Share

Mencari Informasi

Mendengar namanya disebut, Grace seketika mendongak melihat siapa yang memanggilnya. Matanya terbelalak tidak percaya, jika dia akan secepat itu bertemu dengan sahabatnya.

"Kau?" Grace melihat sekeliling Agatha, mencari orang lain. "Kau dengan siapa? Kenapa kau ada di sini?"

Agatha justru terheran dengan pertanyaan Grace. "Nah, kau juga kenapa tiba-tiba muncul di sini? Bukannya kau menghilang selama ini? Aku saja bahkan tidak tau kau ada dimana? Aku jadi ragu dengan persahabatan kita?" cerocosnya.

Grace berdecak, lalu terkekeh mendengar celotehan Agatha. "Jawaban macam apa ini? Pertanyaan dibalas pertanyaan?"

Keduanya lantas terbahak bersama. "Kenapa kau ada di negara ini lagi? Aku kira kau sudah lupa ..." tawa Agatha.

Grace masih terkikik hingga harus menutup mulutnya, berusaha menahan tawa. "Aku tentu saja tidak melupakanmu!"

"Benarkah? Aku ingin tau apa yang membuatmu kembali, Grace? Jangan katakan kau ingin kembali pada Max!"

Tepat! Dugaan Agatha sangat tepat yang diangguki Grace, hingga membuat sahabatnya terbelalak.

"Serius?!"

"Tentu saja! Apa salahnya aku kembali pada suamiku?" Tentu saja Grace tidak mengatakan niat utamanya.

"Tapi ..." Agatha meragukan sesuatu.

"Apa?"

Agatha melihat sekeliling kemudian mencondongkan badan, tepat wajahnya berpapasan dengan Grace, dan berbisik. "Kau tidak tau sesuatu?"

Grace mengerutkan kening. "Ada apa?"

"Kau tidak tahu, gosip mengatakan jika Max sekarang mandul? Aku tidak mau kau menyesal sebelum tau hal ini, maka dari itu aku memberitahumu."

Pernyataan Agatha dengan cepat mendapat jawaban Grace. "Aku tau hal itu."

"Hah, serius?!"

"Iya, aku tau."

"Kau yakin, dia masih bisa menidurimu? Apa kau tidak meragukan miliknya ...?" tanya Agatha penasaran.

"Maksud kau miliknya, apa?"

"Ya ... maksudku itunya .... Apa masih bisa digunakan?" ucap Agatha ragu.

"Tentu saja bisa, Tha. Mandul bukan berarti milik Max tidak bisa tegak," cetus Grace terkekeh.

"Kau sudah menyentuhnya?"

"Hei, apa yang kau pikirkan dengan otak nakalmu ini!" celetuk Grace menyentil dahi sahabatnya.

"Sakit!" Agatha mengusap dahinya sekilas. "Tentu saja kau harus tau ini. Semenjak kecelakaan itu orang-orang menggosipkannya, pria yang tidak bisa meniduri wanita. Terbukti sejak kepergianmu, Max tidak pernah menjalin hubungan dengan wanita siapapun. Meskipun beberapa wanita ingin mendekatinya, namun tidak beberapa lama media mengungkap hubungan mereka putus. Maka dari itu, banyak spekulasi mengatakan jika Max tidak normal," sambungnya.

"Benarkah?" Grace menjadi penasaran. Apakah yang dikatakan tentang Max, benar adanya?. "Aku akan mencobanya."

"Gila kau?!"

Sesaat obrolan keduanya terhenti saat Grace mendengar suara yang tidak asing baginya. Wanita itu menoleh ke samping melihat siapa yang berbicara.

Grace terkesiap melihat Max dan Freya baru saja keluar dari lift, setelah acara makan siang selesai di ruang VIP.

"Max, bukankah setelah ini kau masih ada waktu ...?" rayu Freya dengan suara manja, menggandeng lengan Max. "Kau sudah janji 'kan mau temani aku belanja."

Max hanya diam tanpa merespon ajakan Freya, tentu saja Max sudah tau jika itu hanya alasan Freya yang ingin mengambil waktunya. Selain itu, Max juga melihat Grace berada di gedung yang sama dari dinding lift kaca, sebelum tadi keluar dari lift.

"Tidak bisa, Freya. Aku tidak punya waktu!" tolak Max tegas. "Apa kau tidak bisa pergi sendiri?"

"Aku tidak mau sendiri, Max!"

"Kalau begitu ajak saja sekretarismu," usul Max.

Langkah keduanya semakin dekat dengan meja yang ditempati Grace dan Agatha, hingga sudut mata Freya melihat tatapan Grace pada Max. Freya semakin melancarkan aksinya.

"Ayolah, Max ...!" rayu Freya lagi setengah merengek.

