Pria berkepala pelontos itu akhirnya sampai. Arsenio sudah berdiri di bibir pintu. Memasukkan sebelah tangannya ke saku celana. Kemudian berjalan menghampiri pria tersebut sambil tersenyum miring."Lima belas menit. Tidak buruk," ungkapnya bernada ejekan. "Seharusnya kau sampai di tempat ini lebih cepat lagi karena putramu sudah sangat merindukan ayahnya.""Di mana putraku?!" Pria itu langsung meninggikan suaranya. Tidak peduli bahwa ia sedang berada di kandang harimau sekalipun.Arsenio terkekeh, "mengapa kita tidak membicarakan ini secara baik-baik saja? Mungkin segelas kopi? Aku ingin mengenal lebih dekat diri Anda, Tuan James."Lirikan mata Arsenio penuh makna, membuat pria yang terkenal Macam Hitam itu, meningkatkan kewaspadaannya.Kurang lebihnya, James sudah mendengar sepak terjal Arsenio dalam beberapa waktu terakhir. "Sebaiknya, kau jangan basa-basi. Aku ingin melihat putraku! Di mana dia, ah? Jangan membuat kesabaranku habis, Arsenio!" sungutnya sampai wajahnya memerah, kel
[Selamat. Anda berhasil naik satu level.][Total poin Aksi yang diterima hari ini. 350][Total Poin Kemenangan yang diterima hari ini. 100 Poin.][Bonus penyelesaian misi: Total 50 juta dollar telah berhasil di transfer ke rekening Anda. Ditambah 1 hektar tanah dan satu unit motor.][Hadiah bisa diambil di Toserba Sistem Mafia Terkuat.][NOTE: Tuan berkesempatan dua kali mengundi, untuk mendapatkan item pilihan.]Arsenio menutup aplikasi tersebut, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku jas, bersamaan dengan helaan napas panjang. Sesuatu sedang mengusik pikirannya sekarang dan tak ingin pergi. "Anda, berhasil naik satu level lagi, Tuan." Freya melirik dari balik kaca spion kecil yang berada tepat di atas kepalanya."Aku ingin cepat mencapai level Bos Mafia," ungkap Arsenio sambil menatap datar ke arah luar jendela. Kondisinya masih berlumuran darah, yang kini sudah mulai mengering. Arsenio sengaja tidak membersihkannya karena dia ingin terus mengingat hari ini. ***Sesampainya di
"Apa yang kamu lakukan?!"Spontan Anindira mendorong bidang dada Arsenio cukup kencang, hingga mundur beberapa langkah. Alhasil, momen yang sempat hangat membara, kini berubah canggung. "Maaf." Arsenio gelagapan seperti orang yang hilang ingatan. Namun, tetap dengan gaya cool. Bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. "Dasar mesum!" umpat Anindira sangat marah, atas apa yang baru saja diterimanya. "Kau sengaja memanfaatkan kelemahanku."Anindira menutupi tubuhnya dengan kedua tangan, seolah-olah sedang melindungi dirinya dari pandangan jahat seorang pria."Siapa yang mesum? Jangan asal menuduh kamu," elak Arsenio keras. "Aku hanya tertarik saja dengan bibirmu itu," lanjutnya asal kena. "Astaga ..." erang Anindira meraja jijik dan geram, dengan apa yang barusan didengarnya. "Laki-laki, semuanya memang sama saja. Mesum!" "Terserah kau saja ingin mengatakan apa. Aku masih memiliki urusan lain, yang harus kuselesaikan." Arsenio menyelengos. Setelah berkata demikian, dia pun melenggang pe
Arsenio pun kembali ke rumah, setelah malam tiba. Setidaknya urusan kantor telah selesai untuk hari ini. Dia tampak kelelahan. Terlihat raut wajahnya yang lesu dan beberapa kali memijat bahunya. "Ayah." Arsenio menghampiri Alexander Guan, yang duduk di ruang tamu sambil menggenggam selembar kertas.Kening Arsenio mengerut dan bertanya-tanya, ketika mendapati sang ayah yang menghela napas beberapa kali."Apa yang ayah pegang itu?" Arsenio duduk bersebelahan dengan pria pemilik All Star Grup tersebut.Ketika sedang bersantai seperti ini, Arsenio bisa melihat ayahnya sudah sangat tua. Sebagian rambutnya memutih dan sering membawa tongkat kemana-mana."Ini, undangan makan malam keluarga yang dikirimkan Pamanmu, untuk mengenang kematian kakekmu," terang Alexander Guan setengah cemas. Terlihat dari guratan di keningnya yang cukup panjang dan dalam. Ada juga helaan napas beberapa kali."Berikan surat itu. Aku ingin membacanya juga!" pinta Arsenio tegas sambil mengulurkan tangannya.Alexand
