Setelah memarkirkan mobil, Alan berlari untuk menghampiri perempuan yang ia yakini adalah Amalia.
"Amalia," panggil Alan sambil menepuk pelan bahu Amalia.Orang yang dipanggil Alan pun menoleh, keduanya kini saling bertatapan dalam waktu yang cukup lama.Seolah mimpi, wanita yang ia yakini Amalia ternyata benar, kini pencarian Alan berakhir sudah karena wanita yang disayangi sudah berada di depannya.Amalia juga syok ketika tau orang yang memanggilnya ternyata Alan, itu artinya sia-sia usaha Amalia menghindarinya."Apa kabar? Akhirnya aku menemukanmu," tanya Alan dengan wajah bahagia. Senyum merekah tergambar jelas di bibir Alan."Ba-baik, darimana kamu tau kalau itu aku?" tanya Amalia penasaran."Aku tidak sengaja lewat, kebetulan kamu sedang menyebrang, aku melihat sekilas mirip denganmu makanya aku sampai memastikan dan ternyata itu benar, syukurlah kalau kamu baik-baik saja, kamu semakin cantik, AmaliHeni dan anaknya yang kini sudah berusia 2 tahun sedang berbelanja di pusat perbelanjaan, di sana anaknya Heni sangatlah aktif hingga membuat Heni merasa kewalahan. Ketika sedang mengejar anaknya, tak sengaja anaknya Heni menabrak Ammar yang juga ada di tempat yang sama. "Maaf om," ucap anaknya Heni sambil menelungkup kan tangan. "Its okay, boy, what is your name?" tanya Ammar begitu lembut lalu jongkok menyesuaikan tinggi anaknya Heni. "Kenzo, om," jawab anak itu menundukkan kepala karena takut. "Don't afraid, om gak jahat kok, mana mamah kamu?" tanya Ammar celingukan. Tak berselang lama terdengar suara yang tak asing di telinga Ammar, suara wanita yang terus memanggil nama seseorang yang mirip dengan anak kecil di depannya ini. "Itu mamah," jawab Kenzo menunjuk ke arah mamanya yang ternyata itu Heni. Sontak saja Ammar langsung berdiri ketika tau siapa mamahnya. Bagi Ammar dunia terasa begitu sempit kar
Semakin hari bayang-bayang Kenzo selalu menganggu pikiran Ammar, ada rasa ingin tahu lebih besar terhadap anak itu. Ammar juga merasa kebingungan kenapa dia bisa ingin tahu sampai segitunya. Berbekal informan terpercaya, dengan mudah Ammar menemukan semua informasi Kenzo juga Heni. Ternyata mereka masih tetap tinggal di sini namun hanya beda kota saja, jaraknya pun tidak lumayan jauh sehingga Ammar bisa mengendarai mobil dengan santai. 20 menit perjalanan, kini Ammar sudah tiba di sekolahan Kenzo, kebetulan infroman memberitahu pada Ammar jika pukul 12 siang Kenzo pulang sekolah. Untung Ammar datang tepat waktu jadinya ia bisa menjemput Kenzo. "Kenzo... Hei," panggil Ammar setengah berteriak seraya melambaikan tangan. "Om Ammar?" gumam Kenzo lalu menghampiri Ammar. "Pulang bareng om, yuk, mamah belum jemput kan?" ajak Ammar membuat Kenzo sedikit ragu, mamahnya bilang jangan mau jika diajak pulang orang tidak di kenal takutnya na
Lalu mereka memutuskan untuk pulang karena hari sudah sore, Kenzo sangat bahagia mendapatkan banyak mainan, Heni yang melihat ini langsung merasa sungkan. Akhirnya Kenzo diminta masuk ke rumah setelah mengucapkan terima kasih. "Apa maksud semua ini, Ammar?" tanya Heni tanpa basa-basi. "Maksudmu?" tanya balik Ammar tidak paham. "Dulu kamu meminta kami untuk pergi dari kehidupanmu bahkan jika bertemu tidak sengaja pun aku diminta menjauh, aku sudah melakukan semuanya tapi kenapa sekarang kamu sendiri yang datang menemui kami? Bahkan kamu meminta orang suruhan mu untuk mencari alamat rumah ini serta tempat dimana Kenzo sekolah, apa yang sedang kamu dan keluargamu rencanakan, Ammar?" tuduh Heni menggebu-gebu. Ammar terdiam karena tidak bisa menjawab pertanyaan dari Heni, dirinya pun juga heran kenapa bisa berbuat sejauh ini padahal dulu dirinya lah yang meminta Heni dan anaknya pergi dari hidupnya. "Kenapa diam? Lagi
