Jika orang biasanya di malam minggu akan menghabiskan waktu bersama pasangan, maka lain halnya dengan Violet, Gilang, dan Danis. Tahulahkan mereka itu jomblo semua. Jadi seperti rutinitas biasa, mereka akan menghambiskan waktu bersama di rumah Violet malam ini. Rumah Violet tidaklah sebesar rumah teman-temannya yang lain, rumahnya lebih ke desain minimalis dengan warna monocrome. Di dalam rumahnya banyak barang-barang antik, koleksi abangnya. Halamannya tidak terlalu luas, setidaknya cukuplah untuk tiga mobil parkir di halamannya. Di depan dan belakang rumah Violet banyak ditumbuhi bunga hias.
Violet menatap bosan ke arah tv yang menyiarkan siaran unfaedah, apa di kota ini sudah tidak ada lagi berita yang lebih bagus? Dan kenapa sampai jam menunjukkan pukul delapan malam mereka belum juga sampai. Apa jarak rumah mereka begitu jauh sampai harus telat satu jam? Violet menuju kamarnya di lantai atas, menyusun novel-novel yang baru saja dibelinya tadi siang.
Suara lemparan yang mengenai jendela kamarnya mengalihkan perhatian Violet. Violet tahu siapa pelaku dari pelemparan batu ke jendelanya, ia pun segera membuka jendela.
"Dan---"
Bruk!
Wajah Violet tertampar sebuah buku tulis yang terbang dari seberang sana.
"Gue OTW." Danis segera menutup jendela kamarnya dan bergegas menuju rumah tetangganya itu sebelum wajah tampannya rusak.
Mendengar ketukan di pintu utama, dengan terpaksa Violet menyeret kakinya menyusuri tangga yang sebenarnya hanya sebanyak dua belas anak tangga. Membuka kan pintu untuk dua orang yang di tunggunya. Violet melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap ke arah kedua temannya, meminta penjelasan atas keterlambatan mereka.
"Gue nungguin nyokap buat kue, ini kuenya gue bawa buat kita makan." Ucap Gilang sambil menyodorkan toples tupperware berwarna hijau ke depan wajah Violet.
Sebenarnya Gilang yang berinisiatif untuk membuat kue, membawa-bawa ibunya mah cuman sekedar alibi. Kan dia tsundere, masa iya dia ngaku ke teman-temannya kalau dia suka memasak. Bukan malu, tapi nanti dia dijadikan babu dapur oleh teman-temannya karena dia pandai memasak.
"Waaahhh~ keliatan enak. Dan lo Danis? Kenapa lama dan kenapa LO NGELEMPAR BUKU KE MUKA GUE?" Tanya Violet.
"Emak gue nggak bolehin gue nginep di rumah lo karena pasti cuman main-main, jadi daritadi gue ngebujuk dan bilang kalau ada kerja kelompok. Eh akhirnya emak setuju dan percaya, padahal kan jurusan kita beda. Ckckck." Jelas Danis.
Setelah mendengarkan penjelasan Danis, Violet pun menyuruh kedua temannya untuk masuk. Jadi rumah Violet itu persis di antara rumah Danis dan Gilang, ya di tengah-tengah lah pokoknya. Jadi mereka tuh udah berteman sejak kecil atau mungkin pas dalam kandungan.
"Btw ini Okta mana? Kok nggak nyampe-nyampe? Dia nggak di culik wewegombel kan?" Tanya Violet ke Gilang.
Gilang mengabaikan Violet dan mengirim pesan ke orang yang di cari-cari oleh Violet dan ternyata Okta sedang berada di minimarket depan komplek. Sekitar sepuluh menit lamanya yang dirasa seabad oleh Violet, Gilang, dan Danis. Akhirnya Okta memberikan tanda-tanda keberadaannya. Ketika Violet membukakan pintu rumahnya, terlihatlah Okta dengan kedua kantong plastik besar di kedua tangannya. Seperti ia akan tinggal di hutan selama seminggu saja.
"Minggir! Berat nih!" Violet memberi jalan untuk Okta dan kembali menutup pintu.
Mereka berempat langsung menuju kamar Violet untuk menggelar pesta. Violet menggelar karpet berbulu kesayangannya yang berawarna biru muda. Segera Okta mengeluarkan semua belanjaannya, sedangkan Gilang hanya menaruh setoples kue dan Danis yang hanya membawa satu buku tulis yang tidak akan terpakai.
