Mata Laila langsung terbuka lebar saat mendengar suara lelaki yang tak asing itu.
"Ha-halo.""Suara kamu serak? Kamu habis menangis?" tanya suara seberang."Tidak, Kak. Ada apa, Kak?""Aku cuma ingin bertanya saja padamu, tempat apa yang penghuninya paling sedikit?"Laila mengerutkan keningnya. Merasa heran pada kelakuan salah satu senior beda fakultas di kampusnya itu."Entahlah, saya tidak tahu.""Hm, tempat yang penghuninya paling sedikit di dunia adalah hatiku. Sebab penghuninya hanya satu, yaitu kamu."Laila tersenyum lebar. Meskipun kakak senior nya itu tidak akan tahu senyumnya, tapi lelucon dari seniornya itu sedikit menghangatkan hatinya walaupun tidak meringankan luka di sekujur tubuhnya."Kamu bisa saja kak Bintang.""Bisa dong. Hehehe. Oh ya, sarapan bareng yuk."Laila kelimpungan. "Hm, sarapan bareng, Kak?""Hm, kok malah nanya balik sih La? Jadi mau nggak? Kalau mau, share lokasi rumah kamu. Biar aku jemput!"Laila berpikir cepat. Dia segera berdiri dan mengaca. Rambut sebahunya acak-acakan, muka dan matanya bengkak karena semalaman menangis.'Astaga. Mukaku benar-benar mengerikan. Tapi aku juga ingin sarapan dengan Kak Bintang,' batin Laila."Halo, La. Bagaimana?""Uhm, boleh Kak. Tapi makan malam saja ya. Semalam aku memang begadang. Sekarang mager banget. Nggak pengen sarapan dulu."Bintang mendes*h. Sebenarnya dia kecewa. Tapi apa boleh buat. Mungkin nanti malam lebih baik, sekaligus malam mingguan.Bintang yang selama ini dikenal sebagai play boy cap kabel merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama dan selalu berusaha mendekati Laila. Tapi ternyata Laila selalu menghindari nya dan hal itu justru semakin membuat penasaran."Ya sudah. Kamu istirahat saja. Sampai jumpa nanti malam."***Laila baru saja keluar dari ruang UGD sebuah rumah sakit untuk memeriksakan luka-luka nya, saat seorang laki-laki tampan mendekatinya."Hai, kamu di sini juga?" tanya lelaki itu.Laila mendongak dan menatap lelaki itu dengan rasa takut. Kejadian semalam terbayang lagi di benaknya.Penganiayaan saat berhubungan yang dilakukan pemuda itu pada tubuhnya sebenarnya ingin membuat Laila seketika itu juga menonjok wajahnya.Tapi Laila segera menahan diri. Dia sadar bahwa laki-laki di hadapannya ini adalah kliennya dan dia masih berharap mendapat pundi-pundi rupiah dari klien seloyal pemuda ini."Iya. Bang." Laila tersenyum dengan profesional."Kamu kesini untuk mengobati luka semalam?" tanya Satria dengan senyum menyeringai. Laila mengangguk kaku."Hm, saya kemari juga untuk periksa kesehatan. Karena yah, sekarang kan banyak penyakit karena 'jajan' sembarangan." Satria mengatakan hal itu seraya mengedipkan sebelah matanya. Laila mendelik."Oh ya, mumpung ketemu kamu, saya ingin sekalian memperingatkan kamu, La.""Hah, memperingatkan saya tentang apa?" tanya Laila.Satria mendekatkan mulutnya ke telinga Laila dan berbisik. "Semalam adalah rahasia kita. Jangan coba-coba untuk membocorkan rahasia kita. Apalagi soal gaya semalamku. Apa kamu paham?"Laila memandang mata Satria lekat. Jarak keduanya begitu dekat hingga Laila bisa merasakan hembusan nafas Satria."Aku tahu, Bang. Tenang saja. Saya profesional kok. Tidak akan ada yang tahu soal kita semalam."Satria menarik wajahnya menjauh dari wajah lawan bicaranya."Bagus, Manis. Kamu cerdas sekali. Aku akan segera merindukan jasamu lagi. Ingat itu."Laila terdiam dan bergidik. Masih terasa perih di tubuh nya saat ini dan lelaki yang menyebabkan hal itu padanya dengan entengnya melenggang meninggalkannya menuju ke tempat parkir rumah sakit.