Uki pun bingung. Ia baru sadar jika ia telah salah menyebut nama. Nama Zahra, Zahra dan Zahra yang sedang bergelayut manja di pikirannya.
"Oh, maaf, Laras. Tadi aku habis balas pesan Zahra. Dia rekan kerjaku di kantor. Besok ada meeting penting jam 9 pagi," dalih Uki."Oh, ya udah yuk!" Laras pun langsung mengajak Uki bergabung dengan teman-temannya.Di tengah meriahnya pesta pertunangannya, Uki justru merasa asing. Sendirian. Hatinya kosong. Uki tak bisa mengelak, jika ia masih sangat mencintai Zahra. Gadis muda berstatus mahasiswi di sebuah universitas negeri."Ara, maafkan, Mas. Mas tahu, ini pasti akan menyakitkan kamu. Tapi, Mas ataupun kamu nggak punya pilihan sekarang," batin Uki.Uki tetap berusaha tersenyum. Menebar hal positif bagi tamu undangan yang banyak juga orang penting. Tapi, seorang Ibu tahu betul apa yang dirasakan putranya. Walau Uki tersenyum, bersenda gurau dengan beberapa temannya dan juga Larasati, Uki tetap menyimpan luka."Uki, Mama tahu kamu sedih. Kamu terluka karena harus berpisah dengan Zahra. Maafkan Mama dan Bapak kamu ya. Karena masalalu kami, kamu dan Zahra yang menjadi korbannya," batin Citra menatap Uki dari kejauhan.....Di sudut lainnya, Zahra sedang menangis di dalam kamarnya. Menangisi kegagalan dan kehancuran cintanya. Zahra tahu, hari ini adalah hari pertunangan Uki dan wanita yang telah dijodohkan Mamanya."Kenapa Tuhan nggak adil sama aku? Aku salah apa? Padahal aku selalu menjalankan semua perintahnya. Tapi, kenapa satu keinginan aku ini tidak bisa Engkau kabulkan Tuhan? Kenapa?!"Zahra menangis pilu. Di usianya yang belum genap 23 tahun, ia harus merasakan semuanya. Ini adalah cinta pertamanya. Tapi, sayangnya semua harus kandas. Bunga itu layu sebelum sempat berkembang.Zahra pada akhirnya hanya bisa pasrah. Terpaksa mengikhlaskan. Bukan hal mudah baginya melupakan Uki begitu saja. Tapi, sekarang hal ini yang harus dilakukannya."Aku harus mencari tahu, apa sebenarnya yang membuat Papa dan Tante Citra tiba-tiba tidak merestui aku dan Mas Uki. Pasti ada sesuatu yang mereka sembunyikan," gumam Zahra.Zahra pun keluar kamarnya. Ia mulai mencari keberadaan kedua orangtuanya. Namun, ia tidak menemukan siapapun. Hanya Mbok Asnah dan Satria, adik lelakinya yang tengah asyik bermain game online di ruang tamu."Mbok, Mama sama Papa ke mana?" tanya Zahra."Bapak sama Ibu lagi keluar, katanya ada undangan teman kantor Bapak nikahkan anaknya. Non Zahra butuh apa? Biar Mbok siapkan," tanya Mbok Asnah"Enggak usah, Mbok. Tadi aku mau ada perlu sama Papa. Nanti aja deh. Makasih ya, Mbok."Zahra pun memutuskan kembali ke kamarnya. Tapi, saat melintas di depan ruang kerja Papanya, ia penasaran dan akhirnya memilih masuk. Zahra pikir, mungkin saja ia akan menemukan sesuatu di ruang kerja sang Papa yang berkaitan dengan penolakan Papa merestui Zahra dan Uki.Zahra pun mulai membuka map dan laci-laci satu persatu. Namun, sayangnya Zahra tidak juga menemukan sesuatu yang mencurigakan. Hingga akhirnya, Zahra menemukan sebuah kotak kayu berukuran sedang. Sudah lusuh, sepertinya sudah sangat lama dan berdebu."Kotak apa nih?"Karena penasaran, Zahra pun membuka kotak kayu itu dan mengeluarkan satu persatu isi di dalamnya. Mulai dari popok bayi, gelang rumah sakit dan beberapa barang kecil lainnya.Zahra pikir, itu semua barangnya sewaktu bayi. Namun, Zahra pun penasaran saat melihat sebuah kertas berwarna biru. Zahra langsung membukanya."Dear, Mas Dirga. Maafkan aku. Aku nggak bisa melanjutkan rumah tangga kita lagi. Kembalilah pada istri dan anakmu. Bahagiakan