🏵️🏵️🏵️
Bagaimana ini? Apa mungkin Kak Hana mendengar tangisan dan teriakanku? Jangan sampai kakak iparku itu menyampaikan apa yang dia dengar kepada Bunda dan Kak Bara. Aku harus segera membenahi diri dan berusaha bersikap tenang.
Aku pun mengusap air mataku lalu melangkah untuk membuka pintu. Aku berusaha tersenyum kepada Kak Hana supaya dia tidak curiga dengan apa yang aku lakukan tadi. Aku belum mampu menceritakan apa yang terjadi saat ini kepadanya.
“Tadi Kakak dengar ada suara nangis sambil teriak.” Ternyata dugaanku benar, Kak Hana mengetahui apa yang kulakukan.
“Oh, itu suara dari TV, Kak. Tadi aku lagi nonton. Tapi pas dengar suara Kakak, aku langsung matiin TV-nya.” Aku terpaksa berbohong kepadanya.
“Kamu nggak lagi nyembunyiin sesuatu, ‘kan, dari Kakak?” Sepertinya dia tidak percaya dengan alasan yang kuberikan.
“Nggak, Kak.”
“Kalau memang lagi ada masalah, jangan sungkan untuk cerita ke Kakak.” Kak Hana mengusap pundakku lalu beranjak dari depan kamarku.
Terus terang, aku merasa bersalah karena telah membohongi wanita sebaik Kak Hana. Walaupun pernikahannya dengan Kak Bara berawal dari perjodohan, tetapi dia tidak pernah bersikap tidak peduli terhadap keluargaku.
Oleh karena itu, Kak Bara mengaku bangga memiliki istri seperti Kak Hana. Begitu juga dengan Ayah dan Bunda yang selalu memuji apa yang menantu mereka lakukan terhadap keluarga. Kak Hana tidak pernah menunjukkan kesombongan walaupun berasal dari keluarga kaya.
Sebenarnya, aku ingin menumpahkan apa yang kurasakan saat ini kepada Kak Hana. Namun, aku belum memiliki keberanian untuk melakukan hal itu. Aku masih memikirkan kesehatan Bunda. Aku tidak mampu membayangkan seperti apa reaksi beliau jika mengetahui kehamilanku.
Kenapa ada seseorang yang tega melakukan kejahatan kepadaku? Kesalahan apa yang telah aku perbuat hingga mengalami penderitaan ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa sebaiknya aku pergi saja dari kota ini? Namun, apa alasan yang akan kuberikan kepada Bunda dan Kak Bara?
Apakah Ayah melihat kesedihan yang aku alami saat ini? Ayah, aku kangen. Seandainya Ayah masih bersama kami, mungkin aku akan jujur dengan apa yang terjadi terhadapku. Ayah pasti akan bertindak.
🏵️🏵️🏵️
Pagi ini, aku dikejutkan tiga orang tamu asing di rumahku. Ternyata Bunda dan Kak Bara juga mengaku belum pernah bertemu mereka sebelumnya. Namun, tidak dengan Kak Hana. Kakak iparku itu langsung menyapa salah satu dari mereka.
“Alex? Ada perlu apa ke sini? Apa kamu kenal dengan keluarga suamiku?”
Tamu paling muda itu ternyata bernama Alex. Dia sangat tampan dan berwibawa. Biasanya aku melihat tampang seperti dia di drama-drama yang aku tonton. Berpakaian rapi dan menjabat sebagai bos atau CEO perusahaan.
“Hana? Kamu tinggal di sini sekarang?” Pemuda yang bernama Alex itu pun membalas sapaan Kak Hana.
“Iya. Ini rumah mertuaku. Btw, Amira nggak ikut?” Kak Hana kembali bertanya. Namun, pemuda itu hanya tersenyum. “Ayo silakan masuk.” Kak Hana pun mempersilakan ketiga tamu itu masuk rumah.
