Laila menelan ludah. Lalu menatap Bintang dengan takut-takut.
"Kak, berhenti! Aku mau pulang saja. Aku bisa mengembalikan uang yang telah dibayar oleh mereka yang menyewaku menemani karaokean malam ini," ujar Laila lirih.Bintang menatap nya dengan tajam."Kenapa mau pulang? Apa kamu keberatan menemaniku tidur? Jangan khawatir aku akan membayarmu dengan mahal. Berapa hargamu permalam? Sepuluh juta? Dua puluh juta?""Kak, hentikan!" pekik Laila. Dia merasa terhina karena ditawar oleh lelaki yang dicintainya.Bintang yang sedang marah terdiam. Dadanya tampak naik turun, berusaha mengendalikan emosi."Sejak kapan kamu menjadi pemandu karaoke? Apa kamu juga melayani tamu di hotel? Jangan-jangan kamu bahkan pernah tidur dengan kakakku?!"Laila terdiam dan hanya menangis."JAWAB, LAILA!"Bintang memukul setir dengan frustasi."Aku mulai bekerja dengan mami Rosa sudah hampir setahun. Dan seperti yang kamu tahu, baru tiga bulan ini aku menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama dengan kak Bintang."Bintang menghembuskan nafas kasar."Apa kamu pernah tidur dengan kakakku?"Laila terdiam. Teringat ancaman Satria padanya saat mereka bertemu di tempat rumah sakit kemarin."Tidak. Aku hanya pernah melihatnya berjalan dengan temanku seprofesi di lorong hotel."Bintang menghela nafas. Dia tampak lega. Mereka terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing sampai tampak hamparan laut di hadapan mereka. Bintang melajukan mobilnya melalui pasir pantai dan melewati pohon kelapa yang tinggi dan semak-semak bakau yang rimbun.Setelah mobilnya berjarak sekitar dua meter dari laut, Bintang menghentikan mobilnya.Lelaki itu turun dari mobil dan berjalan menuju ke pinggir laut. Berdiri di antara jilatan air laut yang berlomba berlari menuju pasir pantai. Sementara itu Laila mengikutinya dari belakang. Keduanya berdiri berdampingan, menimbulkan siluet sepasang manusia di bawah sinar rembulan yang indah.Bintang melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya dengan seksama. Arloji itu memendarkan warna hijau karena mengandung zat fosfor. Ternyata sudah jam sebelas lebih. Malam semakin matang dan tidak ada seorang pun di laut ini. Hanya desau angin yang terasa dingin dan membuat daun kelapa di dataran berpasirnya berayun-ayun dalam kegelapan. Seperti tangan se tan yang panjang dan melambai pada dua insan itu."La, aku mau kamu keluar dari pekerjaan kamu!" seru Bintang seraya mengubah posisi menghadap ke arah Laila.Gadis itu menunduk dan membiarkan kakinya bermain dengan air laut. Dia mencari kalimat yang tepat untuk menjawab permintaan Bintang."Tapi tidak semudah itu. Aku akan dimarahi oleh Mami Rosa.""Siapa dia?! Akan kutebus kamu darinya! Berapa pun harganya, akan ku bayar. Yang penting kamu lepas dari pekerjaan kamu."Laila memandang Bintang dengan antusias. "Sungguh? Apa kak Bintang benar-benar serius denganku?" tanya Laila tak percaya. "Aku perempuan yang penuh noda dan dosa, Kak. Apa keluarga Kak Bintang nanti bisa menerimaku?" sambung Laila lagi.Bintang meraih tangan Laila dan menggenggamnya erat."Aku serius. Aku juga punya banyak salah dan dosa. Hanya Allah saja yang menutupi aibku. Lagipula siapa sih di dunia ini yang tidak pernah berbuat dosa? Siapa sih di dunia ini yang gak punya aib?"Mata Laila berkaca-kaca."Jadi apa yang harus kita lakukan pertama kali?" tanya Laila dengan suara serak."Besok, pertemukan aku dengan Mami Rosa. Akan kutebus berapa pun harga mu.""Baiklah, Kak.""Apa ibu kamu tahu tentang pekerjaan mu ini?" tanya Bintang.Laila menggeleng. "Ibu jangan sampai tahu. Aku takut beliau