***Laila baru saja merebahkan diri di kamar kontrakan nya saat terdengar suara pesan masuk.Ting![Kamu tahu nggak apa bedanya kamu dan mata kuliah farmakologi?]Laila tersenyum membaca pesan w******p dari Bintang.[Enggak tahu. Aku juga enggak pernah dapat mata kuliah itu.][Bedanya adalah mata kuliah farmakologi susah dihafalin, kalau kamu susah dilupain.]Laila tertawa. Hatinya benar-benar hangat setelah mengenal lelaki itu.'Bagaimana reaksi Bintang setelah dia tahu bahwa pekerjaanku seperti ini?' bisik hati Laila.Laila bergegas menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir bayangan ketakutan dari pikiran.'Entahlah. Aku tidak ingin memikirkannya sekarang. Lebih baik aku menyelesaikan urusan yang jelas ada di hadapanku daripada takut akan sesuatu yang belum terjadi. Biarlah yang terjadi nanti, dihadapi nanti juga.'[Oh iya, nanti makan malamnya di kafe dan resto Gardenia jam 7 ya. Aku sudah reservasi tempat.][Oke Kak.][Aku jemput ke rumah kamu ya, La?][Enggak usah Kak. Aku bisa berangkat sendiri.][Kenapa sih? Padahal aku pingin tahu rumah kamu, La.][Enggak apa-apa Kak. Belum saatnya saja.][Memangnya kapan saat yang tepat untuk mengunjungi rumah kamu? Saat aku melamarmu?][Nggak usah nggombal, Kak. Udah ah. Saya mau istirahat dulu. Tadi habis dari rumah sakit, Kak.][Eh, kamu sakit apa, La? Cerita aja sama aku?! Aku calon dokter lho!]Gadis cantik itu hanya tersenyum lalu segera mematikan ponsel dan memejamkan matanya.Suara bel yang berisik di pintu depan rumah kontrakannya membuat Laila membuka mata. Dengan masih setengah mengantuk, Laila mengucek matanya lalu bangkit dari kasur dan membuka pintu."Assalamualaikum, astaga Laila! Kenapa wajah kamu?!" tanya Bintang terkejut melihat pipi Laila yang sedikit memar dan beberapa bilur luka merah di tangan dan lengan gadis itu.Laila pun tercengang melihat kedatangan Bintang di hadapannya.Next?Laila pun tercengang melihat kedatangan Bintang di hadapannya. "Waalaikumsalam. Kak, kok tahu kontrakanku sih?" tanya Laila kaget. Bintang mendekat ke arah gadis itu. "Itu bukan hal yang penting. Ijinkan aku masuk ke rumah mu dulu. Biar aku periksa luka-luka kamu," pinta Bintang lembut. Laila menyingkir dari pintu dan duduk di sofa ruang tamunya. Bintang mengikuti nya dari belakang. "Kenapa dengan wajah kamu, La?" Bintang mengulangi kembali pertanyaan nya.Laila merab* pipinya perlahan. Dia tidak mungkin mengatakan penyebab wajah nya yang lecet ini pada Bintang. Dia tidak mau Bintang ataupun mahasiswa lain mengetahui tentang pekerjaannya. Dia hanya ingin belajar, kerja, dan segera lulus kuliah untuk mendapatkan pekerjaan lebih baik. "Hei, ditanya kok melamun?" tanya Bintang seraya mengibaskan tangannya di hadapan wajah Laila. "Aku terjatuh, Kak," sahut Laila berbohong. Dahi Bintang mengernyit. "Kamu lupa kalau aku ini mahasiswa kedokteran tingkat akhir? Aku bisa membedakan mana