Aku sangat heran kenapa ada tamu asing sepagi ini berkunjung ke rumahku. Ini baru jam tujuh lewat tiga puluh menit. Siapa mereka sebenarnya? Apa tujuan mereka mengunjungi rumah ini? Tunggu! Ada sesuatu yang aneh, setelah kami semua duduk di sofa ruang tamu, aku tiba-tiba merasakan mual.
“Kamu kenapa, Dek?” tanya Kak Hana.
“Mungkin kekenyangan, Kak.” Aku memberikan jawaban yang tidak mencurigakan karena kebetulan, kami baru selesai sarapan.
“Oh,” balas Kak Hana. Sepertinya dia percaya dengan alasan yang kuberikan.
“Maaf, apa tujuan Bapak dan Ibu ke rumah saya?” Bunda tiba-tiba membuka suara.
“Kami ingin menjemput calon menantu kami.” Wanita yang sejak tadi melihat ke arahku, memberikan jawaban. Kami sontak kaget mendengar ucapannya.
“Calon menantu? Saya tidak mengerti maksud Ibu.” Bunda tampak bingung.
“Putri Ibu adalah calon menantu kami yang akan melahirkan cucu kami.” Jawaban wanita itu mengingatkan aku tentang kehamilanku. Kenapa beliau sangat yakin berkata seperti itu? Bagaimana mungkin orang asing menganggapku sebagai calon menantu yang akan melahirkan cucunya?
“Saya makin tidak mengerti maksud Ibu.” Bunda menunjukkan wajah kesal.
“Jangan membuat Bunda saya bingung, Bu.” Kak Bara turut menimpali. Pasti kakakku itu khawatir dengan kesehatan Bunda.
“Ada apa sebenarnya, Lex?” Kak Hana pun turut bertanya.
Lelaki yang aku perkirakan berusia sekitar lima puluh tahun dan sejak tadi diam, tiba-tiba membuka suara sambil melihat ke arah Bunda. “Anak Ibu sedang mengandung cucu kami, anaknya Alex.”
Aku langsung menangis mendengar penuturan lelaki itu, sedangkan Bunda tidak sadarkan diri.
🏵️🏵️🏵️Kak Bara langsung membopong Bunda ke kasur yang ada di ruang TV lalu membaringkannya. Kak Hana turut mengikuti. Sementara aku masih tetap menangis mengingat penuturan lelaki tadi.“Apa maksud ucapan Anda tadi? Anda puas melihat Bunda saya pingsan?” Kak Bara kembali ke ruang tamu sambil meninggikan suaranya.“Tapi itu kenyataan, Nak. Dia sedang mengandung cucu kami.” Laki-laki itu memberikan balasan sembari menunjuk ke arahku.“Adik saya tidak sehina yang Anda tuduhkan. Saya tidak terima dengan fitnah Anda. Saya minta sekarang, pergi dari rumah ini!” Kak Bara tampak sangat marah.“Mas! Bunda udah sadar!” Terdengar suara teriakan Kak Hana.Aku dan Kak Bara langsung menuju ruang TV. Aku langsung memeluk Bunda dan meminta ampun kepadanya. Walaupun kehamilanku bukan karena keinginanku, tetapi aku tetap merasa bersalah terhadap wanita yang telah melahirkanku itu.“Kenapa kamu minta maaf, Sayang?” tanya Bunda setelah aku melepas pelukan.“Lily hamil, Bun.” Aku tidak sanggup lagi me
🏵️🏵️🏵️Ketika Alex hendak melangkah, tiba-tiba perutku terasa kram. “Auh!” Aku merintih kesakitan.“Kamu kenapa, Ly?” Alex langsung menghampiriku lalu memegang tanganku.“Jangan sentuh anak saya!” Bunda langsung menepiskan tangan Alex.“Saya khawatir dengan keadaan Lily, Bu.” Alex menunjukkan wajah panik.“Kamu nggak ada hak atas anak saya. Pergi dari rumah saya.” Bunda seolah-olah tidak peduli dengan ucapan Alex.Kak Hana yang sejak tadi hanya sebagai pendengar, tiba-tiba membuka suara. “Kasihan Lily, Bun. Saat seperti ini, dia pasti butuh ayah dari anak dalam kandungannya.”