Satu jam sebelumnya .... Mobil Range Rover biru mengkilat itu terparkir di pelataran kediaman Wijaya. Kalina keluar dari dalam dengan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya. Menutupi betapa dingin dan kosong tatapan yang tersembunyi di baliknya. Ternyata rumah masih dalam keadaan sepi. Mungkin sebagian anggota keluarga masih ada yang bekerja atau menemani Indra di rumah sakit. Perempuan itu berjalan memasuki kediaman, di tengah jalan tiba-tiba dia berpapasan dengan Cici. "Nya ...?" Cici memicingkan mata, memastikan. Kalina menoleh, dia melepas kacamatanya, lalu tersenyum begitu tipis. "Ini saya."Mata Cici langsung melebar. "Nyonya udah kembali?""Ya, terima kasih atas kerjasamanya selama ini. Dokumen yang kamu kirim pada Kamila di Surabaya juga sudah sampai di tangannya hari itu. Boleh saya minta semua rekaman CCTV yang sudah kamu pasang di rumah ini?""Ah, iya. Ini, Nya." Cici merogoh saku seragamnya, lalu menyodorkan USB pada Kalina. "Di luar prediksi, kemarin rekaman P
"Wanita itu 100% bukan Kalina, sekarang aku yakin sepenuhnya. Yang jadi pertanyaan sekarang, siapa dia sebenarnya? Kenapa dia bisa melumpuhkan Indra dengan begitu mudahnya? Padahal aku tahu pasti Kalina yang asli tak bisa bela diri. Dia lemah, manusia patung tanpa ekspresi, bodoh, dan sangat menyedihkan!" Yayang mondar-mandir di ruang kerja milik Pak Dahlan saat lelaki paruh baya itu tengah terkulai lemas di atas kursi setelah mengurus segala keperluan sang istri yang baru saja dilarikan ke rumah sakit. Sekarang Bu Dahlia tengah ditemani Wisnu melewati masa-masa kritisnya. "Bisa kita bicarakan tentang hal itu nanti? Ibu mertuamu baru saja dilarikan ke rumah sakit. Kalau pun benar terbukti wanita itu bukan Kalina yang asli, kita bisa dengan mudah menjebloskannya ke penjara dengan tuduhan pencurian identitas dan pembohongan publik. Apa yang harus dikhawatirkan?!"Mendengar itu, sontak Yayang memutar tubuh menghadap Pak Dahlan dengan tatapan tajam. "Apa yang harus dikhawatirkan Anda bi
Satu jam sebelumnya .... Mobil Range Rover biru mengkilat itu terparkir di pelataran kediaman Wijaya. Kalina keluar dari dalam dengan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya. Menutupi betapa dingin dan kosong tatapan yang tersembunyi di baliknya. Ternyata rumah masih dalam keadaan sepi. Mungkin sebagian anggota keluarga masih ada yang bekerja atau menemani Indra di rumah sakit. Perempuan itu berjalan memasuki kediaman, di tengah jalan tiba-tiba dia berpapasan dengan Cici. "Nya ...?" Cici memicingkan mata, memastikan. Kalina menoleh, dia melepas kacamatanya, lalu tersenyum begitu tipis. "Ini saya."Mata Cici langsung melebar. "Nyonya udah kembali?""Ya, terima kasih atas kerjasamanya selama ini. Dokumen yang kamu kirim pada Kamila di Surabaya juga sudah sampai di tangannya hari itu. Boleh saya minta semua rekaman CCTV yang sudah kamu pasang di rumah ini?""Ah, iya. Ini, Nya." Cici merogoh saku seragamnya, lalu menyodorkan USB pada Kalina. "Di luar prediksi, kemarin rekaman P
Bogor, Februari 2010Sebuah Vila mewah milik pribadi di bilangan Sentul, Bogor, menjadi saksi bisu pertemuan empat keluarga kaya yang menjalankan bebagai perusahaan terkemuka di tanah air. Pertemuan bisnis yang melibatkan anak-anak tertua dari keempat pengusaha tersebut sudah cukup menjelaskan tujuan mereka yang sebenarnya. Perjodohan antara sesama kaum elite mungkin sudah tak asing lagi di telinga, pernikahan yang terjalin atas dasar bisnis semata agar bisa mengikat mesra dua perusahaan yang sebelumnya tak pernah bekerja sama. Keegoisan orangtua dalam melebarkan sayap kekuasaan, menjadikan anak sendiri korban yang terpaksa menjalani pernikahan tanpa cinta. Mungkin tak semua demikian, tapi beberapa di antaranya memang tertekan menjalani kehidupan rumah tangga yang ditentukan orangtua.Tiga orang putri sulung keluarga konglomerat berkumpul di satu tempat yang sama bersama pewaris pertama PT. Wijaya Sejahtera. Wisnu Adiwijaya, Nama lelaki berusia dua puluh lima tahun yang tak asing di
