Wojo tidak percaya dengan penglihatannya. Dia ternyata melihat sosok lelaki yang sangat mirip dengan seseorang yang barusan dia temui. Dia terus menatap foto yang memperlihatkan Pandu saat berada di kantor polisi. Wojo menarik napas panjang, mengatasi hatinya yang sangat terkejut.
"Ternyata dunia memang sempit, seperti apa yang aku katakan kepadanya. Dia adalah lelaki yang sudah menjadi kekasih Arum," batin Wojo masih terus mengamati foto Pandu hingga dia mengingat sesuatu yang sangat membuatnya resah.
"Gawat!" Wojo spontan berdiri dari duduknya, menatap semua pesuruhnya yang terkejut melihatnya.
"Romo, ada apa?"
"Lelaki yang ada di foto ini tinggal di hotel yang sama denganku bersama Nyai. Dia tidak boleh bertemu Nyai. Sangat gawat. Kalian harus segera ke sana untuk mencarinya. Aku tidak ingin lelaki ini berada di hotel. Cari dia. Cepat lakukan!"
"Baik, Romo!"
Semua pesuruh itu segera berdiri, lalu berjalan cepat keluar dari kafe. Sem
Arum mendadak melepaskan tangannya yang semula digenggam oleh Wojo. Dia mendengar teriakan seseorang yang sangat dicintainya menembus gendang telinganya. Namun, suara itu telah datang di arah yang berlawanan. Arum merasakan sosok Pandu berada dekat dengannya."Lepaskan!" teriak Arum menghempaskan tangan Wojo dengan kuat, hingga dia berhasil melepaskannya."Nyai. Apa yang kau lakukan?""Aku mendengar Pandu berteriak keras memanggilku. Aku ... aku harus pergi ke sana," ucap Arum. Dia segera berlari dengan cepat meninggalkan Wojo yang sangat panik dan kebingungan. Dia benar-benar tidak ingin Arum berhasil menemui Pandu."Arum!" teriak Wojo dengan keras. Dia segera berlari menyusul Arum yang sudah jauh dari posisinya."Aku tidak akan pernah membiarkan Arum berhasil menemui Pandu. Ini tidak bisa terjadi," gumam Wojo sembari mengamati sekitar.Wojo semakin menambah kecepatan larinya, hingga dia akhirnya be
Arum dan pandu saling merasakan hati mereka sangat dekat. Namun, mereka masih kebingungan tidak mengerti dengan perasaan itu."Harum. Aku sangat merasakan aroma itu. Bahkan jiwaku merasakan jika Arum berada di dekat sini. Tapi, apakah itu hal mustahil? Ataukah hanya khayalanku saja?" batin Pandu terus berusaha mengamati luar jendela yang terhalang oleh derasnya air hujan."Mas Pandu. Aku merasakan jiwamu ada di dekatku. Tapi, aku rasa itu tidak mungkin. Bagaimana bisa kau ada di sini. Kau pasti sudah menikah dengan Sabrina. Karena memang kau tercipta untuknya. Bukan Untukku," batin Arum menundukkan kepala. Wojo yang berada di sebelahnya, hanya mengamati Arum tanpa berkata.Wojo pun terus berpikir, bagaimana caranya untuk membuat arum tersenyum. Walaupun itu adalah hal tersusah yang harus dia lakukan.Akhirnya selang beberapa menit, Wojo memberanikan diri untuk menepuk pundak Arum. Yang membuat kekasih Pandu itu akhirnya menolehkan
Arum terus berlari membuka ruangan demi ruangan yang ada di dalam rumah Selena. Dia tidak menyangka ternyata memang Pandu benar-benar ada di sana. "Mas Pandu. Ternyata kau ada di sini. Mas Pandu!" teriaknya tiada henti. Sabrina segera mengejarnya dan berhasil menarik lengannya. Membuat Arum menghentikan langkah. "Jangan pernah mencari tunanganku. Kau tidak berhak melakukan itu. Apa kau tahu. Ada suamimu di sini. Kau seharusnya malu melakukan hal itu di depannya." Arum menampik tangan Sabrina dengan keras. Dia memberikan plototan yang sangat tajam. Sabrina membalasnya dengan hal yang sama. Keduanya ingin saling membalas. "Aku sudah memberitahukan kepada suamiku. Jika aku memang sangat mencintai Mas Pandu. Dan, dia terpaksa bertunangan denganmu Kau sangat tahu jika lelaki itu sangat mencintaiku. Jangan pernah menyentuhku, atau aku akan membalasmu!" balas Arum dengan tegas. Dia melewati Sabrina yang bergeming kaku menatapnya. "Arum, wait! S
