Hati Zahra benar-benar hancur. Rasa kecewa, terluka karena pernikahannya yang gagal. Bertahun-tahun ia dan Uki mempertahankan hubungan bahkan harus menjalani LDR yang tidak mudah baginya. Semua dilakukan demi mewujudkan satu impian mereka, menikah.
Restu yang semula didapatkan oleh Zahra dan Uki, kini berbalik arah. Pak Dirgantara tiba-tiba melarang keras putri nya itu bertemu dengan Uki lagi. Apalagi jika harus menikah.Bukan hanya Zahra, tapi juga Pingkan, Mama Zahra yang tidak habis pikir dengan perubahan sikap sang suami yang tidak merestui Zahra dan Uki menikah. Namun, Pingkan pun tidak bisa berbuat banyak karena sang suami yang tidak bisa dibantah saat sudah mengambil keputusan.Seminggu pun berlalu. Zahra dan Uki tidak lagi berkomunikasi sejak ponsel Zahra diambil alih oleh papanya. Dia pun tidak bisa bebas keluar. Hanya dikurung di dalam kamarnya. Semua fasilitas diberikan Dirgantara asalkan Zahra tidak lagi bertemu dengan Uki."Mas, mau sampai kapan kamu mengurung Zahra seperti ini? Kasihan dia, Mas. Kamu juga kenapa sih, tiba-tiba langsung aja membatalkan pernikahan mereka? Apa sih yang sebenarnya terjadi? Salah Uki dan Zahra apa, Mas?" cecar Pingkan. Ia mulai yakin jika ada rahasia yang disembunyikan suaminya."Jawab aku, Mas! Apa yang sebenarnya terjadi?" bentak Pingkan.Dirgantara hanya bisa diam. Membisu tanpa tahu alasan apa yang harus ia ungkapkan pada istri dan anaknya yang terus mencecar alasan pembatalan penarikan itu."Maafkan saya, saya nggak bisa kasih tahu apa alasannya. Zahra, maafkan karena kesalahan papa di masalalu, kamu harus ikut menanggungnya sekarang," batin Dirgantara.---Pingkan yang merasakan iba melihat anak perempuannya itu selalu murung dan menangis di dalam kamarnya, akhirnya diam-diam memberikan ponsel miliknya pada Zahra. Agar sang putri bisa segera menghubungi Uki.Malam itu saat sedang duduk di ruang tamu usai makan malam, Pingkan dengan bersembunyi memberikan ponselnya pada Zahra."Kamu ambil ini. Segera hubungi Uki," bisik Pingkan. Zahra hanya mengangguk dan langsung menaruh ponselnya ke dalam saku celana.Dirgantara sesekali memperhatikan istri dan putrinya yang tengah berbincang. Sempat curiga, tapi akhirnya ia kembali melanjutkan buku yang tengah dibacanya.Zahra pun langsung kembali ke kamarnya. Menghubungi nomor Uki yang masih diingat dengan tepat.[Halo, Mas Uki!][Ara, kamu ke mana aja sih? Aku hubungi nomor kamu nggak pernah aktif. Kamu baik-baik aja kan?][Maaf, Mas, ponsel aku diambil sama papa. Ini aku pakai ponsel yang dikasih mama. Mas, aku dikurung di dalam kamar. Enggak bisa ke mana-mana ....]Belum usai pembicaraannya dengan Uki, tanpa disadarinya Dirgantara masuk ke dalam kamar Zahra dan langsung merampas ponselnya."Kamu masih berani berhubungan sama Uki?" hardik Dirgantara. Ia pun langsung melempar ponsel milik Pingkan itu ke lantai hingga hancur berantakan."Papa!" Zahra pun hanya bisa menangis. Dia bingung apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa papanya berubah membenci Uki."Sekali lagi kamu nekat berhubungan dengan Uki, papa akan kirim kamu ke Singapura tempat Tante Mieke!" ancam Dirgantara.Dirgantara pun langsung keluar dan mengunci pintu kamar Zahra."Ah! Kenapa sih papa semakin aneh. Emang apa salahnya Mas Uki?" gerutu Zahra.Uki yang sedang berada di kampusnya pun bingung. Apa yang sebenarnya terjadi dengan orangtua kekasihnya itu. Mengapa kini berubah membencinya dan menghalangi rencana pernikahannya dengan Zahra."Aku nggak bisa gini terus. Aku harus ke rumah Zahra dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi!" gumam Uki.