“Ah, dia–”
Namun, Shiera tidak melanjutkan gumamannya dan buru-buru menunduk, membungkuk hormat.“Tidak mungkin. Pria semalam rambutnya lebih gondrong,” batin Shiera. “Tidak mungkin dia. Aku pasti hanya terkejut karena tatapan dinginnya yang sama.”Kemudian, Shiera memasuki ruang pertemuan bersama Tuan Hale dan Tuan Hale Junior, Dave Hale."Saya, David Rolex Hale. Terima kasih Bapak Ibu telah memberi saya kesempatan untuk bergabung dan memimpin perusahaan yang telah kami rintis secara turun temurun ini. Ayah, sudah saatnya beristirahat dan menikmati masa tuanya, maka saya lah di sini yang akan menggantikannya untuk memutar roda ekonomi perusahaan ini."Dalam hati, Shiera mencibir. Memberi kesempatan? Siapa yang dia maksud memberi kesempatan. Bukankah karyawan-karyawan di sini di paksa untuk mematuhi dan menerima siapa pun pimpinan yang akan menggantikan generasi sebelumnya, batin Shiera malas.Melihat cara berbicara Dave, sepertinya pria ini akan terlalu rumit untuk di layani. Usai pertemuan singkat perkenalan Dave dengan para staf eksekutif perusahaan, Dave memasuki ruang kerja barunya. "Shiera."Shiera mengulurkan jari, menekan tombol interkom."Ya, Tuan.""Kalau aku memanggilmu, kau tidak perlu menjawab melalui interkom!"Shiera menatap bingung. "Lalu bagaimana?" desisnya pelan, tanpa menekan tombol jawab pada saluran interkom."Masuk!" teriak Dave dari dalam ruangan.Mengertakkan gigi, Shiera memakai sepatunya dan mengetuk pintu ruangan Dave, lalu masuk."Lama sekali! Kau ini seorang sekretaris, seharusnya jangan terlalu lamban menanggapi panggilan."Shiera menelan ludah dengan kasar. "Maaf, Tuan," katanya, menahan kesal."Tanda tangani ini!" Dave menyodorkan selembar kertas di atas meja, berbicara dengan nada perintah."Apa ini, Tuan?""Apa kau buta huruf?" tanya Dave dingin.Ingin mengumpat, tetapi Shiera masih ingat posisinya sebagai sekretaris. Jadi Shiera menarik nafas panjang, lalu duduk di depan Dave dan mulai membaca.Peraturan sekretaris pribadi. Ada 12 poin yang harus Shiera ikuti. Apa-apaan ini. Dulu Tuan Jordan tidak pernah membuat perjanjian konyol seperti ini. Tidak berkeluarga, tidak hamil, tidak memiliki anak (kandung maupun adopsi), tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan perusahaan, tidak mengajukan cuti di akhir tahun, bekerja di bawah tekanan, di luar jam kerja, ke luar kota tanpa batasan waktu, bisa berkendara jauh, mampu menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat jika dibutuhkan, mampu menggunakan gadget, mengikuti perkembangan teknologi dengan baik."Bagaimana jika saya keberatan?" tanya Shiera, menatap datar Dave."Maka silahkan mengajukan surat pengunduran dirimu sekarang juga ke bagian HRD.""Tapi saya tidak akan mengundurkan diri.""Kualifikasi yang dibutuhkan sekretaris baru kami seperti yang sudah kau baca.""Saya memenuhi kualifikasi, tetapi saya tidak setuju.""Kalau begitu kamu dianggap tidak memenuhi kualifikasi.""Kalau begitu pecat saya."Dave mengulum senyum sinis di sudut bibirnya. "Kau cukup cerdik sebagai seorang sekretaris Bos Besar. Apa yang sudah kau lakukan selama ini kepada ayahku, sehingga pria tua itu mempertahankanmu selama ini?""Saya tidak pernah melakukan apa pun untuk memanipulasi pekerjaan saya terhadap Tuan Jordan. Saya hanya bekerja sesuai kemampuan dan kualifikasi yang saya miliki, dan dibutuhkan oleh