Sabrina membutuhkan kehangatan dalam hatinya yang merana. Dia hanya ingin meluapkan rasa itu dengan semua hasratnya. Joko yang ternyata sudah lama mencintainya, hari ini melakukan dengan rasa. Bahkan sentuhan yang dia berikan membuat Sabrina mengerang menikmati semuanya."Ah ... Joko ..." Kehangatan yang diinginkan Sabrina, kini dia dapat dengan cepat. Bibir Joko dengan lembut, menelusuri semua lekukan tubuh Sabrina. Bahkan, sedikit gigitannya membuat Sabrina semakin mendesah, "Ah ..."Tanpa berpikir hal ke depan tentang suatu hal yang dilarang ini, sama sekali Joko hilangkan dari pikirannya. Dia hanya ingin meluapkan rasa ingin memiliki wanita yang selalu dia jaga itu. Ini malam yang terasa indah Joko rasakan. Dia menghangatkan miliknya sambil menatap wajah Sabrina yang semakin berkeringat merasakan kenikmatan."Sangat cantik ...," batinnya tersenyum."Ah, Joko. Jangan kau lepaskan dulu. Joko! Aku masih Ingin menikmati
Ardi melihat Arum ternyata berada di kapal sangat mewah bebarengan dengan kapal yang mereka naiki di sebelahnya. Kapal yang memiliki kelas ekonomi."Arum! Gawat! Dia tidak boleh bertemu dengan Pandu. Kenapa sesuatu tidak terduga di antara mereka selalu terjadi seperti ini?" ucap Ardi dengan gelisah. Dia tidak mau Pandu terus mendekati Arum. Hubungan itu menurut Ardi tidak akan pernah bisa bersatu. Dia harus mencegahnya. Demi kebahagiaan Pandu.Dengan cepat Ardi berlari. Dia mendekati Pandu dan segera menariknya untuk keluar dari pelabuhan. Mawar pun yang melihatnya, tidak mengerti kenapa Ardi melakukan hal itu."Ardi. Kenapa kita harus terburu-buru seperti ini? Lihatlah! Kita berjalan sambil menabrak semua orang yang memberikan tatapan mengerikan karena kesal. Apakah aku harus tersenyum kepada semua yang kau tabrak itu?" ucap Mawar dengan kesal. Namun, Ardi tidak memberikan respon sama sekali."Ardi, hentikan! Jangan seperti ini. A
Pandu tidak percaya dengan penglihatannya. Dia mengerjapkan kedua matanya berkali-kali. Sosok indah dengan paras cantiknya dia lihat dengan jelas.Rasanya hati yang semula terpenjara bisa terbebas seketika."Arum ... kau ada di rumahmu? Bagaimana mungkin? Aku yang sudah bersusah payah untuk menemuimu, kini kita kembali bertemu di tanah kelahiran. Aku akan menemuimu diam-diam!"Pandu segera masuk kembali ke dalam kamarnya, saat Arum menatap jendela kamarnya."Aku tidak akan menunjukkan diriku. Aku tidak mau mereka mengetahuinya."Pandu sedikit mengintip sela jendela. Senyumannya semakin melebar. Dia masih tak percaya. Wanita pujaan hatinya kini terlihat. Amarah yang semula selalu menyelimuti dirinya, kini meluap. Seolah hanya dia yang bisa memadamkannya.Sementara, Arum mengernyit. Dia merasa Pandu ada di sana."Jendela itu mengingatkanku padamu. Andai saja aku bisa menatapmu dari sini. Andaikan nanti mala
