"Assalamualaikum ... Ma, kita bertemu lagi," ujar Davin sembari tersenyum."Wa'alaikumsalam ... iya, ada apa ya, Mas?""Ini Ma, aku kan kemarin lupa minta nomornya, Mama, jadi mau minta sekarang.""Oh ... lho, tapi kan masih bisa besok lagi pas waktunya order.""Ini buat orang pengiriman besok, Ma. Mereka kan belum tahu alamatnya Mama, jadi misalkan mereka bingung bisa langsung nelvon, Mama."Aretha mengangguk, ternyata dia salah karena sudah berpikir yang macam-macam tentang Davin.Setelah Davin selesai mencatat nomornya Aretha, lalu kemudian ia mencoba menghubungi nomor tersebut, sebab ia takut jika Aretha memberikan yang bukan nomor pribadinya."Silakan disave, Ma. Itu nomorku," ujar Davin ketika ia melihat Aretha mengangkat ponselnya untuk melihat siapa yang menghubunginya.Aretha mengangguk, lalu kemudian ia segera menyimpan nomornya Davin, dan Aretha sama sekali tidak curiga jika ini hanyalah sebuah modus awal Davin untuk mendekatinya."Ini tadi Mas nya sekalian jalan-jalan ya?
"E, eh ... kalian dapet undangan dari pemilik pabrik nggak?" tanya Bu Dewi pada ibu-ibu lainnya yang sedang belanja sayur di Bang Maman."CEO, Bu, ... CEO," sahut salah satu ibu-ibu yang membenarkan panggilan pemilik pabrik dengan sebutan CEO."Halah, iya sama aja, sama-sama pemilik pabrik juga kan?" balas Bu Dewi kesal, lagi pula ia mana paham dengan arti CEO, dan ia tadinya malah mengira nama pemilik pabrik tersebut CEO AVAN Group, karena tulisan itulah yang tertera di bawah tanda tangan sang pengundang.Jika saja anaknya tadi tidak menjelaskan, bisa-bisa sekarang ia malah ditertawakan orang-orang karena mengira CEO itu adalah nama orang."Semua yang bekerja di sana pasti diundang dong, Bu. Apalagi, rumah yang dibangun juga ada di desa sebelah, masa iya Bos besar bikin pesta besar-besaran karyawannya nggak diundang.""Eh, tapi ngomong-ngomong kenapa nggak ditulis aja ya namanya, kok orangnya kayak misterius banget gitu, cuma ditulis gelarnya aja," timpal yang lain."Hadeh, Ibu-ibu i
Setelah memberi sambutan kepada para tamu yang hadir, lalu Aretha kemudian turun dari panggung dan menemui para koleganya untuk menerima ucapan selamat padanya.Namun, tidak lama kemudian, Fauzan beserta keluarganya datang mendekat."Vano, apa kabar, Sayang?" Yuni dengan antusiasnya menyapa seraya memeluk Vano, ia jelas tidak mau kehilangan panggung di tengah acara seperti ini, jadi Yuni harus menunjukkan pada semua orang, bahwa ia adalah neneknya Vano.Sedangkan Vano tentu saja risih ketika mendapatkan pelukan dari sang nenek, dan ia sontak sedikit memberontak agar terlepas dari pelukan Yuni, lalu kemudian ia mundur dan berdiri di belakang ibunya.Meski empat tahun telah berlalu, namun Vano masih ingat bagaimana orang-orang yang ada di hadapannya ini memperlakukan ibunya beberapa tahun silam.Vano juga jelas tak akan melupakan tingkah bejat ayahnya, dan ia pun hari ini juga tidak perlu berpura-pura baik pada mereka."Vano, ini Nenek, Sayang. Kamu nggak rindu sama Nenek?" Meski sediki
