🏵️🏵️🏵️
“Saya sengaja jemput kamu,” ucap pemuda yang tadi berdiri di samping mobilnya. Dia Alex.
“Saya bisa pulang sendiri, Pak.” Aku memberikan balasan. Aku sengaja memanggilnya dengan sebutan ‘Pak’ karena dia bos di kantor keluarganya. Kak Hana yang menceritakan hal itu kepadaku.
“Kamu tanggung jawab saya sekarang.” Aku terkejut mendengar ucapannya.
“Apa? Tanggung jawab?” Kak Andrew tampak kaget. “Siapa orang ini, Ly?” tanya pemuda itu kepadaku sambil menunjuk Alex.
“Saya ….” Sebelum Alex melanjutkan apa yang ingin dia katakan, aku memberikan isyarat supaya diam. Jangan sampai dia menceritakan tentang kehamilanku kepada Kak Andrew karena aku belum siap untuk itu.
“Kenalin, Kak … beliau adik sepupu Ayah. Namanya Pak Alex.” Aku pun memperkenalkan Alex kepada Kak Andrew. Aku terpaksa berbohong.
“Kok, kamu nggak panggil ‘Om’?”
Kepalaku makin pusing mendengar balasan Kak Andrew. Kenapa, sih, dia mempermasalahkan sebutan yang aku gunakan untuk Alex? Aku harus cari alasan lagi agar dia tidak curiga. Dia tidak boleh tahu siapa Alex sebenarnya.
“Semenjak beliau jadi bos di perusahaan keluarga, aku memanggilnya ‘Pak’. Lebih cocok aja menurutku.”
“Oh, gitu.” Sepertinya Kak Andrew percaya kepadaku.
Tiba-tiba aku merasakan mual. Bagaimana ini? Kenapa setiap berada di dekat Alex, aku mengalami hal seperti ini? Apa janin dalam rahimku tahu kalau ayahnya sedang bersamaku? Bukan hanya mual, perut juga kembali kram seperti kemarin.
“Auh!” Aku merintih kesakitan.
“Perut kamu kram lagi?” tanya Alex. Mungkin karena dia melihatku memegang perut. Aku hanya mengangguk.
Aku dikagetkan nada panggilan masuk dari ponselku yang sejak tadi aku genggam. Aku pun menerima panggilan tersebut. “Halo.”
“Dengan Mbak Lily, ya? Saya sopir taksi yang Mbak order. Saya udah di depan sekarang.”
“Baik, Pak. Saya ke sana sekarang.” Aku pun mematikan telepon lalu berpamitan kepada Alex dan Andrew.
Akan tetapi, aku sangat terkejut karena Alex langsung mengangkat tubuhku lalu membawaku memasuki mobilnya. Setelah itu, dia menghampiri sopir taksi yang aku pesan lalu mengeluarkan selembar uang seratus ribu dari dompetnya. Ternyata dia bertanggung jawab juga.
“Saya udah bayar taksinya. Kamu pulang sama saya. Saya nggak mungkin bisa tenang lihat kamu kesakitan. Tapi sebelum pulang, kita ke rumah sakit. Nggak boleh nolak. Ini demi kebaikan kamu dan anak kita.”
Ada apa denganku? Kenapa aku tidak memberikan respons sama sekali? Apa karena dia peduli dengan keadaanku? Harusnya aku membencinya karena dia dan keluarganya telah menghancurkan harapan dan impianku. Mereka telah merenggut kehidupanku.
Akan tetapi, saat dia tadi menggendongku, aku tidak berusaha menolak atau meronta. Aku justru diam walaupun Kak Andrew memanggilku. Aku seolah-olah lupa kepada pemuda yang menaruh hati kepadaku selama ini. Maafin aku, Kak Andrew.
🏵️🏵️🏵️
“Kenapa perut saya tiba-tiba kram, Dok?” tanyaku kepada dokter yang memeriksa keadaanku.