“Lebih kasihan lagi kalau Lily jatuh ke tangan penjahat seperti mereka.” Bunda memberikan balasan sambil melihat ke arah Alex, kemudian pandangannya berpindah ke Pak Fandy dan Bu Laras yang belum beranjak dari ruang TV.Aku sangat tahu bagaimana perasaan Bunda saat ini. Beliau pasti terpukul dengan apa yang terjadi terhadapku. Selama ini, Bunda selalu mengaku bangga memiliki anak-anak yang berbakti kepada oran
🏵️🏵️🏵️“Om yang mana?” Kak Bara bertanya kepada Naya.“Tadi di depan, Pah.”“Apa Om yang tadi ke sini, Sayang?” Sekarang, Kak Hana yang bertanya.“Bukan, Mah. Naya belum pernah lihat Om-nya.” Naya memberikan jawaban sambil menggeleng. Itu artinya, Alex bukan pengirim buket bunga itu. Aaargh! Kenapa aku berpikir kalau pemuda itu yang mengirimnya?“Ya udah, Naya main lagi, ya.” Kak Hana sepertinya ingin melanjutkan pembicaraan kami tadi. Mungkin dia tidak ingin anaknya mendengar obrolan orang dewasa.“Iya, Mah.” Naya menyunggingkan senyuman lalu beranjak. Biasanya dia bermain di teras depan.Terus terang, walaupun saat ini aku tetap memikirkan kehamilanku dan nasibku ke depannya, tetapi aku juga penasaran dengan seseorang yang telah mengirim bunga kepadaku. Apa tujuannya melakukan itu?Mungkin jika aku tidak sedang mengandung saat ini, aku pasti akan bahagia menyambut perhatian dan kejutan orang yang mengirimkan bunga itu. Namun, kenyataan tidak seindah harapan. Aku justru merasakan
🏵️🏵️🏵️“Saya sengaja jemput kamu,” ucap pemuda yang tadi berdiri di samping mobilnya. Dia Alex.“Saya bisa pulang sendiri, Pak.” Aku memberikan balasan. Aku sengaja memanggilnya dengan sebutan ‘Pak’ karena dia bos di kantor keluarganya. Kak Hana yang menceritakan hal itu kepadaku.“Kamu tanggung jawab saya sekarang.” Aku terkejut mendengar ucapannya.“Apa? Tanggung jawab?” Kak Andrew tampak kaget. “Siapa orang ini, Ly?” tanya pemuda itu kepadaku sambil menunjuk Alex.“Saya ….” Sebelum Alex melanjutkan apa yang ingin dia katakan, aku memberikan isyarat supaya diam. Jangan sampai dia menceritakan tentang kehamilanku kepada Kak Andrew karena aku belum siap untuk itu.“Kenalin, Kak … beliau adik sepupu Ayah. Namanya Pak Alex.” Aku pun memperkenalkan Alex kepada Kak Andrew. Aku terpaksa berbohong.“Kok, kamu nggak panggil ‘Om’?”Kepalaku makin pusing mendengar balasan Kak Andrew. Kenapa, sih, dia mempermasalahkan sebutan yang aku gunakan untuk Alex? Aku harus cari alasan lagi agar dia t
🏵️🏵️🏵️“Apa yang ada dalam pikiran kamu, Sayang?” Bunda memegang kedua lenganku setelah kami duduk di ruang TV. “Harusnya kamu menghindari laki-laki yang udah menghancurkan masa depanmu.”Mungkin benar kata Bunda, tidak seharusnya aku membiarkan Alex untuk mendekatiku karena perbuatan orang tuanya adalah kejahatan. Namun, kenapa aku tidak mampu menolak laki-laki itu? Ada apa denganku?“Maafin Lily, Bun, tapi tadi perut Lily kram lagi. Dia yang bawa Lily ke rumah sakit.” Aku pun memberikan penjelasan kepada Bunda.“Kenapa kamu nggak hubungi Kak Bara atau Kak Hana?”“Tadi Pak Alex jemput Lily ke kampus, Bun.”“Jangan sebut namanya di depan Bunda!” Wanita yang melahirkanku itu menaikkan suara. Entah kenapa sikap lembut yang beliau miliki selama ini seolah-olah hilang. Mungkin karena masih sangat terpukul atas kepergian Ayah.“Dek! Obat kamu masih sama saya.” Aku mendengar suara Alex. Kenapa dia tidak menyebut namaku?“Ternyata dia belum pergi? Apa lagi yang dia inginkan?” Wajah Bunda