perusahaan," jawab Shiera dingin dan tegas."Jadi, kau merasa bahwa kau telah memenuhi seluruh kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan?""Ya.""Kalau begitu tanda tangani itu.""Saya tidak setuju.""Tapi kau harus. Ini peraturan perusahaan yang baru.""Sejak kapan?" tantang Shiera tanpa rasa takut sedikit pun."Sejak saya duduk dibalik meja kerja ini sebagai bos mu!""Kalau Tuan merasa saya tidak memenuhi kualifikasi yang Tuan inginkan, kenapa tidak memecat saya saja?" tantang Shiera berani."Karena memecatmu, itu artinya kami harus mengeluarkan pesangon yang tidak sedikit. Aku yakin dengan kecerdasan yang kau miliki, kau pasti memahami itu."Shiera kembali mendengus keras. Ya, tentu saja Shiera mengerti. Itu kenapa dia meminta di pecat, alih-alih membuat surat pengunduran diri. Shiera hanya tidak menyangka bos barunya ini akan mengatakannya secara terang-terangan bahwa perusahaan tidak ingin memberinya pesangon."Baik. Saya akan tanda tangani perjanjian ini, namun dengan syarat.”“Kau ini karyawan, tidak perlu mengajukan syarat.”“Kalau begitu saya tidak akan menandatangani perjanjian konyol ini. Maaf, tetapi silahkan pecat saya kalau saya memang dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan.” Shiera meletakkan kembali lembar perjanjian ke atas meja, kedua tangannya bersedekap, menunggu.Dave menatap tajam Shiera. Di balik sorot mata tajam dan wajah dinginnya terdapat kilat ketertarikan pada sikap Shiera yang tidak biasa. Keberanian Shiera menantangnya dengan mengajukan syarat untuk penandatanganan perjanjian itu, menunjukkan dia memiliki seseorang di dalam perusahaan yang pasti akan melindungi posisinya, dan itu membuat Dave penasaran.“Baik. Ajukan syarat yang kau inginkan,” kata Dave, akhirnya. Rasa penasaran membuatnya mengalah pada permintaan wanita itu.Shiera menahan senyum tipis di sudut bibir, mendapati kemenangannya.“Apa yang kau inginkan?”“Pembayaran uang lembur dihitung per jam dari tiap pekerjaan di luar jam kerja. Uang jalan untuk setiap perjalanan ke luar kota, tambahan uang lembur di hari non efektif dan di luar schedule. Kompensasi hidup mandiri dan tidak berkeluarga. Serta konsekuensi sebesar 20% dari total gaji, pada tiap keterlambatan pembayaran gaji yang dilakukan oleh perusahaan.”Dave membelalak kaget. “Apa kau sudah gila?!” teriaknya marah.Shiera tersenyum sinis. “Syarat yang saya buat, tidak lebih gila dari Syarat yang Tuan ajukan,” jawabnya tenang. Dalam hati ia tertawa keras atas kemenangan yang akan segera diraihnya. Dave menatap marah Shiera, wajahnya memerah menahan kekesalan. “Baik. Aku setuju dengan syarat mu!” jawab Dave.Shiera terkesiap, kedua bola matanya membulat. Bukan ini yang ia inginkan dari pengajuan syarat yang ia usulkan.“Aku setuju dengan seluruh syarat yang telah kau ajukan. Aku akan mengganti isi perjanjiannya.”Dave mengetik dengan lincah di balik layar komputernya. Sebentar kemudian alat cetak di sampingnya berbunyi, tanda sedang mencetak kertas.