Kedua mata Arum masih tak percaya. Dia perlahan melangkah ke depan. Semakin mendekati sosok di hadapannya."Mas Pandu ..."Napasnya berdetak kencang. Seakan mimpi, Arum perlahan mengangkat tangan kanannya. Disentuhnya jemari itu di dada kekar tepat di hadapannya."Apakah ini benar dirimu?"Sambil terus menatap, Arum berusaha memahami situasi mengejutkan ini. Dia masih belum tersenyum."Apakah aku mimpi? Jika iya, jangan bangunkan aku," ucapnya pelan.Pandu semakin tersenyum. Dia juga merasakan, apa yang Arum rasakan. Hatinya yang dipenuhi kerinduan, kini akan segera diluapkannya."Ini benar-benar aku. Kekasihmu, Arum," balas Pandu pelan.Pandu segera mengendap setelah makan malam di rumahnya. Beberapa pelayan yang mendukungnya, membantu dirinya. Dalam bahagia, Pandu terus berlari menelusuri jalanan kecil."Arum, aku akan segera datang," batinnya sembari terus berlari.Dia tidak
Suasana romantis kembali menjadi mencekam, saat seseorang tiba-tiba menekan gagang pintu dan akan masuk ke dalam kamar Arum. Suara itu berat dan serak. Arum memastikan jika Wojo kembali masuk ke sana."Itu suara Romo. Cepat sembunyi lagi, Mas," ucap Arum sangat panik.Pandu segera kembali masuk ke dalam selimut dan terdiam di sana. Arum berpura-pura tertidur, segera memejamkan kedua matanya. Dia lupa untuk mengunci pintu kamarnya. Namun, dengan berpura-pura adalah satu hal yang bisa dia lakukan saat ini"Arum. Apakah kau sudah tertidur?" tanya Wojo terus melangkah mendekatinya. Suami Arum itu duduk di sebelah Arum dan memandang wajahnya. Dia sedikit tersenyum, kemudian membelai wajah itu dengan perlahan. Hati Arum berdetak kencang. Dia ingin Wojo segera pergi dari sana."Entahlah kenapa sejak kehadiranmu, aku benar-benar melupakan Mariati. Hatiku rasanya bergetar saat senyuman itu terlihat. Dan ... kini aku sadar ketika melihat wajahmu dengan jel
Nyai Ani dan Saras saling berpandangan. Mereka tidak percaya dengan kejadian yang sama terulang kembali. Mereka saling berpandangan, kemudian menatap tegang sang pelayan yang masih mendudukkan kepala. Hingga Ibu Arumi pun berlari datang bersujud di hadapan Nyai Ani dan Saras."Maafkan saya, Nyai. Anak saya bersalah. Tolong jangan marah dengan anak saya. Nyai ... saya yang bertanggung jawab. Saya sudah mengatakan kepada Arumi agar tidak mendekati Raden Putra. maafkan saya. Tolong jangan pecat saya karena saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Sekali lagi maafkan saya."Nyai Ani tersenyum. Saras pun juga ikut tersenyum. Mereka segera mendekati pelayan itu dan menariknya hingga berdiri."Tunjukkan aku di mana mereka. Tidak aku sangka, ternyata Putra menyukai wanita yang memiliki nama persis dengan nama anakku, Arum. Aku sangat terharu mendengarnya," balas Saras masih saja tersenyum haru."Ini sudah takdir kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Cinta kembali hadir di dalam rumah i
"Paman?" Putra terkejut melihat Ardi berada di belakangnya. Dia segera tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal. Wajahnya masih bersemu ketika melihat gadis itu. Ardi tersenyum dan menggelengkan kepalanya, mengingat sosok Pandu saat pertama kali bertemu dengan Arum. Ardi sudah bercerita semua kisah Pandu dan Arum kepada Putra. Kejadian barusan, sama persis dengan sosok Putra."Kau menyukainya?" tanya Ardi sekali lagi sambil mengangkat salah satu alisnya."Entahlah, Paman. Ketika aku melihatnya. Jantungku tiba-tiba bergetar. Dia seperti bidadari. Wajahnya secerah awan. Senyumannya membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Bahkan, sampai sekarang pun aku memikirkannya. Bayangan wajahnya itu selalu ada di dalam pikiranku. Padahal aku baru menemuinya hanya beberapa menit saja. Hmm, siapa dia, Paman? Aku ingin sekali bertemu dengannya.""Hahaha. Itu adalah namanya cinta. Yah ... kau mencintainya. Cinta pandangan pertama. Ibunya baru bisa aja bekerja menj