🏵️🏵️🏵️Aku tetap tidak ingin menjawab telepon tersebut walaupun nada deringnya telah beberapa kali mengeluarkan suara. Mungkin lebih baik aku merebahkan tubuh sambil mengingat kenangan bersama Ayah. Aku sangat merindukan apa pun yang beliau lakukan dulu.Baru saja aku akan membuka album foto di ponsel untuk memandang wajah tampan Ayah, tiba-tiba ada pesan masuk. Aku pun membukanya, ternyata pengirimnya adalah nomor yang tadi menelepon.[Kenapa nggak angkat telepon saya, Dek?] Isi pesan masuk tersebut.[Maaf, ini siapa?] Aku memberikan balasan.[Ini Alex.]Apa? Dari mana laki-laki itu mendapatkan nomor ponselku? Apa mungkin dari Kak Hana? Seandainya Bunda tahu hal ini, entah apa yang akan beliau lakukan. Aku tidak yakin jika wanita yang melahirkanku itu akan membiarkan anak bungsunya ini membalas pesan dari Alex.[Saya telepon lagi, ya. Tolong diangkat. Saya mau ngomong.] Alex kembali mengirim pesan.[Ada perlu apa, Pak?] Aku ingin tahu apa tujuannya meneleponku.[Apa kamu tidak ber
🏵️🏵️🏵️Alex tetap membawaku ke salah satu restoran ternama di kota ini. Namun, aku sangat terkejut melihat sikap para pekerja di tempat ini. Mereka menunduk lalu mengucapkan salam kepada Alex. Apa mungkin karena laki-laki itu seorang bos perusahaan? Di samping itu, Alex juga membawaku ke ruangan VIP. “Tolong siapkan menu yang telah saya pesan tadi,” ucap Alex kepada beberapa pelayan restoran.“Baik, Pak.” Mereka memberikan balasan lalu beranjak.Tiba-tiba aku merasakan mual, padahal tidak ada aroma makanan. Apa mungkin karena sedang bersama Alex? Selalu seperti itu. Anak dalam kandunganku mungkin sangat menyadari keberadaan ayahnya.“Kamu mual lagi, Dek?” tanya Alex.“Iya, Pak.”“Saya antar ke toilet, ya.” Dia pun berdiri lalu memapahku.Aku telah berusaha untuk mengeluarkan sesuatu yang membuatku mual, tetapi tidak berhasil. Hanya air liur saja yang keluar. Terus terang, aku lelah dengan keadaan seperti ini. Aku pun meminta agar kami kembali duduk.Ternyata menu pesanan Alex telah
🏵️🏵️🏵️Alex tetap bersikeras untuk mengantarku pulang walaupun aku sudah menolaknya. Sementara Indah mengaku kecewa karena menganggap Alex lebih memilih bersamaku dibanding dirinya. Wanita itu pun menuduhku telah merebut sahabatnya.“Kamu lebih memilih wanita ini daripada aku, Lex, untuk mengandung anakmu? Apa yang kurang dariku? Apa kelebihan dia?” Indah menunjuk ke arahku.“Stop! Aku lagi nggak ingin berdebat denganmu. Satu hal yang harus kamu ingat, jangan pernah ganggu calon ibu dari anakku! Harusnya aku membencimu karena kamu udah berani melakukan sesuatu yang nggak pantas.” Alex menatap Indah sangat tajam.“Bisa-bisanya kamu meninggikan suara padaku hanya karena wanita yang baru kamu kenal. Apa karena dia hamil anakmu? Kalau dia nggak hamil, apa kamu akan tetap menjadi Alex yang aku kenal sejak dulu?” Aku tidak mengerti kenapa Indah berkata seperti itu. Apa maksud ucapannya?“Kalau kamu masih tetap ingin aku akui sebagai teman, bersikap baiklah pada wanita pilihanku.” Alex mel