---Uki akhirnya memberanikan dirinya mendatangi rumah Tuan Dirgantara. Ayah dari Zahra itupun langsung murka ketika melihat kedatangan Uki kembali ke rumahnya."Kamu lagi. Kan saya sudah bilang, jangan dekati Zahra lagi! Kamu masih berani nekat?" gertak Dirgantara. Matanya melotot tajam ke arah Uki."Om, tapi saya butuh penjelasan. Kenapa Om tiba-tiba tidak merestui hubungan saya dan Zahra. Apa alasannya, Om?" tanya Uki lantang.Wajah Dirgantara pun mulai berubah. Tegang dan panik. Entah alasan apalagi yang harus dikatakan Dirgantara agar anak lelakinya itu bisa mundur dan menjauh dari kehidupan Zahra."Saya nggak mau tahu dan saya tidak perlu menjelaskan apapun padamu. Mulai sekarang, jauhi Zahra! Pergi kamu sekarang. Cepat, pergi!" usir Dirgantara.Uki pun memilih mengalah. Ia pergi meninggalkan kediaman Dirgantara yang tidak lain adalah ayah kandungnya sendiri. Sejak malam itu, Uki pun tidak lagi mendatangi kediaman Zahra. Ia pasrah akan takdir Allah untuknya dan Zahra.Uki pun dengan berat hati mengikuti kemauan ibunya yang menjodohkannya dengan Syifa - seorang dokter muda anak rekan bisnis Nyonya Citra....Hari ini sesuai kesepakatan Citra dan Anggie yang hendak menjodohkan anak-anaknya itu bertemu di rumah Citra. Dengan berat hati, Uki pun mencoba berdamai dengan keadaannya yang sekarang."Itu pasti mereka!" ucap Citra. Citra pun mengajak Uki membuka pintu untuk menyambut kedatangan sahabat dan putrinya itu."Iya, Ma."Benar saja dugaan Citra. Anggie dan Syifa yang datang. Citra yang telah lama tak bertemu sahabatnya sejak SMA itu sampai lupa ada dua anak muda yang tengah saling diam."Oh ya, sampai lupa. Uki, kamu ajak Syifa jalan-jalan ya. Dia kan baru balik dari London, cari suasana enaklah buat kalian ngobrol. Ayo, sana!" suruh Citra."Ayo!"Uki dan Syifa akhirnya naik ke mobil putih Pajero milik Uki. Mobil mewah yang sebenarnya telah ia siapkan untuk menikmati hidup barunya dengan Zahra. Sayangnya, Allah punya kehendak lain.Di dalam perjalanan, Uki lebih banyak diam dan hanya fokus membawa kendaraannya di tengah jalanan ibukota yang sedang lengang."Mas, apa kamu sudah punya pacar?" tanya Syifa.Bukan tanpa sebab ia mempertanyakan hal itu. Karena Syifa melihat sikap Uki yang begitu dingin dengannya. Timbul sebuah pertanyaan. Mungkinkah Uki telah memiliki hubungan dengan wanita lain dan tidak menerima perjodohan dengannya."Iya, aku sudah punya pacar." Uki pun menjawab pertanyaan itu dengan jujur. Walau sakit, Syifa mencoba menerimanya.Wajah Syifa pun berubah. Ada rasa kecewa. Tapi, Syifa pun mempertanyakan kembali apa alasannya mau menerima perjodohan ini."Aku sangat mencintai Zahra. Tapi, entah kenapa