"Buset, banyak banget lo beli cemilan Ta." Danis menatap takjub ke semua hamparan makanan di depannya ini.
"Bikin minum gih, Vi." Titah Gilang yang langsung dihadiahi lemparan bantal yang mengenai wajahnya, siapa lagi pelakunya jika bukan Violet.
Dengan terpaksa Violet melangkah menuju kulkas mini di kamarnya. Mengambil beberapa kaleng soda untuk mereka nikmati dan lagi Okta mengeluarkan beberapa produk kecantikan dari dalam tas ranselnya. Ada masker, lip mask, night cream, serum, toner, milk cleanser juga. Jangan heran, keluarga Okta ini memang pemilik perusahaan kecantikan yang terkenal. Jadi jangan heran juga kalau wajah Okta lebih glowing, shimering, splendid daripada kalian yang notabennya cewek.
"Eh, Ta. Lo nggak ada gosip terbaru?" Tanya Gilang. Wajahnya memang manly di banding Okta dan Danis, tapi mulutnya sepedas Dragon's Breath. Ituloh cabai terpedas didunia. Dan rata-rata teman Violet tuh suka ngegosip.
"Astaghfirullah Gilang, janganlah engkau berghibah sesungguhnya ghibah itu membawa dosa dan mengurangi pahalamu. Tapi hayuk lah ngegosip." Ucap Danis.
"Nggak ah mending kita maen ular tangga, yang menang akan di dandan dan harus post di story ig selama dua puluh empat jam." Saran Okta.
Mereka pun memulai ritual rutin mereka, wajah mereka serius melihat kertas ular tangga yang sudah buluk. Mengelap keringat yang bercucuran, berharap dadu mereka jatuh tepat di mana ada ular yang siap untuk makan. Sebisa mungkin mereka menghindari tangga, apalagi tangga panjang yang langsung mengarah ke baris kedua sebelum garis finish.
Setelah satu setengah jam mereka menguras otak dalam permainan ular tangga, akhirnya mereka menemukan pemenangnya. Yaitu si pria gentle kita, Gilang. Setelah bertahun-tahun memainkan permainan ini, inilah kali pertama Gilang menang dan mendapatkan hadiah dari teman-temannya.
Dengan semangat Okta memoles wajah Gilang, sedangkan Violet sibuk mencari piyama dan bando bertelinga binatang untuk Gilang. Danis? Dia sudah melakukan live instagram tepat di saat nama Gilang disebut sebagai pemenang.
"Senyum dong, Lang." Olok Danis.
"Ish! Matiin, Nis! Nanti anak kampus sama fans lo ngeliat wajah manly gue ilang." Gilang menutup kamera hp Danis dan berusaha merebutnya.
"Diem napa, Lang. Nanti cemong jadinya." Kesal Okta.
Setelah acara make up yang sangat melelahkan untuk Okta yang notabennya sebagai make up artist, akhirnya Gilang keluar dari ruang ganti. Baju kaos hitam dan celana boxer hitamnya telah terganti dengan piyama yang senada dengan langit malam dan bintang-bintang yang bertaburan. Tak lupa bando yang menghiasi kepala Gilang. Oh imutnya anak mak Jaenab ini.
"Seandainya lo cewek udah gue lamar lo, Lang. Atau lo mau jadi gay juga hayuk lah." Ucap Danis dengan santainya.
"Udah cepet potoin terus di post di ig gue. Gatel nih muka."
Tepat ketika foto itu terpost, saat itu juga jiwa manly Gilang yang dikenal banyak orang lenyap begitu saja. Mereka pun menggelar kasur lipat yang sudah Violet sediakan. Jadi posisinya tuh, Gilang di dekat kasur Violet, Danis di dekat dinding, dan Okta berada di tengah-tengah mereka. Sedangkan Violet berada di atas kasurnya yang empuk. Tenang kasur teman-temannya juga lembut kok.
Keesokan harinya, Violet sudah bersiap dengan setelan vintage. Oh iya, teman-temannya sudah pulang ke habitatnya masing-masing. Violet langsung meninggalkan pekarangan rumah dengan skuter listrik kesayangannya, menyusuri kota di pagi hari weekend ini. Biasanya di hari weekend orang-orang akan bersantai, Violet juga melakukan hal yang sama. Bersantai dengan caranya sendiri, yaitu bekerja di sebuah toko bunga.
