Mengirimkan surat ketidakhadirannya, hari ini Aya izin untuk tidak masuk kantor dengan alasan sakit. Sebenarnya ia malas bertemu Eric ditambah lagi badannya masih pegal. Pukul setengah delapan ia masih uring-uringan di kamar, padahal perutnya sudah mulai keroncongan. Teringat banyaknya pakaian kotor yang belum dicuci, Aya terpaksa bangun dari tidurnya. Sebelumnya ia sudah memesan nasi uduk untuk sarapan paginya kali ini.Gadis itu berjalan ke ruang depan dan membuka jendela. Ia lalu beranjak ke belakang dan menyalakan mesin cuci.“Banyak banget ini uangnya,” kata Aya kaget saat merogoh kantong celana Eric dan menemukan tujuh lembar uang berwarna merah yang terlipat. Merogoh kantong celana yang lain, Aya menemukan kertas. Perlahan ia membuka kertas putih yang terlipat itu dan menemukan namanya tertulis di sana.“Eric, Fayra, Farah,” ucap Aya membaca tiga nama yang tertulis di kertas itu, “pake gambar ini lagi,” lanjut Aya melihat gambar betul hati di ujung kertas. Menyimpan uang dan ke
“Mama pulang besok ya, Ric,” kata Ajeng sambil membelai rambut Farah yang mulai mengantuk dipangkuannya. Tadinya gadis kecil itu mengantuk, tapi tiba-tiba ia bangun dan duduk di samping Ajeng, membuat kaget mereka yang ada di ruang tengah.“Kok bangun lagi? Tadi bukanya ngantuk,” kata Ajeng heran.“Pa, satu minggu ini Farah libur. Farah ikut sama Oma ya,” ucap Farah seketika membuat Eric mengerutkan kening.“Boleh aja, sih,” sahut Eric ragu.“Memangnya Farah nanti gak kangen sama Tante Aya?” tanya Ajeng sengaja. Ia ingin melihat reaksi Eric saat mendengar jawaban Farah.“Kangen, tapi nanti kan bisa video call Tante Aya lewat Papa. Nanti Farah juga bawa oleh-oleh biar Tante Aya senang,” kata Farah menatap Eric dan Farah bergantian.Hitung-hitung Farah bisa liburan sebentar bersama Ajeng dan Tari. Eric lantas mengiyakan permintaan gadis kecilnya itu dan langsung memesan tiket untuk pener besok siang.Sekolah Farah selama seminggu ke depan memang diliburkan karena semua guru di sekolahn
Eric langsung menarik tangan Aya kala wanita itu mulai berjalan menjauhinya. Jalan keluar yang seharusnya tinggal lurus saja, tapi langkah kaki Aya malah menuju menuju ke sebelah kiri tempat orang biasa memesan taksi bandara."Kamu mau kemana?" tanya Eric."Saya pulang naik taksi aja ya, Pak." Aya menatap Eric dengan tangan yang masih disandera oleh pria itu.Eric mengerutkan keningnya. Ia lantas melepaskan tangan Aya kala ponsel milik gadis itu berdering. Berjalan beberapa langkah menjauhi Eric, ia mengangkat telepon yang ternyata dari Via."Kenapa kamu nyari Pak Eric ke aku?" protes Aya saat Via bertanya dimana Eric berada."Yang terakhir ketemu Pak Eric kan kamu, tadi kan kamu ke ruangan Pak Eric. Aku telepon dari tadi gak diangkat, di chat juga gak dibaca," ucap Via."Gak tahu, emang kenapa?" tanya Aya.Via kemudian menjelaskan perihal ia mencari Eric karena ingin menanyakan pertemuan dengan klien hari ini jadi atau dibatalkan saja."Ya kamu batalin aja lah, wong Pak Eric juga gak
Santai sehabis makan malam, Aya duduk di sofa ruang tamu sambil melihat foto-foto kegiatan outbond kemarin. Tidak berselang lama sebuah pesan dari Wisnu masuk. Keningnya berkerut melihat folder foto yang Wisnu kirimkan.“Astaga, Wisnu!” pekik Aya tidak percaya. Matanya melotot melihat satu per satu foto yang tersaji di layar ponselnya. Apalagi kalau bukan foto ia bersama dengan Eric yang diambil tanpa sepengetahuan dirinya. Begitu serius ia melihat foto-foto itu, hingga ia berjalan membuka pintu sambil terus menatap layar ponselnya, saat ada yang mengetuk pintu dari luar.“Siapa?” tanya Aya tak melihat ke arah depan tapi malah fokus ke layar ponselnya.“Eh. Lo kok, Pak Eric? Aduh, itu balikin ponselnya saya, Pak.” Aya syok lantas menguber Eric yang membawa ponselnya masuk dan duduk di ruang tamu.Pria itu memasang senyum sambil mengusap layar ponsel Aya, selang beberapa menit kemudian Eric mengembalikan ponsel milik Aya.“Jadi kamu suka?”“Suka apanya, Pak? Ini juga mau dihapus,” ucap