Aretha hendak menjawab perkataan Yuni, namun seseorang datang dan menyelanya."Ibu! Bisa-bisanya Ibu berkata seperti itu di depanku! Aku sebagai istrinya Mas Fauzan tentu tidak mengizinkan kalau mereka berdua rujuk lagi!" raung Nila marah."Huh, memangnya siapa yang meminta pendapatmu? Asal kamu tahu saja ya, Nila. Aku bener-bener nyesel mempunyai menantu seperti kamu! Kamu itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Aretha, bahkan seujung kukunya saya tidak layak! Jadi, kalau kamu nggak setuju lebih baik ya pergi saja.""Ibu!""Ekhem, mohon maaf ya ... tolong jangan bikin keributan di sini, lebih baik kalian pergi dan selesaikan masalah kalian sendiri di rumah.""Hei, Retha! Jangan mentang-mentang kamu sekarang sudah kaya ya, lantas kamu berpikir bisa rujuk dengan Mas Fauzan. Huh, jangan mimpi!""Nila! Kamu ini apa-apaan sih, jangan bicara sembarangan!" geram Fauzan. "Aretha, maaf ya ... kalau begitu kami pamit pulang dulu.""Mas, apa-apaan sih kamu, Mas! Jangan tarik-tarik tanganku
Beberapa hari kemudian ...."Retha, ... Retha, ... keluar kamu ... Aretha, ... cepat keluar!!!"Pagi indah Aretha telah dirusak oleh wanita gila yang beberapa hari ini sudah mengganggunya dan menuduhnya sebagai pelakor, ya siapa lagi wanita itu jika bukan Nila, dan entah apa yang akan dilakukan Nila hari ini."Ada apa sih, Nil? Ini masih pagi, kenapa kamu sudah teriak-teriak di depan rumahku?" sahut Aretha santai yang saat ini sudah berdiri di balkon kamarnya."Hei, Retha! Mana suamiku? Cepat pulangkan suamiku, atau aku akan viralkan kamu karena sudah merebut suamiku!""Apa? Suamimu? Memang siapa yang bawa suamimu? Nila, ... Nila, lebih baik kamu cuci muka dulu deh, kali aja pikiranmu bisa lebih seger setelah cuci muka."Nila yang saat ini berpenampilan acak-acakan dan juga hanya memakai piyama tidur seadanya, orang lain yang melihatnya pasti mengira bahwa ia sedang mengigau karena marah-marah tidak jelas di depan rumahnya Aretha, dan bahkan ada juga yang mengira ia sudah tidak waras
Siang harinya, setelah makan siang, Aretha pergi ke PrabuMart yang kini beralih menjadi AvanMart, dengan ditemani Nisa yang saat ini sudah beralih menjadi sekretarisnya.Toko tiga lantai itu kini semakin ramai setelah Aretha merubah rooftop tokonya menjadi sebuah cafe, dengan pemandangan sebuah gunung dan persawahan yang tidak jauh dari tempat tersebut, hal itu tentu saja menjadi nilai plus AvanMart.Dan, karena setiap hari parkiran selalu penuh, maka Aretha dan Nisa saat ini sengaja datang menggunakan motor untuk menghemat tempat parkir."Mbak, sepertinya Mbak perlu beli lahan sebelah situ deh," celetuk Nisa sembari melirik lahan kosong di samping toko Aretha."Ya sudah kamu urus aja semuanya, jadikan lahan itu menjadi tempat parkiran.""Eh, tapi Mbak. Itu kan luas banget, apa nggak sayang kalau cuman jadi tempat parkiran."Aretha sejenak memikirkan perkataan Nisa, lalu kemudian ia mengatakan, "Baiklah, kalau begitu sekalian jadikan tempat wisata kolam renang saja, kan di sini nggak
"Selamat pagi, Bu Aretha, Mbak Nisa. Ada yang bisa saya bantu?" sapa sang Manajer toko, ia langsung menghampiri Aretha setelah mendengar informasi dari anak buahnya, bahwa si bos datang berkunjung."Pagi, tolong panggilkan Fauzan, saya ingin bicara dengannya.""Baik, Bu."Sang manajer bergegas mencari Fauzan di gudang, sedangkan Aretha dan Nisa langsung pergi menuju ruang kerja Aretha.Lalu tidak lama kemudian terdengar suara pintu diketuk, Fauzan pun langsung masuk dengan wajah yang terlihat panik, namun ia berusaha menutupinya dengan senyumannya."Pagi, Reth. Ada apa ya?" tanya Fauzan dengan santai, namun getar suaranya tidak bisa menutupi rasa gelisahnya."Heh, kamu ngerti sopan santun tidak? Mentang-mentang kamu itu mantan suaminya Mbak Retha, lantas kamu bisa manggil Mbak retha seenaknya gitu?!" protes Nisa."Maaf," sahut Fauzan seraya menundukkan kepala, namun kemudian ia melirik Nisa dengan tatapan tajam."Kurang ajar! Siapa sih wanita ini? Beraninya dia berkata seperti itu den