“Tanda tangani ini!”Shiera menelan ludah. “Maaf, saya harus membacanya ulang,” katanya, mencoba mengulur waktu untuk mencari celah. Shiera menerima kertas perjanjian yang telah diperbarui Dave dan mulai membacanya ulang. Setelah membaca keseluruhannya, Shiera tidak memiliki pilihan lain selain membubuhkan tanda tangannya di atas kertas. Setelah menandatangani perjanjian konyol itu, Shiera mendorong kembali kertas perjanjian ke hadapan Dave."Dasar iblis! Bisa-bisanya baru hari pertama di kantor, sudah sangat menyebalkan. Bagaimana kalau dia berada di sini selama belasan tahun. Bisa gila aku dibuatnya." Shiera menggerutu sendiri di balik laptop, membuka email satu per satu untuk mengecek pekerjaan yang berhubungan dengan bos barunya."Shiera." Intercom kembali menyala dan suara Dave menggema keluar.Shiera berdiri, berjalan masuk ke ruangan Dave, membuka pintu tanpa mengetuknya."Ada yang bisa di bantu, Tuan?" tanya Shiera, berusaha mati-matian menekan nada kekesalan di dalam suaranya."Ayahku bilang ada beberapa dokumen kontrak yang baru ditandatanganinya, dan dia ingin aku mempelajarinya."Shiera berjalan pelan ke depan meja Dave, membuka tumpukan dokumen di sudut meja dan menggesernya ke depan Dave."Ini semua dokumen yang sedang berjalan, Tuan. Semuanya sudah ditandatangani oleh Tuan Jordan."Dave mengangguk menatap tumpukan dokumen di depannya."Kau boleh keluar."Shiera berbalik keluar, membuka pintu."Eh, dan buatkan aku kopi. Gulanya 0.1 gram, kopi 3 gram, creamer 1 gram. Di seduh dengan air pada suhu titik didih 100°C, jangan menggunakan gelas kaca, pakai gelas keramik."Shiera menoleh, menatap heran pada Dave sampai tak terasa kedua alisnya tertaut."Kenapa?" tanya Dave, mengangkat satu alisnya."Tidak," jawab Shiera datar, lalu melanjutkan langkah keluar ruangan Dave.Shiera berjalan dengan langkah kesal, menuju dapur untuk memesankan kopi Dave pada OB yang bertugas."Wah, yang punya snack mahal, senang sekali kelihatannya. Brondong, manis, mahal, berkelas. Pasti sangat lezat dinikmati di sela-sela penatnya pekerjaan, bukan?" celetuk Vania, bersandar di dinding lorong kamar mandi menatap Shiera yang berjalan kembali dari dapur.Shiera tidak menghentikan langkah, terus berjalan melewati Vania seolah tidak mendengar apapun.Shiera kembali duduk di tempatnya, menatap tubuh Vania yang berjalan melewatinya dengan pantat dan dada yang di tonjolkan. Wanita binal itu memang terlihat sangat cantik dengan tubuh seksi yang dimilikinya, yang Shiera yakin bisa membuat Dave meneteskan liur jika melihatnya duduk dengan kaki menyilang dan paha terbuka."Kalau kau mau, ambil saja bayi bongsor berdasi itu untukmu, Vania. Kau belum tahu saja betapa merepotkannya dia dengan segala permintaannya yang aneh-aneh." Shiera membatin, masih dengan hati dongkol dan perasaan kesal yang membara di dadanya.Shiera meraih ponsel dari laci meja, menekan satu nomor kemudian menekan tombol panggil.“Hai, Tasya. Apa kau sibuk?”“Sedikit. Apa apa, Shie?”“Kita makan siang di luar. Aku ingin bercerita banyak padamu.”“Kau sepertinya sedang sangat kesal. Apa yang terjadi?”“Bos Junior itu membuatku kesal. Jangan ditanya di sini, atau aku akan mengumpatnya sekarang juga!”“Baiklah, baiklah. Tahan emosimu sepuluh menit lagi. Aku akan ke tempatmu nanti.”Sambungan terputus, Shiera mengembalikan ponsel ke dalam laci mejanya.