“Itu biasa terjadi, Mbak, saat awal kehamilan. Apalagi prosesnya melalu inseminasi buatan.” Dokter itu memberikan penjelasan. Sebelumnya, Alex telah memberitahukan tentang inseminasi buatan itu kepadanya. “Saya sarankan, jangan banyak gerak dulu. Istirahat yang cukup.”
“Baik, Dok.”
“Usia kandungan istri saya, udah berapa minggu, Dok?” Alex tiba-tiba membuka suara. Kenapa dia mengakui aku sebagai istrinya?
“Empat minggu, Pak. Janinnya berkembang baik.”
“Alhamdulillah. Terima kasih, Dok.”
Setelah pemeriksaan selesai dan membayar administrasi, juga menebus obat, aku dan Alex pun keluar dari rumah sakit menuju mobilnya. Kami segera meluncur meninggalkan tempat itu menuju pulang. Terus terang, aku bingung jika Bunda nanti melihatku bersama pemuda yang beliau benci saat ini.
“Gimana perasaan kamu sekarang?” Alex membuka pembicaraan.
“Udah enakan, Pak.”
“Saya setua itu, ya, hingga dipanggil ‘Pak’?” Dia menunjukkan senyumnya.
Aku tidak memberikan jawaban, tetapi justru mengalihkan pembicaraan. “Oh, ya … kenapa tadi Bapak mengakui saya sebagai istri?”
“Karena kamu hamil anak saya. Saya juga janji akan mewujudkan hal itu.”
“Maksud Bapak?”
“Saya akan bertanggung jawab dengan cara menikahi kamu.”
Aku tidak tahu apakah harus sedih atau bahagia. Harusnya aku melakukan penolakan karena Alex bukan lelaki yang aku cintai. Di samping itu, dia dan keluarganya yang telah menyebabkan aku di posisi ini sekarang, hamil sebelum berstatus sebagai istri. Namun, kenapa aku tidak memberikan respons?
Kini, kami telah tiba di rumah. Alex pun turun lalu membukakan pintu untukku. Pandangan beberapa pasang mata tetangga langsung tertuju ke arah kami. Mungkin karena Alex memapahku. Ternyata Bunda juga melihat kedatangan kami, beliau menunjukkan tatapan tajam.
“Menjauh dari anak saya!” Bunda langsung meraih tanganku lalu membawaku memasuki rumah, kemudian menutup pintu.
🏵️🏵️🏵️“Apa yang ada dalam pikiran kamu, Sayang?” Bunda memegang kedua lenganku setelah kami duduk di ruang TV. “Harusnya kamu menghindari laki-laki yang udah menghancurkan masa depanmu.”Mungkin benar kata Bunda, tidak seharusnya aku membiarkan Alex untuk mendekatiku karena perbuatan orang tuanya adalah kejahatan. Namun, kenapa aku tidak mampu menolak laki-laki itu? Ada apa denganku?“Maafin Lily, Bun, tapi tadi perut Lily kram lagi. Dia yang bawa Lily ke rumah sakit.” Aku pun memberikan penjelasan kepada Bunda.“Kenapa kamu nggak hubungi Kak Bara atau Kak Hana?”“Tadi Pak Alex jemput Lily ke kampus, Bun.”“Jangan sebut namanya di depan Bunda!” Wanita yang melahirkanku itu menaikkan suara. Entah kenapa sikap lembut yang beliau miliki selama ini seolah-olah hilang. Mungkin karena masih sangat terpukul atas kepergian Ayah.“Dek! Obat kamu masih sama saya.” Aku mendengar suara Alex. Kenapa dia tidak menyebut namaku?“Ternyata dia belum pergi? Apa lagi yang dia inginkan?” Wajah Bunda
