Ardi berlari menemui dokter kenalannya. Dia akan memberikan uang yang sangat banyak agar memeriksa Pandu.Mawar semakin lega melihat Pandu akhirnya terbangun. Namun wajahnya sangat pucat dan napasnya sesak."Raden, bertahanlah. Ardi akan mencari dokter. Raden hanya harus bertahan. Saya mohon Raden kuat," ucapnya resah sembari menuangkan air hangat untuk membuat Pandu semakin membaik.Selang beberapa menit, Ardi datang membawa dokter yang pernah memeriksa Pandu di rumah Mawar saat di rumah bordir. Dia selalu membantu Ardi dan bisa dipercaya."Dokter, periksalah. Pandu meminum ramuan bunga yang membuat denyut nadi berhenti sementara. Dia sangat pucat.""Saya akan memeriksanya." Dokter segera mengeluarkan alatnya, dan memeriksa Pandu. Ardi dan Mawar sangat resah sambil menatapnya."Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Ardi resah. Pandu masih saja terlihat pucat. Namun, napasnya sudah mulai teratur. Mawar segera mendekati Pandu dan mengu
Pandu berusaha beranjak dari duduknya. Dia terkejut mendengar perkataan Ardi. Pandu yakin jika Arum pasti mengalami hal buruk. "Raden, tenanglah. Biarkan dia menenangkan diri dulu. Ardi sangat panik saat Raden tidak terbangun. Sekarang ada kabar tentang Arum. Raden tunggullah sejenak. Agar Ardi bisa tenang dan mengatakan semuanya."Pandu kembali diam dan tidak mendekati Ardi yang menuju meja untuk mengambil air minuman. Dia meneguknya sampai habis. Ardi meletakkan minuman itu kembali dengan wajah cemas. Dia tidak tahu akan mengatakan apa kepada Pandu."Ardi, adakah yang akan kau sampaikan? Aku hanya berharap kau bisa menceritakan dengan detail. Aku ingin sekali mendengar kau menceritakan semua.""Baiklah. Aku mendapat surat dari pesuruhku. Dia menemui Sunarsih. Saat itu Sunarsih bertemu denga. pelayan di rumah Wojo. Dia mengatakan keributan terjadi. Dan ...." Ardi menghentikan ucapannya. Dia berjalan mendekati Pandu dan menatapnya."Ardi, jangan k
Wojo masuk ke dalam kamar Arum. Dia juga berdandan sangat rapi. Menggunakan kemeja putih dan celana kain hitam. Dengan cepat Wajo mendekati Arum yang sangat bergemetar. Bahkan air matanya mulai perlahan menetes membasahi pipinya."Romo, aku mohon. Pikirkan sekali lagi ..." ucapnya memohon dengan lirih."Hentikan tangisan itu. Aku tidak ingin melihatnya. Jika kau tidak melakukan kewajibanmu sebagai istri, maka kita tidak akan pernah dianggap menjadi sah sebagai suami istri. Mau tidak mau harus melakukannya, Arum," balas Wojo dengan ekspresi dingin. Arum di hadapannya semakin bergemetar.Wojo terus melangkah hingga mendekati Arum. Kekasih Pandu itu spontan menepis tangannya saat ingin menyentuh lengannya. "Jangan sentuh aku." Dia tak kuasa untuk membiarkan siapa pun menyentuh dirinya kecuali Pandu."Aku bisa dengan bebas menyentuhmu. Kau ... adalah istriku!" Wojo menarik tubuh Arum dan mulai merabanya. Kancing kebaya Arum dibukanya satu per satu. Arum semak
"Hentikan Romo. Jangan pernah melakukan itu. jika kau marah, atau ingin melampiaskan dendam kepada aku lakukan saja. Romo jangan melampiaskan kepada orang lain. Mereka tidak bersalah. Aku yang bersalah. Yah, aku dengan Mas Pandu yang bersalah. Romo, aku mohon, jangan pernah menjadikan ini sebagai alasan untuk melampiaskan kemarahan. Karena itu akan mengakibatkan suatu hal yang sangat buruk dan kau pasti akan menyesalinya."Wojo semakin menatap Arum dengan tajam. Dia mendekati Arum yang masih bersujud di hadapannya. Kini dia berbicara dengan menunjukkan jemari tepat di wajah Arum."Menyesal, aku tidak akan pernah menyesal. Aku akan segera membuat semua kekayaan Kasoemo itu hancur. Lihat saja nanti. Kau yang akan menyesal telah mengenal diriku dan sudah berbuat sesuatu hal yang membuatku terlihat sangat buruk dan terpuruk seperti ini!"Wojo meninggalkan Arum yang masih saja bersujud begitu saja. Romo menutup kamar dengan hentakan yang sangat keras, "brak!"