“Lihat saja, Hale. Aku akan mencari kelemahanmu, dan aku akan membalas perlakuan aroganmu padaku. Sudah saatnya ada yang menundukkan kepalamu yang sekeras batu itu agar kau bisa melihat betapa kusam ujung sepatumu!” Shiera berdesis kesal, sementara tangannya membereskan barang-barang ke dalam tasnya.Shiera cemberut sembari tangannya mengaduk-aduk gelas berisi lemon tea di depannya."Rasanya aku ingin resign saja dari sana. Semoga dia segera menggantikanku dengan Vania!" gerutu Shiera."Eeh ... jangan lah, Shie. Tahan lah sebentar lagi saja, siapa tahu dia berlagak hanya di awal-awal saja," Tasya mencoba menenangkan."Tidak mungkin, Tasya. Dia itu sudah menjengkelkan sejak dari orok rasanya. Kau tahu, meminta kopi saja harus di takar berapa kopi, gula dan creamernya. Belum lagi suhu airnya harus tepat 100°C. Gelasnya harus gelas keramik.""Ya suhu 100°C kan mungkin artinya airnya harus mendidih dengan sempurna, Shiera. Dia mungkin kembung kalau minum kopi dengan air yang kurang matang. Dan soal gelas, itu karena gelas keramik menahan panas lebih lama. Jadi kopinya tidak cepat dingin, kau tahu?""Dan takaran campurannya? Harus gitu di takar dengan sempurna?" tanya Shiera, memelotot galak."Yah, siapa tahu dia memiliki sakit tertentu yang mengharuskannya menjalani diet ketat, kan. K
Usai makan siang bersama Tasya, Shiera kembali ke ruangannya."Shiera." Suara Dave memanggil dari interkom.Shiera berdiri dengan malas, berjalan masuk."Tolong reschedule jadwalku sore nanti, karena aku harus sampai di rumah pukul 18.00.""Maaf, Tuan. Tapi jadwal nanti sore adalah pertemuan dengan tim dokter Ishaac yang akan mempresentasikan kerjasama kita di ....""Reschedule!"Shiera diam, menatap kesal pada bos besar di hadapannya. Pertemuan ini begitu penting dan Dokter Ishaac adalah orang penting nomor dua di negaranya. Bagaimana mungkin pria gila di depannya ini dengan seenaknya mereschedule jadwal pertemuan mereka secara mendadak."Kau mendengarku?" tanya Dave dingin."Ya, Tuan. Akan saya lakukan," jawab Shiera tak kalah dingin, kemudian melangkah keluar."Dasar pria bo*oh! Bagaimana mungkin dia membatalkan acara pertemuan dengan orang sepenting ini. Apa dia tidak tahu siapa Dokter Ishaac Broom? Konyol sekali dia." Shiera menggerutu, meraih gagang telepon dan mulai menghubungi
Shiera menimbang, beranikah ia melakukan apa yang telah terbentuk di dalam kepalanya. Shiera mengukur seberapa cepat langkahnya bisa mencapai pintu yang terbuka, jika Dave murka.Setelah yakin dirinya bisa selamat dari kemurkaan Dave, Shiera segera mengangkat kertas di tangannya dan dengan kecepatan kilat merobeknya menjadi dua lalu empat bagian.Dave menatap dingin, tidak bergerak di tempatnya.Shiera balas menatap Dave, jantungnya berdegup empat kali lebih cepat, menunggu saat-saat kapan Dave akan menerkamnya dengan buas karena ia telah merobek surat perjanjian yang telah ditandatanganinya di atas materai."Tidak ada perjanjian, tidak ada pesta." Shiera mengatakan dengan sisa-sisa keberaniannya yang sudah sangat tipis.Dave kembali menampilkan senyum iblis di sudut bibirnya. "Tidak masalah. Untungnya aku bukan pria naif yang tidak mempertimbangkan segala kemungkinan yang akan kau lakukan dengan kertas salinan itu, Shiera. Sekarang cepatlah bersiap sebelum aku berubah pikiran. Kau te