Tring!
Suara lonceng pintu toko membuat pandangan Violet mengarah ke arah pintu. Pria tinggi dengan setelan baju casual senada dengan warna pakaian Violet. Berjalan menuju tempat dimana Violet berada. Ya owner toko sedang keluar sebentar, jadi hanya Violet yang ada di toko saat ini.
"Mau pesan apa?" Tanya Violet dengan senyuman ramahnya.
"Saya mau pesan bucket bunga, oh iya bunganya yang khusus untuk menunjukkan arti pertemanan."
"Bunga mawar kuning bagaimana?" Tanya Violet sambil memilih-milih warna bunga yang cocok untuk disatukan.
"Boleh. Tapi setangkai saja, tak usah banyak. Soalnya untuk cowok ini." Pria itu ikut berjongkok di sebelah Violet yang tengah melihat-lihat bunga.
"Baiklah, ini atas nama siapa?" Setelah mengambil setangkai bunga, Violet mulai mengambil secarik kertas dan pulpen.
"Tolong tulis disitu. Selamat atas pencapaianmu. Dari Jordan, untuk temanku Galang." Seketika Violet berhenti di saat nama terakhir di sebut oleh pembelinya ini.
"Galang? Ah palingan orang yang berbeda, nama Galang kan pasaran." Violet kembali menulis dan memberikan bunga mawar kuning ke Jordan. Sepertinya di hari Minggu ini akan banyak orang berkunjung ke toko.
Fyi: Bunga mawar kuning melambangkan sebuah pertemanan dan suka cita serta kenangan. Berbeda dengan mawar merah atau pink yang dijadikan sebagai simbol dari cinta. Sebenarnya masih banyak bunga yang melambangkan pertemanan, tapi Shesil memilih bunga mawar ini saja hehe..
"Angkat tangan kalian!!" Teriak Violet tepat ketika ia berhasil masuk ke dalam rumahDua pemuda berpakaian hitam dan vintage mengangkat kedua tangan sesuai perintah. Dan saat itu juga Violet mengerjapkan matanya beberapa kali, lantas wajahnya langsung memerah karena malu."Kamu kenapa sih, dek? Astaga, ini di rumah bukan hutan. Kenapa teriak-teriak kayak kera? Pasti karena pergaulan mu bersama tiga babi itu kan?" Banyak pertanyaan keluar dari mulut Galang, abangnya Violet.Bukannya menjawab, Violet hanya diam dan melihat bunga mawar kuning di tangan saudaranya itu. Bunga itu dari tokonya bukan? Tapi kapan abangnya ini membeli bunga?"Maaf bang, kalau gitu Vio ke kamar." Violet langsung ngibrit ke kamar. Malu guys, apalagi di depan cogan. Hilang sudah image manis yang selama ini Violet perlihatkan.Sedangkan Galang hanya menggelengkan kepalanya, kapan adiknya itu akan bertingkah normal. Sepertinya dia harus di ruqiah biar sembuh.&
Violet sangat semangat pagi ini, bagaimana tidak, ada pria tampan yang menunggunya di depan rumah dengan mobil putihnya. Ah Violet lupa lagi siapa nama pria itu, yang pasti dia teman abangnya. Danis selaku tetangga sebelah kanan rumah Violet pun melihat hal itu."Bisa jadi bahan gosip nih." Danis pun berangkat ke kampus duluan, tentunya dengan semangat karena membawa berita yang panas.Mobil putih yang dinaiki Violet pun berhenti di parkiran kampus, Violet membuka sabuk pengamannya dan membuka pintu mobil untuk keluar. Begitu pula dengan Jordan. Mereka berdua kaget dengan banyaknya mahasiswa yang berkumpul dekat parkiran, ada juga yang di atas balkon, di dekat pos keamanan, dan juga di hall. Violet merasa tak nyaman dengan keadaan ini, berbanding terbalik dengan Jordan yang biasa saja. Banyak gadis dan pemuda yang pundung. Tapi bentaran doang, soalnya di kampus ini kan masih banyak primadona yang tampan atau cantik nan kaya.Di saat jam istirahat. Setelah
