"Bapak perlu bicara," ucap ayahnya Amalia terdengar serius, Amalia sudah tau kemana arah pembicaraan yang akan dituju. "Amalia sudah tau, pasti bapak mau membahas Ammar kan?" tebak Amalia dan ayahnya mengangguk cepat. "Katakan masalah apa yang sedang kalian hadapi sehingga Ammar mengira kamu ada disini, bapak gak mau hanya mendengar dari satu pihak saja karena mau bagaimana pun kalian ini suami istri, seharusnya masalah yang ada kalian hadapi bersama bukan malah kabur seperti ini," ucap ayahnya sudah tidak sabar. Lalu Amalia menceritakan masalah yang dihadapi termasuk Ammar yang melakukan poligami, semua Amalia ceritakan tanpa ditambah maupun dikurangi. "Anak kurang ajar!!! Besok kita ke kota! Masalah ini harus segera di selesaikan! Bapak gak sudi punya menantu ba-ji-ngan seperti dia!!! Katanya mencintai tapi kok menyakiti!!! Mana Ammar sudah menghilangkan janin yang kamu kandung! Ini gak boleh di diamkan terlalu lama, harga diri bap
"Sampai kapanpun juga jangan harap bisa bertemu dengannya! Mulai hari ini saya melarang mu menemui Amalia dengan asalan apapun! Asal kamu tahu, anakku begitu tertekan dalam menjalani pernikahan ini, tak ada wanita yang rela suaminya menikah lagi, jangan terus mengekang anak saya dengan status pernikahan ini, biarkan ia bebas dan menjalani hari dengan tenang! Jangan terus buat dia tersiksa! Jika kamu tidak setuju menceraikan maka biarkan pihak kami yang mengajukan gugatan, berapa pun biayanya akan saya usahakan asalkan Amalia kembali merasakan kebahagiaan!" gertak Seno tak main-main. "Pak, tolong masalah ini bisa kita bicarakan dengan baik-baik, jangan gegabah, kami saling mencintai," pinta Ammar memohon. "Saling mencintai kenapa menikah lagi? Apakah itu arti mencintai?" sindir Seno. "Pernikahan kedua yang terjadi karena sebuah insiden, Pak, percayalah sejujurnya saya tidak menginginkan ini, keputusan untuk menikahi Heni semata-mata untuk menyelamatkan nama baik keluar
Amalia juga Ratih-ibunda Amalia merasa khawatir karena sampai malam begini Seno tak kunjung pulang, Ratih sudah mencari ke berbagai tempat yang biasanya Seno pergi namun sama sekali tak ada yang tau kemana perginya Seno bahkan Ratih baru tau dari temannya Seno jika hari ini suaminya tidak ke sawah. Berulang kali Ratih berusaha meyakinkan diri dan berpikir suaminya akan baik-baik saja namun sekuat apapun Ratih menenangkan diri tak bisa menutup kemungkinan bahwa ia cemas pasalnya Seno sama sekali tak membahas apapun sebelumnya, setelah Ratih memikirkan jawaban demi jawaban Seno kemarin, ada sedikit harapan sebagai petunjuk dimana Seno mengatakan jika ada niatan untuk ke kota dan memperjelas pernikahan Amalia dan Ammar. "Mal, apa mungkin bapak kamu ke kota menemui Ammar?" tebak Ratih dan Amalia sedikit setuju dengan hal itu, jika tak pergi jauh mana mungkin ayahnya tak juga pulang. Jika pergi di sekitar desa sudah pasti ada warga yang mengetahuinya, namun
"Aku rencana mau ke kota, tepatnya ke rumah Ammar," jawab Amalia mengawali cerita. Tentu saja ucapan Amalia ditentang langsung oleh Alan. "Mau ngapain? Rujuk? Kamu yakin untuk kembali disakiti?" sindir Alan tak suka. "Bukan, aku ke sana mau mengambil beberapa berkas, tapi aku takut jika nantinya Ammar tak mengizinkan aku pergi," ucap Amalia galau. "Berkas apa?" tanya Alan penasaran. "Berkas untuk mengurus perceraian dengan Ammar, tadi aku sudah ke pengadilan sama bapak tapi ternyata sampai di sana gak bisa melanjutkan pendaftaran jika berkas belum lengkap, di dompet hanya ada KTP saja, makanya aku bingung jika harus ke rumah Ammar akankah semuanya berjalan lancar atau justru Ammar tak setuju aku melakukan gugatan, aku takut jika terpaksa ke sana malah yang ada menjadi bumerang untukku," keluh Amalia. Alan terdiam sejenak untuk memikirkan solusi meskipun di sisi lain dirinya merasa senang karena orang yang disayang akan menj