Hari yang ditentukan Kalina akhirnya tiba, sebuah pertemuan dua keluarga diadakan di perumahan elite kediaman Hartono di bilangan Jakarta Barat. Pak Dahlan bersama sang istri datang menemani putra tertua mereka Wisnu Adiwijaya. Terlihat pula Pak Hari dan Bu Hilma yang menjamu bakal besan dan menantu mereka. Dari lantai dua Kalina turun menenteng sebuah map bersampul kuning. Berbeda dengan penampilan di pertemuan pertama, kali ini gadis itu terlihat begitu cantik dan anggun dengan dress dan make up tipis, rambut hitam legamnya terurai panjang. Selalu seperti itu sejak dulu. Dia duduk di samping Pak Hari, tepat berhadapan dengan Wisnu yang terpesona melihat penampilannya malam ini."Ini adalah berkas penjanjian pra nikah yang sudah saya buat. Dibawahnya sudah tertera materai yang harus ditanda-tangani kedua belah pihak yang menjalani. Jadi, saya harap apa pun yang tertulis di sini, orangtua sama sekali tak boleh menginterupsi."Semua orang terdiam, lalu berpandangan. Pak Dahlan dan Bu D
Pernikahan Wisnu dan Kalina akhirnya resmi disahkan, diikuti resepsi megah yang dihadiri banyak orang penting dari kalangan elite, diiringi berbagai cibiran dari barisan patah hati yang menatap iri betapa serasinya pasangan ini bersanding di kursi pelaminan. Meskipun tak ada kebahagian yang terpancar dari kedua belah pihak mempelai, tapi keduanya begitu pandai menyembunyikan perasaan dan bersikap profesional tak ubahnya pasangan yang saling mencintai. Skinship yang natural dan tidak terkesan dipaksakan, senyum yang mereka tebar pada khalayak ramai. Sebelah tangan Wisnu yang tak pernah lepas melingkar di pinggang Kalina, membuat orang-orang nyaris tak percaya bahwa pernikahan mereka terjalin atas dasar perjodohan.Tengah malam menjelang, menandakan berakhirnya serangkaian acara yang melelahkan. Kamar pengantin yang seharusnya menjadi saksi bisu menyatuan dua insan yang baru saja disahkan, malah menjadi tempat menguji iman pasangan. Bagaimana tidak demikian, ketika seorang lelaki dan pe
Tahun berganti, benih yang telah dipupuk dan disirami akhirnya bersemi. Tumbuh subur dan berbuah lagi. Ternyata waktu satu tahun tak sia-sia Wisnu dan Kalina lewati untuk saling mengerti, percaya, dan sama-sama membuka hati. Tak ada upaya yang sia-sia selama setiap insan bersedia mencoba. Cinta yang muncul karena terbiasa ternyata memang bukan isapan jempol semata selagi percaya pada takdir yang terjadi. Komunikasi dan keterbukaan diri adalah kunci bagaimana setahun yang mereka lewati berhasil merobohkan dinding ego masing-masing hingga keduanya benar-benar siap menjalani komitmen dan ikatan yang sebelumnya tidak dikehendaki.Kalina membuktikannya, tujuan dari kesepakatan pra nikah yang sudah mereka sepakati. Karena Kalina cukup percaya bahwa perjodohan yang keduanya jalani tak seburuk apa yang tersugesti. Meskipun tak suka berbasa-basi dan lebih sering berbicara langsung ke inti, Wisnu adalah tipe lelaki yang sangat peduli, sabar, dan benar-benar mengerti. Dia mampu membuat bongkahan
Suara pintu yang terbuka membuat Pak Dahlan kelimpungan dan buru-buru mengenakan kembali celananya. Di ambang pintu dia melihat Bu Dahlia mematung dan membelalak lebar melihat tubuh Kalina sudah terkulai lemah dengan mulut tersumpal. "Sa-sayang aku bisa menjelaskannya. Ini hanya sa--""Cepat buka penutup mulutnya!" pekik Bu Dahlia. "Wisnu sebentar lagi pulang!""Ta-tapi.""Cepat, Sialan! Aku tak bisa membiarkan kehormatan keluarga Wijaya tercemar hanya karena nafsu binatangmu!"Pak Dahlan menurut, buru-buru dia melepas penyumpal mulut Kalina, lalu mendudukkan tubuh perempuan yang terkulai lemah itu. Suara mobil sudah terdengar di pelataran. Bu Dahlia semakin panik. Dia membantu Kalina yang tak berdaya merapikan pakaiannya."Maaf. Maafkan saya, Kalina." Kemudian menarik kasar pergelangan tangan Kalina yang berjalan sempoyongan menuruni tangga. "Hendri! Indra!" Dua bersaudara itu keluar dari kamar masing-masing. Bu Dahlia memberi isyarat dengan gelengan kepala pada kedua anaknya yan