Shiera berjalan beriringan dengan Dave, sengaja menahan sedikit langkahnya agar tidak berada tepat di sisi Dave. Shiera tidak ingin seseorang menganggapnya wanita murahan karena berjalan dengan atasannya terlalu dekat. Mereka datang hanya sebagai atasan dan sekrrtaris pada umumnya, bukan sebagai apa pun."Kenapa? Malu berjalan denganku?" tanya Dave dingin, saat langkah kaki Shiera semakin melambat.Shiera mendongak. "Tidak.""Kalau begitu kenapa menjauh?""Saya tidak menjauh. Hanya saja langkah kaki Tuan terlalu lebar," jawab Shiera datar."Kalau begitu pegang lenganku agar aku bisa menahan langkahku dan menyamakannya dengan langkahmu yang pendek."Shiera menatap belakang kepala Dave, senyumnya mencibir. Dalam hati ia berteriak, "Ogah!""Kalau tidak mau, maka kau yang harus menyamakan langkahmu denganku, jangan berjalan di belakangku seperti seorang gundik!"Shiera menelan ludah, menatap kesal Dave sembari memperlebar pangkah kakinya untuk menjajari pria itu."Jangan membuatku malu sa
"Tidak!" teriak Shiera, seketika berdiri."Hei, hei, hei ... jangan coba-coba membantah, gadis manis. Kau ikuti permainan kami, atau bersiap angkat kaki dari perusahaan." Vania memicing keji, menatap Shiera penuh benci."Aku lebih baik keluar dari tempat laknat itu dari pada harus berurusan dengan kalian semua!""Aaah ... begitu rupanya. Baiklah, kalau begitu aku menyerah. Sekarang duduklah kembali, Shiera," kata Ron lembut, mendorong gelas dan botol gin menjauh dari mereka.Shiera menatap curiga."Aah, Shiera. Jangan menatapku seperti itu, sayang. Pak Dave menitipkan mu di meja kami, tentu kami tidak akan berani menyakitimu, bukan."Shiera tahu itu hanya jebakan belaka, namun ia tetap duduk perlahan, karena Shiera ingat bahwa Dave melarangnya pergi kemana pun.Sret! Cuup ...."Urgh!"Cekrek!Shiera mendorong kuat tubuh Ron, mengumpat marah."Stop mengumpat dan melarikan diri, Shiera, atau foto ini akan menyebar ke seluruh dunia!" Vania mengancam, menunjukkan layar ponselnya yang mena
"Sudah sampai, Pak." Shiera mendudukkan Dave di atas sofa. Meski hanya memegangi pria itu, tapi rasanya berat sekali.Dave menahan tubuh Shiera saat Shiera beranjak pergi, menariknya hingga Shiera terjatuh ke pangkuan Dave."Oh, maafkan saya, Pak. Maaf. Sebentar, saya buatkan minuman hangat untuk Anda." Shiera kembali berdiri dan segera berlari ke dapur."Shiera! Toilet.""Hanya ada stau di kamar saya, Pak. Gunakan saja, tidak apa-apa."Dave segera berdiri, berjalan sempoyongan menuju kamar Shiera dan langsung menghambur ke toilet. Dari dapur, Shiera bisa mendengar Dave memuntahkan kembali seluruh isi perutnya.Shiera menyeduh jahe hangat yang ia tahu dapat mengurangi gejala mual akibat terlalu banyak minum. Shiera menemukan ilmunya di internet, saat Ron dalam keadaan mabuk berat hingga tak mampu berdiri.Shiera membawa cangkir jahe ke dalam kamar, menemukan Dave masih berada di dalam kamar mandi."Aaagrh! Sialan!" teriak Dave murka. Shiera meletakkan
Shiera menutup tubuhnya dengan selimut, menangis tersedu. Dave memeluknya dengan erat, tak henti-hentinya ia mengucap maaf pada Shiera."Shiera, jangan diam saja. Pukul aku, Shiera. Pukul aku. Marah saja padaku, tetapi jangan siksa aku dengan diam mu."Shiera menggeleng lemah."Aku berjanji akan menikahi mu, Shiera. Aku berjanji. Aku akan bertanggung jawab padamu. Sudah ku katakan padamu, aku mencintaimu."Shiera masih diam, terisak."Aku benar-benar minta maaf, Shiera. Pengaruh minuman itu membuatku gila. Aku sudah menahannya, tetapi aku tak tahu itu benar-benar aku lakukan dan tanpa pengaman. Tapi kau bisa yakin aku bersih, Shiera."Perlahan Shiera mendongak. "Apa maksudnya?" tanya Shiera terbata.Dave menatap wajah bengkak Shiera yang basah oleh air mata, mengusapnya dengan kedua ibu jarinya perlahan."Maaf telah merusakmu. Aku berjanji akan bertanggung jawab penuh padamu. Kalau pun kau hamil, jangan pernah kau singkirkan anak kita, Shiera. Kau har