"Aretha, ... Aretha, ... keluar kamu!" teriak Nila yang baru saja turun dari motornya, namun ia langsung dihadang oleh tukang kebunnya Aretha."Kamu ya, yang namanya Nila?!" tanya tukang kebun tersebut dengan suara sedikit ketus."Iya, kenapa? Cepat suruh keluar majikan mu itu, aku mau hajar dia!" balas Nila yang sudah mulai kehilangan kesabaran."Ini, ada pesan dari Bu Aretha, silakan dibaca!" Setelah memberikan amplop tersebut dan diterima oleh Nila, sang tukang kebun tersebut langsung masuk kembali ke halaman rumahnya Aretha, dan tidak lupa juga ia langsung mengunci pagarnya, agar orang gila itu tidak bisa masuk ke rumah majikannya seperti waktu itu lagi.Sedangkan Nila tampak kebingungan ketika menerima amplop coklat tersebut, lalu kemudian dengan tergesa ia langsung membuka amplop tersebut."Apa ini?" Nila memegang selembar surat dan juga beberapa foto yang ia ambil dalam amplop tersebut yang dalam keadaan terbalik.Namun, saat membalikkan foto-foto tersebut, Nila jadi syok seten
[Aku lagi di rumah temenku, memangnya kenapa kok pingin ketemu aku?] [Ih, Kak. Memangnya Kak Nayra nggak lihat postingan teman Kakak, dia kayaknya sengaja pingin jatohin harga diri kamu kak.] [Udah biarin aja, lagi pula sebentar lagi semuanya juga akan terbongkar, jadi kamu tenang aja, kamu cukup tunggu kabar baiknya aja.] Setelah membalas pesan tersebut, Nayra kemudian memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya, dan ia sebenarnya juga tidak sabar mengakhiri semua sandiwaranya ini. Lalu setelah mereka semua puas makan rujak, Melisa mengajak teman-temannya keliling, termasuk Nayra. Nayra dan yang lainnya diajak Melisa melihat sawah dan kebun jeruk milik suaminya Melisa. Tidak hanya itu, Melisa juga memamerkan dua lahan kosong milik suaminya, ketika mobil mereka melewati jalanan tersebut, sehingga membuat Nayra semakin yakin dengan dugaannya tentang suaminya Melisa. [Mas, gimana?] [Sudah semuanya Yank. Ini dia sudah dijemput polisi, dan sebentar lagi aku akan jemput k
Sesuai dengan kesepakatan kemarin, hari ini Nayra, Diah, Intan, dan Sari, akan bertemu di rumahnya Melisa."Loh, Yank. Kenapa kamu pakai baju ini? Kamu nggak suka ya, dengan baju yang dibelikan Mama kemarin?" tanya Vano saat melihat Nayra memakai baju bawaannya sendiri, sebuah baju yang warnanya sudah kusam, dan tentunya terkesan bikin mata jadi sepet."Suka Yank. Suka banget malah, tapi hari ini aku mau menghormati orang yang mengundangku, dia kan mau terlihat lebih WOW dari aku, masa iya aku dengan jahatnya ngerusak rencananya itu."Sejenak Vano memahami kata-kata Nayra, lalu kemudian ia mengatakan, "Oh ... sekarang aku jadi lebih paham lagi, kenapa kamu nggak mau pake Rolls-Royce, dan minta antar aku. Kamu masih belum mau nunjukin dirimu yang sekarang ya?""Iya, lagi pula kemarin Melisa udah mamerin semua perhiasannya, dan hari ini dia mau pamerin hartanya yang lainnya lagi, jadi aku harus dukung dia dong, dan jangan sampai buat dia malu."Nayra yang sudah mengetahui watak Melisa,