🏵️🏵️🏵️Aku tetap tidak ingin menjawab telepon tersebut walaupun nada deringnya telah beberapa kali mengeluarkan suara. Mungkin lebih baik aku merebahkan tubuh sambil mengingat kenangan bersama Ayah. Aku sangat merindukan apa pun yang beliau lakukan dulu.Baru saja aku akan membuka album foto di ponsel untuk memandang wajah tampan Ayah, tiba-tiba ada pesan masuk. Aku pun membukanya, ternyata pengirimnya adalah nomor yang tadi menelepon.[Kenapa nggak angkat telepon saya, Dek?] Isi pesan masuk tersebut.[Maaf, ini siapa?] Aku memberikan balasan.[Ini Alex.]Apa? Dari mana laki-laki itu mendapatkan nomor ponselku? Apa mungkin dari Kak Hana? Seandainya Bunda tahu hal ini, entah apa yang akan beliau lakukan. Aku tidak yakin jika wanita yang melahirkanku itu akan membiarkan anak bungsunya ini membalas pesan dari Alex.[Saya telepon lagi, ya. Tolong diangkat. Saya mau ngomong.] Alex kembali mengirim pesan.[Ada perlu apa, Pak?] Aku ingin tahu apa tujuannya meneleponku.[Apa kamu tidak ber
🏵️🏵️🏵️Alex tetap membawaku ke salah satu restoran ternama di kota ini. Namun, aku sangat terkejut melihat sikap para pekerja di tempat ini. Mereka menunduk lalu mengucapkan salam kepada Alex. Apa mungkin karena laki-laki itu seorang bos perusahaan? Di samping itu, Alex juga membawaku ke ruangan VIP. “Tolong siapkan menu yang telah saya pesan tadi,” ucap Alex kepada beberapa pelayan restoran.“Baik, Pak.” Mereka memberikan balasan lalu beranjak.Tiba-tiba aku merasakan mual, padahal tidak ada aroma makanan. Apa mungkin karena sedang bersama Alex? Selalu seperti itu. Anak dalam kandunganku mungkin sangat menyadari keberadaan ayahnya.“Kamu mual lagi, Dek?” tanya Alex.“Iya, Pak.”“Saya antar ke toilet, ya.” Dia pun berdiri lalu memapahku.Aku telah berusaha untuk mengeluarkan sesuatu yang membuatku mual, tetapi tidak berhasil. Hanya air liur saja yang keluar. Terus terang, aku lelah dengan keadaan seperti ini. Aku pun meminta agar kami kembali duduk.Ternyata menu pesanan Alex telah
🏵️🏵️🏵️Alex tetap bersikeras untuk mengantarku pulang walaupun aku sudah menolaknya. Sementara Indah mengaku kecewa karena menganggap Alex lebih memilih bersamaku dibanding dirinya. Wanita itu pun menuduhku telah merebut sahabatnya.“Kamu lebih memilih wanita ini daripada aku, Lex, untuk mengandung anakmu? Apa yang kurang dariku? Apa kelebihan dia?” Indah menunjuk ke arahku.“Stop! Aku lagi nggak ingin berdebat denganmu. Satu hal yang harus kamu ingat, jangan pernah ganggu calon ibu dari anakku! Harusnya aku membencimu karena kamu udah berani melakukan sesuatu yang nggak pantas.” Alex menatap Indah sangat tajam.“Bisa-bisanya kamu meninggikan suara padaku hanya karena wanita yang baru kamu kenal. Apa karena dia hamil anakmu? Kalau dia nggak hamil, apa kamu akan tetap menjadi Alex yang aku kenal sejak dulu?” Aku tidak mengerti kenapa Indah berkata seperti itu. Apa maksud ucapannya?“Kalau kamu masih tetap ingin aku akui sebagai teman, bersikap baiklah pada wanita pilihanku.” Alex mel