"Dave! Aku tidak mau. Aku mau berpakaian dulu! Ini menjijikkan."Dave terbahak, urung membuka pintu dan berjalan kembali. Dave menurunkan Shiera di depan almari pakaiannya."Ganti baju!""Aku mau mandi dulu.""Ganti bajumu!""Tapi kau juga harus memakai baju!" Shiera balas memerintah."Kenapa?""Aku ngeri melihat itu!"Dave kembali tertawa. "Baiklah, tapi dengan satu syarat."Shiera mengerutkan kening, menatap curiga."Kau tidak bisa lepas dari pangkuanku.""Sudah ku duga! Pasti hanya menguntungkan mu semata," gerutu Shiera, memilah pakaiannya dan mulai mengenakannya."Kau terlihat sangat cantik dan semakin seksi," kata Dave, meraih pinggang Shiera yang mengenakan kaus over size dan celana hot pantas."Tapi aku tidak menyukai celana mu ini. Lepaskan saja.""Terus?""Kaus ini sudah cukup panjang. Toh celana mu juga tidak terlihat. Lepaskan!""Tidak mau!" Shiera melangkah pergi, meninggalkan Dave yang masih mematung menatap kemolekan tubuh kekasih barunya.Shiera langsung ke dapur, memb
Dave terbahak melihat wajah kesal Shiera. Baru pertama kalinya dia berhasil membuat Shiera begitu kesal."Aku senang sekali melihatmu begitu kesal. Wajahmu yang cemberut itu sangat manis sekali."Plak! Shiera memukul tangan Dave yang berusaha mencubit dagunya yang lancip."Nah, begitu lebih manis, Sayang. Semakin kau sulit ditaklukkan, kau semakin menarik."Shiera menatap marah pada Dave sebelum kembali menatap keluar jendela.Dave mengemudi dengan senyum lebar, beberapa kali matanya melirik ke arah Shiera yang masih cemberut kesal.Lima puluh menit, mobil keluar dari pintu tol."Di mana ini?""Kota Milea.""Kau membawaku keluar kota hanya untuk makan siang?""Kau tidak mau seseorang menemukan kita, kan?"Shiera kembali cemberut."Ada kedai mie yang sangat aku sukai di rest area.""Rest area? Tapi ini sudah keluar tol.""Hmm. Kita akan berputar dan masuk kembali, karena rest area yang akan kita tuju berada di sisi perjalanan pulang.""Astaga ...!" Shiera menepuk dahinya.Dave tertawa
"Pak Dave, tolong ijinkan saya mengikuti presentasi itu sekali ini saja. Saya berjanji akan memberikan yang terbaik untuk perusahaan, dan saya akan membuat Anda memenangkan tender itu." Vania mengiba di depan Dave, saat pria itu berjalan keluar ruangan.Tiba-tiba saja Dave mendadak tuli. Pria itu berjalan menjauh dari Vania, diikuti Shiera."Dave, kau bilang tender itu untuk perusahaan pribadimu, kan?" tanya Shiera, begitu keduanya berada di dalam lift dan bebas dari jangkauan telinga panjang Vania."Hm," jawab Dave singkat."Tetapi kau maju menggunakan nama perusahaan ini?""Tidak. Aku mengatasnamakan perusahaan cabang.""Bodoh!" umpat Shiera.Dave membelalak kaget, menatap Shiera tidak setuju."Kau ini Direktur Tinggi Perusahaan, tetapi begitu bodoh.""Kenapa kau mengatakan itu?""Apa perusahaan itu masih membuka kesempatan untuk tender lain?""Ya. Waktunya masih dua hari lagi.""Kalau begitu biarkan Vania melakukan presentasinya untuk perusahaan ini, atau perusahaan cabang mana pun