Laila nyaris terlonjak karena kaget mendengar suara ponsel milik Bintang yang mendadak berbunyi nyaring. Lebih kaget lagi saat melihat nama dan foto laki-laki yang tertera di layar ponsel Bintang. Kak Satria is calling ....Laila menelan ludah saat membaca nama itu berulang-ulang hingga seluruh tubuh nya gemetar dan menggigil, melihat foto dan nama Satria membuatnya selalu teringat malam itu. Telepon itu baru saja ma ti, saat Bintang ke luar dari kamar mandi. Laila menatap Bintang, sejenak dia merasa ragu saat akan menanyakan tentang Satria. Tapi karena rasa ingin tahunya lebih besar, Laila pun akhirnya mencari kalimat yang pas untuk memulai pembicaraan nya. "Kak, tadi ada telepon masuk ke hp mu.""Oh ya? Dari siapa? Dari gofo*d bukan?" "Bukan. Nama yang tertulis di layar tadi kak Satria."Bintang tersenyum sambil menatap ke arah ponselnya. "Oh, dia adalah kakak kandungku. Lain kali kalau kak Satria menelepon, kamu yang jawab ya?"Wajah Laila memucat mendengar ucapan Bintang. "Ke-
Flash back on: Laila baru saja makan malam, saat ponselnya berdering. "Ya Mi?" sapa Laila. "La, apa kamu sibuk?""Enggak juga. Baru saja makan malam. Ada apa Mi?" tanya Laila."Ada klien yang hanya ingin kamu dampingi menyanyi di tempat karaoke. Bayarannya lumayan. Kamu mau kan?" tanya Mami. "Boleh juga. Aku kan juga sering main di tempat karaoke, Mi.""Good girl. Kalau begitu, siap-siap sekarang ya di Rose karaoke.""Hah, sekarang Mi?""Iya. Kenapa? Ada masalah?""Hm, kok mendadak ya Mi? Tapi nggak apa-apa deh. Laila siap-siap dulu.""Nah, gitu dong. Habis ini langsung Mami transfer duit ke kamu.""Oke Mi."Laila tersenyum puas melihat nominal yang tertera di saldo mbanking nya sekarang. Dia lalu segera bersiap untuk tugas selanjutnya.Perlahan Laila menatap wajah nya yang masih terasa sakit. Dia belum bilang pada mami Rosa tentang perbuatan Satria. Satria sudah mengancamnya sampai begitu rupa. Dan sekarang, satu kenyataan pahit seolah menampar nya dengan telak. Satria adalah kak
Laila menelan ludah. Lalu menatap Bintang dengan takut-takut. "Kak, berhenti! Aku mau pulang saja. Aku bisa mengembalikan uang yang telah dibayar oleh mereka yang menyewaku menemani karaokean malam ini," ujar Laila lirih. Bintang menatap nya dengan tajam. "Kenapa mau pulang? Apa kamu keberatan menemaniku tidur? Jangan khawatir aku akan membayarmu dengan mahal. Berapa hargamu permalam? Sepuluh juta? Dua puluh juta?""Kak, hentikan!" pekik Laila. Dia merasa terhina karena ditawar oleh lelaki yang dicintainya.Bintang yang sedang marah terdiam. Dadanya tampak naik turun, berusaha mengendalikan emosi. "Sejak kapan kamu menjadi pemandu karaoke? Apa kamu juga melayani tamu di hotel? Jangan-jangan kamu bahkan pernah tidur dengan kakakku?!"Laila terdiam dan hanya menangis. "JAWAB, LAILA!" Bintang memukul setir dengan frustasi. "Aku mulai bekerja dengan mami Rosa sudah hampir setahun. Dan seperti yang kamu tahu, baru tiga bulan ini aku menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama dengan