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, lampu kamar yang berada di lantai dua sebuah kamar terlihat masih menyala. Menandakan pemiliknya masih terjaga. Violet dengan piyama putih tengah bersandar di kepala kasur sambil membaca novel horror yang baru di belinya beberapa hari lalu. Tapi anehnya, kali ini Violet tak bisa fokus dengan bacaannya. Beberapa kali ia bangun untuk mengisi air putih, tetap saja ia tak bisa fokus. Apa yang sebenarnya di pikirkan oleh otaknya? Suara ketukan pintu terdengar, membuat Violet terpaksa menutup novelnya untuk kesekian kalinya. Ia pun beranjak dari kasur dan membukakan pintu. "Gimana sama teman abang tadi?" Tanya Galang. Tanpa izin ia masuk dan duduk di kursi belajar Violet. "Teman abang yang mana? Raja? Atau Fajar?" Tanya Violet. "Bukan." Jawab Galang cepat. Violet semakin bingung dibuat abangnya, teman yang mana coba? Violet hanya tahu teman-teman Galang yang memang membantu usa
Jordan tahu ia harus membuat interaksi di antara dirinya dan Violet. Sepanjang perjalanan hanya ada kesunyian, sampai akhirnya Violet tak tahan dan membuka suara. Membicarakan hal random yang sangat tak berfaedah. Dan terasalah suasana hangat di dalam mobil putih itu. Jordan bersyukur mengenal Violet yang mudah mencari topik pembicaraan, tidak seperti dirinya."Hm aku boleh minta nomormu? Hitung-hitung agar kita bisa kenal dekat dan kamu bisa mengingatku." Ucap Jordan. Violet mengadahkan tangan kanannya bermaksud meminta hp milik Jordan. Dan tentunya Jordan mengetahui itu, ia memberikan tas kecilnya begitu saja ke tangan Violet. Mendapat persetujuan, Violet langsung membuka tas dan mengambil hp Jordan. Ternyata hp nya tidak di kunci sama sekali. Violet pun mengetikkan nomornya disana, setelahnya ia mengembalikan tas beserta isi-isinya kepada Jordan.Sesampainya di depan rumah Violet, ia tak langsung masuk. Tentu ia berterima kasih dan menawarkan Jordan untuk singg
Hari demi hari berganti, sampai akhirnya hari yang mereka tunggu telah tiba. Semua orang telah berkumpul di kediaman Violet, tas-tas besar bersandar di tiang teras rumahnya. Mereka akan berlibur ke Villa milik Fahri, tentunya pelayan di sana sudah di usir eh di liburkan maksudnya. Biasalah Fahri kan anak yang manja apa-apa pelayan yang ngerjain. Mobil biru langit yang terlihat antik berhenti di depan rumah Violet, terlihat seorang pria dengan pakaian serba putih turun dari mobil yang seperti kereta kencana milik malaikat."Gue belum mati kan ya?" Tanya Danis yang langsung di hadiahi geplakan dari Gilang."Kagak lah, kalo lo mati yang nyabut tuh bakal make pakaian serba hitam. Suram kayak masa depan lo." Ucap Gilang dengan tangan terlipat di depan dada.Pria itu adalah Jordan dan di sebelah kanannya ada sepupunya, Laskar. Merasa semua sudah berkumpul, mereka pun mengangkat barang-barang yang akan mereka bawa kemudian memeriksanya kembali agar tak ada yang ketinggala
Akibat dari kejadian semalam yang di alami Violet, ia mendadak terkena demam ringan. Mereka pun memutuskan untuk segera pulang dan lagi Violet tak mengeluarkan sepatah kata pun, biasanya walau sedang sakit ia tetap akan banyak bicara. Karena tak ingin bertanya, jadi mereka hanya diam dan membiarkan Violet beristirahat.Violet yang berada di dalam mobil Jordan hanya diam menatap bingung ke arah dua pria yang duduk membelakanginya. Violet sudah sedikit mengingat semua temannya, kecuali dua pria di depannya ini. Ia pun mendekatkan diri ke Tina."Tin, siapa dua pria itu? Penculik ya? Tapi kalau emang penculik gue ikhlas kok, lumayan penculiknya ganteng. Mau di tahan seumur hidup pun gue nggak masalah asalkan di kasih makan." Ucap Violet panjang lebar. Tina hanya menggeleng dan menundukkan kepalanya karena malu."Bukan, Vi. Yang sedang menyetir itu namanya Jordan dan di sebelahnya itu Laskar." Jelas Tina. Violet sih cuman manggut-manggut aja, nggak tah