Shiera berjalan memasuki gedung kantor yang sudah satu minggu ia tinggalkan. Rasanya agak asing, datang ke tempat ini sebagai orang lain."Shiera! Kau ke mana saja, hah? Ku pikir kau benar-benar mengundurkan diri."Shiera tersenyum menatap sahabatnya."Bukankah sudah aku katakan aku sakit, waktu mengunjungi kakak ku?""Ya, sih.""Nah, kalau begitu ayo sekarang kembali bekerja sebelum bos galak kita datang.""Kau tahu, Shie, satu minggu ini dia begitu uring-uringan seperti buaya kelaparan.""Oh, ya?" tanya Shiera, menatap ingin tahu."Hm. Karena dia memintaku menggantikanmu sebagai sekretaris, tetapi pak Steve memberinya Vania, dengan alasan aku terlalu vital untuk dikeluarkan dari bagian keuangan.""Jadi Vania menempati ruanganku?""Oh, tidak. Aku juga bertanya-tanya soal itu. Pak Dave memintanya tetap bekerja dari tempatnya. Mungkin karena pak Dave malas berada dekat-dekat dengan Vania," jelas Tasya, sahabat Shiera.Shiera nyengir puas. "Baguslah," katanya.Shiera kembali pada pekerja
Pagi menjelang acara pernikahan. Sebuah acara pernikahan tertutup dan tersembunyi, hanya dihadiri beberapa tokoh pernikahan dan tiga saksi yang tak lain adalah orang kepercayaan Dave sendiri. Bahkan kakak Shiera tidak bisa hadir karena pekerjaannya tidak dapat ditinggalkan sama sekali. Pria itu hanya menjadi saksi virtual menggunakan ponsel."Selamat atas pernikahan kalian."Shiera dan Dave menoleh kaget, saat keduanya bersiap memasuki mobil dan pulang."Papa?!"Pria tua beruban itu berjalan mendekat, mengangguk lemah."Tuan." Shiera menyapa takut, pria yang juga merupakan mantan bosnya di perusahaan itu."Maaf aku datang terlambat.""Tidak apa. Semuanya sudah selesai," jawab Dave dingin."Aku hanya ingin menyampaikan ini padamu, Dave. Mungkin bisa berguna kalau suatu saat nanti ibumu mengetahui perihal pernikahan kalian." Ayah Dave mengeluarkan amplop coklat lebar dan menyerahkannya pada Dave."Apa ini?" tanya Dave, menerimanya."Jangan di buka sekarang. Nanti saja kalau sudah di ruma
Perlahan Dave menarik dagu Shiera hingga wajah manis itu mendongak menatapnya, lalu dengan lembut ia menempelkan bibirnya pada bibir ranum Shiera."Aku mencintaimu, Shiera. Apa pun yang terjadi, aku akan tetap mencintaimu," bisik Dave di antara lumatan bibirnya yang tak pernah ingin dia lepaskan."Dave ....""Hm."Tidak ada lagi kata yang mereka ucapkan, hanya hati mereka yang saling berbicara. Tanpa Shiera mengatakannya pun, Dave tahu Shiera telah jatuh cinta padanya, sama seperti dirinya."Shiera. Aku akan menikahimu," bisik Dave, melepas pagutan mereka dan menghapus sisa basah pada bibir Shiera."Bagaimana dengan orang tuamu, Dave? Apa mereka setuju?"Dave diam."Dave?"Dave kembali menatap Shiera. Tanpa pria itu mengucapkan kalimatnya, Shiera mengangguk. Tatapan mata Dave sudah cukup berbicara dan membuat Shiera mengerti."Aku tidak tahu, Dave. Apakah baik menikah tanpa persetujuan orang tuamu.""Aku sudah dewasa, Shiera. Di sini, pria
Dave membeku di kursinya, mendengar penolakan keras kedua orang tuanya tentang wanita pilihannya."Kau ini putra pengusaha terpandang, Dave. Pemilik perusahaan terbesar di kota. Apa kata orang kalau kau menikah dengan wanita murahan seperti dia," cerca ibu Dave dengan wajah kesal."Mama! Shiera bukan wanita murahan, Ma. Dia wanita baik-baik.""Dan berasal dari golongan rendah. Memangnya kamu tahu latar belakang orang tuanya? Bukankah dia tinggal sendirian di sini?""Shiera memiliki kakek, Ma.""Pria pembersih kaca gedung itu?"Dave menghela nafas panjang."Dave, Dave ... kau itu sudah mama jodohkan dengan Vania. Itu kenapa papa kamu memberikan perusahaan itu padamu, supaya kau bisa lebih dekat dengan Vania.""Tapi aku tidak menyukai dia, Mama. Dia gadis manja yang tidak bisa apa-apa. Sangat berbeda dengan Shiera.""Aah! Memang seharusnya Papa mengganti posisi wanita itu sebelum kau masuk. Papa juga begitu, sih. Jelas-jelas Vania memiliki pendidikan yang lebih baik dan lebih tinggi, ke