🏵️🏵️🏵️“Kamu kenapa, Dek?” Alex langsung meraih tubuhku. Sementara Bunda tampak panik.“Perut saya sakit, Pak.” Aku kesakitan.“Kita ke rumah sakit sekarang.” Alex pun langsung mengangkatku.“Maafin Bunda, Sayang. Bunda ikut ke rumah sakit, ya.” Terdengar suara Bunda bergetar dan mata berkaca-kaca.“Nggak apa-apa, Bu, biar saya saja. Nggak mungkin anaknya Hana tinggal di rumah sendirian.” Alex yang memberikan balasan. Mungkin karena dia tadi melihat Nayla bermain di teras depan. Dia benar-benar perhatian.“Baik.” Bunda pun mengiakan. Beliau sama sekali tidak menunjukkan kemarahan kepada Alex.“Kami pergi sekarang, Bu.” Alex pun langsung beranjak lalu membawaku memasuki mobilnya. Aku tidak peduli lagi dengan tatapan tetangga ke arah kami. Aku hanya ingin memikirkan keadaanku.Mobil segera meluncur meninggalkan rumahku menuju rumah sakit. Terus terang, aku tidak mengerti kenapa Alex tampak sangat khawatir. Apa semata-mata hanya karena aku mengandung anaknya? Atau mungkin ada perasaan
🏵️🏵️🏵️Kenapa Alex ke sini? Ada perlu apa? Kalaupun dia ingin menjemputku seperti sebelumnya, tetapi waktunya bukan sekarang. Aku masih akan mengikuti satu mata kuliah lagi. Kenapa aku merasa tidak tenang? Apa mungkin aku salah tingkah? Namun, aku senang karena akhirnya tidak melanjutkan obrolan dengan Kak Andrew.“Bapak ada perlu apa ke sini?” tanyaku kepada Alex.“Tadi saya ketemu Pak Wardana. Jadi, sekalian jumpain kamu.”Apa? Pak Wardana? Alex ada keperluan apa hingga harus bertemu dengan rektor di kampus ini? Apa hubungan mereka sedekat itu? Ya ampun, untuk apa aku mempermasalahkan pertemuan Alex dengan Pak Wardana? Itu jelas-jelas bukan urusanku.“Ini saya bawa sesuatu untuk kamu. Tapi bukanya jangan di sini, ya. Di rumah aja. Saya juga minta maaf karena nggak bisa jemput kamu nanti pulang kuliah, saya ada meeting penting di luar kantor.” Alex menyodorkan bingkisan berwarna kuning kepadaku.Dia benar-benar lucu menurutku. Kenapa dia harus minta maaf hanya karena tidak dapat me
🏵️🏵️🏵️Aku menghidu aroma minyak wangi yang Alex gunakan, tetapi entah kenapa aku justru tiba-tiba mual. Padahal sebelumnya, aku sangat suka aroma wewangian apalagi parfum. Apa mungkin karena aku sedang hamil? Apa yang akan aku lakukan sekarang? Semoga dia tidak tersinggung melihat sikapku.“Aku mual banget, Pak.” Aku pun mengatakan apa yang kurasakan.“Kenapa, Dek? Apa saya bau? Tapi saya baru mandi.” Ya ampun, bisa-bisanya dia berpikiran seperti itu.“Maaf, Pak.” Aku pun tidak sanggup menahan diri untuk tidak muntah. Akhirnya, aku mengotori kemeja yang dia kenakan.“Nggak apa-apa. Saya langsung ganti.” Dia tetap menunjukkan senyumnya. Kami pun melangkah memasuki rumah. Dia menuju kamarnya, sedangkan aku ke kamar mandi.Aku benar-benar merasa bersalah atas kejadian malam ini. Kenapa aku tiba-tiba tidak menyukai aroma parfum? Padahal tadi saat di rumah, aku masih menggunakannya. Apa mungkin karena aroma parfum laki-laki lebih kuat daripada perempuan?Apa aku mampu bersikap biasa saj
🏵️🏵️🏵️Jawaban apa yang akan kuberikan kepada Mas Alex? Apa dia akan curiga? Wait! Kenapa aku harus takut? Bukankah ini kesempatan untuk mengetahui bagaimana perasaan dia yang sebenarnya? Jika dia memang tidak memiliki rasa lebih untukku, dia akan bersikap biasa saja.“Maaf, Mas, saya lagi ingat teman.” Aku pun memberikan jawaban.“Oh. Ya udah, sekarang kamu mandi,” balasnya. Aku pun beranjak menuju kamar mandi.Ternyata dugaanku benar, dia tidak curiga sedikit pun dengan sebutan yang aku gunakan tadi. Itu artinya, dia tidak memiliki perasaan yang berbeda terhadapku. Dia bersedia menikahiku hanya semata-mata untuk mendapatkan anaknya.Harusnya aku tidak perlu berpikiran jauh. Bagaimana mungkin seorang bos tampan dan kaya seperti Mas Alex mencintai wanita biasa seperti diriku? Walaupun sebelumnya dia berstatus duda, tetapi tidak sedikit perempuan di luar sana yang ingin menjadi istrinya. Informasi itu aku tahu dari Kak Hana.Kak Hana justru menjelaskan kalau aku tidak akan menyesal m