marah dan terkena serangan jantung."Bintang terdiam. Dia menghela nafas panjang. Paru-paru nya seakan mengerut sedari tadi semenjak dia mengetahui pekerjaan Laila yang sebenarnya. Dan karena itu, Bintang merasa membutuhkan oksigen yang lebih banyak lagi."Apa kamu tidak tersiksa melakukan pekerjaan ini?"Laila menunduk. "Aku tersiksa, Kak. Tapi aku butuh uang yang tidak sedikit untuk keluargaku.""Kalau begitu, kamu kerja sama dengan kakak lelakiku. Kak Satria."Mata Laila membulat. "Tapi aku belum lulus kuliah."Laila sebenarnya takut kalau Satria berbuat macam-macam padanya mengingat apa yang pernah Satria lakukan padanya."Jangan khawatir, aku akan mengatakannya pada Kak Satria agar menerimamu bekerja di kantornya walaupun kamu belum wisuda.""Apa nggak apa-apa?""Nggak apa-apa. Apa kamu bisa keahlian khusus?""Kakakmu bekerja di perusahaan apa?""Properti.""Aku bisa mempromosikannya. Aku punya skill yang bagus untuk membujuk orang supaya membeli produk yang aku jual.""Bagus. Kita bisa bicarakan itu besok. Sekarang aku antar kamu pulang dulu," sahut Bintang seraya membalikkan badannya hendak kembali ke dalam mobil. Laila bernafas lega, karena Bintang tidak jadi mengajak nya ke hotel."Tunggu, Kak!" seru Laila tanpa sadar meraih tangan Bintang. Bintang membalikan tubuhnya dan menatap ke arah Laila dengan pandangan yang sukar dilukiskan."Kenapa? Jangan bilang kamu pengen ke hotel dengan ku?" tanya Bintang tergelak.Laila tersipu malu. Untung saja saat itu malam, kalau siang, mungkin wajahnya sudah tampak seperti kepiting rebus."Enggak, Kak. Aku cuma ingin menegaskan apa keluarga Kak Bintang, khusus nya orang tua, akan menyetujui tentang hubungan kita?" tanya Laila ragu.Bintang tersenyum, tangan kanan nya terangkat mengelus rambut Laila."Papa dan mama ku sudah meninggal sejak tiga tahun lalu. Karena itu sekarang kak Satria menjadi pemilik perusahaan warisan dari papa dan mama. Dan aku rasa, kak Satria akan menyetujui apapun pilihanku, La. Kamu tenang saja."Laila mengangguk dan tersenyum lega. Bintang menatap nya lekat dan Laila membalas nya. Bintang dan Laila semakin mendekat kan wajah mereka.Laila memejamkan mata saat Bintang mencium kening Laila perlahan. "Ayo kita pulang, sebelum aku bertindak lebih jauh lagi karena tidak dapat menahan diri, La," ujar Bintang, berlalu dari hadapan Laila yang terpaku.Dia tersenyum malu karena mengira Bintang akan mencium bib*rnya. Tapi ternyata Bintang mencium dahinya.***Laila baru saja bangun tidur saat didengarnya suara bel di pintu depan berbunyi.Dengan mencuci muka dan gosok gigi sekilat mungkin, Laila bergegas membuka pintu."Pak Satria?" tanya Laila kaget saat melihat Satria yang tersenyum menyeringai padanya begitu dia membuka pintu rumah.Next?"Hai Laila, apa saya boleh masuk?" tanya Satria sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Bo-boleh."Laila mempersilakan Satria masuk ke dalam ruang tamu. "Duduk Pak. Mau minum apa?"Satria tersenyum dan duduk di sofa. "Terserah kamu, mau memberikan aku minuman apa saja.""Baiklah Pak. Tunggu sebentar di sini." Laila lalu pamit dan pergi ke dapur untuk menyeduh kopi sachet. Sambil menunggu air di teko panas, Laila berlari ke kamarnya untuk mengambil ponsel dan kembali ke dapur seraya berusaha menghubungi Bintang.Satria menunggu beberapa saat di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. "Ck, lama amat!" keluh Satria tak sabar seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Lelaki itu lalu melangkah dengan cepat tanpa suara dari ruang tamu mencari Laila di dapur. "Sayang," bisik Satria lirih di telinga Laila. Laila terkejut dan membalikan badan. Tubuh Satria sangat dekat padanya. Rupanya Satria menyusulnya ke dapur.Laila hendak mundur tapi ada