"Hai Laila, apa saya boleh masuk?" tanya Satria sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Bo-boleh."Laila mempersilakan Satria masuk ke dalam ruang tamu. "Duduk Pak. Mau minum apa?"Satria tersenyum dan duduk di sofa. "Terserah kamu, mau memberikan aku minuman apa saja.""Baiklah Pak. Tunggu sebentar di sini." Laila lalu pamit dan pergi ke dapur untuk menyeduh kopi sachet. Sambil menunggu air di teko panas, Laila berlari ke kamarnya untuk mengambil ponsel dan kembali ke dapur seraya berusaha menghubungi Bintang.Satria menunggu beberapa saat di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. "Ck, lama amat!" keluh Satria tak sabar seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Lelaki itu lalu melangkah dengan cepat tanpa suara dari ruang tamu mencari Laila di dapur. "Sayang," bisik Satria lirih di telinga Laila. Laila terkejut dan membalikan badan. Tubuh Satria sangat dekat padanya. Rupanya Satria menyusulnya ke dapur.Laila hendak mundur tapi ada
Laila dikejutkan oleh suara ponselnya yang berdering saat dia sedang memasak ayam goreng untuk makan malam."Halo.""Halo, La. Kamu bisa ke rumah sakit nggak? Mami kecelakaan. Parah banget. Butuh banyak darah. Stok darah di PMI kosong, sementara darah kami nggak ada yang cocok untuk mami. Ada yang cocok dua, tapi semua mengalami anemia. Seingat ku golongan darah kamu B kan? Coba ke rumah sakit Mitra Sehat sekarang. Siapa tahu darah kamu bisa menyelamatkan mami. Karena mami akan dioperasi sekarang!"Laila terkesiap mendengar penuturan salah satu rekan seprofesi nya itu. Walaupun dia merasa marah karena mami mempersulit syarat untuk Laila keluar dari pekerjaan nya, tapi dia tidak bisa menampik fakta bahwa melalui perantara mami Wati lah dia bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup ibu dan kedua adiknya. "Baiklah. Aku ke rumah sakit sekarang!"**Golongan darah Laila dinyatakan cocok dari segala aspek untuk menjadi pendonor darah bagi mami Rosa. Gadis itu terpekur di depan
Laila terdiam. Dia terlalu terkejut dengan berita yang memukul nya ini. Tangan dan tubuhnya gemetar, keringat dingin membasahi tengkuknya, jantungnya berdebar lebih kencang. "Nak, kok pertanyaan dari ibu tidak dijawab? Apa semua itu benar? Jawab, Nduk?"Laila tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dia menjatuhkan diri di lantai dan menangis tersedu-sedu. "Maaf, Bu. Maaf." Hanya itu kata yang bisa diucapkan oleh Laila. Terdengar helaan nafas berat dari keduanya. "Jadi selama ini yang uang yang kamu kirimkan pada kami hasil dari ..," ucapan dari ibu Laila terputus dan terdengar isak tangis dari kedua anak beranak itu. Sementara itu di luar rumah, Bintang masih tetap menggedor-gedor pintu. "Sayang, buka pintunya! Kalau kamu tidak mau membuka pintu, aku akan mendobrak nya!"Sepi tidak ada jawaban. Bintang mulai kehilangan kesabaran. "Kalau begitu aku akan mendobrak pintu ini dalam hitungan ketiga. Satu, dua, ..,"Sebelum hitungan ketiga, pintu rumah Laila terbuka dari dalam. Waja