tiba-tiba Mama dan Ayah Zahra tidak merestui kami. Padahal kami sudah merencanakan pernikahan. Aku terpaksa menerima perjodohan ini karena aku hanya ingin membahagiakan Mamaku!" jawab Uki tegas. Syifa pun kecewa.Rasa kecewa itu ditelan Syifa. Ia pun memutuskan melepaskan Uki dan mengubur impiannya untuk menikah dengan pria tampan di sampingnya itu."Aku nggak bisa berhubungan sama orang yang belum selesai masalalunya. Turunkan aku di sini!" pekik Syifa.Uki pun terpaksa menghentikan mobilnya karena Syifa mengancam akan melompat. Uki pun tidak ingin mengambil resiko. Ia pun tidak bisa mencegah kepergian dokter muda itu."Aku pulang aja deh!" gumam Uki. Uki pun langsung membawa kendaraannya kembali ke rumahnya.Sesampainya di rumah, Citra dan Anggie dikejutkan dengan kepulangan Uki seorang diri tanpa ada Syifa. Anggie pun mempertanyakan keberadaan sang putri."Syifa ke mana?""Maaf, Ma, Tante. Syifa tadi minta pulang. Dia nggak mau aku antar. Tadi kami ...." jawab Uki.Anggie yang kecewa dan marah pada Uki dan Citra langsung memilih pergi begitu saja meninggalkan kediaman Citra."Uki, kamu ini gimana sih? Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Citra."Enggak ada apa-apa, Ma. Aku hanya menjawab pertanyaan Syifa apa adanya," dalih Uki."Soal apa?""Uki, jawab Mama!"Setelah Uki menghela napas panjang, akhirnya Uki pun menjelaskan apa yang sudah terjadi. Dan Citra pun murka."Uki, jangan bilang kamu masih mencintai Zahra dan berharap hubungan kalian bisa Mama restui. Enggak akan pernah!" jawab Citra. Uki pun kembali mempertanyakan apa alasannya."Ma, apa sih sebenarnya yang membuat Mama dan Pak Dirga tidak lagi merestui kami. Apa salah aku dan Zahra?""Jawab aku, Ma!""Ma, apa alasannya?"bersambung ...."Jawab aku dong, Ma!"Uki terus mendesak Mamanya agar mau mengatakan sejujurnya apa yang sebenarnya terjadi. Apa alasan Mamanya tidak lagi merestui hubungannya dengan Citra. Padahal sejak awal baik Mamanya ataupun Ayah Zahra sangat mendukung hubungannya dengan Zahra."Uki, sudahlah. Mama hanya minta sama kamu, lupakan Zahra. Mama tahu dia anak yang baik, sopan. Tapi, Mama nggak bisa mengijinkan kalian menikah. Maafkan Mama," ujar Citra yang langsung memilih pergi ke kamarnya.Uki pun diam. Banyak timbul pertanyaan di otaknya. Mengapa Mamanya dan Ayah Zahra begitu keras menentang hubungan ini. Uki yang hanya anak tunggal pun tidak bisa berbuat banyak selain mengikuti semua keinginan Mamanya.....Waktu berjalan cepat. Zahra pun sudah jenuh berdiam diri di rumah saja. Timbul banyak pertanyaan tentang semua yang terjadi. Hingga akhirnya, Zahra pun nekat kabur. Ia ingin segera menemui Uki.Zahra akhirnya berhasil kabur. Ia mendatangi kantor Uki. Tapi, sayangnya Uki sedang tidak masuk. Zah