Laila dikejutkan oleh suara ponselnya yang berdering saat dia sedang memasak ayam goreng untuk makan malam."Halo.""Halo, La. Kamu bisa ke rumah sakit nggak? Mami kecelakaan. Parah banget. Butuh banyak darah. Stok darah di PMI kosong, sementara darah kami nggak ada yang cocok untuk mami. Ada yang cocok dua, tapi semua mengalami anemia. Seingat ku golongan darah kamu B kan? Coba ke rumah sakit Mitra Sehat sekarang. Siapa tahu darah kamu bisa menyelamatkan mami. Karena mami akan dioperasi sekarang!"Laila terkesiap mendengar penuturan salah satu rekan seprofesi nya itu. Walaupun dia merasa marah karena mami mempersulit syarat untuk Laila keluar dari pekerjaan nya, tapi dia tidak bisa menampik fakta bahwa melalui perantara mami Wati lah dia bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup ibu dan kedua adiknya. "Baiklah. Aku ke rumah sakit sekarang!"**Golongan darah Laila dinyatakan cocok dari segala aspek untuk menjadi pendonor darah bagi mami Rosa. Gadis itu terpekur di depan
Laila terdiam. Dia terlalu terkejut dengan berita yang memukul nya ini. Tangan dan tubuhnya gemetar, keringat dingin membasahi tengkuknya, jantungnya berdebar lebih kencang. "Nak, kok pertanyaan dari ibu tidak dijawab? Apa semua itu benar? Jawab, Nduk?"Laila tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dia menjatuhkan diri di lantai dan menangis tersedu-sedu. "Maaf, Bu. Maaf." Hanya itu kata yang bisa diucapkan oleh Laila. Terdengar helaan nafas berat dari keduanya. "Jadi selama ini yang uang yang kamu kirimkan pada kami hasil dari ..," ucapan dari ibu Laila terputus dan terdengar isak tangis dari kedua anak beranak itu. Sementara itu di luar rumah, Bintang masih tetap menggedor-gedor pintu. "Sayang, buka pintunya! Kalau kamu tidak mau membuka pintu, aku akan mendobrak nya!"Sepi tidak ada jawaban. Bintang mulai kehilangan kesabaran. "Kalau begitu aku akan mendobrak pintu ini dalam hitungan ketiga. Satu, dua, ..,"Sebelum hitungan ketiga, pintu rumah Laila terbuka dari dalam. Waja
Beberapa saat sebelumnya,"Kamu kenapa manyun gitu, Lan?" tanya Aris, sodara sepupu Wulan. Mereka sedang berada di halaman tengah rumah Wulan yang luas dan duduk di gazebo menatap ke arah kolam renang.Wulan mendengus kesal. "Gebetan aku punya pacar, Kak.""Hahaha! Kamu kok cemen sih. Gebetan punya pacar kok manyun, nanges?! Bukan Wulan yang kukenal ah! Kalau gebetan punya pacar, kamu cari gebetan lain dong! Jangan mau kalah!"Wulan mendelik mendengar kata-kata sepupunya. "Ish, kak Aris ini! Ini beda dengan pacar-pacar aku yang lainnya! Ini benar-benar varietas unggul," ujar Wulan dengan menyedekapkan kedua tangan nya di depan dada. Aris tertawa terbahak-bahak. "Aish, sejak kapan kamu menjadi melo seperti ini? Sudah lah, laki-laki di dunia ini banyak! Bukan cuma gebetan kamu saja!Kayak aku dong, walaupun jomblo, tapi sudah banyak cewek yang menemaniku tidur. Hm, bukannya bermaksud sombong sih. Aku memang Arjuna!" seru Aris bangga sambil menegakkan kerah bajunya.Wulan mencebik. "Syo