Setelah puas mengobrol, mereka berdua akhirnya memutuskan pulang."Eh, Nay. Main ke rumahku yuk, kan kamu mumpung ada di sini, nanti kita jalan-jalan juga sama, Intan, Diah, dan Sari.""Lho, mereka juga tinggal di sini?" tanya Nayra yang juga jadi teringat dengan nama-nama teman SMP nya dulu."Iya, mereka juga dapat suami yang berasal dari kota ini, namun kami tinggal di desa yang berbeda.""Baiklah, nanti kamu kabarin aku aja kalau mau ngumpul, aku akan datang ke sana.""Oke, terus kamu ke sini tadi naik apa?" tanya Melisa yang berniat memberi tumpangan untuk Nayra, jika Nayra datangnya dengan jalan kaki, maka Melisa bisa pamer ke Nayra, betapa enaknya naik mobil mahal milik suaminya itu."Naik mobil itu," sahut Nayra sembari menunjuk mobil yang ia tumpangi tadi.Melisa hampir menyemburkan tawa ketika melihat mobil butut milik Nayra, yang berbanding jauh dengan mobil miliknya."Oh, kalau begitu aku duluan ya, itu sopirku udah siap." Melisa menunjuk mobil Alphard yang ditumpanginya ke
"Mas, hari ini aku ingin pergi ke alun-alun, kan katanya di sana ada bazar, aku pingin beli jajan, boleh ya?" tanya Nayra sembari menyuapi Vano, sebab saat ini kedua tangan Vano masih sibuk mengetik di laptopnya."Iya, beli saja apa yang kamu mau, dan kamu boleh pergi ke mana pun, asalkan diantar sama sopir.""Siap, Bos," sahut Nayra sembari memberi hormat, lalu kemudian ia menyuapi Vano lagi.Setelah sarapan mereka habis, Vano kemudian langsung berangkat ke kantor, sedangkan Nayra juga langsung bersiap-siap untuk pergi."Pak, memangnya nggak ada motor ya? Alun-alun kan Deket, masa kita pergi naik mobil ini?" Nayra merasa kurang nyaman saja kalau pergi ke mana-mana harus memakai Rolls-Royce, dan ia juga takut akan jadi pusat perhatian nantinya."Waduh, Bu. Kalau di sini nggak ada motor, dan dari Surabaya saya memang sudah disuruh bawa mobil ini untuk mengantar ke mana pun Bu Nayra pergi."Melihat wajah Nayra berubah murung, lalu sang sopir memiliki ide lain."Kalau Bu Nayra nggak ing
"Aku juga nggak tahu, Ma," sahut Fadil yang juga baru saja mendengar nama itu."Oh, Melisa itu tetangga saya di Melawi," timpal Nayra."Owh ...." sahut semua orang kompak."Iya, wanita itu memang dari Melawi, dan dia menikah dengan salah satu manajer Wangs Food yang ada di kota ini, dan mertuanya juga seorang kepala desa Nglegok, jadi mereka mendapatkan undangan dari kami karena termasuk perangkat desa. Dan, mengenai alasan para staf mengira wanita itu menantunya Pak Davin, karena tadi wanita itu menaiki mobil Alphard," jelas Aryo, yang membuat semua orang mengangguk mengerti.Lalu kemudian mereka berbicara hal lain, hingga kemudian Fadil, Rita, dan Aryo, pamit pulang.Setelah itu, Vano dan Nayra juga pamit pulang ke hotel kembali, namun saat di perjalanan, Vano mengambil jalan yang berbeda dari sebelumnya, sebab ia sekaligus mengajak Nayra mengelilingi sebagian kota Ledok Ombo.Sesampainya di hotel, mereka berdua langsung masuk kamar."Ini, ambillah!" ujar Vano sembari menyodorkan be
Para staf itu kemudian langsung bubar dan masuk ke dalam ballroom hotel, mereka hendak membicarakan masalah ini pada Aryo, namun saat ini Aryo sedang memberikan sambutan pada para tamu undangan."Sekali lagi saya memohon maaf untuk para tamu undangan yang sudah hadir, dan terutama untuk Bapak-bapak atau Ibu-ibu yang ingin berbicara langsung dengan Pak Davin dan Bu Aretha, yang saat ini mereka tidak bisa hadir dalam acara ini dikarenakan putri mereka baru saja mengalami kecelakaan, dan saat ini sedang dirawat di rumah sakit.""Sebenarnya hari ini menantu mereka, Bu Nayra, akan hadir di tengah-tengah kita, namun mungkin Beliau juga memiliki halangan lain, sehingga hari ini juga tidak bisa hadir dalam acara ini. Jadi saya mewakili Queen Hotel, memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih." Lanjut Aryo sembari menatap kursi yang ditata khusus untuk tempat duduk Nayra, namun sudah diduduki oleh wanita lain, jadi Aryo mengira Nayra tidak bisa datang dan para staf menyuruh tamu lain untu