"Sudah kukatakan aku tidak ada waktu, Freya! Hentikan rengekanmu itu, aku muak mendengarnya!" Max melepaskan tangan wanita itu. "Aku tidak suka wanita lemah!"

Max langsung menuju mobil yang sudah menunggunya di lobi depan, meninggalkan wanita itu sendiri. Seketika itu juga Freya merubah wajahnya menjadi masam. Wanita itu berdecak kesal, seraya menjejakkan sepatunya.

"Dasar, pria sialan! Tunggu saja kau, Max. Aku pastikan kau akan jatuh dalam pelukanku!" tekad Freya mengepalkan tangan, penuh keyakinan.

Grace dan Agatha terkikik pelan melihat adegan Max menolak Freya. Hal itu semakin meyakinkan Agatha jika Max tidak normal.

"Tuh, kamu lihat sendiri kan?" tunjuk Agatha menggunakan dagu. "Dia tidak bisa berdekatan dengan wanita."

"Kalau begitu aku harus memastikannya," tekad Grace. "Omong-omong aku ingin tau penyebab dia mengalami mandul?"

Agatha menggendikkan bahu. "Aku tidak tahu penyebab dia mandul. Hanya saja berita itu tersebar setelah kejadian kecelakaan. Mungkin saja itu ada hubungannya."

"Ya, aku harus memastikannya lebih dulu. Aku harus ke dokter Andrologi."

Grace langsung menuju rumah sakit terbesar di kota Italia setelah berpisah dengan Agatha. Sepanjang perjalanan, berbagai spekulasi dan pertanyaan ada di kepala wanita itu. Rasa penasarannya ingin segera terjawab.

"Apa semua berkaitan dengan delapan tahun silam?" gumam Grace dengan tetap fokus mengemudi. "Apakah Max masih bisa memiliki anak lagi? Hah, tidak! Dia harus bisa. Aku yakin dia bisa membuatku hamil!"

Antara rasa cemas dan kecewa menyelimuti wanita itu. Seandainya Grace tidak bisa mendapatkan obat dalam jangka waktu yang sudah ditentukan Brian. Ia akan kehilangan putra semata wayangnya.

"Tidak! Itu tidak boleh terjadi!" Grace mengacak rambutnya.

Sementara di dalam mobil, Max duduk di belakang kemudi menatap jalanan melalui kaca jendela. Pria itu terus memainkan ponsel yang ada dalam genggamannya tampak ragu. Kemudian tidak lama ia menekan nomor seseorang.

"Hallo, bisakah aku ke sana sekarang?" tanyanya langsung pada inti.

Setelah mendapat jawaban dari ujung panggilan, Max menginstruksi sang asisten. "Kita putar balik, Christ!"

"Baik, Tuan."

*

Grace langsung masuk ke dalam ruang dokter Andrologi setelah sebelumnya ia membuat janji melalui telepon. Wanita itu sudah tidak sabar mendengar kepastian nasib Leon.

Wanita itu duduk di hadapan sang dokter, usai dipersilahkan satu perawat. Dokter tampan dengan id card nama Nicholas tergantung pada dadanya, kini tersenyum ramah.

"Selamat siang, Nyonya Grace. Saya Nicholas, lebih singkatnya Dokter Nick," kekeh sang dokter. "Ada yang bisa saya bantu?" sambungnya.

"Ada yang saya ingin tanyakan Dok," balas Grace seraya mendudukkan dirinya di hadapan Dokter Nick.

Nicholas mengangguk. "Silahkan."

"Uhm ..." Grace awalnya sangat canggung menanyakan hal itu. Namun, demi Leon, wanita itu memaksa bibirnya terbuka. "Apa pria yang mengalami kemandulan tidak bisa punya keturunan?" imbuhnya tampak ragu.

Nicholas menelisik wajah Grace yang sedikit kikuk. Sesaat sang dokter menarik napas dalam kemudian membuangnya panjang. Dia mencoba membuat suasana tampak tenang, agar Grace pun juga leluasa berbicara.

"Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi mengapa seorang pria bisa mengalami kemandulan," jawab Dokter Nick.

Sang dokter pun menjelaskan beberapa faktor tersebut. Pertama masalah produksi sperma, masalah ejakulasi, gangguan fungsi testis, infeksi karena sering berganti pasangan atau disebut IMS, serta kelainan genetik pengobatan, dan alkohol serta merokok. Hal itu merupakan pemicu utama penyebab pria mengalami kemandulan.

"Tapi sebelumnya pria itu tidak mandul, Dok?" terang Grace.

"Lalu?"

"Apakah pria bisa mandul karena kecelakaan? Apa masih ada kesempatan untuk memiliki anak, Dok?" tanya Grace lagi.