"Jadi kak Satria yang membu n*h Anggi?" tanya Laila dengan tatapan masih setengah percaya. Sejenak Laila kebingungan di bawah pohon mangga. Desau angin yang meniup di tengkuk nya terasa lebih dingin dan membuat bulu kuduknya meremang. Laila masih terpaku di tempatnya. Mencoba berpikir jernih tentang apa yang harus dilakukan nya sekarang. 'Apa yang harus kulakukan kalau sudah seperti ini? Aku pacaran dengan laki-laki yang mempunyai seorang kakak yang ternyata pelanggan ku yang mengalami kelainan saat berhubungan. Dan nggak cuma itu, dia bahkan membun*h Anggi. Yah, walaupun mungkin saat itu dia tidak sengaja atau tidak bermaksud untuk melakukan nya, tapi dia pasti menyiks* Anggi dulu saat berhubungan. Apa yang harus kulakukan? Aku harus pergi dari sini sesegera mungkin. Aku ingin pulang dulu agar bisa berpikir jernih,' batin Laila. Laila segera membalikkan badan dan berlari. Namun sayangnya, karena Laila terlalu gugup dan panik, dia tidak melihat batu kecil yang teronggok di hadapan
'Astaga! Kenapa jalan hijrah ini begitu terjal kutempuh, Tuhan?!'Laila menangis terisak di kontrakan nya sendirian. Dadanya terasa sesak dan dunia ini serasa menghimpit nya. "Aku harus segera ke rumah ibu malam ini. Tapi naik apa? Sekarang sudah jam 12 malam. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan?" gumam Laila benar-benar panik. Dia terbangun dari ranjangnya dan berjalan hilir mudik tak tentu. "Apa aku harus mengatakan hal ini pada kak Bintang? Padahal baru aja aku mengatakan hal buruk tentang kak Satria pada kak Bintang. Apa dia masih mau menolong ku? Tapi aku tidak mempunyai pilihan lain," gumam Laila. Dengan tangan gemetar, dia meraih ponselnya dan menekan nomor Bintang. Sekali, dua kali, tiga kali, Laila mencoba menelepon Bintang, tapi lelaki itu sungguh tidak menerima telepon nya. Akhir nya Laila nekat mengirimkan pesan pada Bintang.[Kak, ibuku jatuh di kamar mandi dan sekarang sedang di bawa di rumah sakit di kampung ku. Tolong aku, Kak! Antarkan aku pulang!Aku sungguh tidak
Flash back satria bertengkar dengan Bintang Beberapa saat sebelumnya,Bintang terdiam setelah membaca pesan whatsapp dari Laila. Diremasnya ponselnya sampai buku-buku tangan Bintang memutih. "Ini tidak mungkin. Kak Satria pasti tidak pernah tidur dengan Laila. Laila pasti ngeprank aku, kan?" gumam Bintang dengan hati yang masygul. "Aku harus memastikan nya sendiri."Bintang lalu keluar dari kamarnya di lantai dua rumahnya lalu menuju ke arah ruang kerja kakak nya yang berada di lantai tiga. Ruang kerja kakaknya berdekatan dengan perpustakaan rumahnya yang mengkoleksi berbagai macam buku dengan berbagai genre. Di seberang ruang kerja kakaknya itu terletak kamar Satria, yang bersebelahan dengan ruangan yang mempunyai berbagai alat gym. Bintang memelankan langkah nya saat sudah berada di hadapan Satria yang sedang asyik mengotak atik laptop nya. Kakak lelakinya itu menoleh padanya dengan mengangkat satu alis nya lalu menoleh ke arah jam yang menempel di tembok. "Ada apa? Tumben kamu
Mendadak salah seorang preman membekap wajah dan mulut Bintang dengan sapu tangan yang telah dibubuhi obat bius. Sementara dua orang lainnya dengan cepat memegangi tangan Bintang. Dan preman lain memegangi kedua kakinya. Dan tak lama kemudian, Bintang pun terkulai lemas."Dia sudah pingsan!" ujar salah seorang preman yang bertugas membekap mulut dan hidung Bintang. "Angkut ke mobil! Cepetan! Keburu bangun nanti!"Ketiga preman lantas menggotong tubuh Bintang yang sedang lemas itu ke dalam mobil. Lalu salah satunya segera menghidupkan mobil milik Bintang dan melajukannya. Sementara preman yang lain mengendarai motor mereka mengikuti mobil itu. Motor dan mobil yang sedang melaju itu akhirnya berhenti setelah menempuh jarak selama satu jam di salah satu vila pinggir pantai. Bintang lalu dibawa keluar dari mobil dan dimasukkan ke vila itu. "Bagus! Pekerjaan kalian bagus sekali. Tidak ada saksi mata yang melihat kejadian ini kan?" tanya Satria yang duduk di dalam sebuah kamar besar.