mereka. Jaga diri kamu baik-baik. Terimakasih atas semua kebaikan kamu selama ini, semoga kalian selalu diberikan kebahagiaan.""What?"Zahra pun kaget. Di tengah keterkejutannya, Zahra justru semakin tegang saat tiba-tiba Papanya sudah masuk ke dalam ruang kerjanya."Zahra!""Mau apa kamu di sini?" teriak Tuan Dirgantara. Zahra pun berbalik arah, tangannya pun masih memegang surat yang baru dibacanya itu."Pa-pa?"Zahra pun panik. Ia tahu Papanya itu akan marah besar. Dirgantara pun langsung merampas surat yang baru dibaca putrinya itu."Pa, itu surat dari siapa? Papa udah berselingkuh dari Mama?" tanya Zahra terisak."Diam kamu!""Sekarang kamu keluar. Ingat! Kalau sampai ada yang tahu soal ini, kamu akan Papa usir dari rumah. Papa akan antar kamu tinggal sama Nenek kamu di Jepang. Biar kamu tahu, rasanya hidup jauh dari orangtua!" hardik Tuan Dirgantara."Papa ngancam aku?""Siapa perempuan itu, Pa? Apa ini ada hubungannya dengan restu yang tidak Papa berikan sama aku dan Mas Uki?" cecar Zahra. Zahra pun mulai mencurigai Papanya. Ada sebuah rahasia antara Papanya dan Tante Citra."Apa Papa sudah mengenal Tante Citra sebelumnya?" tanya Zahra.Papa Zahra itu hanya terdiam. Wajahnya terlihat panik, tegang. Memerah sedang menahan emosinya."Kamu jangan lancang! Jangan sampai kamu Papa ....""Mau tampar aku, Pa? Tampar!" serang balik Zahra.Tanpa pernah memikirkan perasaan putrinya, Tuan Dirgantara langsung melayangkan sebuah tamparan keras ke wajah Zahra. Hal yang tidak pernah ia lakukan selama ini."Papa tampar aku? Aku semakin yakin, ada sebuah rahasia yang Papa dan Tante Citra sembunyikan dari kami semua. Aku pastikan, Pa, aku akan mencari tahu semuanya! Aku nggak akan diam aja!" ancam Zahra yang berlari ke kamarnya dalam keadaan menangis."Ah, shit! Kenapa bisa Zahra menemukan kotak ini? Bahkan Mamanya saja nggak pernah membuka ini. Aku harus segera menyembunyikannya sebelum Nissa mengetahuinya," gumam Dirgantara."Aku nggak mau semuanya jadi kacau dan Nissa meminta cerai dariku. Enggak. Itu nggak boleh terjadi!" ucap Dirgantara yang langsung menyusun kembali semua barang ke dalam kotak kayu itu dan menyimpannya dalam brankas miliknya.....Citra sedikit lega. Kini Uki dan Larasati telah resmi bertunangan. Hanya dalam hitungan bulan saja, keduanya akan melangkah ke jenjang berikutnya. Sebuah pernikahan.Pernikahan impian itu mulai dirancang Larasati dan keluarga besarnya. Menggunakan sebuah EO besar dan professional. Untuk memudahkan persiapan pernikahannya dengan Uki.Namun, di tengah kebahagiaannya, Citra juga menyimpan rasa kasihan pada Uki dan Zahra. Jauh dilubuk hatinya, ia sangat menyayangi Zahra. Andai saja, ia bukan anak Dirgantara, mungkin Uki dan Zahra tengah menikmati kebahagiaannya."Citra, Uki, Mama tahu ini semua menyakiti kalian. Tetapi, kalian memang nggak bisa bersatu. Kalian itu adik kakak. Ayah kalian sama. Maafkan Mama, Uki ...."Pandangannya menerawang jauh. Mengingat kejadian belasan tahun lalu antara dirinya dan Dirgantara.FLASHBACK"Saya nikahkan saudara dengan adik kandung saya, Citra Lestari dengan mas kawin satu set emas 15 gram dan uang sejumlah 3.000.000 rupiah.""Saya terima nikah dan kawinnya Citra Lestari dengan mas kawin satu set emas 15 gram dan uang sejumlah 3.000.000 rupiah dibayar tunai.""Gimana, sah?""SAH!"Hari itu, tepat jam 8 malam, Dirgantara dan Citra melangsungkan pernikahan. Sederhana dan hanya dihadiri kerabat dekat. Yang penting sah dan berjalan khidmat.Dirgantara memutuskan menikahi Citra. Ia tidak bisa kesepian. Tanpa ada seorang wanita