🏵️🏵️🏵️Hari ini merupakan acara tujuh bulanan kehamilanku. Aku sangat bersyukur karena kegiatan tersebut berjalan dengan lancar. Semua anggota keluarga dan para undangan memberikan selamat dan doa terbaik untukku, tidak terkecuali dengan Tante Mira dan Kak Andrew.Tiga bulan yang lalu, kebenaran tentang kejahatan wanita yang menjebak Opa Rama telah terungkap. Ternyata alasan Tante Mira sangat membenci Opa Rama karena menganggap orang tua itu tidak bertanggung jawab. Tante Mira mengaku tidak tahu kalau Opa Rama yang telah membiayai kebutuhannya sejak dalam kandungan.Selama hidupnya, Tante Mira selalu percaya dengan ucapan Bu Rahmi—ibunya, tentang Opa Rama yang diakui kejam dan lari dari tanggung jawab. Oleh karena itu, Tante Mira pun sangat membenci ayah kandungnya sendiri hingga berniat untuk balas dendam.Sementara Mbak Indah yang berstatus sebagai keponakan yang menyayangi keluarganya, turut membantu menjalankan niat dan rencana Tante Mira. Dia tidak hanya sekadar suka terhadap M
🏵️🏵️🏵️Mas Alex mematikan telepon setelah mengucapkan terima kasih kepada Dimas. Dia pun langsung duduk di tempat tidur lalu mengembuskan napas berat. Aku tahu bagaimana perasaannya saat ini, walaupun aku tidak mengalami apa yang dia rasakan.Aku pun memilih berdiri di depannya lalu mengusap pipinya. “Mas jangan terlalu banyak mikir. Saya nggak mau Mas sakit. Mas juga harus ingat anak kita.” Aku mendekatkan tangannya ke perutku.“Iya, Sayang. Saya nggak apa-apa, kok. Nanti malam, kita ngomong sama Papa dan Mama untuk memberitahukan kenyataan ini. Mereka pasti ngerti bagaimana cara menyampaikannya ke Opa dan Oma.” Mas Alex mengusap-usap perutku lalu menciumnya. Dia pun memintaku duduk di sampingnya.“Iya, Mas,” jawabku setelah duduk.“Rasanya masih seperti mimpi, ya, Sayang, kalau saya dan Andrew ternyata sepupuan. Kenapa baru terungkap sekarang? Itu juga berawal dari kekejaman dia dan ibunya yang menculik kamu.” Mas Alex tampak kesal.“Mungkin dengan kehadiran saya ke rumah ini, mer
🏵️🏵️🏵️Apa mungkin kecurigaanku terhadap Kak Andrew memang benar? Aku merasakan sesuatu yang aneh ketika dia tiba-tiba berada di jalanan sepi setelah Bu Mira menurunkan aku kala itu. Aku sengaja tidak bertanya kepadanya karena ingin segera tiba di rumah.“Ada apa, Sayang?” Ternyata Mas Alex menyadari perubahan sikapku.“Saya melihat Kak Andrew jalan bersama Bu Mira, Mas.” Aku pun mengatakan apa yang kusaksikan.“Bu Mira?” Wajah Mas Alex tampak mengalami perubahan.“Iya, Mas. Wanita yang menculik saya.”“Apa? Jadi, Andrew kenal dengan wanita itu?” Mas Alex pun menepi lalu menghentikan mobilnya.“Saya juga heran, Mas. Mereka tadi masuk mall itu.” Aku menunjuk pusat perbelanjaan yang baru saja kami lewati.“Saya akan meminta Dimas ke sini untuk menyelidiki mereka. Kalau sampai Andrew terlibat dalam penculikan kamu saat itu, saya akan memberinya pelajaran.” Mas Alex menunjukkan wajah marah. Dia pun menghubungi Dimas—asisten pribadinya.Aku tahu bagaimana perasaan Mas Alex saat ini, apal