Sore berganti malam, Violet menangkup wajahnya dengan tangan kanan dan melihat keluar jendela. Tv yang menyala di abaikan olehnya, pikiran Violet benar-benar tengah berkelana. Entah apa yang di pikirkan olehnya. Galang yang melihatnya pun merasa kasihan dan berjalan menghampiri Violet yang berada di ruang tamu."Nih, foto orang yang kamu pikirkan daritadi. Di belakangnya juga abang tulis nama dia." Galang menyerahkan foto Jordan yang tengah tertawa lepas, bibir Violet ikut tersenyum hanya dengan melihat foto Jordan."Kenapa pria ini terlihat tidak asing buatku?" Violet terus memperhatikan foto Jordan. Galang yang melihat adiknya tersenyum, lantas mengelus kepala Violet."Dah yuk makan." Ajak Galang.Violet duduk di meja belajarnya. Tidak, dia tidak belajar, melainkan terus memperhatikan foto Jordan. Dirinya tahu, mau di lihat berapa kali pun tetap Jordan tak dapat ia ingat. Tapi kenapa otaknya terus berkata bahwa Violet pernah mengenal Jordan. Kotak
"Vio, siapa namaku?""Jordan.""Bagaimana dengan wajahku?""Tampan."Ya dari awal perjalanan sampai di tempat tujuan, percakapan itulah yang selalu keluar dari kedua bibir mereka. Violet sudah seperti anak TK yang tengah mengingat abjad dan angka saja. Langit sore yang berwarna kejinggaan menjadi latar pemandangan mereka untuk menikmati wahana taman bermain. Banyak anak-anak yang berlari kesana kemari untuk mencoba berbagai wahana, ada juga pasangan muda maupun tua yang menaiki perahu di tengah danau buatan, dan tentunya jomblo juga banyak berada disini. Tangan Jordan dan Violet saling bertaut, kata Jordan sih biar nggak terpisah."Kamu mau apa, Vi?" Tanya Jordan. Mereka berjalan pelan untuk melihat-lihat sebentar."Makan." Jawab Violet sambil menunjuk gerobak batagor, Jordan yang mendengar Violet ingin makan hanya tertawa renyah."Kamu selalu saja ingin makanan, tak pernah berubah." Jorden mencolet hidung Violet kemudian membawanya ke gerob
Pagi ini Violet sudah terburu-buru menuju kampus, ia lupa bahwa akan ada ujian praktik sedangkan dirinya belum menyiapkan apapun. Skuter listriknya pun melesak membelah jalanan. Karena ulahnya, Violet tak luput dari omelan para pejalan kaki, terutama ibu-ibu yang baru pulang dari pasar.Bukan hanya itu, Violet juga sempat hampir menabrak kucing kawin. Beruntung, ia tak di kejar dan di cakar oleh pasangan kucing itu. Di persimpangan, Violet belok ke kiri dan segera sampai di depan gedung kampus. Keadaan kampus masih tergolong sepi. Lagian orang gila mana yang datang ke kampus di jam setengah enam pagi? Ah iya, orang itu adalah Violet. Segera, Violet berjalan menuju rumah kaca."Aneh, kok pintunya nggak di kunci?" Perlahan tapi pasti, Violet membuka pintu dan berjalan masuk.Violet menoleh kesana kemari, mencari bunga-bunga yang menarik. Ketika ia tengah memilih bunga, pintu mendadak tertutup. Membuatnya terpaksa memutar tubuh rampingnya. Namun kepalanya malah men
"Kemarin kemana lo, Vi?" Saat ini Violet tengah di kerumunin teman-temannya layaknya semut yang melihat gula. Di bandingkan merasa terintimidasi, tatapan semua temannya lebih ke kepo untuk mencari bahan gosipan tentangnya. "Kepo banget dah!" Violet tak memperdulikan temannya dan memilih sibuk dengan makanannya. Lagian nggak mungkin kan kalau ia bilang semalam berada di apartemen Jordan, mana cuman berdua pula. Yang ada nanti akan tersebar gosip-gosip yang tak benar tentangnya. Apalagi yang ia hadapi teman-temannya sendiri yang memiliki mulut ember dan penguasa kerajaan pergosipan. Ohoho Violet tak mau mengambil resiko buruk itu. Dari kejauhan terlihat seorang gadis dengan rok lipit berwarna putih dan blouse berwarna pink pastel, tak lupa rambutnya yang di kuncir setengah. Berjalan mendekat ke kerumunan semut. Gadis itu memperlihatkan senyumannya yang semanis madu. "Wih siapa tuh cewek?" Tanya Fahri. Raisa yang di sebelahnya sudah menatap Fahri