"Kalian bereskan mayat ini! Aku akan mengejar Wulan! Dia juga harus bertanggung jawab atas kesalahannya!" ujar Satria lalu segera melompat ke arah jendela dan berlari mengejar Wulan. Bintang memeluk Laila dan memeriksa apakah ada luka di tubuh calon istrinya itu. "Bintang, kita harus pergi dari tempat ini. Aku tidak mau kita ikut-ikutan kasus penculikan dan pembunuhan ini! " ujar teman Bintang yang merupakan detektif sewaan. Bintang mengangguk lalu menatap iba ke arah Laila. "Sayang, maaf ya kalau aku harus menggendong kamu," ujar Bintang lalu segera membopong tubuh Laila dan berjalan ke luar kamar di vila itu. Laila menceracau dengan kata-kata tidak jelas. Bintang mempercepat langkahnya ke mobilnya lalu membaringkan Laila ke jok tengah dan melajukannya keluar dari vila."Kita bawa Laila ke rumah sakit terdekat segera, Lih!" pinta Bintang pada Galih yang sedang duduk di belakang kemudi. "Siap," sahut Galih seraya melirik dari kaca spion tengah.Bintang mencium kening Laila. "Tena
"Siapa kalian?" tanya Laila dengan takut. Salah satu dari para pengeroyok Laila langsung mendorong tangan Laila sehingga gadis itu terjerembab di atas aspal. Motornya jatuh menimpa nya. "Aaargghh!!" jerit Laila. Dia melihat keempat orang yang mendekatinya dan salah satu dari mereka dengan tanpa suara menarik motor nya dan menjatuhkan motor itu menjauhi Laila. Laila dengan ketakutan, mencoba berdiri, tapi baru saja dia bangkit, seorang pengeroyok nya langsung menarik kedua tangannya ke belakang. "Jangan -jangan! Siapa kalian! Ambil saja motorku dan lepas kan aku!"Laila mencoba menggerak-gerakkan badannya ke kanan dan ke kiri untuk memberontak sekuat tenaga hingga jilbabnya terlepas dari kepala. "Tolong! Tolong!" Laila berteriak sekuat tenaga. Tapi rupanya dia tidak cukup kuat untuk melawan empat orang lelaki sendirian. Salah satu penculik yang membawa sapu tangan berisi obat bius segera menghambur ke arah Laila dan membekap hidung serta mulut Laila dengan sapu tangan yang telah
Tapi ternyata aku tidak bisa melupakan Laila sampai sekarang. Aku tidak akan mengurusi kelainan kakak dan kelainan Wulan. Kalian menikah saja, aku tak peduli. Tapi aku akan mendekati Laila lagi dan jangan ganggu kami.Aku jamin Laila akan tutup mulut tentang kematian teman nya yang disebabkan oleh kakak. Biarkan aku dan Laila hidup bahagia, Kak. Bagaimana? Adil bukan tawaran ku?" tanya Bintang membuat Satria langsung membelalakkan matanya. Satria menatap ke arah Bintang dengan ekspresi wajah tak percaya."Jadi kamu kemarin hanya pura-pura melupakan Laila?" tanya Satria terperangah. Bintang mengangguk. "Betul. Karena aku mendengar kakak bicara saat aku pingsan bahwa kakak akak membu nuh Laila kalau sampai Laila menceritakan tentang kelainan kakak padaku dan pada orang lain. Jadi aku memutuskan untuk pura-pura terhipnotis agar Laila selamat. Jadi kumohon, jangan ganggu kami.""Kamu sadar apa yang kamu bicarakan? Kamu lebih memilih Laila daripada kakakmu ini?" tanya Satria mendelik. "