di hidupnya. Ada kebutuhan lain yang juga harus dipikirkannya. Sedangkan Nissa, harus tetap tinggal di Jakarta demi mengasuh bayi mungil mereka yang baru lahir.Tidak mungkin baginya membawa Nissa dan sang bayi terbang, terlalu riskan. Apalagi Jakarta Papua sangat butuh waktu panjang dan melelehkan.Selama bertugas di Papua, kini ada Citra yang akan terus mengurusnya. Itulah mengapa Dirga memilih menikahinya agar tidak timbul fitnah atas kedekatannya dengan Citra. Tanpa Citra harus tahu jika Dirga sudah memiliki seorang istri dan bayi mungil.Dua bulan setelah pernikahannya dengan Dirgantara, Citra pun dinyatakan positif hamil. Tentu saja Dirgantara sangat bahagia menyambut anak keduanya dan anak pertamanya dengan Citra.Dirga pun lebih protektif dan menjaga dengan ketat Citra. Hingga tanpa terasa kehamilannya sudah menginjak 9 bulan. Hanya hitungan hari saja, ia akan melahirkan anak pertamanya.Namun, sepintar-pintarnya menyimpan bangkai, pasti suatu saat akan tercium juga. Tanpa disengaja, Citra melihat sebuah kertas putih yang berisi pengiriman uang suaminya ke seorang wanita. Beralamat di Jakarta."Siapa dia? Apa Mas Dirga sudah punya istri sebelum menikah dengan aku? Kok setiap bulan dia rutin kirim uang ke perempuan ini?" batin Citra.Citra pun langsung membereskannya kembali. Memasukkan ke dalam saku jas suaminya. Citra memutuskan akan bertanya di saat suaminya itu pulang dari kantor.Sekitar pukul 20.00 Dirgantara akhirnya sampai di rumahnya setelah seharian bekerja. Karena lelah, emosinya pun meledak saat rahasianya itu diketahui Citra."Mas, siapa itu Nissa?" tanya Citra menatap suaminya itu dengan tajam. Wajah Dirgantara pun langsung panik."Jawab aku, Mas!" tekan Citra yang kesal karena suaminya itu hanya diam saja sejak tadi."Kamu tahu dari mana?" tanya Dirga."Tadi aku mau nyuci jas dan baju kamu yang udah kotor dan aku lihat slip pengiriman uang setiap bulan ke perempuan itu, Mas. Katakan dia itu siapa, Mas?" tanya Citra dengan nada tinggi."Apa dia istri kamu?" tekan Citra.Bukannya sebuah jawaban yang didapatkan Citra, tapi justru sebuah tamparan ke wajahnya yang ia dapatkan."Lancang kamu membuka barangku!" hardik Dirgantara yang terdesak."Mas, kamu tampar aku hanya karena aku tanya soal perempuan itu? Oh, artinya benar kalau dia istri kamu. Kamu udah bohong selama ini sama aku dan keluargaku, Mas?" bentak Citra.Citra mulai marah, emosi yang meledak dan melampiaskan semua kekecewaan dan kemarahannya hingga Dirga mulai kesulitan menenangkan istri keduanya itu."Ok, ok, aku akan jelaskan semuanya!" ucap Dirgantara. Semua dilakukan demi menjaga rumah tangganya dengan Citra, istri sirinya."Iya, aku sudah menikah sebelumnya. Nissa adalah istri pertamaku dan kami sudah mempunyai seorang anak. Namanya Zahra. Dia lahir beberapa saat sebelum keberangkatanku ke Papua," ungkap Dirgantara."Maafkan aku, Citra. Aku nggak bermaksud membohongi kamu, tapi aku sudah terlanjur mencintai kamu dan aku nggak mau kehilangan kamu, Sayang. Aku mohon, maafkan aku ...." lirih Dirga."Aku juga nggak bisa hidup sendiri dan jauh dari Nissa. Sedangkan aku juga punya kebutuhan yang nggak bisa kutepis begitu saja. Daripada aku berbuat dosa, berzina, lebih baik aku menikah. Itu kenapa aku memutuskan menikah dengan kamu, Citra. Karena aku mencintai kamu, Sayang ...." terang Dirgantara. Ia berharap istri keduanya itu mau menerima penjelasannya dan tetap bertahan."Aku nggak bisa, Mas. Aku nggak bisa hidup bahagia di atas penderitaan wanita lain. Kalau istri pertama kamu tahu, dia akan sakit hati dan