Gosip yang beredar semakin menyebar luas, ada yang meragukan jika Alan adalah suaminya ada juga yang mengatakan jika Ammar bisa saja selingkuhan lalu ketahuan Alan sehingga terjadi pertengkaran hebat. Karena gosip ibu-ibu yang semakin memanas membuat pak RT harus meluruskan ini semua, disaat Amalia sudah pulang bekerja, tak berselang lama Pak RT menghampiri rumah Amalia yang kebetulan ada Alan juga di sana. "Permisi... Selamat malam," sapa Pak RT dari luar. Karena Amalia sedang bebersih, jadi Alan yang membukakan pintu. Cukup terkejut bagi Alan ketika tau yang bertamu di rumah Amalia adalah Pak RT. "Apakah mbak Amalia ada, mas?" tanya Pak RT dengan senyum ramah. "Ada, Pak, Amalia sedang mandi, mari masuk," jawab Alan mempersilahkan masuk. Setelah itu terjadi perbincangan ringan sebelum akhirnya Amalia ikut menemui. "Ada apa, pak RT?" tanya Amalia penasaran. "Begini, mbak, saya mendapat keluhan
Keputusan yang sangat sulit bagi Amalia karena jika dia memilih tempat tinggal baru, belum tentu tempatnya akan senyaman ini namun jika Amalia tetap di sini, maka dia harus segera menikah dengan Alan. Meminta Alan tidak lagi menemuinya itu sangat tidak mungkin karena terkadang Amalia juga butuh bantuannya. Sungguh dilema yang harus segera ia putuskan segera. "Aku tidak memaksamu untuk menikah denganku secara cepat, semua aku lakukan agar kamu ada yang menjaga, jika status kita begini terus tidak mungkin aku kesini setiap hari dan menemanimu, aku hanya ingin kamu semakin merasa aman dan nyaman," ucap Alan terdengar tulus. Karena hari semakin siang, Alan memutuskan untuk pulang lagian dia merasa tidak enak dengan warga sekitar. Tadi pagi sudah di gerebek masak sampai siang begini belum pulang juga, malah mereka mengira seperti orang yang tidak tau malu. "Jangan pergi, aku gak tau lagi harus bagaimana jika tak ada kamu, Alan, tolon
Selepas pulang kerja, Amalia selalu mencari info kontrakan yang masih dekat dari tempat kerjanya, ada beberapa refrensi yang sudah di survey Amalia sampai akhirnya dia memutuskan untuk memilih rumah sederhana dengan halaman luas namun terlihat sangat menarik. Ya.. Rumah yang hampir sama dengan kemarin namun perbedaannya halaman depan rumah barunya ini ada pohon mangga yang sangat rindang. Beberes seorang diri adalah hal yang melelahkan bagi Amalia namun dia harus tetap semangat, mulai sekarang apapun harus dilakukan sendiri. Semua yang berbau Alan akan mulai ia biasakan untuk handle sendirian. Amalia juga mengganti nomor ponselnya agar tidak ada yang menghubungi bahkan melacak keberadaannya. Rekan kerja pun hanya yang dekat sekali dengan Amalia, itu pun Amalia memohon jangan sampai disebarluaskan. Untungnya teman kerja Amalia mengerti itu, ditengah semua ia usahakan sendiri, Amalia merasa bersyukur karena masih di kelilingi orang-orang yang ba
Setelah memarkirkan mobil, Alan berlari untuk menghampiri perempuan yang ia yakini adalah Amalia."Amalia," panggil Alan sambil menepuk pelan bahu Amalia. Orang yang dipanggil Alan pun menoleh, keduanya kini saling bertatapan dalam waktu yang cukup lama. Seolah mimpi, wanita yang ia yakini Amalia ternyata benar, kini pencarian Alan berakhir sudah karena wanita yang disayangi sudah berada di depannya. Amalia juga syok ketika tau orang yang memanggilnya ternyata Alan, itu artinya sia-sia usaha Amalia menghindarinya. "Apa kabar? Akhirnya aku menemukanmu," tanya Alan dengan wajah bahagia. Senyum merekah tergambar jelas di bibir Alan. "Ba-baik, darimana kamu tau kalau itu aku?" tanya Amalia penasaran. "Aku tidak sengaja lewat, kebetulan kamu sedang menyebrang, aku melihat sekilas mirip denganmu makanya aku sampai memastikan dan ternyata itu benar, syukurlah kalau kamu baik-baik saja, kamu semakin cantik, Amali