Uki pun bingung. Ia baru sadar jika ia telah salah menyebut nama. Nama Zahra, Zahra dan Zahra yang sedang bergelayut manja di pikirannya."Oh, maaf, Laras. Tadi aku habis balas pesan Zahra. Dia rekan kerjaku di kantor. Besok ada meeting penting jam 9 pagi," dalih Uki."Oh, ya udah yuk!" Laras pun langsung mengajak Uki bergabung dengan teman-temannya.Di tengah meriahnya pesta pertunangannya, Uki justru merasa asing. Sendirian. Hatinya kosong. Uki tak bisa mengelak, jika ia masih sangat mencintai Zahra. Gadis muda berstatus mahasiswi di sebuah universitas negeri."Ara, maafkan, Mas. Mas tahu, ini pasti akan menyakitkan kamu. Tapi, Mas ataupun kamu nggak punya pilihan sekarang," batin Uki.Uki tetap berusaha tersenyum. Menebar hal positif bagi tamu undangan yang banyak juga orang penting. Tapi, seorang Ibu tahu betul apa yang dirasakan putranya. Walau Uki tersenyum, bersenda gurau dengan beberapa temannya dan juga Larasati, Uki tetap menyimpan luka."Uki, Mama tahu kamu sedih. Kamu terl
"Citra, aku tahu. Ini memang sulit kamu terima. Tapi, tolong pikirkan anak kita. Kamu jangan egois!" pekik Dirgantara.Citra justru bingung mengapa kini ia yang harus dianggap egois. Dia hanya ingin lepas. Citra tidak ingin karma buruk akan menimpanya dan keluarganya karena telah menyakiti hati seorang wanita. Istri pertama Dirgantara yang baru diketahuinya."Terserah apa kata kamu, Mas! Aku tetap dengan keputusanku untuk berpisah setelah aku melahirkan!" tegas Citra."Cit, Citra, tunggu!" panggil Dirga. Namun, Citra tak perduli. Ia memilih mengurung dirinya di dalam kamar. Mengunci kamar itu agar suaminya tidak bisa masuk dan membujuknya kembali."Maafkan aku, Mas. Aku nggak bisa hidup dalam bayang rasa bersalah. Biarkan aku yang mundur ...." batin Citra.Di teras rumah, Dirgantara hanya mampu terdiam. Menatap langit papua yang malam itu begitu cerah. Tubuhnya mulai menggigil karena dinginnya yang menusuk hingga ke tulang."Tuhan, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku nggak mungkin
POV ANDRI "Mas Andri!"Malam itu menjadi malam yang tidak akan pernah Citra lupakan sepanjang hidupnya. Pria yang telah menjadi tunangannya dan akan segera menikahinya hanya dalam hitungan minggu saja, kini terbukti telah berselingkuh."Cit-ra, aku bisa jelaskan. Ini tidak seperti kamu pikirkan. Aku dan ...." Belum usai bicara, sebuah tamparan dilayangkan Citra."Masih bilang semua tidak seperti yang kupikirkan? Mas, lihat! Wanita pelacur kamu itu masih dalam keadaan setengah bugil. Kalian pikir, aku percaya kalau kalian tidak berbuat apapun, Hah?!" bentak Citra menunjuk ke sebuah ranjang. Di sana seorang gadis belia tengah menutupi tubuhnya dengan selimut tebal."Ini, Mas. Aku kembalikan sama kamu. Maaf, nggak akan ada pernikahan di antara kita. Semuanya batal!" tegas Citra.Citra langsung lari meninggalkan kamar hotel tempat ia menangkap basah Andri, calon suaminya yang tengah asyik bergulat dengan seorang kupu-kupu malam yang disewanya.Andri tidak ingin menyerah begitu saja. Ia l
Dirga seorang don juan. Berbagai alasan diungkapnya demi membuat Citra percaya."Citra, kamu sabar dulu ya. Aku pasti akan menikahi kamu secara resmi. Tetapi, kamu sabar. Ada beberapa urusan yang harus ku selesaikan dulu," dalih Citra.Citra sudah tak lagi perduli. Pada akhirnya Citra pun mengetahui rahasia yang selama ini dipendam oleh suami yang menikahinya secara siri. Citra akhirnya meminta talak pada Dirgantara ketika istri pertama Dirga diketahui Citra. Namun, pria itu enggan bercerai. Pada