aku takut bakal menerima karma. Maafkan aku, Mas. Lebih baik aku mundur," ujar Citra tegas."Maksud kamu apa Citra?""Aku mau kita bercerai setelah anak ini lahir. Supaya kamu bisa kembali sama istri dan anak kamu, Mas!" tegas Citra."Enggak! Aku nggak mau, Citra. Kamu akan tetap jadi istri aku dan Nissa? Dia nggak akan pernah tahu. Dia akan tetap bahagia. Aku tidak menzalimi dia sedikitpun!" dalih Dirgantara."Enggak, Mas!""Bagi kamu, mungkin Nissa akan bahagia. Dia tidak akan pernah tahu pernikahan kita. Tetapi, apa kamu lupa? Dia punya Allah. Allah itu akan selalu melihat apa yang makhluknya tidak bisa melihat, Mas! Apa kamu nggak takut atas kezaliman kamu, Allah menghukum kamu?""Kamu mau menentang Allah, Mas?"bersambung ...."Citra, aku tahu. Ini memang sulit kamu terima. Tapi, tolong pikirkan anak kita. Kamu jangan egois!" pekik Dirgantara.Citra justru bingung mengapa kini ia yang harus dianggap egois. Dia hanya ingin lepas. Citra tidak ingin karma buruk akan menimpanya dan keluarganya karena telah menyakiti hati seorang wanita. Istri pertama Dirgantara yang baru diketahuinya."Terserah apa kata kamu, Mas! Aku tetap dengan keputusanku untuk berpisah setelah aku melahirkan!" tegas Citra."Cit, Citra, tunggu!" panggil Dirga. Namun, Citra tak perduli. Ia memilih mengurung dirinya di dalam kamar. Mengunci kamar itu agar suaminya tidak bisa masuk dan membujuknya kembali."Maafkan aku, Mas. Aku nggak bisa hidup dalam bayang rasa bersalah. Biarkan aku yang mundur ...." batin Citra.Di teras rumah, Dirgantara hanya mampu terdiam. Menatap langit papua yang malam itu begitu cerah. Tubuhnya mulai menggigil karena dinginnya yang menusuk hingga ke tulang."Tuhan, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku nggak mungkin
POV ANDRI "Mas Andri!"Malam itu menjadi malam yang tidak akan pernah Citra lupakan sepanjang hidupnya. Pria yang telah menjadi tunangannya dan akan segera menikahinya hanya dalam hitungan minggu saja, kini terbukti telah berselingkuh."Cit-ra, aku bisa jelaskan. Ini tidak seperti kamu pikirkan. Aku dan ...." Belum usai bicara, sebuah tamparan dilayangkan Citra."Masih bilang semua tidak seperti yang kupikirkan? Mas, lihat! Wanita pelacur kamu itu masih dalam keadaan setengah bugil. Kalian pikir, aku percaya kalau kalian tidak berbuat apapun, Hah?!" bentak Citra menunjuk ke sebuah ranjang. Di sana seorang gadis belia tengah menutupi tubuhnya dengan selimut tebal."Ini, Mas. Aku kembalikan sama kamu. Maaf, nggak akan ada pernikahan di antara kita. Semuanya batal!" tegas Citra.Citra langsung lari meninggalkan kamar hotel tempat ia menangkap basah Andri, calon suaminya yang tengah asyik bergulat dengan seorang kupu-kupu malam yang disewanya.Andri tidak ingin menyerah begitu saja. Ia l
Dirga seorang don juan. Berbagai alasan diungkapnya demi membuat Citra percaya."Citra, kamu sabar dulu ya. Aku pasti akan menikahi kamu secara resmi. Tetapi, kamu sabar. Ada beberapa urusan yang harus ku selesaikan dulu," dalih Citra.Citra sudah tak lagi perduli. Pada akhirnya Citra pun mengetahui rahasia yang selama ini dipendam oleh suami yang menikahinya secara siri. Citra akhirnya meminta talak pada Dirgantara ketika istri pertama Dirga diketahui Citra. Namun, pria itu enggan bercerai. Pada akhirnya Citra dan Dirgantara bukan lagi pasangan suami istri. Citra kini menjadi orang bebas. Hanya hidup berdua dengan putra semata wayangnya telah membuatnya hidup bahagia.....Andri telah berusaha sekuat tenaganya untuk mencari keberadaan Citra. Wanita yang pernah dikhianatinya itu. Namun, akhirnya Andri menyerah. Ia kalah dengan keadaan. Kedua orangtuanya meminta Andri mencari pengganti Citra, setelah dengan setia ia menunggu Citra. Mencari keberadaan wanita itu dan akhirnya tidak ada
