"Hmm," Riana semakin mendekap erat tubuh David. Dinginnya AC kamar membuatnya membutuhkan kehangatan lagi. Apalagi pagi hari di Bandung memang sangat dingin. Membuatnya secara otomatis semakin mendusel ke arah David."Hm?" Riana merasakan lututnya menyentuh sesuatu yang aneh. Sesuatu yang terasa menonjol dan keras. Semakin ditekan justru semakin mengeras.Riana bangun. Disingkapnya selimut yang menutupi tubuhnya dan tubuh David. Tangannya bergerak-gerak mencari hal aneh yang mengenai lututnya tadi.Pandangan Riana melihat sesuatu menonjol di antara dua paha David. Tonjolannya menyembul dari celana boxer yang digunakan oleh David."AAAAAAA!" jerit Riana membangunkan David."Ada apa?" David menatap Riana yang masih syok."Itu… apa…?" Riana menunjuk sesuatu yang menyembul dari dalam celana boxer David.Pandangan David bergerak mengikuti arah tangan Riana. Segera dia menutupi bagian bawah dirinya dengan selimut, saat sadar bahwa yang dimaksud Riana adalah juniornya yang ikut terbangun di
Di antara semua dokter yang ada di Bandung, kenapa harus dia? Itulah yang saat ini dipikirkan oleh David dan Riana.Jelas sekali kesunyian panjang muncul di antara mereka bertiga. Masing-masing dari mereka memikirkan hal berbeda. Meski memalukan, David cukup senang dokter yang mengurusnya adalah Jo. Dalam kondisi ini, sudah menjelaskan bahwa Riana adalah miliknya.Riana sendiri merasa agak khawatir karena Jo-lah yang datang. Sementara, dirinya dalam keadaan bangun tidur, rambut basah karena adegan rebutan shower dengan David tadi, dan hanya mengenakan kimono tidur. Tapi, jika mau memikirkan sisi positif, Riana bisa menunjukkan pada Jo bahwa dirinya sudah move on. Artinya, Jo tak akan memiliki pikiran aneh untuk mendekatinya lagi. Dia pun akan terbebas dari akal licik Risa yang sudah dua kali menjebaknya.Sebagai korban patah hati, di sini Jo-lah yang memang dibanting berkeping-keping perasaannya. Andai saja dirinya menolak permintaan temannya untuk datang ke hotel ini dan memeriksa pa
Aduuh. Pelan-pelan," rengek David pada Riana."Maaf. Maaf," Riana menyelesaikan olesan salepnya di punggung dan bahu David."Uuuh," wajah David lebih melega. Riana membantu David mengenakan kaos singlet dan kemejanya. Ini adalah bagian dari bentuk tanggung jawab Riana karena sudah membuat tulang punggung dan pergelangan kaki David bermasalah.Setiap hari Riana membantu David mengoleskan salep, menyuapinya makan, dan membantu mengenakan pakaian. Tapi, untuk urusan mandi, Riana minta bantuan perawat laki-laki dari rumah sakit. Selain tak kuat memapah David. Riana juga belum siap batin jika harus melihat anu-nya David saat sedang membantunya mandi.Kedua tangan David melingkar di pinggul Riana. Diperhatikannya Riana yang fokus mengancingkan kemeja. David mendorong tubuh Riana mendekat sehingga kepalanya bisa mendusel di antara kedua belah pegunungan kembar milik Riana."David… jangan gini ah," pinta Riana. Ini memang bukan pertama kalinya David melakukan hal seperti ini. Namun, Riana mas
"Haaah…. Haaah…." napas Riana kembang kempis saat David melepaskan cumbuan di bibirnya.Sementara David tersenyum lebar. Dia menjatuh kepalanya tepat di dada Riana. Mendusel sambil memeluk Riana erat dalam kondisi rebahan berdua di atas ranjang."Kamu kenapa sih?" Riana tak paham dengan sikap David. Sayangnya yang ditanya tak mau menjawab. Malah hanya mendusel saja."Jangan dekat-dekat Aldyn," larang David sekalinya angkat bicara."Kok? Kamu cemburu?" tebak Riana."Iya. Makanya jangan dekat-dekat," begitulah cara David menegaskan perasaannya pada Riana. Sangat jelas dan tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi."Kita cuma temenan David. Nggak usah mikir aneh-aneh.""Cara dia mandang kamu beda, Riana.""Nggak. Dia emang ramah gitu. Tapi nggak pernah ngobrol yang menjurus gitu kok. Sopan dia," Riana berusaha meyakinkan David. Ya, dia tak menyangka David akan mudah cemburu padanya seperti ini. Dia imut banget, batin Riana sambil mengusap-usap pipi David."Oke," David berusaha menerima penje