Violet masuk ke kamar Jordan untuk mengganti pakaiannya. Kamar apartemen Jordan tidaklah besar, di sudut ruangan banyak buku pengetahuan dan terdapat beberapa pigura larva dan kelinci. Violet tersenyum melihatnya, Jordan yang terlihat manly ternyata memiliki hobi yang unyu. Segera Violet memakai kaos kebesaran milik Jordan yang berwarna hitam, ketika ingin mengganti celana, ia mendengus pelan."Di kira pinggangku segede kerbau apa?" Violet melempar celana pemberian Jordan begitu saja. Untungnya ia memakai celana pendek di balik dressnya, doakan saja semoga Jordan kuat iman.Seperti yang telah di duga, ketika Violet keluar kamar dengan pakaian barunya, membuat Jordan yang tengah memakan apel tersedak. Jordan menatap ke arah Violet, ternyata banyak bekas luka di kaki putihnya. Astaga kenapa ia baru menyadari hal itu?"Kenapa kamu menatapku begitu? Aku tahu kalo aku itu seksi." Violet mengibaskan rambut panjangnya ke belakang seperti iklan shampoo yang di bintangi
Violet memilih menggunakan dress selututnya yang berwarna biru langit, kedua sisi rambutnya ia kuncir lalu di cepol, menyisakan beberapa anak rambut di sisi kanan dan kirinya. Tak lupa ia mengikatnya dengan tali pita berwarna senada dengan dressnya. Oh Jordan lihatlah calon masa depanmu yang semanis gulali ini.Selesai berkutat dengan rambutnya, Violet mulai membuka lemari sepatunya. Walau anak orang mampu, sepatu Violet tidaklah mahal. Sepatu termahalnya saja hanya seharga dua ratus empat puluh ribu, itupun ia tawar menjadi dua ratus ribu saja.Kalau kata Violet, untuk apa mahal-mahal toh di pakai untuk memijak bumi. Begitu pula dengan tasnya, rata-rata harga tas yang di milikinya seharga empat puluh lima ribu, itupun ia beli ketika ada gratis ongkir atau diskon di toko-toko klontong.Intinya Violet anak yang irit dan sangat menyukai diskon, baginya yang penting barang tersebut layak di pakai. Violet mengambil sepatu flatshoes berwarna putih dengan
Baru kali ini Jordan merasa malas untuk datang ke kampus, semua itu karena sosok ondel-ondel yang terus saja mengekorinya. Bahkan Laskar yang selalu menempel padanya enggan untuk mendekat, dan juga pemuda berwajah datar itu rela memutar jalan agar tak berpapasan dengan Jordan. Dan lebih gilanya lagi ketika Jordan pergi ke toilet, Fiona masih setia berdiri tak jauh dari toilet pria. Jordan terus-terusan menghembuskan nafasnya menahan amarah. Pada akhirnya Jordan melangkahkan kaki menuju perpustakaan, melewatkan jam istirahatnya untuk makan siang. Jordan sengaja mengambil banyak tumpukan buku dan menaruhnya di sisi kanan, kiri, dan depan. Semua ia lakukan agar tak melihat wajah Fiona. "Jordan, kapan kita bisa melakukan kencan?" Tanya Fiona dengan nada suara yang di buat manja. Seandainya Jordan memiliki sedikit sifat bar-bar seperti Violet, sudah di pastikan Fiona akan ia kubur hidup-hidup. Ngomong-ngomong soal kencan, Jordan jadi tersenyum dan mendapatkan sebu