"Mas Bintang, lihatlah! Aku memang selingkuh! Aku selingkuh dengan kakak kandung mu sendiri! Sekarang apa yang akan kamu lakukan pada kami!" seru Wulan dengan berani.Bintang menatap Wulan dengan nyalang. "Kamu main gi la dengan kakakku? Kamu emang sudah gi la!" seru Bintang dengan menggores kan telunjuk tangan kanan ke dahinya. Melihat hal itu, Wulan semakin marah. "Kamu yang salah, kenapa kamu yang menyalah kan aku?" "Lho, yang selingkuh kamu, kenapa kamu kok menyalahkan aku?" tanya Bintang dengan tersenyum meledek. "Kamu nggak bisa memenuhi kebutuhan biologisku, Mas. Padahal kamu suami ku! Wajar dong kalau aku memilih selingkuh!""Suami apa? Suami yang kamu jebak? Tidak ada cinta dalam kehidupan pernikahan kita!"Hati Wulan seperti tersengat listrik saat mendengar ucapan Bintang. "Baiklah, kalau tidak ada cinta. Tapi kenapa kamu terlihat marah saat aku selingkuh dengan kakakmu?"Bintang menatap ke arah Wulan dengan tatapan menguliti. "Apa kamu benar-benar melakukan hubungan su
Bintang pun terdiam menatap ke arah Laila.'Ya Tuhan, aku lupa kalau toko bangunan ini satu kecamatan dengan rumah Laila. Tapi kenapa Laila ada di toko bangunan malam-malam?' tanya Bintang dalam hati. Matanya sangat menyiratkan kerinduan, tapi ditahan nya mati-matian keinginan untuk menyapa apalagi memeluk Laila. Bintang hanya mengernyitkan alisnya tanpa mengatakan sepatah katapun lalu menatap ke arah haji Irwan yang sedang menjumlahkan pesanan bahan bangunan oleh Bintang. "Pak Haji, jangan lupa ya besok siang ke tempat saya?!" ujar Bintang mengingat kan. "Siap, Mas. Pesanan mas akan saya total sekarang juga, nanti kalau sudah selesai dijumlahkan, akan saya kirim nomor rekening sekaligus tagihan nya ke nomor mas Bintang. Dan besok, semua orderan mas Bintang akan kami kirim ke alamat mas Bintang. Begitu kan, Mas?" tanya Pak Haji Irwan sambil menatap ke arah Bintang. Bintang tersenyum dan mengacungkan kedua jempol nya. "Sip? Ya sudah, saya pulang dulu, Pak. Assalamualaikum!" "Waal
"Kak, badan kakak bagus, ganteng, dan mapan. Kenapa belum menikah?" tanya Wulan membuat Satria menatap tajam ke arah gadis itu. "Apa Bintang atau ada orang lain yang mengatakan sesuatu tentang aku padamu sehingga kamu berpikir tentang kenapa aku belum menikah?" tanya Satria seraya mendekat ke arah tempat duduk Wulan, sang adik ipar. Wulan memejamkan mata saat aroma tubuh yang terbalut kimono handuk dengan aroma moltonya membuai hidung Wulan. Dan gadis itu tanpa sadar menghirup aroma di hadapan dengan perlahan. Hingga suara tawa membuat Wulan sadar diri dan membuka mata. "Kak, ma-maaf, saya ..." Wulan berkata dengan gagap seraya menatap ke wajah Satria. Satria tertawa terkekeh. "Kamu seperti istri yang belum pernah dijamah oleh suaminya. Padahal kalian baru saja menikah dua hari yang lalu kan?"Wulan menundukkan kepalanya. "Memang mas Bintang belum menyentuh ku. Makanya aku kemari, Kak. Siapa tahu ada rahasia mas Bintang yang tidak kuketahui," ujar Wulan lirih. Wulan melirik ke ar