Andri akhirnya mengurus perceraiannya dengan Tiara di pengadilan. Keputusannya sudah bulat dan ia tidak lagi bisa berkompromi. Bahkan ketika kedua orangtuanya serta orangtua Tiara membujuk agar bisa kembali rujuk. Andri tetap dengan keputusannya.Berita tentang perceraian seorang pengusaha muda Andri dan Tiara akhirnya menyeruak ke publik. Mengagetkan banyak pihak. Tidak terkecuali rekan bisnisnya. Andri dan Tiara dan keluarga besar mereka memutuskan menutup rapat permasalahan yang terjadi. "Andri, tolong tutup aib Tiara ya. Papi malu kalau sampai publik tahu. Bagaimanapun dia putri papi, papi harus tutup aibnya." Tuan Nadim pun memohon pada menantunya, berharap Andri mau mengikuti permintaannya itu."Papi tenang saja. Tiara itu istri aku dan aku pasti akan tutup aibnya," jawab Andri lugas."Terimakasih, Nak. Kamu anak yang baik. Maafkan Tiara ya. Semoga kamu mendapatkan istri yang lebih baik dari Tiara," ucap Tuan Nadim yang langsung memeluk Andri.Setelah menjalani beberapa kali si
Sungguh tidak adil rasanya bagi Andri. Dia yang membangun perusahaannya dari nol, dia yang terzalimi selama pernikahannya dengan Tiara, kini ia juga harus menelan kekecewaan karena bisnisnya coba di rusak oleh mantan istrinya yang dominan itu.Tiara memang wanita ambisius. Ia akan melakukan segala cara agar semua keinginannya terwujud. Begitupun dengan permasalahannya dengan Andri.Tiara yang sakit hati pada Andri karena benar-benar mewujudkan keinginannya bercerai. Padahal saat itu Tiara hanya sekadar mengancam dan dia pun cemburu dengan sikap Andri yang lebih banyak menghabiskan waktunya bekerja. Tiara kesepian dan ia ingin Andri banyak menghabiskan waktu berdua, toh Andri adalah bos, bukan karyawan di perusahaannya itu.Namun, Andri tetaplah Andri. Dia tidak bisa diperintah apalagi oleh Tiara yang jelas istrinya. Bukankah istri harus tunduk dan patuh pada suaminya?Malam itu Tiara mendatangi sebuah cafe yang lokasinya tidak jauh dari apartemennya. Di sana ia akan menemui seseorang
Di ruang gelap. Tanpa ada pencahayaan sedikitpun, Andri disekap. Kedua tangannya diikat. Begitupun dengan kakinya.Setelah cukup lama tidak sadarkan diri, mantan suami Tiara itu akhirnya membuka mata. Dengan tubuh yang dirasakan masih sakit, akibat pemukulan pria-pria asing itu, kini ia kehilangan tenaga. Tubuhnya pun mengalami luka lebam dan luka lebar di pelipisnya."Di mana aku?" batinnya.Andri pun mendengar deru langkah kaki itu semakin terdengar jelas. Entah ia berada di mana. Semakin jelas dan jelas. Kini Andri merasa jika orang itu berada di depan ruang penyekapan."Siapa mereka?"Andri yang takut akhirnya mencoba menutup matanya kembali. Ia berpura-pura belum sadar, agar tahu suasana itu lebih dulu. Ia harus berpikir jernih untuk melawan dan membebaskan dirinya dari penyekapan itu.Tidak lama, ia mendengar suara dering telepon. Sepertinya telepon sang penyekap. Andri pun mencoba menguping, karena suaranya tidak terlalu jelas."Halo, Bos!"Entah siapa dan apa yang mereka bicara
