Wojo masuk ke dalam kamar Arum. Dia juga berdandan sangat rapi. Menggunakan kemeja putih dan celana kain hitam. Dengan cepat Wajo mendekati Arum yang sangat bergemetar. Bahkan air matanya mulai perlahan menetes membasahi pipinya.
"Romo, aku mohon. Pikirkan sekali lagi ..." ucapnya memohon dengan lirih."Hentikan tangisan itu. Aku tidak ingin melihatnya. Jika kau tidak melakukan kewajibanmu sebagai istri, maka kita tidak akan pernah dianggap menjadi sah sebagai suami istri. Mau tidak mau harus melakukannya, Arum," balas Wojo dengan ekspresi dingin. Arum di hadapannya semakin bergemetar.Wojo terus melangkah hingga mendekati Arum. Kekasih Pandu itu spontan menepis tangannya saat ingin menyentuh lengannya. "Jangan sentuh aku." Dia tak kuasa untuk membiarkan siapa pun menyentuh dirinya kecuali Pandu."Aku bisa dengan bebas menyentuhmu. Kau ... adalah istriku!" Wojo menarik tubuh Arum dan mulai merabanya. Kancing kebaya Arum dibukanya satu per satu. Arum semak"Hentikan Romo. Jangan pernah melakukan itu. jika kau marah, atau ingin melampiaskan dendam kepada aku lakukan saja. Romo jangan melampiaskan kepada orang lain. Mereka tidak bersalah. Aku yang bersalah. Yah, aku dengan Mas Pandu yang bersalah. Romo, aku mohon, jangan pernah menjadikan ini sebagai alasan untuk melampiaskan kemarahan. Karena itu akan mengakibatkan suatu hal yang sangat buruk dan kau pasti akan menyesalinya."Wojo semakin menatap Arum dengan tajam. Dia mendekati Arum yang masih bersujud di hadapannya. Kini dia berbicara dengan menunjukkan jemari tepat di wajah Arum."Menyesal, aku tidak akan pernah menyesal. Aku akan segera membuat semua kekayaan Kasoemo itu hancur. Lihat saja nanti. Kau yang akan menyesal telah mengenal diriku dan sudah berbuat sesuatu hal yang membuatku terlihat sangat buruk dan terpuruk seperti ini!"Wojo meninggalkan Arum yang masih saja bersujud begitu saja. Romo menutup kamar dengan hentakan yang sangat keras, "brak!"
Pandu menatap Ardi Sahabatnya yang memiliki sebuah rencana. Namun dia tidak mengerti apa itu rencana Ardi. Pandu menarik lengan Ardi kembali menanyakan dengan pasti apa yang akan dia lakukan."Sahabatku, apa yang akan kau lakukan? Bagaimana caranya kita masuk ke dalam sana? Aku tahu aku pasti sangat menderita. Kita harus membawanya keluar. Tapi dia istri orang lain. Hah, bagaimana caranya aku bisa membuat Wojo menceraikannya," ucap Pandu gelisah. Dia memegang kepalanya. Hatinya benar-benar resah. Ardi segera mendekatinya untuk menenangkan hatinya."Aku memiliki kenalan. Dia adalah pelayan yang pernah bekerja di sana. Namanya Maya. Yah, dia mengetahui semua seluk-beluk rumah itu. Dia juga memiliki tetangga yang bekerja di sana. Namun, Maya sekarang telah keluar. Nyai Niye memecatnya karena dulu pernah membantuku untuk memberikan surat kepada Arum dan ketahuan. Sebenarnya aku merasa bersalah dengannya. Tapi, tenang saja. aku selalu membuat dia menikmati kehidupannya. Aku
Apalah daya. Hati yang masih mengharap dan menunggu, kini sirna. Arum masih saja menundukkan kepala sambil melepaskan tangisan. Dia terisak, semakin … terisak! Air matanya menetes deras. Jantungnya berdebar sangat hebat. Lebih hebat dari biasanya, bahkan berkali-kali lipat.“Ibu, kenapa kau mengatakan sumpah itu. Kini, sumpah itu terlaksana. Apa yang harus aku lakukan untuk membuat Ibu sadar jika sumpah itu sangat haram untuk diucapkan apalagi dari mulut seorang Ibu,” ucapnya masih dengan suara serak akibat tangisan.Kematian kini yang menghampiri Pandu. Arum masih tak kuasa. Dia tidak bisa lagi menahan tubuhnya. Rasanya, dia sudah tidak kuasa untuk bernapas.“Untuk apa aku menjalani kehidupan ini jika aku tidak bersamamu? Bisakah aku hidup tanpamu? Bahkan bernapas saja aku tak kuasa. Mas … kenapa kau melakukan itu? Bukankah kau berjanji akan menjemputku dan menikahiku?”“Dia sudah mati, Nyai!” teriak Must