Ctas! Ctas! Suara cambuk yang mengudara dan beradu ke tubuh seseorang terdengar nyaring di sebuah ruangan yang luas nan gelap. Seorang anak lelaki yang berusia enam tahun menahan rasa perih di punggungnya akibat cambukan dari sang ibu, di seberangnya ada anak perempuan yang seusia dengannya tengah menutup wajahnya dengan boneka beruang putih, tak ingin melihat pemandangan sadis di depannya. Pria dewasa yang di ketahui adalah ayah mereka hanya menatap adegan di depannya dengan pandangan tanpa belas kasihan, sesekali ia menyesap kopi hitamnya.Anak lelaki tersebut terus berteriak memohon sambil menangis namun bukannya berhenti, cambukan itu semakin kuat memukul punggungnya yang benar-benar sudah bersimbah darah segar. Anak perempuan yang sedari tadi menutup wajahnya dan tak berani membuka suara pun akhirnya berteriak memohon agar semua pemandangan kejam ini segera di hentikan, tapi usahanya sia-sia. Bahkan para penjaga dan pelayan disana hanya bisa menatap iba ke
"Vio, siapa namaku?""Jordan.""Bagaimana dengan wajahku?""Tampan."Ya dari awal perjalanan sampai di tempat tujuan, percakapan itulah yang selalu keluar dari kedua bibir mereka. Violet sudah seperti anak TK yang tengah mengingat abjad dan angka saja. Langit sore yang berwarna kejinggaan menjadi latar pemandangan mereka untuk menikmati wahana taman bermain. Banyak anak-anak yang berlari kesana kemari untuk mencoba berbagai wahana, ada juga pasangan muda maupun tua yang menaiki perahu di tengah danau buatan, dan tentunya jomblo juga banyak berada disini. Tangan Jordan dan Violet saling bertaut, kata Jordan sih biar nggak terpisah."Kamu mau apa, Vi?" Tanya Jordan. Mereka berjalan pelan untuk melihat-lihat sebentar."Makan." Jawab Violet sambil menunjuk gerobak batagor, Jordan yang mendengar Violet ingin makan hanya tertawa renyah."Kamu selalu saja ingin makanan, tak pernah berubah." Jorden mencolet hidung Violet kemudian membawanya ke gerob
Sore berganti malam, Violet menangkup wajahnya dengan tangan kanan dan melihat keluar jendela. Tv yang menyala di abaikan olehnya, pikiran Violet benar-benar tengah berkelana. Entah apa yang di pikirkan olehnya. Galang yang melihatnya pun merasa kasihan dan berjalan menghampiri Violet yang berada di ruang tamu."Nih, foto orang yang kamu pikirkan daritadi. Di belakangnya juga abang tulis nama dia." Galang menyerahkan foto Jordan yang tengah tertawa lepas, bibir Violet ikut tersenyum hanya dengan melihat foto Jordan."Kenapa pria ini terlihat tidak asing buatku?" Violet terus memperhatikan foto Jordan. Galang yang melihat adiknya tersenyum, lantas mengelus kepala Violet."Dah yuk makan." Ajak Galang.Violet duduk di meja belajarnya. Tidak, dia tidak belajar, melainkan terus memperhatikan foto Jordan. Dirinya tahu, mau di lihat berapa kali pun tetap Jordan tak dapat ia ingat. Tapi kenapa otaknya terus berkata bahwa Violet pernah mengenal Jordan. Kotak
Akibat dari kejadian semalam yang di alami Violet, ia mendadak terkena demam ringan. Mereka pun memutuskan untuk segera pulang dan lagi Violet tak mengeluarkan sepatah kata pun, biasanya walau sedang sakit ia tetap akan banyak bicara. Karena tak ingin bertanya, jadi mereka hanya diam dan membiarkan Violet beristirahat.Violet yang berada di dalam mobil Jordan hanya diam menatap bingung ke arah dua pria yang duduk membelakanginya. Violet sudah sedikit mengingat semua temannya, kecuali dua pria di depannya ini. Ia pun mendekatkan diri ke Tina."Tin, siapa dua pria itu? Penculik ya? Tapi kalau emang penculik gue ikhlas kok, lumayan penculiknya ganteng. Mau di tahan seumur hidup pun gue nggak masalah asalkan di kasih makan." Ucap Violet panjang lebar. Tina hanya menggeleng dan menundukkan kepalanya karena malu."Bukan, Vi. Yang sedang menyetir itu namanya Jordan dan di sebelahnya itu Laskar." Jelas Tina. Violet sih cuman manggut-manggut aja, nggak tah