akhirnya Citra dan Dirgantara bukan lagi pasangan suami istri. Citra kini menjadi orang bebas. Hanya hidup berdua dengan putra semata wayangnya telah membuatnya hidup bahagia.....Andri telah berusaha sekuat tenaganya untuk mencari keberadaan Citra. Wanita yang pernah dikhianatinya itu. Namun, akhirnya Andri menyerah. Ia kalah dengan keadaan. Kedua orangtuanya meminta Andri mencari pengganti Citra, setelah dengan setia ia menunggu Citra. Mencari keberadaan wanita itu dan akhirnya tidak ada
Andri akhirnya mengurus perceraiannya dengan Tiara di pengadilan. Keputusannya sudah bulat dan ia tidak lagi bisa berkompromi. Bahkan ketika kedua orangtuanya serta orangtua Tiara membujuk agar bisa kembali rujuk. Andri tetap dengan keputusannya.Berita tentang perceraian seorang pengusaha muda Andri dan Tiara akhirnya menyeruak ke publik. Mengagetkan banyak pihak. Tidak terkecuali rekan bisnisnya. Andri dan Tiara dan keluarga besar mereka memutuskan menutup rapat permasalahan yang terjadi. "Andri, tolong tutup aib Tiara ya. Papi malu kalau sampai publik tahu. Bagaimanapun dia putri papi, papi harus tutup aibnya." Tuan Nadim pun memohon pada menantunya, berharap Andri mau mengikuti permintaannya itu."Papi tenang saja. Tiara itu istri aku dan aku pasti akan tutup aibnya," jawab Andri lugas."Terimakasih, Nak. Kamu anak yang baik. Maafkan Tiara ya. Semoga kamu mendapatkan istri yang lebih baik dari Tiara," ucap Tuan Nadim yang langsung memeluk Andri.Setelah menjalani beberapa kali si
Sungguh tidak adil rasanya bagi Andri. Dia yang membangun perusahaannya dari nol, dia yang terzalimi selama pernikahannya dengan Tiara, kini ia juga harus menelan kekecewaan karena bisnisnya coba di rusak oleh mantan istrinya yang dominan itu.Tiara memang wanita ambisius. Ia akan melakukan segala cara agar semua keinginannya terwujud. Begitupun dengan permasalahannya dengan Andri.Tiara yang sakit hati pada Andri karena benar-benar mewujudkan keinginannya bercerai. Padahal saat itu Tiara hanya sekadar mengancam dan dia pun cemburu dengan sikap Andri yang lebih banyak menghabiskan waktunya bekerja. Tiara kesepian dan ia ingin Andri banyak menghabiskan waktu berdua, toh Andri adalah bos, bukan karyawan di perusahaannya itu.Namun, Andri tetaplah Andri. Dia tidak bisa diperintah apalagi oleh Tiara yang jelas istrinya. Bukankah istri harus tunduk dan patuh pada suaminya?Malam itu Tiara mendatangi sebuah cafe yang lokasinya tidak jauh dari apartemennya. Di sana ia akan menemui seseorang
Di ruang gelap. Tanpa ada pencahayaan sedikitpun, Andri disekap. Kedua tangannya diikat. Begitupun dengan kakinya.Setelah cukup lama tidak sadarkan diri, mantan suami Tiara itu akhirnya membuka mata. Dengan tubuh yang dirasakan masih sakit, akibat pemukulan pria-pria asing itu, kini ia kehilangan tenaga. Tubuhnya pun mengalami luka lebam dan luka lebar di pelipisnya."Di mana aku?" batinnya.Andri pun mendengar deru langkah kaki itu semakin terdengar jelas. Entah ia berada di mana. Semakin jelas dan jelas. Kini Andri merasa jika orang itu berada di depan ruang penyekapan."Siapa mereka?"Andri yang takut akhirnya mencoba menutup matanya kembali. Ia berpura-pura belum sadar, agar tahu suasana itu lebih dulu. Ia harus berpikir jernih untuk melawan dan membebaskan dirinya dari penyekapan itu.Tidak lama, ia mendengar suara dering telepon. Sepertinya telepon sang penyekap. Andri pun mencoba menguping, karena suaranya tidak terlalu jelas."Halo, Bos!"Entah siapa dan apa yang mereka bicara