"Aku akan menikahimu, Shiera," kata Dave, begitu pagutan hangat keduanya terlepas."T-tunggu! Kenapa harus secepat itu?" tanya Shiera terkejut."Karena aku tidak ingin kau berubah pikiran. Ku anggap kau telah menerimaku hari ini, dengan menciumku.""Tapi ... aku belum siap.""Apa yang perlu kau siapkan? Harta aku punya banyak, kekuasaan juga tak kurang, cinta pun aku memiliki sepenuhnya untukmu.""Tidak, bukan itu. Aku ... belum siap menyandang gelar nyonya, itu yang pertama.""Dan kedua?""Dan yang kedua ... aku ...." Shiera menunduk."Shiera, katakan Sayang. Katakan padaku apa pun yang menjadi beban di dalam hatimu." Dave mengangkat wajah Shiera, namun tatapan Shiera tetap tertunduk, kepalanya menggeleng ringan."Shiera, please.""Dave ... ku pikir, kedua orang tuamu tidak akan setuju denganku."Dave mengulum senyum, lega mendengar alasan Shiera berada di pihaknya."Dengar, Shiera. Aku tidak membutuhkan wali untuk menikahimu. Jadi, setuju atau pun tidak orang tuaku padamu, aku berja
"A-aku tidak mau, Dave. Budaya kita mungkin budaya bebas, tetapi aku tetap orang Timur yang menjaga budaya kesopanan. Kau bisa melakukan apa pun sekehendak mu, tetapi tidak dengan menjatuhkan harga diriku!" desis Shiera marah.Dave tersenyum sinis. "Hah! Baiklah wanita keras kepala. Toh aku pun tidak sudi tinggal di apartemen kecil seperti ini. Kau bisa mengubah satu ruang kamarmu untuk ruang kerja pribadimu. Aku tahu kau bekerja paruh waktu dari rumah, kan."Shiera diam. Meski kaget Dave mengetahui pekerjaan sampingan yang diambilnya, tetapi Shiera tidak heran. Dave pasti sudah mencari tahu apa pun tentang dirinya, termasuk hal terkecil seperti pekerjaan freelance sekali pun."Terima kasih, sudah memberiku fasilitas semewah ini," kata Shiera saat Dave berjalan tenang mendekati pintu. Tanpa menjawab, pria dingin itu membuka pintu dan keluar begitu saja.Shiera mendengus kasar. Ia berjalan ke arah dapur, menyeduh secangkir teh madu untuk menenangkan saraf-sarafnya yang tegang."Haah! D
"Dave! Aku tidak mau. Aku mau berpakaian dulu! Ini menjijikkan."Dave terbahak, urung membuka pintu dan berjalan kembali. Dave menurunkan Shiera di depan almari pakaiannya."Ganti baju!""Aku mau mandi dulu.""Ganti bajumu!""Tapi kau juga harus memakai baju!" Shiera balas memerintah."Kenapa?""Aku ngeri melihat itu!"Dave kembali tertawa. "Baiklah, tapi dengan satu syarat."Shiera mengerutkan kening, menatap curiga."Kau tidak bisa lepas dari pangkuanku.""Sudah ku duga! Pasti hanya menguntungkan mu semata," gerutu Shiera, memilah pakaiannya dan mulai mengenakannya."Kau terlihat sangat cantik dan semakin seksi," kata Dave, meraih pinggang Shiera yang mengenakan kaus over size dan celana hot pantas."Tapi aku tidak menyukai celana mu ini. Lepaskan saja.""Terus?""Kaus ini sudah cukup panjang. Toh celana mu juga tidak terlihat. Lepaskan!""Tidak mau!" Shiera melangkah pergi, meninggalkan Dave yang masih mematung menatap kemolekan tubuh kekasih barunya.Shiera langsung ke dapur, memb