Menurut ilmu kedokteran, bisa dikatakan pria mengalami kemandulan jika pasangannya gagal hamil setelah melakukan hubungan seksual rutin tanpa alat kontrasepsi selama 12 bulan berturut turut. Namun, itu juga harus melalui pemeriksaan dari pihak wanita untuk mengetahui kesuburan reproduksi, sehingga dalam kasus ini tidak meragukan dari sisi pria.

"Apakah ini tentang kehamilan pertama atau kedua?" tanya Nick.

“Kehamilan kedua."

Dokter Nicholas pun menganggukkan kepala, dan menjelaskan, “Harus dipastikan dulu dengan pemeriksaan. Apakah memang pengaruh kecelakaan, atau hanya infertilitas sekunder.”

Infertilitas sekunder adalah kondisi di mana pasangan suami-istri telah memiliki anak sebelumnya, tetapi kesulitan untuk mendapatkan kehamilan kedua. Hal itu bisa dipengaruhi beberapa hal. 

Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan permanen alat reproduksi dan fungsinya, tentu hal tersebut dapat berakibat pada kemandulan. Namun, untuk menegakkan diagnose tersebut, harus dilakukan beberapa tes. Seperti tes analisa sperma, ultrasonografi, pemeriksaan hormon, biopsi, tes genetik, dan lain lain. 

"Jadi, jika sudah berhubungan rutin belum juga hamil, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan menyeluruh," terang Nicholas pada intinya.

Mendengar penuturan sang dokter, kepala Grace berdenyut seketika. Bagaimana cara dia bisa mengajak Max melakukan tes kesehatan, sementara dirinya harus mencuri benih pria itu sembunyi-sembunyi?

"Baik, Dok. Saya rasa saya cukup mengerti sekarang. Terima kasih atas informasi yang sudah Anda berikan. Sepertinya saya akan melakukan tahap awal sebelum melakukan tes," ujar Grace mengakhiri pertemuan, menyodorkan tangan. "Kalau begitu saya pamit."

"Jangan ragu untuk menghubungi saya jika ada pertanyaan, Nyonya. Saya siap membantu Anda," balas Nicholas seraya membalas jabat tangan.

Grace langsung keluar dari ruang sang dokter dengan langkah cepat. Kaki jenjangnya terus menyusuri lorong rumah sakit.

Tanpa dia sadari sorot mata seolah siap memangsa lawan sedang mengamatinya dari kejauhan. Max menatap tajam ke arah Grace.

"Max?!" lirih Grace mempercepat langkah.

Pertemuannya di lorong yang sama membuat Grace penasaran apa yang dilakukan Max di rumah sakit ini. Begitu pula dengan Max, pria itu juga ingin tau apa yang sedang direncanakan Grace. Max belum bisa tenang sebelum dia mendapatkan jawaban atas rasa ingin tahu itu.

"Apa yang kau kerjakan di sini, Grace?!" Max mencekal lengan Grace hingga wanita itu terpelanting ke dinding. Max memojokkannya hingga Grace tidak bisa berkutik.

Keduanya saling menatap tajam. Bola mata keduanya penuh rasa penasaran. "Dan kau, apa yang kau lakukan di tempat ini. Ini tidak kantormu, bukan?" sarkas Grace.

Max semakin kuat mencekal pergelangan Grace, wanita itu meringis kesakitan.

"Lepas, Max! Sakit!"

"Tidak akan sebelum aku tau apa yang kau lakukan di tempat ini?"

Grace menarik sudut bibirnya. "Hei, ini rumah sakit. Ini tempat umum, Max, dan aku bebas ke mana pun aku inginkan."

Max sangat tidak percaya dengan ucapan Grace. Sekali dia dibohongi, pria itu tidak akan mudah percaya untuk kedua kali.

"Kau kira aku pria seperti dulu, yang mudah kau tipu!" ketus Max semakin mendekatkan wajah. "Tidak untuk sekarang, Grace! Cepat, katakan apa yang kau rencanakan!" desaknya.

Pria itu bahkan mengabaikan beberapa orang yang berlalu lalang dan melihat adegan keduanya. Mereka lebih memilih untuk tidak ikut campur.

"Lepas! Kau membuat kita malu!" Grace mencoba melepas cekalan itu. Namun, tenaganya tidak cukup kuat.

Bentuk badan Max yang sangat proporsional dengan pahat garis wajah yang sempurna, siapa yang tidak terpesona dengan wajah tampan bak Dewa Yunani.

"A-aku ... Aku hanya periksa kesehatanku saja," ucap Grace membuat alibi, "dan apa yang kau lakukan di sini, Max?"

Max gelagapan saat Grace balik bertanya tentang tujuannya berada di rumah sakit itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status