Pada akhirnya Andri ingin membantu Tiara menemukan keluarga aslinya. Keluarga yang selama ini ia cari dan belum juga menemukan hasilnya. Tiara pun tidak tahu lagi, apa yang harus dilakukannya untuk menemukan mereka. Tiara mulai merasa bersalah. Setelah semua kejahatan yang dilakukannya, bahkan Andri masih mau membantunya."Andri, kenapa kamu masih mau membantuku?" tanya Tiara.Andri pun menatap mantan suaminya dengan tersenyum."Tiara, aku juga punya masalalu yang kelam. Aku bukan hadir dari keluarga yang baik. Orangtua yang kamu kenal selama ini, bukanlah orangtua kandungku, Tiara!" ucap Andri lantang."Hah???"Andri dan Tiara sama-sama menarik nafas panjang. Mereka memiliki pemikirannya masing-masing. Andri kembali mengenang masa-masa di mana ia akhirnya tahu, siapa dirinya yang sebenarnya."Apa kamu mau bercerita sedikit saja padaku?" tanya Tiara hati-hati. Andri pun tersenyum tipis.Andri pun mengajak Tiara duduk. Tepat di depan jendela. Menatap langit malam yang dipenuhi cahaya
Rosma tak dapat berbuat apa-apa, saat Sahrul memintanya merawat anak hasil perselingkuhannya kembali. Setelah Anita, kini Hafiz. Anak hasil hubungan gelapnya bersama asisten rumah tangga mereka sendiri. Tidak sampai di situ, ada Uki dan si kembar Sasa dan Sisi. Anak Sahrul dengan selingkuhannya yang lain.Mereka terpaksa dirawat Rosma, karena tiap kali menolak, Sahrul selalu mengancamnya dan membawa Rosma kembali ke lembah nistanya dulu, di mana ia pernah terjebak menjadi kupu-kupu malam.Rosma tak ingin kembali ke tempat nista itu. Meski menyakitkan, Rosma berusaha ikhlas. Dengan berjalannya waktu, ia mencoba menerima kehadiran anak-anak hasil perselingkuhan suaminya itu dengan banyak wanita.----Waktu berjalan, kini Tia dan kelima anak tirinya itu sudah tumbuh menjadi anak-anak remaja yang baik dan penurut dibawah didikan seorang Ibu yang merawatnya dengan penuh cinta kasih.Meskipun tanpa bimbingan sang Ayah yang masih gemar bermain wanita, mereka tumbuh menjadi pribadi yang ba
Hati Andri dalam dilema. Entah keputusan apa yang harus diambilnya sekarang. Desakan Citra kian hari kian besar. Membuatnya pusing, beberapa kerjaannya pun mulai kacau."Andri, kamu harus memilih. Tidak mungkin kamu terus menjalani keduanya. Itu sama saja kamu memberi harapan sama Tiara dan Citra. Kamu harus memilih!" ucap Teguh, sahabat lama Andri."Entahlah, Guh. Aku masih bingung. Aku juga tidak bisa meninggalkan Tiara. Dia sedang butuh aku. Aku nggak mungkin meninggalkan dia saat ini!" ucap Andri."Kalau gitu, tinggalkan Citra. Biarkan dia mencari pendamping hidup yang lain. Yang lebih mapan dan siap!" seru Teguh."Enggak. Tapi aku juga tidak bisa kehilangan Citra.Kamu tahu kan, kalau aku ...." ucap Andri terhenti."Kamu egois!"Dilema dua hati melanda Andri. Mungkin memang benar apa yang dikatakan Teguh, tapi sepertinya ia juga belum siap memilih."Apa ini saatnya aku memilih?"....Citra akhirnya menerima permintaan paman dan tantenya untuk berkenalan dengan Hasyim. Seorang peng
Pada akhirnya Andri ingin membantu Tiara menemukan keluarga aslinya. Keluarga yang selama ini ia cari dan belum juga menemukan hasilnya. Tiara pun tidak tahu lagi, apa yang harus dilakukannya untuk menemukan mereka. Tiara mulai merasa bersalah. Setelah semua kejahatan yang dilakukannya, bahkan Andri masih mau membantunya."Andri, kenapa kamu masih mau membantuku?" tanya Tiara.Andri pun menatap mantan suaminya dengan tersenyum."Tiara, aku juga punya masalalu yang kelam. Aku bukan hadir dari keluarga yang baik. Orangtua yang kamu kenal selama ini, bukanlah orangtua kandungku, Tiara!" ucap Andri lantang."Hah???"Andri dan Tiara sama-sama menarik nafas panjang. Mereka memiliki pemikirannya masing-masing. Andri kembali mengenang masa-masa di mana ia akhirnya tahu, siapa dirinya yang sebenarnya."Apa kamu mau bercerita sedikit saja padaku?" tanya Tiara hati-hati. Andri pun tersenyum tipis.Andri pun mengajak Tiara duduk. Tepat di depan jendela. Menatap langit malam yang dipenuhi cahaya