🏵️🏵️🏵️Hari ini merupakan acara tujuh bulanan kehamilanku. Aku sangat bersyukur karena kegiatan tersebut berjalan dengan lancar. Semua anggota keluarga dan para undangan memberikan selamat dan doa terbaik untukku, tidak terkecuali dengan Tante Mira dan Kak Andrew.Tiga bulan yang lalu, kebenaran tentang kejahatan wanita yang menjebak Opa Rama telah terungkap. Ternyata alasan Tante Mira sangat membenci Opa Rama karena menganggap orang tua itu tidak bertanggung jawab. Tante Mira mengaku tidak tahu kalau Opa Rama yang telah membiayai kebutuhannya sejak dalam kandungan.Selama hidupnya, Tante Mira selalu percaya dengan ucapan Bu Rahmi—ibunya, tentang Opa Rama yang diakui kejam dan lari dari tanggung jawab. Oleh karena itu, Tante Mira pun sangat membenci ayah kandungnya sendiri hingga berniat untuk balas dendam.Sementara Mbak Indah yang berstatus sebagai keponakan yang menyayangi keluarganya, turut membantu menjalankan niat dan rencana Tante Mira. Dia tidak hanya sekadar suka terhadap M
🏵️🏵️🏵️Mas Alex mematikan telepon setelah mengucapkan terima kasih kepada Dimas. Dia pun langsung duduk di tempat tidur lalu mengembuskan napas berat. Aku tahu bagaimana perasaannya saat ini, walaupun aku tidak mengalami apa yang dia rasakan.Aku pun memilih berdiri di depannya lalu mengusap pipinya. “Mas jangan terlalu banyak mikir. Saya nggak mau Mas sakit. Mas juga harus ingat anak kita.” Aku mendekatkan tangannya ke perutku.“Iya, Sayang. Saya nggak apa-apa, kok. Nanti malam, kita ngomong sama Papa dan Mama untuk memberitahukan kenyataan ini. Mereka pasti ngerti bagaimana cara menyampaikannya ke Opa dan Oma.” Mas Alex mengusap-usap perutku lalu menciumnya. Dia pun memintaku duduk di sampingnya.“Iya, Mas,” jawabku setelah duduk.“Rasanya masih seperti mimpi, ya, Sayang, kalau saya dan Andrew ternyata sepupuan. Kenapa baru terungkap sekarang? Itu juga berawal dari kekejaman dia dan ibunya yang menculik kamu.” Mas Alex tampak kesal.“Mungkin dengan kehadiran saya ke rumah ini, mer
🏵️🏵️🏵️Apa mungkin kecurigaanku terhadap Kak Andrew memang benar? Aku merasakan sesuatu yang aneh ketika dia tiba-tiba berada di jalanan sepi setelah Bu Mira menurunkan aku kala itu. Aku sengaja tidak bertanya kepadanya karena ingin segera tiba di rumah.“Ada apa, Sayang?” Ternyata Mas Alex menyadari perubahan sikapku.“Saya melihat Kak Andrew jalan bersama Bu Mira, Mas.” Aku pun mengatakan apa yang kusaksikan.“Bu Mira?” Wajah Mas Alex tampak mengalami perubahan.“Iya, Mas. Wanita yang menculik saya.”“Apa? Jadi, Andrew kenal dengan wanita itu?” Mas Alex pun menepi lalu menghentikan mobilnya.“Saya juga heran, Mas. Mereka tadi masuk mall itu.” Aku menunjuk pusat perbelanjaan yang baru saja kami lewati.“Saya akan meminta Dimas ke sini untuk menyelidiki mereka. Kalau sampai Andrew terlibat dalam penculikan kamu saat itu, saya akan memberinya pelajaran.” Mas Alex menunjukkan wajah marah. Dia pun menghubungi Dimas—asisten pribadinya.Aku tahu bagaimana perasaan Mas Alex saat ini, apal