Heni dan anaknya yang kini sudah berusia 2 tahun sedang berbelanja di pusat perbelanjaan, di sana anaknya Heni sangatlah aktif hingga membuat Heni merasa kewalahan. Ketika sedang mengejar anaknya, tak sengaja anaknya Heni menabrak Ammar yang juga ada di tempat yang sama. "Maaf om," ucap anaknya Heni sambil menelungkup kan tangan. "Its okay, boy, what is your name?" tanya Ammar begitu lembut lalu jongkok menyesuaikan tinggi anaknya Heni. "Kenzo, om," jawab anak itu menundukkan kepala karena takut. "Don't afraid, om gak jahat kok, mana mamah kamu?" tanya Ammar celingukan. Tak berselang lama terdengar suara yang tak asing di telinga Ammar, suara wanita yang terus memanggil nama seseorang yang mirip dengan anak kecil di depannya ini. "Itu mamah," jawab Kenzo menunjuk ke arah mamanya yang ternyata itu Heni. Sontak saja Ammar langsung berdiri ketika tau siapa mamahnya. Bagi Ammar dunia terasa begitu sempit kar
Semakin hari bayang-bayang Kenzo selalu menganggu pikiran Ammar, ada rasa ingin tahu lebih besar terhadap anak itu. Ammar juga merasa kebingungan kenapa dia bisa ingin tahu sampai segitunya. Berbekal informan terpercaya, dengan mudah Ammar menemukan semua informasi Kenzo juga Heni. Ternyata mereka masih tetap tinggal di sini namun hanya beda kota saja, jaraknya pun tidak lumayan jauh sehingga Ammar bisa mengendarai mobil dengan santai. 20 menit perjalanan, kini Ammar sudah tiba di sekolahan Kenzo, kebetulan infroman memberitahu pada Ammar jika pukul 12 siang Kenzo pulang sekolah. Untung Ammar datang tepat waktu jadinya ia bisa menjemput Kenzo. "Kenzo... Hei," panggil Ammar setengah berteriak seraya melambaikan tangan. "Om Ammar?" gumam Kenzo lalu menghampiri Ammar. "Pulang bareng om, yuk, mamah belum jemput kan?" ajak Ammar membuat Kenzo sedikit ragu, mamahnya bilang jangan mau jika diajak pulang orang tidak di kenal takutnya na
Lalu mereka memutuskan untuk pulang karena hari sudah sore, Kenzo sangat bahagia mendapatkan banyak mainan, Heni yang melihat ini langsung merasa sungkan. Akhirnya Kenzo diminta masuk ke rumah setelah mengucapkan terima kasih. "Apa maksud semua ini, Ammar?" tanya Heni tanpa basa-basi. "Maksudmu?" tanya balik Ammar tidak paham. "Dulu kamu meminta kami untuk pergi dari kehidupanmu bahkan jika bertemu tidak sengaja pun aku diminta menjauh, aku sudah melakukan semuanya tapi kenapa sekarang kamu sendiri yang datang menemui kami? Bahkan kamu meminta orang suruhan mu untuk mencari alamat rumah ini serta tempat dimana Kenzo sekolah, apa yang sedang kamu dan keluargamu rencanakan, Ammar?" tuduh Heni menggebu-gebu. Ammar terdiam karena tidak bisa menjawab pertanyaan dari Heni, dirinya pun juga heran kenapa bisa berbuat sejauh ini padahal dulu dirinya lah yang meminta Heni dan anaknya pergi dari hidupnya. "Kenapa diam? Lagi
Sudah satu bulan Ammar tidak bertemu dengan Kenzo, ada rasa rindu di dalam dadanya. Untuk itu, setelah pulang kerja nanti Ammar akan mendatangi rumah Heni untuk mengajak jalan-jalan anaknya. Ketika Ammar tengah fokus bekerja, ada panggilan masuk dari Heni, sudah lama mereka tidak berkomunikasi, tumben sekali menghubungi? karena penasaran akhirnya di angkatlah telepon itu. "Halo," ucap Ammar setelah mengangkat telepon. "Ammar... Tolong ke rumah sakit, Kenzo.. Kenzo sakit, dia terus mengigau namamu," pinta Heni di sela isak tangisnya. Kabar yang sangat mengejutkan bagi Ammar ketika tau hal ini, "Sakit apa Kenzo? Apa yang membuatnya masuk rumah sakit?" tanya Ammar dengan paniknya. "Badannya panas tinggi sekali, tiba-tiba tadi pagi Kenzo kejang, aku panik makanya langsung membawa ke rumah sakit, untung sekarang Kenzo sudah di bilang membaik, beberapa kali menyebut nama kamu terus, makanya aku mohon bisakah kamu datang menjenguk