Tia dan Affan harus pasrah dengan takdir. Mereka bertemu kembali di saat Affan justru sedang mempersiapkan pernikahannya dengan Anggia."Sayang, ini gimana?" tanya Anggia."Aku ikut kamu aja," jawab Affan.Affan, hatinya berkecamuk. Di satu sisi ia akan segera melangsungkan pernikahannya. Tapi, di sisi lain ia juga masih sangat mencintai Tia.Pernikahannya dengan Anggia bukanlah keinginannya. Ibu Laksmi yang meminta untuk menikah. Affan pun ingin membahagiakan ibunya, makanya ia tak menolak saat dijodohkan. Andai bisa jujur, ia tak ingin memikirkan soal pernikahan lagi setelah kepergian Tia.Namun, inilah jalannya. Tia justru yang akan menjadi event organizer dalam pernikahannya. Gaun pengantin pun hasil karyanya. Karya wanita yang sangat ia cintai.Anggia masih sibuk dengan gaun pengantinnya. Sedangkan Affan memilih untuk mengobrol dengan Tia di ruang kantor sambil memperhatikan Anggia."A- aku ....""Selamat ya, Van. Akhirnya kamu menikah. Aku doakan semoga kalian bahagia!" ucap Tia
Seminggu berlaluHari ini media sosial dihebohkan dengan berita penemuan mayat seorang wanita berparas cantik di sebuah perkebunan karet yang jauh dari rumah penduduk. Anggota tubuhnya telah terpotong menjadi beberapa bagian.Para warga pun mulai berkerumun ingin melihat mayat wanita cantik tersebut. Tetapi tidak ada satupun warga yang mengenalinya. Tidak ada satupun identitas mayat wanita cantik itu ditemukannya hingga akhirnya polisi menyatakan mayat itu tanpa identitas.Pihak berwajib dan para awak media mulai memberitakan dan menyebarkan wajah wanita itu dan berharap ada pihak keluarga yang melihat dan mengenalinya. Tetapi mereka hanya menyebar wajahnya saja tanpa berani menyebarkan bagian tubuh lainnya yang mulai membusuk. Sedikit lebih beruntung wajah mayat itu masih utuh, tidak ada luka hingga masih jelas untuk dikenali.Dua Minggu sudah berlalu mayat wanita itu berada di kamar jemazah RSUD. Tidak ada satupun orang yang menginformasi mengenali mayat wanita itu adalah anggota ke
Raymon akhirnya membawa makanannya ke dalam ruang penyekapan. Ia pun melepaskan ikatan tangan ketiganya. Agar mereka bisa makan dengan leluasa."Aku harus bisa mengambil rambut anak ini," batinnya.Rosma, Laksmi dan Tia yang tengah kelaparan pun akhirnya lengah dan tidak tahu ketika Raymon mengambil sampel rambutnya. Karena merasa sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, Raymon pun langsung keluar."Kenapa kamu tinggal?""Mereka itu hanya tangannya yang dibuka. Mau lari ke mana? Hanya lewat sini satu-satunya jalan mereka keluar. Diam aja deh!" pekik Raymon.Raymon mulai pecah kongsi dengan istrinya itu. Entah mengapa ia punya keyakinan yang kuat jika hasil tes DNA akan mengatakan jika Reyhan adalah darah dagingnya."Awas kamu, Arumi. Kalau sampai terbukti Reyhan anakku, aku pasti akan membawa dia pergi sejauh mungkin dari kehidupan kamu!" batin Raymon.Setelah cukup lama, Raymon pun kembali ke ruangan penyekapan. Tapi, di luar dugaannya jika ketiga wanita itu menghilang. Lantas, ke m