🏵️🏵️🏵️Selama ini, aku berpikir kalau Mbak Indah sudah ikhlas menerima hubunganku dan Mas Alex karena sejak pertemuan terakhir kami kala itu, dia tidak pernah menunjukkan dirinya lagi. Namun, ternyata aku salah karena dia ingin mencelakai aku secara diam-diam.“Kenapa Mbak setega itu?” tanyaku kepada Mbak Indah.“Apa? Kamu bilang aku tega? Justru kamu yang telah menghancurkan harapanku untuk bersatu dengan Alex! Kehadiranmu juga menggagalkan semua rencanaku!” Dia meninggikan suaranya.“Saya tidak pernah melakukan apa yang Mbak tuduhkan.” Aku tidak terima dengan apa yang dia ucapkan.“Sok lugu kamu!” Dia menyejajarkan posisi denganku lalu mencekal pipiku. “Aku makin muak melihatmu.” Dia pun kembali berdiri.“Stop, Indah!” Tiba-tiba Mas Alex muncul lalu menghampiriku. Dari mana dia tahu keberadaanku? “Kamu nggak apa-apa, Sayang?” Dia membantuku untuk berdiri.Aku sangat terkejut melihat darah mengalir di pahaku. Apa mungkin ini terjadi karena kram di perutku? “Mas, ada darah,” ucapku
🏵️🏵️🏵️Kenapa Mbak Amira masih menghubungi Mas Alex? Dia bahkan mengirim pesan yang sangat menyakitkan. Bisa-bisanya wanita itu mengingatkan hari pernyataan cinta Mas Alex kepadanya beberapa tahun yang lalu. Apa dia lupa sudah punya suami? Menyebalkan!“Siapa yang kirim pesan, Sayang?” tanya Mas Alex.“Mas lihat aja sendiri. Saya mau mandi. Saya mau ke rumah Bunda hari ini. Kemarin, kan, nggak jadi.” Aku menyerahkan ponsel Mas Alex dan memutuskan untuk mandi karena ingin menghindarinya. Aku lebih baik menjaga jarak darinya dengan cara mengunjungi Bunda.“Kita mandinya bareng aja, ya, Sayang. Terus, sama-sama ke rumah Bunda.” Dia menaruh kembali ponselnya ke nakas sebelum membaca pesan masuk yang dikirim Mbak Amira.“Saya ingin pergi sendiri. Mas lupa ini hari apa?” Aku ingin tahu, apakah dia masih mengingat awal bersatunya hubungannya dengan Mbak Amira sebagai sepasang kekasih dulu.“Ini Minggu, Sayang. Saya nggak mungkin lupa. Jadi, kita bisa ke rumah Bunda seharian.” Dia memberika
🏵️🏵️🏵️Aku tidak mengerti kenapa Opa Rama memiliki kemiripan dengan Bu Mira. Apa memang karena kebetulan saja? Tidak mungkin mereka mempunyai ikatan khusus. Namun, kenapa Bu Mira mengaku sangat membenci Opa Rama? Apa mereka saling mengenal?“Kamu serius, Sayang?” Wajah Mas Alex tampak serius.“Iya, Mas. Mungkin kebetulan aja kali, ya. Tapi yang membuat saya heran, kenapa wanita itu sangat membenci Opa? Apa dia mengenal Opa?” Aku mengatakan apa yang kupikirkan.“Kita harus menanyakan ini besok ke Opa, saya ingin tahu ada apa sebenarnya. Saya tetap khawatir kalau wanita itu berbuat nekat lagi padamu.” Mas Alex tetap mengkhawatirkan keadaanku.“Iya, Mas. Wanita itu juga mengaku ingin mendapatkan haknya, makanya dia minta uang sama Mas.” Aku menyampaikan apa yang Bu Mira katakan tadi.“Besok kita akan tahu jawabannya. Sekarang kita istirahat, ya, Sayang.” Dia pun langsung memelukku lalu kami memejamkan mata.Terus terang, aku belum merasakan kantuk sama sekali, tetapi aku tidak ingin me