🏵️🏵️🏵️Selama ini, aku berpikir kalau Mbak Indah sudah ikhlas menerima hubunganku dan Mas Alex karena sejak pertemuan terakhir kami kala itu, dia tidak pernah menunjukkan dirinya lagi. Namun, ternyata aku salah karena dia ingin mencelakai aku secara diam-diam.“Kenapa Mbak setega itu?” tanyaku kepada Mbak Indah.“Apa? Kamu bilang aku tega? Justru kamu yang telah menghancurkan harapanku untuk bersatu dengan Alex! Kehadiranmu juga menggagalkan semua rencanaku!” Dia meninggikan suaranya.“Saya tidak pernah melakukan apa yang Mbak tuduhkan.” Aku tidak terima dengan apa yang dia ucapkan.“Sok lugu kamu!” Dia menyejajarkan posisi denganku lalu mencekal pipiku. “Aku makin muak melihatmu.” Dia pun kembali berdiri.“Stop, Indah!” Tiba-tiba Mas Alex muncul lalu menghampiriku. Dari mana dia tahu keberadaanku? “Kamu nggak apa-apa, Sayang?” Dia membantuku untuk berdiri.Aku sangat terkejut melihat darah mengalir di pahaku. Apa mungkin ini terjadi karena kram di perutku? “Mas, ada darah,” ucapku
🏵️🏵️🏵️Kenapa Mbak Amira masih menghubungi Mas Alex? Dia bahkan mengirim pesan yang sangat menyakitkan. Bisa-bisanya wanita itu mengingatkan hari pernyataan cinta Mas Alex kepadanya beberapa tahun yang lalu. Apa dia lupa sudah punya suami? Menyebalkan!“Siapa yang kirim pesan, Sayang?” tanya Mas Alex.“Mas lihat aja sendiri. Saya mau mandi. Saya mau ke rumah Bunda hari ini. Kemarin, kan, nggak jadi.” Aku menyerahkan ponsel Mas Alex dan memutuskan untuk mandi karena ingin menghindarinya. Aku lebih baik menjaga jarak darinya dengan cara mengunjungi Bunda.“Kita mandinya bareng aja, ya, Sayang. Terus, sama-sama ke rumah Bunda.” Dia menaruh kembali ponselnya ke nakas sebelum membaca pesan masuk yang dikirim Mbak Amira.“Saya ingin pergi sendiri. Mas lupa ini hari apa?” Aku ingin tahu, apakah dia masih mengingat awal bersatunya hubungannya dengan Mbak Amira sebagai sepasang kekasih dulu.“Ini Minggu, Sayang. Saya nggak mungkin lupa. Jadi, kita bisa ke rumah Bunda seharian.” Dia memberika
🏵️🏵️🏵️Aku tidak mengerti kenapa Opa Rama memiliki kemiripan dengan Bu Mira. Apa memang karena kebetulan saja? Tidak mungkin mereka mempunyai ikatan khusus. Namun, kenapa Bu Mira mengaku sangat membenci Opa Rama? Apa mereka saling mengenal?“Kamu serius, Sayang?” Wajah Mas Alex tampak serius.“Iya, Mas. Mungkin kebetulan aja kali, ya. Tapi yang membuat saya heran, kenapa wanita itu sangat membenci Opa? Apa dia mengenal Opa?” Aku mengatakan apa yang kupikirkan.“Kita harus menanyakan ini besok ke Opa, saya ingin tahu ada apa sebenarnya. Saya tetap khawatir kalau wanita itu berbuat nekat lagi padamu.” Mas Alex tetap mengkhawatirkan keadaanku.“Iya, Mas. Wanita itu juga mengaku ingin mendapatkan haknya, makanya dia minta uang sama Mas.” Aku menyampaikan apa yang Bu Mira katakan tadi.“Besok kita akan tahu jawabannya. Sekarang kita istirahat, ya, Sayang.” Dia pun langsung memelukku lalu kami memejamkan mata.Terus terang, aku belum merasakan kantuk sama sekali, tetapi aku tidak ingin me