Di luar hujan memang semakin deras. Beberapa kali kilat menyambar. Begitu pula dengan petir. Riana sendiri tak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya takut jika tiba-tiba listrik mati.Riana turun dari kasur. Dia membuka-buka laci dapur untuk mencari lilin. "Ketemu," Riana mengambil lilin dan piring untuk bawahan lilin serta korek api. Setelahnya, dia kembali ke kamar lagi.Saat melangkah menuju ke kamar, Riana merasa diikuti oleh seseorang. Tapi saat menoleh tidak ada siapapun. Jantung Riana berdegup kencang.Nggak ada hantu kan ya di tempat begini? batin Riana resah.JEDER!Riana menutup rapat-rapat telinganya. Secepatnya berlari kecil ke dalam kamar. Jantungnya sudah memburu cepat karena rasa takutnya yang meningkat."Hah… hah… hah!" Riana menutup pintunya rapat-rapat. Tapi tak berani mengunci. Entah kenapa otaknya membayangkan akan ada hantu yang keluar tiba-tiba dari kolong tempat tidurnya. Membuatnya bergidik ngeri tanpa alasan jelas.Riana segera menyalakan lilin. Tepat ketika l
David melepaskan bibir Riana lalu berguling membalikkan posisi Riana tepat di bawahnya. Dipandanginya wajah Riana yang merah menatap sayu kepadanya. Napasnya yang tersengal-sengal mengeluarkan uap tipis karena suhu sekitar yang memang masih dingin.Sambil mengusap-usap pipi Riana, David mengecupi pipi dan bibir Riana beberapa kali. David merasa Riana memang cukup agresif kali ini. Sangat bukan Riana yang dia kenal. Apa karena dia masih cemburu padaku? batin David."Kamu mau lakuin itu?" ajak David."Di-di sini?" Riana langsung menutup mukanya. Malu."Ya, balik ke villa. Gimana?" tawar David.Riana masih terdiam. Jantungnya seperti mau meledak. Haruskah kuiyakan?Riana melirik David di antara jemarinya yang menutupi wajahnya. Sesaat Riana menelan ludahnya sendiri."Nggak masalah sih kalau nggak mau. Kita bisa balik lagi. Nyamperin Aldyn," senyum tipis David tampak sangat ikhlas memandangi Riana.CUP! David mengecup dahi Riana yang tertutupi jemari. Setelah itu, dia bangun. Tak lagi men
Riana sudah berendam di dalam bak mandi dengan menggunakan handuk. Dalam posisi membatu, dia menunggu kedatangan David.KREKSuara pintu terbuka. Riana tahu David sudah melangkah mendekat. Sesaat Riana mengintip dari sudut matanya. Tampak David sudah bertelanjang diri. Hanya ada handuk yang menutup bagian bawah perut hingga pahanya. Kulit kuning langsat David tampak seperti lelehan madu menggoda bagi Riana saat ini.David masuk ke dalam bak mandi. Mengambil posisi duduk di belakang Riana. Selama beberapa menit, Riana tak merasakan ada perubahan aneh dari perilaku David. Tak sedikit pun David menyentuhnya. Membiarkan dirinya sibuk menggosok badan seorang diri. Bingung. Riana pun menoleh ke belakang. Penuh rasa penasaran meskipun malu juga."Kenapa? Udah selesai mandi?" tanya David saat Riana menoleh ke belakang."Eh…, nggak. Hmm, itu…""Apa?""Anu…""Mau dibantu bersihin badan? Sini kubantu?" tanpa basa basi David langsung mengambil alih tangan kanan Riana dan mulai membersihkannya den
Riana melangkah menyusuri lorong rumah sakit dengan perasaan bahagia. Sejak liburan di villa bersama David, hubungannya dengan David terasa sangat menyenangkan. Ya, memang sih David masih galak. Tapi tetap perhatian pada dirinya.Hape Riana bergetar. Ada pesan dari David.Ibumu sampe rumah jam berapa?Aku mau siapin kejutan. DavidRiana tersenyum membaca pesan David. Tak sabar juga menanti kejutan dari David untuk ibunya. Secepatnya Riana membalas pesan David.Nanti jam 3anJangan bikin onar ya?Harus dapet restu ibu biar bisa ke KUADavid tersenyum membaca pesan Riana. Gadis itu selalu mengingatkannya untuk tidak membuat masalah yang bisa membuat ibunya ilfeel. Yaah, itu bisa dimengerti sih. Terkadang yang paling susah dalam pernikahan adalah mendapat restu dari orang tua. Entah orang tua pihak laki-laki atau pihak perempuan. David juga merasa grogi dan khawatir. Takut ibu Riana akan membencinya. Apalagi, berdasarkan cerita Riana, ibunya sangat menyukai Jo. Dengan alasan Jo ganteng,