🏵️🏵️🏵️Aku sangat bersyukur karena kembali pulang ke rumah. Jika mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, aku seakan-akan sedang bermimpi karena akhirnya, terbebas dari tindakan seorang wanita yang mengaku bernama Mira. Namun, aku sama sekali tidak mengenalnya.Dia mengaku sengaja menculikku karena ingin membalaskan dendamnya terhadap keluarga Mas Alex, terutama Opa Rama. Terus terang, aku tidak mengerti dengan dendam yang dia maksud. Ketika aku bertanya, dia tidak memberikan penjelasan yang detail.“Kenapa Ibu menculik saya?” tanyaku kepada wanita tersebut tadi. Saat itu, dia belum menutup mataku.“Karena kamu akan saya jadikan umpan untuk memenuhi keinginan saya.” Dia memberikan jawaban yang tidak aku pahami.“Apa maksud Ibu?”“Saya ingin mendapatkan hak saya.”“Saya tidak mengerti maksud Ibu.”“Suami kamu akan segera memberikan uang pada saya.” Dia menunjukkan wajah semringah lalu tertawa.Ketika hendak menerima telepon, dia tiba-tiba menutup mataku, aku tidak mengerti apa tuju
POV ALEX🏵️🏵️🏵️Apa pun yang orang itu inginkan, aku akan berikan. Lily dan calon anak kami adalah segalanya bagiku. Aku tidak akan membiarkan istri yang sangat kucintai disakiti orang lain. Aku telah lama menunggu untuk menjadikannya sebagai pendamping hidupku.Akhirnya, aku pun mengirimkan balasan kepada pengirim pesan tersebut.[Apa yang Anda inginkan? Saya akan berikan.][Apa pun? Termasuk nyawa kamu?][Iya. Istri saya adalah hidup saya.][Tapi sayangnya, tidak semudah itu kamu akan mendapatkan istri kamu kembali. Saya hanya bisa berjanji untuk tidak menyakitinya asalkan kamu bersedia memberikan uang yang saya butuhkan.]Sekarang, aku tahu kalau ternyata orang itu membutuhkan uang hingga tega menculik Lily. Namun, apa hubungannya dengan masa lalu? Stop! Aku tidak perlu memikirkan itu sekarang, yang penting Lily tetap dalam keadaan baik-baik saja. Aku akan memberikan uang yang orang itu inginkan.[Berapa jumlah uang yang Anda inginkan?] Aku pun kembali mengirim pesan.[Saya butuh
POV ALEX🏵️🏵️🏵️Aku sangat bahagia karena akhirnya menikahi Lily—gadis yang telah lama aku nantikan. Sekarang, dia adalah calon ibu dari anakku. Tindakan inseminasi buatan yang Mama sarankan beberapa bulan yang lalu, telah membawaku kepada istri impianku, yang ternyata merupakan anak dari mantan kekasih Mama.Aku sangat bersyukur berpisah dengan Amira—mantan istriku. Pengkhianatan yang dia lakukan adalah jalan untuk mempertemukan aku kembali dengan gadis kecil yang dulu aku kagumi dan sekarang sebagai calon ibu dari anakku.Awalnya, aku tidak menerima Lily dalam melakukan inseminasi buatan itu, tetapi lebih memilih menyarankan Indah—sahabatku sejak kecil. Namun, Mama menyampaikan sesuatu yang mengejutkan tentang wanita tersebut. Di samping itu, aku telah terpesona dengan kecantikan Lily setelah kami bertemu. Dia juga merupakan orang yang aku cari selama ini.Aku yakin kalau Lily pasti terkejut mengetahui kehamilannya karena dia masih suci. Aku mengetahui itu setelah memadu kasih unt