Ketika Ammar tengah fokus memandang bayi mungil tak berdosa itu, ada suster juga dokter yang menangani persalinan Heni.
"Selamat sore, Pak," sapa dokter ramah."Sore.. Jadi bagaimana, Pak? Bisakah dilakukan tes DNA secepatnya?" tanya Ammar tanpa basa-basi."Untuk itu kami tidak bisa memastikan, Pak, tunggu sampai paling lama satu minggu untuk melihat perkembangan anak anda, jika memungkinkan akan kami lakukan tes DNA sesegera mungkin," jawab dokter membuat Ammar kecewa."Gunakan saja rambut dia dan rambutku, saya tidak bisa menunggu selama itu apalagi hasil yang keluar saja nantinya juga lama, saya siap menanggung biaya sebanyak apapun asalkan hasil itu benar-benar valid, bisa di pertanggung jawabkan serta cepat," ucap Ammar membuat dokter serta suster saling memandang.Akhirnya hari itu juga suster memotong sedikit rambut anaknya Heni sebagai syarat untuk dilakukan tes DNA.Sekarang tinggal menunggu waktu unKetika sudah jelas jika bayi Heni bukan anaknya kini Ammar bisa leluasa menyusun rencana untuk kembali mendekati Amalia. Sudah lama sekali Ammar tidak mendengar kabarnya, bagaimana dia sekarang? Apakah hidupnya lebih baik? Apakah dia baik-baik saja? Dimana dia tinggal? Semua pikiran baik dan tidak buruk menjadi satu di dalam pikiran Ammar. Di Puncak, kembali Ammar menemui Amalia di rumah yang terakhir kali Ammar ketahui namun sayang sekali, baik Alan maupun Amalia sudah tidak tinggal di sana lagi, para tetangga juga gak tau dimana mereka tinggal sekarang. Pupus sudah harapan Ammar untuk mendekati Amalia karena kini tujuannya harus kembali ke awal, yaitu mencari keberadaan mantan istrinya. Ammar meminta bantuan orang kepercayaannya untuk mengetahui dimana lokasi Amalia, tak perlu waktu lama, kini Ammar tau dimana Amalia berada. "Tak jauh dari tempatmu yang sekarang, tunggulah aku," gumam Ammar melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Aku ingin kembali mendekatinya jadi jangan halangi langkahku," jawab Ammar dengan angkuh. Alan hanya tertawa kecil ketika mendengar jawaban itu sehingga membuat Ammar merasa bingung, kenapa Alan tidak emosi? "Jangan bermimpi bisa mendekati Amalia lagi karena dia tidak mau denganmu, sudahlah kamu urusi saja madu kamu itu, biar aku yang menjaga Amalia dengan baik," sindir Alan terdengar menyebabkan. "Tidak akan aku biarkan Amalia berada dalam pelukanmu!" pekik Ammar menyalakan genderang perang. "Mau kamu pukul aku sampai babak belur pun tidak akan bisa mengubah keadaan jika Amalia memang sudah tidak ingin bersamamu lagi, kini aku yang menjadi masa depannya, asal kamu tau, antara aku dan Amalia akan segera bertunangan, jadi jangan lagi kamu ganggu calon istriku! Ini semua salahmu yang sudah membuang berlian demi sebuah bongkahan batu!" ucap Alan membuat Ammar kaget bukan main. Tangannya sudah mengepal dengan sangat kuat
Gosip yang beredar semakin menyebar luas, ada yang meragukan jika Alan adalah suaminya ada juga yang mengatakan jika Ammar bisa saja selingkuhan lalu ketahuan Alan sehingga terjadi pertengkaran hebat. Karena gosip ibu-ibu yang semakin memanas membuat pak RT harus meluruskan ini semua, disaat Amalia sudah pulang bekerja, tak berselang lama Pak RT menghampiri rumah Amalia yang kebetulan ada Alan juga di sana. "Permisi... Selamat malam," sapa Pak RT dari luar. Karena Amalia sedang bebersih, jadi Alan yang membukakan pintu. Cukup terkejut bagi Alan ketika tau yang bertamu di rumah Amalia adalah Pak RT. "Apakah mbak Amalia ada, mas?" tanya Pak RT dengan senyum ramah. "Ada, Pak, Amalia sedang mandi, mari masuk," jawab Alan mempersilahkan masuk. Setelah itu terjadi perbincangan ringan sebelum akhirnya Amalia ikut menemui. "Ada apa, pak RT?" tanya Amalia penasaran. "Begini, mbak, saya mendapat keluhan
Keputusan yang sangat sulit bagi Amalia karena jika dia memilih tempat tinggal baru, belum tentu tempatnya akan senyaman ini namun jika Amalia tetap di sini, maka dia harus segera menikah dengan Alan. Meminta Alan tidak lagi menemuinya itu sangat tidak mungkin karena terkadang Amalia juga butuh bantuannya. Sungguh dilema yang harus segera ia putuskan segera. "Aku tidak memaksamu untuk menikah denganku secara cepat, semua aku lakukan agar kamu ada yang menjaga, jika status kita begini terus tidak mungkin aku kesini setiap hari dan menemanimu, aku hanya ingin kamu semakin merasa aman dan nyaman," ucap Alan terdengar tulus. Karena hari semakin siang, Alan memutuskan untuk pulang lagian dia merasa tidak enak dengan warga sekitar. Tadi pagi sudah di gerebek masak sampai siang begini belum pulang juga, malah mereka mengira seperti orang yang tidak tau malu. "Jangan pergi, aku gak tau lagi harus bagaimana jika tak ada kamu, Alan, tolon