"Eh, Mbaknya mau ke mana?" tanya sang ketua panitia sembari merentangkan tangannya di hadapan Nayra."Itu, mau nyapa tetangga saya," sahut Nayra sembari menunjuk ke arah wanita muda itu."Mel, ... Melisa, ...." teriak Nayra yang akhirnya memanggil anaknya Wati, yaitu tetangganya di Melawi. "Sssttt, jangan teriak-teriak di sini, Mbaknya kalau mau bicara dengan Mbak itu di dalam saja, bawa undangannya kan?""Undangan?" tanya Nayra kebingungan. "Loh, kok tadi suami saya nggak ngasih undangan ya, dan mertua saya juga nggak bilang kalau ada kartu undangannya."Sang ketua panitia pun sontak mendengus. "Kalau begitu Mbaknya nggak boleh masuk, dan jangan manggil tetangga Mbak tadi seperti itu, sebab dia orang penting di sini."Setelah mendengar penjelasan sang ketua panitia, Nayra hanya bisa menganggukkan kepalanya.Sedangkan di sisi lain, Melisa yang mendengar ada orang yang memanggilnya, ia pun menoleh, dan keningnya mengerut setelah memastikan orang yang memanggilnya itu adalah Nayra."Na
Hotel bintang lima di kabupaten Ledok Ombo yang bernama Queen Hotel, tampak begitu ramai karena hari ini sang pemilik hotel tengah mengadakan acara amal untuk korban bencana alam di kabupaten Argopuro.Namun, anehnya sang pemilik acara langsung meninggalkan tempat acara setelah mendapat telepon dari salah satu rekan kerjanya."Ma, ayo sekarang kita pergi ke rumah sakit, anaknya Pak Davin kecelakaan, jadi Beliau dan istrinya tidak bisa hadir ke sini, namun ada menantu mereka yang akan datang mewakilinya," ujar Fadil setelah ia mendapat telepon dari Davin."Baiklah, terus acara di sini bagaimana?""Biar Aryo yang urus. Aryo, aku serahkan acara hari ini padamu, dan tolong sambut menantunya Pak Davin dengan baik, jangan sampai ada orang yang mencoreng nama baik hotel ini di hadapannya!""Baik, Pak," sahut sekretaris Fadil.Fadil tentu lebih mengutamakan menjenguk Vania, sebab orang yang paling berjasa mengantarkan pada kejayaannya hingga puncak saat ini adalah Davin, jadi ia merasa tidak
Setelah sampai di Ledok Ombo, Nayra dan Vano langsung menuju ke rumah sakit tempat Vania dirawat."Kak Vano, sakit ...." rengek Vania saat ia melihat kakak dan kakak iparnya sudah datang."Kamu ini habis ngapain, kok bisa sampai bonyok seperti ini?" tanya Vano sembari memeriksa lutut, siku, dan kening Vania yang diperban."Dia habis belajar naik motor, terus nabrak pohon," sahut Aretha sembari mengupas buah."Loh, kok bisa? Memangnya dia minjem motornya siapa, Ma?""Nggak tau, katanya punya temennya.""Kamu ini ada-ada aja, Nia. Sudah bagus ke mana-mana ada yang nganterin. Eh, malah akal-akalan belajar naik motor," ujar Nayra sembari menggelengkan kepalanya."Ya habisnya aku ingin kayak temen-temenku yang lain, Kak. Bisa nyetir motor dan mobil sendiri.""Tapi, nggak harus belajar dengan orang lain, Nia. Apalagi, ini juga bukan di daerah kita, kamu kan tau sendiri Papa dan Mama datang ke sini karena memenuhi undangan rekan kerja Papa. Eh, kamu malah bikin ulah," gerutu Davin."Ya maaf,