"Romo datang?" Sunarsih seketika terpaku. Apalagi Romo dan Nyai Ani membawa beberapa kain dan perhiasan. "Maafkan kami datang dengan mendadak. Kami mendengar dari pelayan jika kalian akan menikah. Aku ada beberapa kain kebaya. Sebenarnya aku ingin memberikannya kepada Arum. Ini adalah kain dari ibuku. Aku berniat untuk memberikannya kepada Arum saat dia sudah melahirkan. Tapi ternyata takdir berkata lain dan aku berpikir ingin memberikannya kepada kalian, karena kalian adalah dua wanita yang sangat hebat."Mawar dan Sunarsih saling berpandangan. Mereka tidak menyangka, seseorang yang sangat mereka takuti sekaligus benci datang dengan pandangan lain. Senyuman terpampang di wajah angkernya selama ini.Nyai Ani menyodorkan kain itu dengan tersenyum. Mawar dan Sunarsih akhirnya tersenyum dan menerima. Mereka tidak percaya dengan semua ini."Aku tidak bisa berkata apa pun. Yang jelas, aku sangat bahagia," ucap Sunarsih. Dengan mendadak, dia mendekati Romo dan memeluknya. Semua orang terk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa seseorang yang sangat gagah seperti dirinya bisa menjadi seperti ini? Aku benar-benar tidak percaya, Hendra. Apakah kakakmu bisa sembuh? Aku harus bagaimana menghadapi kakakmu yang seperti ini?" ucap Saras kemudian meneteskan air matanya."Ibu hanya perlu mendekatinya saja. Katakan apa pun yang bisa membuat kakakku mengerti jika dia harus menjalin kehidupan ini. Kematian Pandu sudah dilupakan oleh pihak hukum, karena kondisi Kakak yang seperti ini. Mereka berharap Kakak bisa menjadi sosok seperti semula kembali. Tapi ... sepertinya itu susah, Ibu. Bahkan sekarang ibuku, Mustika, dan semua adiknya pun sangat bersedih. Tidak ada kebahagiaan lagi yang berada di rumah." Hendra menatap sang kakak dengan sangat sendu. Tubuhnya yang semakin kurus, membuatnya tidak memiliki tenaga yang cukup. Dia resah bagaimana jika dia nanti pergi dari dunia ini. Siapa yang akan menjaga keluarganya?"Baiklah, aku akan mencoba mendekatinya." Sarah mendekati Wojo yang masih
Mereka semua terkejut saat Joko tiba-tiba masuk dan mengatakan hal seperti itu. Sunarsih seketika menganga, menatap Joko dengan sangat tampan menggunakan kemeja putih, berjalan menghampirinya. Dia menatap Sunarsih dan menutup mulutnya. Sunarsih terpaku seketika."Apa ..."Joko saat itu selalu memandang Sunarsih. Sifatnya yang sangat lucu dan tomboy, mengingatkan dia kepada Sabrina. Namun, Joko harus menutup hatinya untuk Sabrina yang sudah pergi. Joko perlahan-lahan sering menemui Sunarsih dan berusaha membuka hatinya. Hingga dia paham hatinya sedikit bergetar. Ketika mendekati Sunarsih yang selalu paham dengan dirinya.Joko selalu bercerita apa pun kepada Sunarsih. Dia sangat kesepian, tidak sengaja bertemu Sunarsih di taman. Sejak saat itu mereka selalu mengobrol dan akrab. Joko terus berpikir sepanjang hari, hingga dia akhirnya memutuskan untuk melamar Sunarsih."Walah, masa aku mendapatkan lamaran dengan cara seperti ini? Hah, tiba-tiba saja datang lalu ngomong, mungkin aku. Hah,
Bagai tersambar petir. Perasaan Saras seketika hancur. Dia tidak menyangka perasaannya selama ini akhirnya terjawab. Beberapa hari sebelumnya dia selalu memandang Arum, dan sudah merasakan akan kehilangan anaknya untuk selamanya. Ternyata sekarang dia akan menghadapi hal itu. Sebuah pertanda yang selalu dia lihat, dari perkataan Arum dan Pandu. Seolah-olah mengetahui mereka tidak akan hidup lama lagi. Tanpa sadar mereka ungkapkan selama ini. Saras selalu menepis semua yang ada di pikirannya. Namun, ternyata benar. Dan terlebih lagi, dia teringat sumpahnya dan sumpah Nyai Ani, yang kini terjawab sudah."Tidak! Tolonglah dokter. Lakukan apa pun untuk menyelamatkannya. Aku mohon kepadamu dokter. Biarkan anakku hidup, karena aku belum bisa membahagiakannya. Aku mohon dokter," ucap Saras dengan lemas. Nyai Ani yang terus menangis memeluknya. Begitu juga dengan Wati dan Sunarsih yang tidak kuasa mendengar. Tidak bisa menumpu tubuhnya yang mendadak lemas, Sunarsih hampir tumbang. Joko yang b