Hati Andri dalam dilema. Entah keputusan apa yang harus diambilnya sekarang. Desakan Citra kian hari kian besar. Membuatnya pusing, beberapa kerjaannya pun mulai kacau."Andri, kamu harus memilih. Tidak mungkin kamu terus menjalani keduanya. Itu sama saja kamu memberi harapan sama Tiara dan Citra. Kamu harus memilih!" ucap Teguh, sahabat lama Andri."Entahlah, Guh. Aku masih bingung. Aku juga tidak bisa meninggalkan Tiara. Dia sedang butuh aku. Aku nggak mungkin meninggalkan dia saat ini!" ucap Andri."Kalau gitu, tinggalkan Citra. Biarkan dia mencari pendamping hidup yang lain. Yang lebih mapan dan siap!" seru Teguh."Enggak. Tapi aku juga tidak bisa kehilangan Citra.Kamu tahu kan, kalau aku ...." ucap Andri terhenti."Kamu egois!"Dilema dua hati melanda Andri. Mungkin memang benar apa yang dikatakan Teguh, tapi sepertinya ia juga belum siap memilih."Apa ini saatnya aku memilih?"....Citra akhirnya menerima permintaan paman dan tantenya untuk berkenalan dengan Hasyim. Seorang peng
Pada akhirnya Andri ingin membantu Tiara menemukan keluarga aslinya. Keluarga yang selama ini ia cari dan belum juga menemukan hasilnya. Tiara pun tidak tahu lagi, apa yang harus dilakukannya untuk menemukan mereka. Tiara mulai merasa bersalah. Setelah semua kejahatan yang dilakukannya, bahkan Andri masih mau membantunya."Andri, kenapa kamu masih mau membantuku?" tanya Tiara.Andri pun menatap mantan suaminya dengan tersenyum."Tiara, aku juga punya masalalu yang kelam. Aku bukan hadir dari keluarga yang baik. Orangtua yang kamu kenal selama ini, bukanlah orangtua kandungku, Tiara!" ucap Andri lantang."Hah???"Andri dan Tiara sama-sama menarik nafas panjang. Mereka memiliki pemikirannya masing-masing. Andri kembali mengenang masa-masa di mana ia akhirnya tahu, siapa dirinya yang sebenarnya."Apa kamu mau bercerita sedikit saja padaku?" tanya Tiara hati-hati. Andri pun tersenyum tipis.Andri pun mengajak Tiara duduk. Tepat di depan jendela. Menatap langit malam yang dipenuhi cahaya
Tia dan Affan harus pasrah dengan takdir. Mereka bertemu kembali di saat Affan justru sedang mempersiapkan pernikahannya dengan Anggia."Sayang, ini gimana?" tanya Anggia."Aku ikut kamu aja," jawab Affan.Affan, hatinya berkecamuk. Di satu sisi ia akan segera melangsungkan pernikahannya. Tapi, di sisi lain ia juga masih sangat mencintai Tia.Pernikahannya dengan Anggia bukanlah keinginannya. Ibu Laksmi yang meminta untuk menikah. Affan pun ingin membahagiakan ibunya, makanya ia tak menolak saat dijodohkan. Andai bisa jujur, ia tak ingin memikirkan soal pernikahan lagi setelah kepergian Tia.Namun, inilah jalannya. Tia justru yang akan menjadi event organizer dalam pernikahannya. Gaun pengantin pun hasil karyanya. Karya wanita yang sangat ia cintai.Anggia masih sibuk dengan gaun pengantinnya. Sedangkan Affan memilih untuk mengobrol dengan Tia di ruang kantor sambil memperhatikan Anggia."A- aku ....""Selamat ya, Van. Akhirnya kamu menikah. Aku doakan semoga kalian bahagia!" ucap Tia
