap dengan cepat. Serba salah posisi tidur yang ia ambil. Pikirannya berkecamuk. Tidak pernah terlintas dalam benaknya akan bertemu dengan orang yang seratus persen mirip dengan mendiang istrinya. Ditambah lagi orang itu satu kantor dengannya. Sudah pasti membuat fokusnya terbagi.“Astaga. Apa-apa ini?.” Aya terbangun dengan nafas ngos-ngosan. Keringat terlihat mengalir membasahi tubuhnya, padahal pendingin ruangan di kamarnya berada dalam suhu sejuk. Tangannya meraih ikat rambut yang ada di atas meja, lantas ia beranjak dari atas kasur dan berjalan keluar kamar. Terdengar suara-suara dari arah dapur."Tumben kamu cepet bangun, Ay?" Mama yang sedang menyiapkan masakan di dapur heran melihat anak perempuannya sudah bangun di jam lima pagi ini. Biasanya Aya akan bangun kalau sudah mepet-meper waktu. "Mimpi buruk," lirih Aya menopang dagunya.Mendengar ucapan Aya, Mama menghentikan aktivitasnya kemudian mendekat. Ia jadi penasaran ingin tahu seburuk apa mimpi yang anaknya alami."Jangan diam aja dong, Ay. Mama juga mau dengar cerita mimpi buruk kamu itu," ucap Mama memaksa Aya yang dari tadi diam saja saat Mama bertanya."Ya mimpi buruk, Ma. Tempatnya gelap gitu, gak jelas," ucap Aya asal. Ia tidak mungkin menceritakan mimpinya secara gamblang pada Mama.Mimpi ya
Hari ini sudah hampir sepuluh hari, Farah dan Ajeng berada di kota tempat Eric bekerja. Itu artinya sebentar lagi mereka harus segera kembali ke Jakarta, karena Farah yang akan kembali masuk sekolah setelah libur dua minggu. Selama bekerja di luar kota Jakarta, Eric memang tidak membawa Farah untuk ikut dengannya. Sebaliknya Eric yang rutin akan pulang menemui anak perempuannya.“Jadi mau pulang hari apa, Ma?” tanya Eric yang mulai mencari-cari tiket pesawat di salah satu aplikasi online.“Lusa mungkin, Ric. Biar Farah sempat istirahat sebelum balik sekolah,” sahut Ajeng. Saat ini mereka sedang bersantai sambil menonton TV setelah selesai makan malam.“Papa,” ujar Farah beringsut mendekati Eric. Ia duduk di samping Papanya dan menatap.Perasaan Eric tiba-tiba saja tidak enak. Melihat tatapan Farah yang sepertinya menginginkan sesuatu.“Farah mau sekolah di sini aja, boleh kan?”Eric dan Ajeng saling menatap kaget saat mendengar permintaan Farah itu. Ajeng lantas mendekat dan mengelus r
Mumpung akhir pekan dan tidak ada kegiatan, Aya memilih untuk bermalas-malasan dibalik selimut hingga jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Sedikit berat membuka mata, gadis itu meraih ponsel yang ia letakkan di meja samping kasurnya. Panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal."Siapa ini ya?" tanya Aya bingung melihat panggilan masuk itu lantas membiarkannya hingga panggilan itu mati dengan sendirinya.Aya kemudian mengecek ponselnya. Keningnya berkerut melihat ada banyak panggilan tak terjawab dari nomor yang sama.+628xxxxAngkat. Ini Eric.Matanya melotot membaca pesan yang masuk itu. Beberapa detik setelah Aya membaca pesan itu, panggilan dari nomor yang sama kembali masuk.“Iya, P-pak,” ucap Aya menampilkan ponsel itu di telinga kirinya.“Tunggu.”Aya kaget melihat layar ponselnya berubah menjadi panggilan video dan ada satu nomor tidak dikenal yang bergabung.“Halo, Tante mama,” suara Farah begitu girang saat melihat wajah Aya di layar ponsel Ajeng
Setelah mendapatkan jadwalnya yang kosong, siang ini Eric berangkat menuju Jakarta untuk menjemput serta mengurus kepindahan sekolah Farah ke kota tempat ia bekerja. Meski belum siap dengan segala konsekuensi yang akan muncul saat Farah tinggal bersamanya nanti, Eric mau tak mau menuruti permintaan putrinya itu. Itu semua karena Ajeng yang hampir kehabisan akal membujuk Farah setiap hendak pergi sekolah. Gadis kecil itu memainkan dramanya yang nyaris membuat penyakit jantung omanya kumat.Eric sendiri tak bisa berlama-lama di Jakarta. Ia hanya punya tiga hari untuk mengurus itu semua dan harus segera kembali. Sekretarisnya sudah mulai mengirimkan jadwal pekerjaan yang harus ia lakukan nanti.“Farah jangan buat Papa repot di sana ya,” pesan Ajeng mengantar cucunya.“Iya, Oma.” Farah memeluk Ajeng erat.“Tunggu Tante Tari libur kuliah ya. Nanti Tante pasti ke sana,” ucap Tari gantian memeluk keponakannya itu. Tari adalah adik perempuan Eric dengan beda usia hampir tujuh tahun. Saat ini