Sudah satu bulan Ammar tidak bertemu dengan Kenzo, ada rasa rindu di dalam dadanya. Untuk itu, setelah pulang kerja nanti Ammar akan mendatangi rumah Heni untuk mengajak jalan-jalan anaknya. Ketika Ammar tengah fokus bekerja, ada panggilan masuk dari Heni, sudah lama mereka tidak berkomunikasi, tumben sekali menghubungi? karena penasaran akhirnya di angkatlah telepon itu. "Halo," ucap Ammar setelah mengangkat telepon. "Ammar... Tolong ke rumah sakit, Kenzo.. Kenzo sakit, dia terus mengigau namamu," pinta Heni di sela isak tangisnya. Kabar yang sangat mengejutkan bagi Ammar ketika tau hal ini, "Sakit apa Kenzo? Apa yang membuatnya masuk rumah sakit?" tanya Ammar dengan paniknya. "Badannya panas tinggi sekali, tiba-tiba tadi pagi Kenzo kejang, aku panik makanya langsung membawa ke rumah sakit, untung sekarang Kenzo sudah di bilang membaik, beberapa kali menyebut nama kamu terus, makanya aku mohon bisakah kamu datang menjenguk
Hari minggu adalah hari libur bagi anak sekolah juga para pekerja, Ammar teringat pada Kenzo yang mengatakan jika dirinya sudah sehat, ia tidak sabar untuk kembali bermain bersama Ammar. "Mau kemana kamu?" tanya Ina. "Mau ke rumah Heni, mah," jawab Ammar membuat Ina tercengang. "Ngapain kamu masih berhubungan sama wanita itu! Masih banyak wanita di luar sana yang mau denganmu, Ammar!" hardik Ina tidak suka. Bisa-bisanya anaknya itu menelan ludahnya sendiri. "Bukan mau bertemu Heni, tapi bertemu Kenzo, anaknya Heni, Ammar sudah janji untuk menemuinya," jawab Ammar tak mau berdebat. "Dia bukan anak kamu! Jangan terlalu kamu urusi! Carilah istri dan segera berikan mamah cucu!" ucap Ina geram. Ammar tidak menjawab sama sekali malah memilih pergi meninggalkan Ina yang tengah marah. ****Di rumah Heni. Kenzo langsung berlari keluar rumah ketika mendengar suara mobil Ammar, tak lupa senyum ba
Ammar merasa curiga kenapa mamahnya terlihat menyembunyikan sesuatu, ingin menanyakan tapi Ina sudah ada di kamar. Lagian Kenzo juga perlu perhatiannya, akhirnya Ammar memutuskan nanti saja meminta penjelasan mamah ketika mengantarkan Kenzo pulang. "Besok kalau libur sekolah, Om Ammar janji akan membawa Kenzo kesini lagi, nanti bisa berenang sepuasnya, gimana?" bujuk Ammar. "Janji ya, Om," ucap Kenzo memastikan. Sorot mata bening membuat Ammar tidak tega menolaknya. Akhirnya Ammar berjanji liburan nanti Kenzo bisa main kesini lagi. Setelah negosiasi selesai, kini Ammar mengajak Kenzo pulang. Sebelum itu, Ammar mengajarkan untuk berpamitan dengan Ina terlebih dahulu. "Mah, buka pintunya sebentar," ucap Ammar mengetuk pintu kamar Ina. Tak ada sahutan sama sekali, Ammar mengira mungkin saja mamahnya tertidur atau sedang pergi. ****Sesampainya di rumah Heni, tak seperti biasanya Kenzo rewel ketika tau A