“Masuk aja, Ay. Aku lagi ribet nih, banyak banget jadwal Pak Eric minggu ini. Pusing aku ngaturnya. Biasanya juga kamu langsung-langsung aja kalau mau ketemu bos," celoteh Via yang serius menatap layar komputernya saat Aya minta tolong untuk mengantarkan beberapa berkas yang harus ditanda tangani oleh Eric."Kamu, ih," sahut Aya merengut. Ia sempat terdiam di depan pintu ruangan Eric sebelum akhirnya masuk. Dengan wajah tertunduk, Aya menyerahkan berkas itu lantas berdiri menunggu Eric selesai menandatanganinya. Ia tidak berani mengangkat wajahnya menatap Eric, gadis itu masih teringat kejadian semalam di mobil."Makasih, Pak," sahut Aya langsung menarik tangannya saat tak sengaja bersentuhan.Tangannya sampai gemetaran menutup pintu ruangan Eric. Begitu tiba di ruangannya, Aya langsung menelungkupkan wajahnya di meja. Rasanya begitu malu mengingat kejadian semalam. Aya sibuk menebak isi pikiran Eric, karena semalam ia tidak melakukan perlawanan saat Eric menciumnya."Ada apa, Ay? Sak
“Sabar-sabar, Ay. Nanti Wisnu masuk, kamu izin bolos," gumam Aya dalam hati. Sore ini yang seharusnya gadis itu pulang on time, batal karena ia harus ikut menjemput Farah. Ke bandara? bukan. Ia ikut menjemput Farah ke Jakarta. Pasalnya Ajeng atau Tari tidak bisa mengantar Farah balik karena kesibukan masing-masing. Ajeng harus mengerjakan pesanan kue, sementara Tari belum bisa bolos kuliah karena sedang ujian. Ia sudah mencari alasan agar tidak perlu ikut, tapi Eric terlanjur bilang kalau Aya akan menjemputnya.“Sudah?” tanya Eric ketika Aya kembali dengan tas kecil yang ia pegang.“Iya,” sahut Aya singkat sambil masuk ke dalam mobil.Ia masih heran kenapa ia harus selalu diikutkan kalau menyangkut masalah Farah. Memang ia sayang dengan Farah, tapi gak kayak gini juga. Apa-apa harus Aya harus terlibat.Memarkirkan mobilnya di parkir inap yang ada di bandara, mereka lantas masuk dan segera check in.“Tante jadi datang jemput Farah kan?” tanya Farah bersemangat saat panggilan videonya s
Hampir sepuluh menit Aya mondar mandir di dalam kamar, takut serta bingung mau keluar dari kamar. Takut karena ruangan di luar kamar gelap, serta bingung harus mencari tasnya kemana. Jam di layar ponselnya menunjukkan pukul setengah lima pagi dan kondisi baterai ponselnya sudah benar-benar lemah. Ia yakin beberapa menit lagi pasti akan mati.“Coba keluar aja lah,” kata Aya memberanikan diri. Ia bisa meraba-raba dinding untuk mencari saklar lampu.Berbekal cahaya lampu dari kamarnya, Aya berjalan pelan. Baru beberapa langkah menjauh dari kamarnya ia tidak sengaja menabrak seseorang yang membuatnya reflek berteriak.“Ngapain teriak-teriak? Aku Eric. Kamu ngapain jam segini keluar?" Eric menekan saklar yang tidak jauh berada di dekatnya. Suara teriakan Aya yang cukup nyaring membuat Ajeng dan Tari sampai keluar kamar hendak mengecek apa yang terjadi. Ajeng benar-benar kaget saat melihat Aya ada di depannya."Kamu ngajak Aya ke sini?" tanya Mama dengan wajah heran.Mendengar nada suara da
Aya, Farah, dan Tari baru saja selesai makan siang di mall setelah mengajak Farah bermain di salah satu wahana permainan di sana. Tidak langsung pulang ke rumah, mereka mampir dulu ke toko roti Ajeng. Setibanya di sana Aya cukup terpana dengan desain toko roti Ajeng yang sangat cozy."Mama sudah makan kan?" tanya Tari membawa Aya dan Farah masuk ke ruangan Ajeng. Farah memeluk Ajeng sejenak kemudian membaringkan diri di sofa sambil bermain mainan barunya ditemani oleh Aya."Sudah, Tar. Eric gak ikut?" tanya Ajeng."Gak. Tadi Mas Eric pergi sendiri, gak tahu kemana," sahut Tari menghampiri dan duduk dekat Aya.Adik Eric itu memperhatikan Aya dengan seksama. Caranya memperlakukan Farah yang begitu lembut dan juga keibuan sama persis seperti Fania. Terlihat Farah yang begitu bahagia saat bersama Aya. Tari bahkan sampai tidak bisa berkata-kata saat Farah dengan santainya menyebut Aya dengan sebutan mama.Asyik bermain, Farah tahu-tahu tertidur di pangkuan Aya. Perlahan ia bergeser dan mem