Pandu menatap Ardi Sahabatnya yang memiliki sebuah rencana. Namun dia tidak mengerti apa itu rencana Ardi. Pandu menarik lengan Ardi kembali menanyakan dengan pasti apa yang akan dia lakukan."Sahabatku, apa yang akan kau lakukan? Bagaimana caranya kita masuk ke dalam sana? Aku tahu aku pasti sangat menderita. Kita harus membawanya keluar. Tapi dia istri orang lain. Hah, bagaimana caranya aku bisa membuat Wojo menceraikannya," ucap Pandu gelisah. Dia memegang kepalanya. Hatinya benar-benar resah. Ardi segera mendekatinya untuk menenangkan hatinya."Aku memiliki kenalan. Dia adalah pelayan yang pernah bekerja di sana. Namanya Maya. Yah, dia mengetahui semua seluk-beluk rumah itu. Dia juga memiliki tetangga yang bekerja di sana. Namun, Maya sekarang telah keluar. Nyai Niye memecatnya karena dulu pernah membantuku untuk memberikan surat kepada Arum dan ketahuan. Sebenarnya aku merasa bersalah dengannya. Tapi, tenang saja. aku selalu membuat dia menikmati kehidupannya. Aku
Apalah daya. Hati yang masih mengharap dan menunggu, kini sirna. Arum masih saja menundukkan kepala sambil melepaskan tangisan. Dia terisak, semakin … terisak! Air matanya menetes deras. Jantungnya berdebar sangat hebat. Lebih hebat dari biasanya, bahkan berkali-kali lipat.“Ibu, kenapa kau mengatakan sumpah itu. Kini, sumpah itu terlaksana. Apa yang harus aku lakukan untuk membuat Ibu sadar jika sumpah itu sangat haram untuk diucapkan apalagi dari mulut seorang Ibu,” ucapnya masih dengan suara serak akibat tangisan.Kematian kini yang menghampiri Pandu. Arum masih tak kuasa. Dia tidak bisa lagi menahan tubuhnya. Rasanya, dia sudah tidak kuasa untuk bernapas.“Untuk apa aku menjalani kehidupan ini jika aku tidak bersamamu? Bisakah aku hidup tanpamu? Bahkan bernapas saja aku tak kuasa. Mas … kenapa kau melakukan itu? Bukankah kau berjanji akan menjemputku dan menikahiku?”“Dia sudah mati, Nyai!” teriak Must
Arum tersenyum, setelah membaca isinya. Dia meremasnya, kembali terisak.“Mas ….” lirihnya.Arum berlari kembali mendekati jendela kamarnya. Ingin sekali dia berteriak kencang. Rasa terkejutnya membuat dia ingin melakukan itu. Dia tidak tahu akan berkata apa.“Alam menyetujui hubungan kita. Bahkan kau bangkit dari kematian. Aku … aku akan bersemangat. Dia berjanji akan menjemputku kembali. Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan ini semua,” batinnya sembari meremas surat yang sudah Ardi tulis dan mengatakan, “Pandu sudah berada di Jakarta. Jika kau mendengar dia tidak bernyawa, itu salah. Memang dia melakukan itu. Namun, dia bangkit dari kematian dan akan menjemputmu. Kami berada di Hotel Monumen.”“Mas, aku akan menunggumu,” batinnya sembari mengusap air matanya. Dia memikirkan cara untuk menuju hotel itu.“Hotel itu tidak jauh dari sini. Aku akan menuju ke sana. Aku akan mencari tah
Ardi menghampiri Maya. Sementara Pandu membuka secarik kertas yang dia terima dari Maya. Pandu melotot ketika membacanya.“Mas, aku akan menemuimu di monumen saat malam. Tunggullah aku di sana. Kekasihmu, Arum,” gumamnya pelan sembari membaca pelan pesan yang sudah dituliskan Arum.Hatinya berdebar seketika. Ardi diam tergugu kehabisan kata-kata. Maya tersenyum, terpana melihat air mata kebahagiaan Pandu. Dia merasa sudah membayar hutangnya saat itu kepada Pandu saat dia gagal memberikan surat pertama.“Aku akan di sini saat sore menjelang malam,” ucap Pandu bersemangat. “Aku akan bersiap. Aku akan kembali ke hotel. Maya, terima kasih semuanya. Aku tidak tahu harus berkata apa,” lanjut Pandu tersenyum. Dia menarik Maya dan memeluknya. Seketika Maya tersenyum sembari menggaruk-garuk rambutnya yang tidak terasa gatal. Hal itu dia lakukan karena ini pertama kalinya dia dipeluk pemuda tampan.“Hmm, kamu itu wajahnya m