"Kamu menyindir mamah? Apa saja sih yang sudah diberikan pada Heni hingga membuatmu seperti ini, apa kamu lupa jika ini adalah mamah kamu? Pantas kamu terus menuduh mamah seperti itu? Gak sopan sekali!!! Apapun yang kamu percaya dengan ucapan Heni itu belum tentu benar, ingat betapa liciknya dia ketika dulu menjadi istrimu! Jangan karena sekarang dia sudah memiliki anak maka kamu kasihan kepadanya, wajah anak kecil memang wajar jika sama apalagi hoby yang kebetulan sama juga, semua anak laki-laki pasti suka superhero, gak mungkin anak laki-laki memilih boneka hello kitty! Pikirkan dengan baik, kamu sudah membuat mamah tersinggung," ucap Ina sangat geram setelah itu melangkahkan kaki ke kamarnya. Ammar merasa bersalah karena sudah terlalu mendesak mamahnya, namun firasat yang ada dalam diri Ammar tidak bisa dibiarkan begitu saja. Tiba di kamar, Ina langsung mengacak-acak semua barang yang ada di depan matanya, teriakan kencang Ina semakin menggambarkan jika saat i
Ammar semakin curiga mendengar perkataan mamahnya barusan, jika Ina tidak mau jujur kepada Ammar maka nantinya Ammar sendiri yang mencari tau. Setelah selesai menelpon, Ina hendak keluar dari kamar karena pikirannya sedang penat. Ammar langsung bergegas bersembunyi di samping meja yang berisi vas bunga besar. Untung Ina tidak menyadari ada Ammar disitu. Ammar mengendap-endap masuk ke kamar Ina lalu menyalin nomor yang barusan dihubungi mamahnya. "Nomor ini yang nantinya akan menjadi jalan bagiku perihal apa yang sudah di rahasiakan oleh mamah, jika tadi mamah tidak menyebut nama Heni dan Kenzo, mana mungkin aku akan nekat membuka ponsel mamah tanpa izin," batin Ammar lalu keluar dari kamar. Setelah keluar dari kamar Ina, kini Ammar sengaja membeli nomor baru untuk menelpon orang misterius ini. Beberapa kali menghubungi tidak juga diangkat, Ammar semakin kesal di buatnya. Tak mau kehabisan akal akhirnya Ammar
"Mamah, kenapa mamah bisa begini? Mamah sakit apa? Kenapa rambut mamah habis?" tanya Kenzo di sela tangisannya. "Mamah baik-baik saja dan nanti akan jauh lebih baik-baik saja, apa Kenzo mau berjanji sama mamah?" tanya Heni dijawab anggukan kepala oleh Kenzo. "Kenzo akan janji kepada mamah asalkan mamah juga janji untuk sembuh," pinta Kenzo yang dijawab anggukan kepala oleh Heni. "Mamah minta jika nanti mamah sudah gak ada, Kenzo hidup yang baik dan penurut ya sama om Ammar, mulai sekarang Kenzo mamah titipkan sama om Ammar, apakah Kenzo bersedia?" tanya Heni membuat tangis Kenzo semakin pecah. Kenzo memberontak ketika tau keinginan Heni, maunya Kenzo tetap hidup bersama Heni sampai selamanya. "Tidak ada manusia yang hidup selamanya, sayang, semua yang lahir sudah digariskan meninggal, mungkin sebentar lagi waktunya bagi mamah meninggalkan Kenzo di dunia ini tapi percayalah jika di alam sana nanti mamah akan selalu mengawasi Kenzo dengan baik," ucap Heni berlinang air mata. "Janga
Hari demi hari telah dilewati dengan begitu cepat, ternyata ucapan Ammar waktu itu memang benar adanya. Sekarang ia lebih sering ke sini dan menghabiskan waktu dengan Kenzo. Heni merasa senang karena kini Kenzo bisa mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang sesungguhnya, dulu sebuah kasih sayang yang diinginkan Kenzo adalah hal paling berat bagi Heni karena mustahil baginya untuk mengemis kepada Lukman, sebelum akhirnya Heni tau bahwa Kenzo adalah anak kandung Ammar. Kini tanpa perlu Heni mengemis pun sebuah perhatian yang diinginkan Kenzo datang dengan sendirinya, setidaknya kini doa Heni terjawab sudah. Tuhan memang terlalu baik kepadanya karena sudah banyak kebaikan demi kebaikan yang diberikan kepada Heni namun dirinya malah sering lalai dalam menjalankan kewajiban. "Terima kasih sudah menepati janji dengan mengunjungi Kenzo lebih sering, dulu, Kenzo sangat menginginkan bagaimana rasanya disayangi oleh Ayah, Kenzo juga menginginkan sebuah