Selepas pulang kerja, Amalia selalu mencari info kontrakan yang masih dekat dari tempat kerjanya, ada beberapa refrensi yang sudah di survey Amalia sampai akhirnya dia memutuskan untuk memilih rumah sederhana dengan halaman luas namun terlihat sangat menarik. Ya.. Rumah yang hampir sama dengan kemarin namun perbedaannya halaman depan rumah barunya ini ada pohon mangga yang sangat rindang. Beberes seorang diri adalah hal yang melelahkan bagi Amalia namun dia harus tetap semangat, mulai sekarang apapun harus dilakukan sendiri. Semua yang berbau Alan akan mulai ia biasakan untuk handle sendirian. Amalia juga mengganti nomor ponselnya agar tidak ada yang menghubungi bahkan melacak keberadaannya. Rekan kerja pun hanya yang dekat sekali dengan Amalia, itu pun Amalia memohon jangan sampai disebarluaskan. Untungnya teman kerja Amalia mengerti itu, ditengah semua ia usahakan sendiri, Amalia merasa bersyukur karena masih di kelilingi orang-orang yang ba
Setelah memarkirkan mobil, Alan berlari untuk menghampiri perempuan yang ia yakini adalah Amalia."Amalia," panggil Alan sambil menepuk pelan bahu Amalia. Orang yang dipanggil Alan pun menoleh, keduanya kini saling bertatapan dalam waktu yang cukup lama. Seolah mimpi, wanita yang ia yakini Amalia ternyata benar, kini pencarian Alan berakhir sudah karena wanita yang disayangi sudah berada di depannya. Amalia juga syok ketika tau orang yang memanggilnya ternyata Alan, itu artinya sia-sia usaha Amalia menghindarinya. "Apa kabar? Akhirnya aku menemukanmu," tanya Alan dengan wajah bahagia. Senyum merekah tergambar jelas di bibir Alan. "Ba-baik, darimana kamu tau kalau itu aku?" tanya Amalia penasaran. "Aku tidak sengaja lewat, kebetulan kamu sedang menyebrang, aku melihat sekilas mirip denganmu makanya aku sampai memastikan dan ternyata itu benar, syukurlah kalau kamu baik-baik saja, kamu semakin cantik, Amali
Heni dan anaknya yang kini sudah berusia 2 tahun sedang berbelanja di pusat perbelanjaan, di sana anaknya Heni sangatlah aktif hingga membuat Heni merasa kewalahan. Ketika sedang mengejar anaknya, tak sengaja anaknya Heni menabrak Ammar yang juga ada di tempat yang sama. "Maaf om," ucap anaknya Heni sambil menelungkup kan tangan. "Its okay, boy, what is your name?" tanya Ammar begitu lembut lalu jongkok menyesuaikan tinggi anaknya Heni. "Kenzo, om," jawab anak itu menundukkan kepala karena takut. "Don't afraid, om gak jahat kok, mana mamah kamu?" tanya Ammar celingukan. Tak berselang lama terdengar suara yang tak asing di telinga Ammar, suara wanita yang terus memanggil nama seseorang yang mirip dengan anak kecil di depannya ini. "Itu mamah," jawab Kenzo menunjuk ke arah mamanya yang ternyata itu Heni. Sontak saja Ammar langsung berdiri ketika tau siapa mamahnya. Bagi Ammar dunia terasa begitu sempit kar
Semakin hari bayang-bayang Kenzo selalu menganggu pikiran Ammar, ada rasa ingin tahu lebih besar terhadap anak itu. Ammar juga merasa kebingungan kenapa dia bisa ingin tahu sampai segitunya. Berbekal informan terpercaya, dengan mudah Ammar menemukan semua informasi Kenzo juga Heni. Ternyata mereka masih tetap tinggal di sini namun hanya beda kota saja, jaraknya pun tidak lumayan jauh sehingga Ammar bisa mengendarai mobil dengan santai. 20 menit perjalanan, kini Ammar sudah tiba di sekolahan Kenzo, kebetulan infroman memberitahu pada Ammar jika pukul 12 siang Kenzo pulang sekolah. Untung Ammar datang tepat waktu jadinya ia bisa menjemput Kenzo. "Kenzo... Hei," panggil Ammar setengah berteriak seraya melambaikan tangan. "Om Ammar?" gumam Kenzo lalu menghampiri Ammar. "Pulang bareng om, yuk, mamah belum jemput kan?" ajak Ammar membuat Kenzo sedikit ragu, mamahnya bilang jangan mau jika diajak pulang orang tidak di kenal takutnya na