Affan dan Uki pergi tanpa tujuan yang jelas. Mencari Ibu Laksmi dan Tia yang entah berada di mana. Kedua wanita penting dalam kehidupan Affan itu tiba-tiba menghilang begitu saja."Ya Allah, bantu aku agar bisa menemukan ibu dan Tia," batin Affan.Sebagai seorang anak, Affan sudah merasa gagal. Tidak bisa menjaga ibunya dengan baik. Bahkan yang ia pikirkan hanya kebahagiaannya sendiri. Hanya kepentingannya sendiri. "Ibu, Affan janji. Kalau ibu ketemu, Affan akan menuruti apapun kemauan ibu. Kalaupun Affan harus melepaskan Tia, Affan ikhlas, Bu ...." batin Affan. Tanpa sadar, airmata itu membasahi wajah Affan. Dia mulai tidak fokus menyetir. Bahkan saat Uki menegurnya agar berhati-hati, Affan pun hanya diam."Mas Affan stop!" teriak Uki."Astaghfirullah!"Affan yang pikirannya sedang kacau, tidak fokus membawa kendaraannya hingga nyaris saja menabrak penyeberang jalan."Mas, biar aku aja ya yang bawa mobilnya. Mas kayaknya lagi nggak fokus. Takut terjadi apa-apa malah nggak bisa cari
"Sudah puas kalian? Aku baik-baik aja kan?!" bentak Arumi.Arumi pun memutuskan pergi. Meninggalkan kediaman Sahrul itu dengan tergopoh-gopoh. Tanpa sepengetahuan yang lainnya, ia bergegas menuju rumah sakit."Aku harus segera sampai ke rumah sakit. Ah, aku nggak mau mati konyol!" gerutunya. Arumi pun terus berjalan di tengah malam, menunggu taksi yang juga tidak kunjung datang."Duh! Mana sih taksinya!" Arumi terus berjalan. Cukup jauh dari rumahnya, hingga di dekat pintu keluar komplek, lewatlah sebuah taksi. Arumi pun langsung menghentikannya."Pak, tolong cepat ke rumah sakit Medika. Saya keracunan makanan. Tolong cepat ya, Pak!" suruh Arumi yang sudah kesakitan karena racun yang mulai bereaksi."Tuhan, aku nggak mau mati sekarang!" batinnya. Arumi pun terus menyuruh sang supir untuk lebih mempercepat laju kendaraannya agar bisa segera sampai.----Akhirnya taksi yang membawa Arumi sampai di rumah sakit Medika. Dengan sisa tenaga yang ada, Arumi pun bergegas turun setelah membay
Kenangan buruk itu selalu menghantui kehidupannya. Laksmi tak pernah punya niat untuk kembali memiliki hubungan baru. Ia memutuskan menjadi single mom, bahkan di saat Affan sudah dewasa."Bu, aku mengerti ibu belum bisa memaafkan Bu Rosma, tapi tolong ijinkan kami tetap menikah, Bu ...." bujuk Affan saat kembali berbicara dari hati ke hati.Laksmi tetap diam. Ia tidak menolak, tapi juga tidak mengiyakan. Hanya airmata yang terus membasahi wajahnya. Banyak hal yang membuat Laksmi gundah. Ada dilema."Affan, kamu tolong juga mengerti perasaan ibu. Ibu Tia yang sudah merebut ayah kamu. Gara-gara dia adik kamu yang sedang ibu kandung meninggal. Terlalu sakit, Affan ...." ucap Laksmi. Laksmi pun memilih pergi, kembali ke kamarnya. Menangis sejadi-jadinya. Meluapkan semua kemarahannya, kecewa dan sakit hatinya pada Rosma.Namun, di satu sisi Laksmi juga sadar. Tia dan Affan tidak bersalah. Dua anak yang tidak berdosa ini berhak hidup bahagia. Tapi, bagaimana dengan perasaannya? Siapa yang
"Apa maksud kamu, Rosma?" teriak Arumi. Nampak jelas di wajahnya jika ia panik saat Rosma pun ikut mencurigainya."Kalau Tante nggak bersalah, kenapa panik?" celetuk Uki."Ah, sial!"Arumi yang sudah terpojok akhirnya memilih pergi ke kamarnya di lantai 2. Ia pun mulai berpikir untuk segera melenyapkan Uki. Satu-satunya anak kandung Sahrul yang tersisa."Aku harus ketemu Raymon besok. Dia harus segera menghabisi anak tengil itu," batin Arumi.Seminggu berlaluHari ini Affan pun memutuskan kembali ke rumah Rosma. Menanti jawaban dari Tia dan juga Rosma untuk menerima atau menolak lamarannya seminggu lalu.Di ruang tamu rumahnya, Rosma pun menyambut hangat calon menantunya itu. Di sanalah, ia akan menyaksikan sebuah jawaban dari Tia."Tia, gimana?" tanya Affan.Affan yang sudah tidak sabar pun langsung mendesak Tia untuk segera memberi jawaban atas lamarannya. Affan pun sudah menyiapkan mental jika ternyata Tia menolaknya."Apapun jawaban kamu, aku siap kok!" ujar Affan.Tia pun memanda