Sudah beberapa hari ini Ino melihat anaknya selalu murung seperti tak ada lagi semangat hidup, bahkan pekerjaan di kantor pun menurun dan banyak sekali yang membatalkan kerja sama karena kurang puas dengan kinerja Ammar. Jika dibiarkan akan semakin buruk ke depannya, makanya itu Ino meluangkan waktu untuk berbincang empat mata bersama anaknya itu. "Hal apa yang sedang menggangu pikiranmu?" tanya Ino tak mau basa-basi. "Gak ada, Pah, hanya lagi capek saja," jawab Ammar berbohong. "Jangan berbohong, Papah tau kamu sedang menyembunyikan sesuatu, bahkan kamu bawa masalah itu dalam dunia bekerja, apa kamu sadar? Banyak yang membatalkan kerja sama karena mereka mengeluh kinerja kamu kurang baik akhir-akhir ini," bantah Ino. "Lebih penting perusahaan daripada anak kamu sendiri, Pah? Dari dulu selalu perusahaan yang di nomor satukan," sindir Ammar tersenyum miris. "Bukan begitu, masalah apa yang sedang kamu alami sampai kamu t
Rona bahagia juga terpancar di wajah cantik Amalia, setelah itu Amalia mencium tangan Alan sebagai bentuk bakti kepada suami. Tak mau melewatkan momen, untuk mengungkapkan kebahagiaannya, Alan mencium kening Amalia dengan penuh penghayatan. "Woi tahan woi, masih ada kita dan pak penghulu disini," celetuk Dafa membuat suasana yang tadi sempat tegang kini menjadi gelak tawa. Alan menahan malu karena sindiran temannya itu, Amalia juga tersipu malu hingga pipinya merah merona. "She's mine, makanya nikah biar gak nyindir mulu," sindir Alan membuat Dafa manyun. Ditengah suasana khidmat pernikahan Alan dan Ammar, ada salah satu penyusup yang ikut menyaksikan momen itu. "Alan juga mantan istrinya anda hari ini melangsungkan pernikahan, bos," ucap seseorang yang mengirim bukti foto serta video kepada Ammar. Melihat bukti yang dikirimkan seseorang kepadanya, membuat Ammar tak bisa menyimpan rasa amarahny
Sepekan kemudian, Seno sudah di perbolehkan untuk pulang, sesuai kesepakatan yang sudah dibuat, kedua orang tua Alan mendatangi rumah Amalia untuk menentukan hari baik sekaligus melamar secara resmi. Tak ada suguhan mewah karena kondisi yang masih seperti ini tidak membuat keluarga Alan tersinggung, justru pihak dari Alan malah meminta maaf karena terkesan terburu-buru, semua ini karena Alan yang selalu mendesak kedua orang tuanya untuk mendatangi rumah Amalia. Alan takut jika nantinya Amalia berubah pikiran lalu kembali ke pelukan Ammar, ia tidak menginginkan itu terjadi. "Maaf ya, Pak, Bu, kalau kedatangan kami terkesan mendadak," ucap Eko sungkan. "Tidak apa-apa justru kami yang minta maaf, semua jadi terhambat karena saya masuk rumah sakit," jawab Seno juga sungkan. Lalu kedua keluarga terlibat obrolan ringan dulu sebelum menuju inti pertemuan. Setelah basa-basi dirasa selesai, kini Eko mengutarakan maksud dan tuju