Berlanjut ..."Selamat datang." Pria setengah baya datang menghampiri Arsenio dan Alexander Guan, sambil tersenyum sumringah. Namun, tidak ada kehangatan sama sekali dari sorot matanya.Sosoknya sedikit lebih dewasa dari pria yang sebelumnya Arsenio temui. Diusianya yang sekarang, dia masih memiliki postur tubuh yang bagus. Gagah layaknya binaragawan. Ada banyak bekas luka jahitan di wajahnya. Arsenio menebak, kalau pria yang menyapanya itu seseorang yang memiliki pengaruh besar di dunia gelap. "Aku tebak, kau adalah Arsenio?" lanjut pria itu sambil mengacungkan jari telunjuknya, sedangkan tangan sebelahnya berada di dalam saku celana.Arsenio memicingkan matanya. Memperhatikan pria itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Thing!Layar notifikasi pun muncul tepat di hadapannya.[DATA][Nama: Walmond Guan.][Nama samaran: X One][Usia: 57 tahun.][Ras: Manusia.][Level: Bos Mafia.][Poin Aksi: 5000][Poin Kemenangan: 3000][Stamina: 700/1000][Skill: 800/1000][Posisi: Ketua Organis
Arsenio memperhatikan sekelilingnya. Ada banyak orang baru di ruangan ini. Namun, ada juga wajah-wajah yang Arsenio kenal. Ya, salah satunya adalah Luis. Anak buah Leonardo yang sempat berada di ujung jurang kematian setelah mendapat serangan bertubi-tubi dari Arsenio, saat insiden penyerangan di All Star Grup beberapa waktu lalu. Bukan hanya Luis, Rain pun juga ambil adil di sana. Sosoknya cukup menarik perhatian Arsenio, sebab gara-gara pemuda itu, acara yang sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari menjadi kacau balau tak terkendali.Bola mata Arsenio terus mengedar berulang kali. Tingkat waspadanya semakin tinggi, mengingat ruangan ini berisi singa yang waktu-waktu saja bisa langsung menerkam.Tidak ada orang baik di ruangan ini. Semuanya bermuka dua, licik dan haus akan kekuasaan. Arsenio tahu itu. "Tuan Muda."Sapaan seseorang lantas menyadarkan Arsenio dari lamunannya. Bahunya sedikit bergerak dan bergumam.Arsenio mengintai pria di hadapannya dengan serius. "Kau siapa?" tanya
"Arsenio!!!!" teriak X One sangat keras. "X One!!!" Teriakan Arsenio tidak kalah kencangnya dari pria yang berstatus keluarga di atas kertas itu.Dua pria yang berasal dari generasi berbeda itu, saling menjatuhkan tatapan tajam penuh dendam. Tidak dapat dipungkiri, X One begitu membenci dan menaruh dendam sangat lama kepada Alexander Guan dan putranya.Fokus X One tidak bergeser sedikit pun dari Arsenio. Namun, Tuan Muda Keluarga Guan itu, melirik ke arah Luke Mallory, yang bersiap untuk melemparkan senjatanya. Sebuah belati. Ya, Arsenio yakin itu.Arsenio bisa menangkap adanya pergerakan yang coba dilakukan Luke Mallory. Namun, sebelum tindakannya berjalan lebih lanjut, Arsenio sudah lebih dulu bertindak.Dia meraih gelas di sampingnya, lalu melemparkannya ke arah Luke Mallory, sehingga pria itu tersentak kaget dan belati miliknya jatuh ke tanah.Gelas itu jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping. Seandainya Luke Mallory tidak menghindar, mungkin pecahan kaca itu akan mengenai wa
Berlanjut ...Di tempat terpisah. Salah satu apartemen yang berada di Sky Blue City. Tempat tinggal Anindira yang baru. Tepatnya di lantai enam, gedung itu. Seusai dengan yang Arsenio telah janjikan. Anindira akan tinggal bersama ibunya dibawah pengawasannya. Ada dua bodyguard yang diperintahkan untuk memastikan keamanan Anindira serta ibunya. Arsenio meminta mereka untuk mewaspadai kedatangan Around, yang sewaktu-waktu bisa saja menyerang Anindira kembali. "Kamu di sini, Nak?" tanya Olivia penasaran, sambil mengelus pucuk kepala Anindira dengan lembut.Anindira menjatuhkan tatapan meneduhkan dan sangat tenang, "ada apa, Bu? Apa ibu membutuhkan sesuatu? Biar Anindira belikan."Gadis cantik itu segera bersikap. Padahal, sebelumnya dia terus melamun memikirkan sesuatu yang tak pasti."Tidak, Sayang. Ibu tidak ingin apa-apa. Ibu hanya cemas memikirkanmu." Olivia duduk berhadapan dengan Anindira.Anindira mengulas senyuman tipis dan menggenggam erat tangan wanita yang sangat ia cintai