🏵️🏵️🏵️Aku sangat bersyukur karena kembali pulang ke rumah. Jika mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, aku seakan-akan sedang bermimpi karena akhirnya, terbebas dari tindakan seorang wanita yang mengaku bernama Mira. Namun, aku sama sekali tidak mengenalnya.Dia mengaku sengaja menculikku karena ingin membalaskan dendamnya terhadap keluarga Mas Alex, terutama Opa Rama. Terus terang, aku tidak mengerti dengan dendam yang dia maksud. Ketika aku bertanya, dia tidak memberikan penjelasan yang detail.“Kenapa Ibu menculik saya?” tanyaku kepada wanita tersebut tadi. Saat itu, dia belum menutup mataku.“Karena kamu akan saya jadikan umpan untuk memenuhi keinginan saya.” Dia memberikan jawaban yang tidak aku pahami.“Apa maksud Ibu?”“Saya ingin mendapatkan hak saya.”“Saya tidak mengerti maksud Ibu.”“Suami kamu akan segera memberikan uang pada saya.” Dia menunjukkan wajah semringah lalu tertawa.Ketika hendak menerima telepon, dia tiba-tiba menutup mataku, aku tidak mengerti apa tuju
POV ALEX🏵️🏵️🏵️Apa pun yang orang itu inginkan, aku akan berikan. Lily dan calon anak kami adalah segalanya bagiku. Aku tidak akan membiarkan istri yang sangat kucintai disakiti orang lain. Aku telah lama menunggu untuk menjadikannya sebagai pendamping hidupku.Akhirnya, aku pun mengirimkan balasan kepada pengirim pesan tersebut.[Apa yang Anda inginkan? Saya akan berikan.][Apa pun? Termasuk nyawa kamu?][Iya. Istri saya adalah hidup saya.][Tapi sayangnya, tidak semudah itu kamu akan mendapatkan istri kamu kembali. Saya hanya bisa berjanji untuk tidak menyakitinya asalkan kamu bersedia memberikan uang yang saya butuhkan.]Sekarang, aku tahu kalau ternyata orang itu membutuhkan uang hingga tega menculik Lily. Namun, apa hubungannya dengan masa lalu? Stop! Aku tidak perlu memikirkan itu sekarang, yang penting Lily tetap dalam keadaan baik-baik saja. Aku akan memberikan uang yang orang itu inginkan.[Berapa jumlah uang yang Anda inginkan?] Aku pun kembali mengirim pesan.[Saya butuh
POV ALEX🏵️🏵️🏵️Aku sangat bahagia karena akhirnya menikahi Lily—gadis yang telah lama aku nantikan. Sekarang, dia adalah calon ibu dari anakku. Tindakan inseminasi buatan yang Mama sarankan beberapa bulan yang lalu, telah membawaku kepada istri impianku, yang ternyata merupakan anak dari mantan kekasih Mama.Aku sangat bersyukur berpisah dengan Amira—mantan istriku. Pengkhianatan yang dia lakukan adalah jalan untuk mempertemukan aku kembali dengan gadis kecil yang dulu aku kagumi dan sekarang sebagai calon ibu dari anakku.Awalnya, aku tidak menerima Lily dalam melakukan inseminasi buatan itu, tetapi lebih memilih menyarankan Indah—sahabatku sejak kecil. Namun, Mama menyampaikan sesuatu yang mengejutkan tentang wanita tersebut. Di samping itu, aku telah terpesona dengan kecantikan Lily setelah kami bertemu. Dia juga merupakan orang yang aku cari selama ini.Aku yakin kalau Lily pasti terkejut mengetahui kehamilannya karena dia masih suci. Aku mengetahui itu setelah memadu kasih unt