Beberapa saat sebelumnya,"Kamu kenapa manyun gitu, Lan?" tanya Aris, sodara sepupu Wulan. Mereka sedang berada di halaman tengah rumah Wulan yang luas dan duduk di gazebo menatap ke arah kolam renang.Wulan mendengus kesal. "Gebetan aku punya pacar, Kak.""Hahaha! Kamu kok cemen sih. Gebetan punya pacar kok manyun, nanges?! Bukan Wulan yang kukenal ah! Kalau gebetan punya pacar, kamu cari gebetan lain dong! Jangan mau kalah!"Wulan mendelik mendengar kata-kata sepupunya. "Ish, kak Aris ini! Ini beda dengan pacar-pacar aku yang lainnya! Ini benar-benar varietas unggul," ujar Wulan dengan menyedekapkan kedua tangan nya di depan dada. Aris tertawa terbahak-bahak. "Aish, sejak kapan kamu menjadi melo seperti ini? Sudah lah, laki-laki di dunia ini banyak! Bukan cuma gebetan kamu saja!Kayak aku dong, walaupun jomblo, tapi sudah banyak cewek yang menemaniku tidur. Hm, bukannya bermaksud sombong sih. Aku memang Arjuna!" seru Aris bangga sambil menegakkan kerah bajunya.Wulan mencebik. "Syo
"Kalian bereskan mayat ini! Aku akan mengejar Wulan! Dia juga harus bertanggung jawab atas kesalahannya!" ujar Satria lalu segera melompat ke arah jendela dan berlari mengejar Wulan. Bintang memeluk Laila dan memeriksa apakah ada luka di tubuh calon istrinya itu. "Bintang, kita harus pergi dari tempat ini. Aku tidak mau kita ikut-ikutan kasus penculikan dan pembunuhan ini! " ujar teman Bintang yang merupakan detektif sewaan. Bintang mengangguk lalu menatap iba ke arah Laila. "Sayang, maaf ya kalau aku harus menggendong kamu," ujar Bintang lalu segera membopong tubuh Laila dan berjalan ke luar kamar di vila itu. Laila menceracau dengan kata-kata tidak jelas. Bintang mempercepat langkahnya ke mobilnya lalu membaringkan Laila ke jok tengah dan melajukannya keluar dari vila."Kita bawa Laila ke rumah sakit terdekat segera, Lih!" pinta Bintang pada Galih yang sedang duduk di belakang kemudi. "Siap," sahut Galih seraya melirik dari kaca spion tengah.Bintang mencium kening Laila. "Tena
"Siapa kalian?" tanya Laila dengan takut. Salah satu dari para pengeroyok Laila langsung mendorong tangan Laila sehingga gadis itu terjerembab di atas aspal. Motornya jatuh menimpa nya. "Aaargghh!!" jerit Laila. Dia melihat keempat orang yang mendekatinya dan salah satu dari mereka dengan tanpa suara menarik motor nya dan menjatuhkan motor itu menjauhi Laila. Laila dengan ketakutan, mencoba berdiri, tapi baru saja dia bangkit, seorang pengeroyok nya langsung menarik kedua tangannya ke belakang. "Jangan -jangan! Siapa kalian! Ambil saja motorku dan lepas kan aku!"Laila mencoba menggerak-gerakkan badannya ke kanan dan ke kiri untuk memberontak sekuat tenaga hingga jilbabnya terlepas dari kepala. "Tolong! Tolong!" Laila berteriak sekuat tenaga. Tapi rupanya dia tidak cukup kuat untuk melawan empat orang lelaki sendirian. Salah satu penculik yang membawa sapu tangan berisi obat bius segera menghambur ke arah Laila dan membekap hidung serta mulut Laila dengan sapu tangan yang telah
Tapi ternyata aku tidak bisa melupakan Laila sampai sekarang. Aku tidak akan mengurusi kelainan kakak dan kelainan Wulan. Kalian menikah saja, aku tak peduli. Tapi aku akan mendekati Laila lagi dan jangan ganggu kami.Aku jamin Laila akan tutup mulut tentang kematian teman nya yang disebabkan oleh kakak. Biarkan aku dan Laila hidup bahagia, Kak. Bagaimana? Adil bukan tawaran ku?" tanya Bintang membuat Satria langsung membelalakkan matanya. Satria menatap ke arah Bintang dengan ekspresi wajah tak percaya."Jadi kamu kemarin hanya pura-pura melupakan Laila?" tanya Satria terperangah. Bintang mengangguk. "Betul. Karena aku mendengar kakak bicara saat aku pingsan bahwa kakak akak membu nuh Laila kalau sampai Laila menceritakan tentang kelainan kakak padaku dan pada orang lain. Jadi aku memutuskan untuk pura-pura terhipnotis agar Laila selamat. Jadi kumohon, jangan ganggu kami.""Kamu sadar apa yang kamu bicarakan? Kamu lebih memilih Laila daripada kakakmu ini?" tanya Satria mendelik. "