Seminggu berlaluHari ini media sosial dihebohkan dengan berita penemuan mayat seorang wanita berparas cantik di sebuah perkebunan karet yang jauh dari rumah penduduk. Anggota tubuhnya telah terpotong menjadi beberapa bagian.Para warga pun mulai berkerumun ingin melihat mayat wanita cantik tersebut. Tetapi tidak ada satupun warga yang mengenalinya. Tidak ada satupun identitas mayat wanita cantik itu ditemukannya hingga akhirnya polisi menyatakan mayat itu tanpa identitas.Pihak berwajib dan para awak media mulai memberitakan dan menyebarkan wajah wanita itu dan berharap ada pihak keluarga yang melihat dan mengenalinya. Tetapi mereka hanya menyebar wajahnya saja tanpa berani menyebarkan bagian tubuh lainnya yang mulai membusuk. Sedikit lebih beruntung wajah mayat itu masih utuh, tidak ada luka hingga masih jelas untuk dikenali.Dua Minggu sudah berlalu mayat wanita itu berada di kamar jemazah RSUD. Tidak ada satupun orang yang menginformasi mengenali mayat wanita itu adalah anggota ke
Raymon akhirnya membawa makanannya ke dalam ruang penyekapan. Ia pun melepaskan ikatan tangan ketiganya. Agar mereka bisa makan dengan leluasa."Aku harus bisa mengambil rambut anak ini," batinnya.Rosma, Laksmi dan Tia yang tengah kelaparan pun akhirnya lengah dan tidak tahu ketika Raymon mengambil sampel rambutnya. Karena merasa sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, Raymon pun langsung keluar."Kenapa kamu tinggal?""Mereka itu hanya tangannya yang dibuka. Mau lari ke mana? Hanya lewat sini satu-satunya jalan mereka keluar. Diam aja deh!" pekik Raymon.Raymon mulai pecah kongsi dengan istrinya itu. Entah mengapa ia punya keyakinan yang kuat jika hasil tes DNA akan mengatakan jika Reyhan adalah darah dagingnya."Awas kamu, Arumi. Kalau sampai terbukti Reyhan anakku, aku pasti akan membawa dia pergi sejauh mungkin dari kehidupan kamu!" batin Raymon.Setelah cukup lama, Raymon pun kembali ke ruangan penyekapan. Tapi, di luar dugaannya jika ketiga wanita itu menghilang. Lantas, ke m
Affan dan Uki pergi tanpa tujuan yang jelas. Mencari Ibu Laksmi dan Tia yang entah berada di mana. Kedua wanita penting dalam kehidupan Affan itu tiba-tiba menghilang begitu saja."Ya Allah, bantu aku agar bisa menemukan ibu dan Tia," batin Affan.Sebagai seorang anak, Affan sudah merasa gagal. Tidak bisa menjaga ibunya dengan baik. Bahkan yang ia pikirkan hanya kebahagiaannya sendiri. Hanya kepentingannya sendiri. "Ibu, Affan janji. Kalau ibu ketemu, Affan akan menuruti apapun kemauan ibu. Kalaupun Affan harus melepaskan Tia, Affan ikhlas, Bu ...." batin Affan. Tanpa sadar, airmata itu membasahi wajah Affan. Dia mulai tidak fokus menyetir. Bahkan saat Uki menegurnya agar berhati-hati, Affan pun hanya diam."Mas Affan stop!" teriak Uki."Astaghfirullah!"Affan yang pikirannya sedang kacau, tidak fokus membawa kendaraannya hingga nyaris saja menabrak penyeberang jalan."Mas, biar aku aja ya yang bawa mobilnya. Mas kayaknya lagi nggak fokus. Takut terjadi apa-apa malah nggak bisa cari