Arum tersenyum, setelah membaca isinya. Dia meremasnya, kembali terisak.“Mas ….” lirihnya.Arum berlari kembali mendekati jendela kamarnya. Ingin sekali dia berteriak kencang. Rasa terkejutnya membuat dia ingin melakukan itu. Dia tidak tahu akan berkata apa.“Alam menyetujui hubungan kita. Bahkan kau bangkit dari kematian. Aku … aku akan bersemangat. Dia berjanji akan menjemputku kembali. Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan ini semua,” batinnya sembari meremas surat yang sudah Ardi tulis dan mengatakan, “Pandu sudah berada di Jakarta. Jika kau mendengar dia tidak bernyawa, itu salah. Memang dia melakukan itu. Namun, dia bangkit dari kematian dan akan menjemputmu. Kami berada di Hotel Monumen.”“Mas, aku akan menunggumu,” batinnya sembari mengusap air matanya. Dia memikirkan cara untuk menuju hotel itu.“Hotel itu tidak jauh dari sini. Aku akan menuju ke sana. Aku akan mencari tah
Ardi menghampiri Maya. Sementara Pandu membuka secarik kertas yang dia terima dari Maya. Pandu melotot ketika membacanya.“Mas, aku akan menemuimu di monumen saat malam. Tunggullah aku di sana. Kekasihmu, Arum,” gumamnya pelan sembari membaca pelan pesan yang sudah dituliskan Arum.Hatinya berdebar seketika. Ardi diam tergugu kehabisan kata-kata. Maya tersenyum, terpana melihat air mata kebahagiaan Pandu. Dia merasa sudah membayar hutangnya saat itu kepada Pandu saat dia gagal memberikan surat pertama.“Aku akan di sini saat sore menjelang malam,” ucap Pandu bersemangat. “Aku akan bersiap. Aku akan kembali ke hotel. Maya, terima kasih semuanya. Aku tidak tahu harus berkata apa,” lanjut Pandu tersenyum. Dia menarik Maya dan memeluknya. Seketika Maya tersenyum sembari menggaruk-garuk rambutnya yang tidak terasa gatal. Hal itu dia lakukan karena ini pertama kalinya dia dipeluk pemuda tampan.“Hmm, kamu itu wajahnya m
Pandu masih tidak mengerti kenapa Arum sama sekali tidak hadir. Padahal sudah jelas-jelas di surat itu dia mengatakan akan hadir tepat waktu di taman Monumen Monas."Kenapa kau tidak datang Kekasihku, Aku sudah menunggumu. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ada suatu hal yang buruk terjadi kepadamu? Ataukah suamimu tidak memperbolehkanmu? Apa suamimu memergokimu, hingga membuatmu tidak bisa keluar dari sana dan malah mendapatkan hukuman yang sangat berat?"Sekumpulan tanda tanya hadir di dalam pikirannya. Pandu segera mengamati semua arah tidak peduli hujan sudah menderas menerpa tubuhnya dia tetap masih berharap Arum akan segera muncul di sana."Ini benar-benar sangat menyebalkan! Wanita itu sudah membuat sahabatku kecewa lagi dengan janjinya yang selalu saja diberikan. Kenapa dia tidak datang dan membuat sahabatku itu bahagia? Seharusnya Arum bisa keluar dari rumah itu dengan mudah. Dia adalah pemilik sah rumah itu dan pasti memiliki beribu
Lampu yang sangat menyilaukan, membuat Arum tidak bisa memandang jalanan. Dia mengangkat tangannya untuk menutup sebagian matanya. Apalagi hujan sangat deras. Sang pengendara pun tidak mengetahui Arum ternyata berada di tengah jalanan."Argh!"Suara teriakan terdengar cukup keras. Hendra yang semula berlari kencang untuk mendekati Arum, kini spontan menghentikan langkah. Dia tidak percaya dengan penglihatannya. Arum terkena ujung mobil yang sudah melintas. Pengendara itu keluar dari mobil dan sangat panik ketika melihat Arum tergeletak di jalanan dengan luka-luka yang cukup parah. tubuhnya dipenuhi darah!"Ini tidak mungkin! Hah, kenapa Arum mengalami kecelakaan yang sangat mengerikan? Aku ... aku tidak boleh berada di sini. Aku tidak boleh ketahuan. Aku harus pergi dan membiarkan dia. Atau ... aku harus bagaimana?" batin Hendra dengan rasa
Maya menyampaikan dengan terpatah-patah. Pandu semakin menatapnya. Dia … dia sudah menduga. Ini pasti ada hubungannya dengan Arum. Pandu menarik napas, bersiap untuk mendengar perkataan Maya.“Maya, jangan memotongnya. Kenapa kau malah menghentikan ucapanmu. Aku benar-benar ingin mengetahuinya. Aku--”“Nyai Utama koma. Dia tertabrak mobil. Sekarang dia berada di rumah sakit.”Tulang rusuk Pandu seakan retak. Jiwanya merana, sangat … hancur!“Tidak! Ini … tidak mungkin terjadi. Aku tidak percaya,” ucapnya sembari mengepalkan kedua tangan. “Ini salahku. Jika aku tidak memberi pesan itu, dia tidak akan datang. Aku yang bersalah. Aku yang membuat dia seperti ini. Arum … kau …”Pandu beranjak dari duduknya. Dia berjalan gontai menuju pintu balkon kamar. Membukanya lebar-lebar. Kini langkahnya semakin cepat hingga sampai di ujung pagar. Pandu mencengkeram permukaan pagar d