"Mas Bintang, lihatlah! Aku memang selingkuh! Aku selingkuh dengan kakak kandung mu sendiri! Sekarang apa yang akan kamu lakukan pada kami!" seru Wulan dengan berani.Bintang menatap Wulan dengan nyalang. "Kamu main gi la dengan kakakku? Kamu emang sudah gi la!" seru Bintang dengan menggores kan telunjuk tangan kanan ke dahinya. Melihat hal itu, Wulan semakin marah. "Kamu yang salah, kenapa kamu yang menyalah kan aku?" "Lho, yang selingkuh kamu, kenapa kamu kok menyalahkan aku?" tanya Bintang dengan tersenyum meledek. "Kamu nggak bisa memenuhi kebutuhan biologisku, Mas. Padahal kamu suami ku! Wajar dong kalau aku memilih selingkuh!""Suami apa? Suami yang kamu jebak? Tidak ada cinta dalam kehidupan pernikahan kita!"Hati Wulan seperti tersengat listrik saat mendengar ucapan Bintang. "Baiklah, kalau tidak ada cinta. Tapi kenapa kamu terlihat marah saat aku selingkuh dengan kakakmu?"Bintang menatap ke arah Wulan dengan tatapan menguliti. "Apa kamu benar-benar melakukan hubungan su
Bintang pun terdiam menatap ke arah Laila.'Ya Tuhan, aku lupa kalau toko bangunan ini satu kecamatan dengan rumah Laila. Tapi kenapa Laila ada di toko bangunan malam-malam?' tanya Bintang dalam hati. Matanya sangat menyiratkan kerinduan, tapi ditahan nya mati-matian keinginan untuk menyapa apalagi memeluk Laila. Bintang hanya mengernyitkan alisnya tanpa mengatakan sepatah katapun lalu menatap ke arah haji Irwan yang sedang menjumlahkan pesanan bahan bangunan oleh Bintang. "Pak Haji, jangan lupa ya besok siang ke tempat saya?!" ujar Bintang mengingat kan. "Siap, Mas. Pesanan mas akan saya total sekarang juga, nanti kalau sudah selesai dijumlahkan, akan saya kirim nomor rekening sekaligus tagihan nya ke nomor mas Bintang. Dan besok, semua orderan mas Bintang akan kami kirim ke alamat mas Bintang. Begitu kan, Mas?" tanya Pak Haji Irwan sambil menatap ke arah Bintang. Bintang tersenyum dan mengacungkan kedua jempol nya. "Sip? Ya sudah, saya pulang dulu, Pak. Assalamualaikum!" "Waal
"Kak, badan kakak bagus, ganteng, dan mapan. Kenapa belum menikah?" tanya Wulan membuat Satria menatap tajam ke arah gadis itu. "Apa Bintang atau ada orang lain yang mengatakan sesuatu tentang aku padamu sehingga kamu berpikir tentang kenapa aku belum menikah?" tanya Satria seraya mendekat ke arah tempat duduk Wulan, sang adik ipar. Wulan memejamkan mata saat aroma tubuh yang terbalut kimono handuk dengan aroma moltonya membuai hidung Wulan. Dan gadis itu tanpa sadar menghirup aroma di hadapan dengan perlahan. Hingga suara tawa membuat Wulan sadar diri dan membuka mata. "Kak, ma-maaf, saya ..." Wulan berkata dengan gagap seraya menatap ke wajah Satria. Satria tertawa terkekeh. "Kamu seperti istri yang belum pernah dijamah oleh suaminya. Padahal kalian baru saja menikah dua hari yang lalu kan?"Wulan menundukkan kepalanya. "Memang mas Bintang belum menyentuh ku. Makanya aku kemari, Kak. Siapa tahu ada rahasia mas Bintang yang tidak kuketahui," ujar Wulan lirih. Wulan melirik ke ar