Karena sudah ada Alan di sini, Seno meminta keduanya mendekat. Alan yang merasa akan ada sesuatu yang terjadi memilih mengikuti alur saja, terlebih dirinya sudah mempersiapkan jauh-jauh hari. "Berhubung kalian sudah datang, bapak akan mengatakan kalau bapak merestui Alan sebagai calon suamimu, sedari dulu Alan sudah mencintaimu nyatanya ketika tau kamu janda pun dia tidak mundur, sekarang semua bapak serahkan kepadamu, Amalia, bagaimana kamu akan memberikan kepastian kepada Alan, jangan terus kamu gantung perasaan seseorang, bapak yakin Alan pria terbaik," ucap Seno dengan suara lemah sambil menyatukan tangan Alan juga Amalia. Mendengar jawaban dari bapaknya membuat Amalia tidak bisa menahan air matanya, dengan suara bergetar, Amalia mengatakan jawaban yang selama ini sudah ia pikirkan dengan matang. "Jika orang tuaku saja dengan mudahnya setuju denganmu, kenapa tidak denganku? Aku menerima lamaran darimu, Alan, tapi aku mohon jangan sakiti aku seperti apa y
Karena sudah ada Alan di sini, Seno meminta keduanya mendekat. Alan yang merasa akan ada sesuatu yang terjadi memilih mengikuti alur saja, terlebih dirinya sudah mempersiapkan jauh-jauh hari. "Berhubung kalian sudah datang, bapak akan mengatakan kalau bapak merestui Alan sebagai calon suamimu, sedari dulu Alan sudah mencintaimu nyatanya ketika tau kamu janda pun dia tidak mundur, sekarang semua bapak serahkan kepadamu, Amalia, bagaimana kamu akan memberikan kepastian kepada Alan, jangan terus kamu gantung perasaan seseorang, bapak yakin Alan pria terbaik," ucap Seno dengan suara lemah sambil menyatukan tangan Alan juga Amalia. Mendengar jawaban dari bapaknya membuat Amalia tidak bisa menahan air matanya, dengan suara bergetar, Amalia mengatakan jawaban yang selama ini sudah ia pikirkan dengan matang. "Jika orang tuaku saja dengan mudahnya setuju denganmu, kenapa tidak denganku? Aku menerima lamaran darimu, Alan, tapi aku mohon jangan sakiti aku seperti apa y
Setelah mendengar jawaban dari Alan justru membuat mood Amalia memburuk. Akhirnya mereka saling diam dalam perjalanan. Kebetulan supir yang disewa Alan adalah temannya sendiri jadi dia sudah tau sedikit perihal masalah yang menimpa mereka berdua. Jika dia jadi Alan mungkin tidak akan kuat untuk terus mempertahankan cintanya yang tak pernah dianggap. "Namanya dua orang saling mencintai tidak selamanya selalu bersatu, terkadang mereka ditakdirkan untuk saling menyakiti meskipun di hati tersimpan perasaan yang sangat rapi, tidak semua dua insan yang saling mencintai itu bisa bersatu, banyak dari mereka berakhir sama-sama memiliki pasangan sembari menyimpan perasaan untuk orang yang ia cintai karena mereka sadar jika bersatu yang ada hanya saling melukai, tak hanya itu, banyak juga dari mereka yang berakhir dengan takdir berbeda alam, itu hal yang paling menyakitkan, mencintai namun alam memisahkan mereka, itu adalah level mencintai paling dramatis dan trag
Alan mengalami mimpi dimana dia juga Amalia sedang bertengkar hebat karena masalah Ammar, berulang kali Alan meyakinkan pujaan hatinya jika hanya dirinya lah yang terbaik bagi Amalia hingga akhirnya Amalia luluh juga. Ketika Alan terbangun, dia merasa sedih karena semua hanyalah mimpi semata, mimpi yang kebanyakan orang mengatakan hanyalah bunga tidur namun kenapa di dalam mimpi rasanya seperti kenyataan? Alan tidak menampik jika dirinya menginginkan mimpi itu menjadi kenyataan, bertahun-tahun menyimpan rasa dengan wanita yang sama itu tidaklah mudah. Bahkan ketika Amalia sudah resmi bercerai pun, Alan tak juga mampu meluluhkan hati Amalia, sungguh mengenaskan sekali nasib percintaannya. Hingga terbesit dalam pikirannya untuk menyudahi perasaan ini terhadap Amalia setelah itu ia akan membuka hati untuk wanita lain, tapi akankah itu semua berhasil? Ketika sedang melamun, Amalia menelpon, sebuah kebetulan yang tidak di sengaj