Suara letusan peluru tiba-tiba terdengar cukup keras. Arum menatap Pandu yang tersenyum ke arahnya, membelai pipinya dengan perlahan, lalu memeluknya."Kau sangat cantik, Arum," ucap Pandu pelan.Arum mengernyitkan kedua alisnya semakin dalam. Menatap Pandu yang tiba-tiba pucat. Hingga dia merasakan basah di kedua tangannya. Perlahan, Arum bergetar saat melihat jemarinya tiba-tiba dipenuhi dengan cairan darah segar yang keluar dari punggung Pandu. "A-pa ...," ucap Arum pelan. Dia tidak bisa berkata. Mulutnya tercekat, bahkan napasnya terhenti seketika, seakan dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya kaku. "Mas ..." Arum kembali menatap kedua mata Pandu yang masih memperlihatkan senyuman dan cinta tulusnya kepada Arum."Tidak ada hal di dunia ini yang lebih indah selain dirimu. Wanita yang tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun. Wanita yang selalu ada di hatiku. Wanita yang selalu aku cintai. Aku sangat ... mencintaimu. Kau tidak tergantikan," bisik Pandu masih dengan tersenyum. Arum
Wojo terdiam, menunggu Arum untuk mengatakan jawaban yang sudah ditunggunya. Arum tersenyum menganggukkan kepala dan berkata, "Aku akan menjadi istrimu dan mendampingimu sampai kapanpun. Tapi aku mohon kita pergi dari sini dan melupakan semuanya," balas Arum masih dengan tersenyum, namun meneteskan air matanya. Menahan hatinya yang terasa sesak. Padahal dia sama sekali tidak ingin berkata seperti itu. Namun, apa boleh buat. Tindakannya itu benar-benar meluluhkan lelaki yang semula memendam amarah."Ini tidak benar! Hah, benar benar sangat menyakitkan. Aku tidak akan pernah melepaskan istriku untuk lelaki lain. Bisakah aku hidup bahagia jika aku berpisah dengannya? Lebih baik aku kehilangan nyawa, dari pada aku melihat dia bersama dengan lelaki lain. Aku tidak akan pernah membiarkannya," batin Pandu. Dia berjalan mendekati Arum. Menariknya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan perlahan."Tidak adakah cara lain yang bisa aku lakukan selain memohon untuk berada di sisimu. Tidak adakah
Pandu terkejut. Dia segera menghampiri Hendra yang masih terengah-engah mengatur napasnya. Apa yang dikatakan Hendra barusan membuatnya ketakutan. Pasti keluarganya dan keluarga Wojo sudah melakukan perdebatan sengit, dan tentu saja keluarga Wojo pasti akan memenangkan perdebatan itu."Hendra. Tenangkan dulu dirimu. Berbicaralah dengan baik. Kenapa kau ini? Ada apa sebenarnya?" balas Pandu dengan sangat panik. Hendra masih menekan dadanya yang terasa sesak. Tenaganya benar-benar terkuras. Saat itu, Hendra segera mengendarai mobilnya dan mencari Pandu ke rumah Ardi saat mengetahui sesuatu terjadi dengan sangat mengerikan. Ardi segera mengatakan di mana keberadaan Pandu. Sementara Ardi segera menuju ke kediaman Kasoemo untuk menangani masalah itu."Kakakku marah besar, Pandu. Dia berada di kantor wartawan itu, memporak-porandakan kantor itu. Lalu, mengancam semua wartawan yang berada di sana termasuk pemilik kantor itu. Dia sangat marah. Hah, setelah berhasil membuat semua orang takut,