Baru kali ini Aya melihat foto orang yang sangat mirip dengannya. Aya mengambil foto yang ada di tangan Farah kemudian mengamatinya."Tunggu," gumam Aya dalam hati. Netranya lebih jeli lagi melihat foto itu. Ia sangat yakin kalau foto yang Farah tunjukkan itu adalah foto dirinya, bukan foto ibunya Farah. Di Foto itu jelas terlihat Aya berfoto dengan latar belakang kantornya lama, sebelum dipindah ke cabang utama."Wajah mama Farah sama kan seperti wajah Tante," ucap Farah lagi. Anak itu seperti ingin minta pengakuan dari Aya. Tak ingin mengecewakan Farah, Aya mengiyakan saja ucapan Farah. Dengan wajah penuh senyum Aya menganggukan kepala. Padahal ia sendiri belum pernah melihat foto mamanya Farah. Tapi ia jadi penasaran, foto yang ada di laci kerja Eric itu didapatnya dari mana.Hingga menjelang siang, Eric juga belum kembali. Baik Farah maupun Aya sudah mulai bosan menunggu di dalam ruangan. Aya lantas mengajak Farah keluar."Pak Eric belum balik juga, Vi? Sudah mau jam makan siang,"
Sekitar jam setengah tujuh pagi, Eric dan Farah sudah tiba di sekolah. Suasana sekolah masih sepi, hanya ada beberapa guru dan murid yang datang. Sambil menunggu kepala sekolah, Eric mengamati keadaan lingkungan sekolah sementara Farah duduk menatap ke arah kantin yang berada tepat di depannya."Loh itu kan mobilnya Pak Eric?" gumam Aya masuk ke halaman sekolah karena hari ini Mama minta antar. Terlalu serius memperhatikan Eric dan Farah yang masuk ke salah satu ruangan, ia sampai tidak membantu mama mengangkat wadah-wadah makanannya ke dalam kantin.“Lihat apa sih kamu? Sampai gak bantuin, Mama?” sergah Mama membuat Aya mengalihkan pandangan.“Maaf, Ma,” ucap Aya nyengir.Setelah pamit, Aya bergegas meninggalkan sekolah dan menuju kantor. Bekerja seperti biasanya, Aya kaget saat Wisnu datang dan memberikan selembar kertas. Gadis itu semakin kaget saat membaca isi kertas yang Wisnu bawa. Tertulis kalau Aya mulai hari ini sudah pindah unit, ke bagian HRD bersama dengan Wisnu.“Yang be
Sambil membantu Farah mengenakan pakaian, Aya masih terbayang-bayang wajah Eric saat menatapnya tadi. Tatapan yang tak asing baginya, tapi ia masih belum bisa mengingat dimana pernah melihat mata seperti itu.“Tante Mama Aya,” ucap Farah menyadarkan Aya dari lamunannya.“Tante di sini sampai malam ya?”“Nggak, Farah sayang. Ini Tante sudah mau pulang. Papanya Farah barusan datang,” ucap Aya tersenyum kecil.Menggandeng tangan Farah, Aya membawa gadis kecil itu keluar dari kamar dan menemui Eric yang tengah duduk di ruang tengah.“Saya permisi pulang dulu, Pak,” pamit Aya. Eric hanya berdehem. Namun begitu tiba di depan pintu, hujan disertai angin kencang tiba-tiba turun. Membuat Aya takut untuk mengemudi dengan cuaca begitu.“Tante, pulangnya nanti aja.” Farah menghampiri. Belum sempat menjawab, suara petir menggelegar membuat Aya dan Farah cepat menutup pintu.Eric tak terlihat saat mereka kembali ke ruang tengah. Aya yakin bosnya itu pasti sedang mandi. Betul saja, sepuluh menit k
Tiba di kantor Aya langsung menuju ruangan Via, tapi sekretaris Eric itu bilang kalau Eric masih belum kembali dari rapat. Tak perlu bertanya lagi, Aya langsung mengajak Farah ke ruangannya.“Sudah menjiwai banget kamu ya, Ay,” ucap Wisnu melihat Aya datang bersama Farah.“Menjiwai apanya coba,” kata Aya duduk di sebelah Wisnu yang akan memberitahunya tugas lainnya.Baru menjelaskan beberapa tugas, ponsel Wisnu berdering. Samar-samar Aya mendengar kalau besok Eric harus melakukan perjalanan dinas ke luar kota.“Bentar ya, Ay. Mau nyari tiket pesawat buat Pak Eric,” ucap Wisnu kemudian membuka salah satu aplikasi online lewat ponselnya. Sambil menunggu Wisnu selesai, Aya memandang Farah sejenak dan berpikir. Kalau Eric harus pergi dinas keluar kota besok, lalu siapa yang akan menjaga Farah di rumah. Seperti tidak mungkin Eric akan mengajak Farah pergi dinas. Pasalnya dari surat dinas yang dibagikan di grup w******p HRD, Eric akan pergi dinas selama dua hari dengan agenda rapat bersama j