"Sudah puas kalian? Aku baik-baik aja kan?!" bentak Arumi.Arumi pun memutuskan pergi. Meninggalkan kediaman Sahrul itu dengan tergopoh-gopoh. Tanpa sepengetahuan yang lainnya, ia bergegas menuju rumah sakit."Aku harus segera sampai ke rumah sakit. Ah, aku nggak mau mati konyol!" gerutunya. Arumi pun terus berjalan di tengah malam, menunggu taksi yang juga tidak kunjung datang."Duh! Mana sih taksinya!" Arumi terus berjalan. Cukup jauh dari rumahnya, hingga di dekat pintu keluar komplek, lewatlah sebuah taksi. Arumi pun langsung menghentikannya."Pak, tolong cepat ke rumah sakit Medika. Saya keracunan makanan. Tolong cepat ya, Pak!" suruh Arumi yang sudah kesakitan karena racun yang mulai bereaksi."Tuhan, aku nggak mau mati sekarang!" batinnya. Arumi pun terus menyuruh sang supir untuk lebih mempercepat laju kendaraannya agar bisa segera sampai.----Akhirnya taksi yang membawa Arumi sampai di rumah sakit Medika. Dengan sisa tenaga yang ada, Arumi pun bergegas turun setelah membay
Kenangan buruk itu selalu menghantui kehidupannya. Laksmi tak pernah punya niat untuk kembali memiliki hubungan baru. Ia memutuskan menjadi single mom, bahkan di saat Affan sudah dewasa."Bu, aku mengerti ibu belum bisa memaafkan Bu Rosma, tapi tolong ijinkan kami tetap menikah, Bu ...." bujuk Affan saat kembali berbicara dari hati ke hati.Laksmi tetap diam. Ia tidak menolak, tapi juga tidak mengiyakan. Hanya airmata yang terus membasahi wajahnya. Banyak hal yang membuat Laksmi gundah. Ada dilema."Affan, kamu tolong juga mengerti perasaan ibu. Ibu Tia yang sudah merebut ayah kamu. Gara-gara dia adik kamu yang sedang ibu kandung meninggal. Terlalu sakit, Affan ...." ucap Laksmi. Laksmi pun memilih pergi, kembali ke kamarnya. Menangis sejadi-jadinya. Meluapkan semua kemarahannya, kecewa dan sakit hatinya pada Rosma.Namun, di satu sisi Laksmi juga sadar. Tia dan Affan tidak bersalah. Dua anak yang tidak berdosa ini berhak hidup bahagia. Tapi, bagaimana dengan perasaannya? Siapa yang
"Apa maksud kamu, Rosma?" teriak Arumi. Nampak jelas di wajahnya jika ia panik saat Rosma pun ikut mencurigainya."Kalau Tante nggak bersalah, kenapa panik?" celetuk Uki."Ah, sial!"Arumi yang sudah terpojok akhirnya memilih pergi ke kamarnya di lantai 2. Ia pun mulai berpikir untuk segera melenyapkan Uki. Satu-satunya anak kandung Sahrul yang tersisa."Aku harus ketemu Raymon besok. Dia harus segera menghabisi anak tengil itu," batin Arumi.Seminggu berlaluHari ini Affan pun memutuskan kembali ke rumah Rosma. Menanti jawaban dari Tia dan juga Rosma untuk menerima atau menolak lamarannya seminggu lalu.Di ruang tamu rumahnya, Rosma pun menyambut hangat calon menantunya itu. Di sanalah, ia akan menyaksikan sebuah jawaban dari Tia."Tia, gimana?" tanya Affan.Affan yang sudah tidak sabar pun langsung mendesak Tia untuk segera memberi jawaban atas lamarannya. Affan pun sudah menyiapkan mental jika ternyata Tia menolaknya."Apapun jawaban kamu, aku siap kok!" ujar Affan.Tia pun memanda