Hingga dua jam lamanya tak ada suster maupun dokter yang keluar dari ruang UGD sehingga semakin membuat Amalia merasa gusar. Doa yang ia panjatkan tak pernah ia henti ucapkan, harapannya agar Alan bisa selamat semakin membuat dirinya merasa ragu. Hingga akhirnya dokter pun keluar dan memberitahu Amalia jika kondisi Alan dikatakan kritis dan harus membutuhkan pertolongan segera. Bisa yang terdapat dalam ular sangatlah beracun dan cepat menjalar ke organ juga darah korban, itu yang menyebabkan Alan mengalami kritis. Jika dibiarkan terus menerus nantinya akan membahayakan kondisi Alan. Mendapat kabar seperti itu membuat Amalia syok, ia sungguh tak menyangka jika semuanya akan fatal seperti ini. Menangis, hanya itu yang bisa Amalia lakukan sebagai bentuk keterpurukan juga rasa bersalahnya kepada Alan.Setelah dokter pergi, Amalia baru teringat jika belum mengabari keluarga Alan. Untung saja tas Alan dibawanya sehingga memudahkan Amalia untuk menghubungi. Mendapat kabar anaknya masuk rum
"Terima kasih sudah susah payah merawat ku," ucap Alan dengan tulus. "Gak usah begitu, justru aku meminta maaf karena semua masalah yang ada padamu itu karena aku," ucap Amalia merendah. "Kamu gak pernah salah, aku yang salah," jawab Alan tak merasa menyesal. "Kamu jadi kritis karena aku," pekik Amalia berliang air mata lalu segera diusap secara kasar. "Jangan bicara seperti itu karena aku gak suka, semua sudah menjadi takdir yang di atas," ucap Alan yang sangat ingin mengusap air mata orang tercintanya namun tak bisa. Tangan kanan memegang sebuah alat untuk mengecek darah tinggi, jantung dan lain sebagainya. "Aku menyesal, aku sungguh menyesal, andai aku tidak melakukan hal bo-doh sudah pasti tak akan ada kejadian ini," pekik Amalia yang sudah tak bisa menyembunyikan rasa sedih di hatinya. Tanpa Amalia juga Alan sadari, ada seseorang yang kini tengah berjalan masuk ke ruang ranap Alan. Amalia mengecek siapa orang itu yang langsung saja membuat Amalia merasa kaget. Orang itu m
"Apa mau kamu, Ammar!" ucap Amalia penuh penekanan, jujur saja dirinya sangat takut melihat Ammar seperti ini. "Kembali padaku dan lupakan mantan kekasihmu itu," pinta Ammar lembut namun Amalia menggelengkan kepala. "Aku mencintai Alan," jawab Amalia dusta. Tangan Ammar yang tengah mengusap lembut pipi istrinya itu kini berhenti sejenak dan berganti dengan tatapan tajam. "Tak ada yang boleh mencintaimu selain aku!" ancam Ammar yang melempar tubuh Amalia ke ranjang empuk. Amalia terbaring di sana dan kini Ammar menindih tubuh Amalia. "Jangan katakan lagi jika kamu mencintai pria lain selain aku, jangan membuatku marah, hanya Ammar yang boleh mencintai Amalia dan sampai selamanya begitu, aku gak suka kamu menyebut nama pria lain dalam percakapan kita! Hatiku sakit mendengarnya, aku susah payah mencari dan menghubungimu namun sama sekali tak ada respon bahkan kedua orang tuamu ikut andil menutupi keberadaan mu, berulang kali aku ke sana namu
Ketika mereka sedang berada dalam situasi sedih, ada sebuah panggilan yang membuat Ammar kesal apalagi nama Heni yang muncul di layarnya. Ammar semakin enggan mengangkat. "Angkat saja, dia juga istrimu, siapa tau dia butuh bantuan," ucap Amalia sinis. Ammar hanya menggelengkan kepala lalu kembali memeluk Amalia sangat erat, berulang kali Heni memanggil sama sekali tidak di angkat oleh Ammar. "Ada satu hal yang bisa membuatku kembali seperti dulu, namun aku ragu apakah kamu bisa mewujudkannya, jika kamu bersedia pun aku juga tidak yakin apakah kamu siap hidup dari 0 lagi," ucap Amalia setengah menyindir. "Katakan apa mau kamu, sebisa mungkin akan aku usahakan asalkan kita kembali harmonis seperti dulu," ucap Ammar penasaran. "Ceraikan Heni," ucap Amalia singkat, padat dan jelas namun sukses membuat Ammar merenggangkan pelukannya, hanya diam saja, itulah respon yang diberikan oleh suaminya. "Kenapa hanya diam saja? Berat? Sud