"Tapi aku istri kamu, Mas!" protes Wulan. "Iya. Tapi kamu sudah memaksakan perasaan ku padamu. Apa kamu pikir, aku tidak marah dan kesal padamu setelah kamu menjebak dalam kamar rumah sakit, Hah?" tanya Bintang marah. Tanpa diduga Wulan pun ikut berang. "Tapi kenapa kamu masih tetap mau menikahiku kalau kamu tidak mencintai ku, Mas?""Heh, dengar kan aku baik-baik ya. Bagaimana aku tidak mau menikahi mu jika masa depan profesi ku yang dipertaruhkan? Asal kamu tahu saja. Aku hampir dikeluarkan dengan tidak hormat dari rumah sakit saat kamu memfitnah ku kemarin. Dan namaku juga sudah buruk di hadapan teman-teman sejawat, semua gara-gara kamu!"Bintang mendekat ke arah Wulan. "Sekarang, selamat menikmati kehidupan pernikahan tanpa kasih sayang suami," ujar Bintang seraya ngeloyor pergi dari hadapan Wulan yang terdiam dan mengepalkan tangannya. "Kamu mau kemana, Mas?"Bintang menghentikan langkahnya dan menoleh sedikit ke arah belakang. "Rumah ini cukup luas untuk kita berdua. Jadi ka
"Lihat saja sendiri!" ucap Noval. Dan seketika hati Laila seperti berhenti berdetak saat melihat di akun tik tok yang sedang viral, tampak pernikahan Wulan dengan Bintang!Laila nyaris menjatuhkan ponsel Noval saat melihat berita itu. "Kok bisa sih?" tanya Laila dengan mata yang mulai berkaca. "Selama ini aku beberapa kali menolak laki-laki karena aku masih ingin mendapatkan kesempatan lagi untuk bersama mas Bintang. Tapi apa yang terjadi sekarang? Mas Bintang benar-benar melupakanku. Ada apa sebenarnya?" gumam Laila. Noval menatap kakak perempuan nya dengan iba. "Mbak, kamu masih mencintai mas Bintang?" tanya Noval penasaran. Laila terdiam. Tapi melihat reaksi Laila, Noval pun tahu jawabannya tanpa Laila harus menjawab pertanyaan darinya. "Kalau saran ku, lebih baik mbak Laila melupakan mas Bintang saja. Carilah lelaki yang baik dan bisa menerima masa lalu mbak Laila,," saran Noval. Laila menatap adiknya dengan mata berkaca-kaca. "Masa lalu ku begitu kelam. Apa menurutmu aku
"Jadi mbak La, sebenarnya saya ... jatuh cinta dengan mbak Laila," ujar Iqbal terus terang membuat Laila terkejut setengah ma ti. "Apa kamu bilang?" "Hm, saya tahu kalau Mbak Laila pasti kaget dan tidak menyangka bahwa saya akan mengatakan hal ini secara mendadak. Tapi sebenernya tidak. Saya sudah merasa jatuh cinta pada mbak La sejak awal kita berjumpa."Laila mengerut kan dahinya. "Awal berjumpa? Jangan-jangan ... saat ...""Ya, benar sekali. Saat mbak Laila dan Noval pertama kali datang ke rumah, saya sudah merasakan jatuh cinta pada mbak Laila tapi tentu saja saya tidak bisa mengatakannya secara langsung, karena saya tahu mbak Laila pasti memilih laki-laki yang lebih tampan dan mapan daripada saya."Laila tersenyum kecil. Dia takjub juga dengan keberanian bocah yang berusia lima tahun lebih muda darinya itu. "Kamu sudah tahu aku mencari yang mapan dan tampan tapi kamu masih nekat nembak aku?" tanya Laila mengulum senyum. Iqbal menatap ke mata Laila. "Ya saya baru berani nemb