"Tapi aku istri kamu, Mas!" protes Wulan. "Iya. Tapi kamu sudah memaksakan perasaan ku padamu. Apa kamu pikir, aku tidak marah dan kesal padamu setelah kamu menjebak dalam kamar rumah sakit, Hah?" tanya Bintang marah. Tanpa diduga Wulan pun ikut berang. "Tapi kenapa kamu masih tetap mau menikahiku kalau kamu tidak mencintai ku, Mas?""Heh, dengar kan aku baik-baik ya. Bagaimana aku tidak mau menikahi mu jika masa depan profesi ku yang dipertaruhkan? Asal kamu tahu saja. Aku hampir dikeluarkan dengan tidak hormat dari rumah sakit saat kamu memfitnah ku kemarin. Dan namaku juga sudah buruk di hadapan teman-teman sejawat, semua gara-gara kamu!"Bintang mendekat ke arah Wulan. "Sekarang, selamat menikmati kehidupan pernikahan tanpa kasih sayang suami," ujar Bintang seraya ngeloyor pergi dari hadapan Wulan yang terdiam dan mengepalkan tangannya. "Kamu mau kemana, Mas?"Bintang menghentikan langkahnya dan menoleh sedikit ke arah belakang. "Rumah ini cukup luas untuk kita berdua. Jadi ka
"Lihat saja sendiri!" ucap Noval. Dan seketika hati Laila seperti berhenti berdetak saat melihat di akun tik tok yang sedang viral, tampak pernikahan Wulan dengan Bintang!Laila nyaris menjatuhkan ponsel Noval saat melihat berita itu. "Kok bisa sih?" tanya Laila dengan mata yang mulai berkaca. "Selama ini aku beberapa kali menolak laki-laki karena aku masih ingin mendapatkan kesempatan lagi untuk bersama mas Bintang. Tapi apa yang terjadi sekarang? Mas Bintang benar-benar melupakanku. Ada apa sebenarnya?" gumam Laila. Noval menatap kakak perempuan nya dengan iba. "Mbak, kamu masih mencintai mas Bintang?" tanya Noval penasaran. Laila terdiam. Tapi melihat reaksi Laila, Noval pun tahu jawabannya tanpa Laila harus menjawab pertanyaan darinya. "Kalau saran ku, lebih baik mbak Laila melupakan mas Bintang saja. Carilah lelaki yang baik dan bisa menerima masa lalu mbak Laila,," saran Noval. Laila menatap adiknya dengan mata berkaca-kaca. "Masa lalu ku begitu kelam. Apa menurutmu aku
"Jadi mbak La, sebenarnya saya ... jatuh cinta dengan mbak Laila," ujar Iqbal terus terang membuat Laila terkejut setengah ma ti. "Apa kamu bilang?" "Hm, saya tahu kalau Mbak Laila pasti kaget dan tidak menyangka bahwa saya akan mengatakan hal ini secara mendadak. Tapi sebenernya tidak. Saya sudah merasa jatuh cinta pada mbak La sejak awal kita berjumpa."Laila mengerut kan dahinya. "Awal berjumpa? Jangan-jangan ... saat ...""Ya, benar sekali. Saat mbak Laila dan Noval pertama kali datang ke rumah, saya sudah merasakan jatuh cinta pada mbak Laila tapi tentu saja saya tidak bisa mengatakannya secara langsung, karena saya tahu mbak Laila pasti memilih laki-laki yang lebih tampan dan mapan daripada saya."Laila tersenyum kecil. Dia takjub juga dengan keberanian bocah yang berusia lima tahun lebih muda darinya itu. "Kamu sudah tahu aku mencari yang mapan dan tampan tapi kamu masih nekat nembak aku?" tanya Laila mengulum senyum. Iqbal menatap ke mata Laila. "Ya saya baru berani nemb