POV AUTHORSaat ini, Amira dan Reyhan terlihat sangat bahagia. Mereka disibukan tengah mempersiapkan acara pernikahan yang satu minggu lagi akan segera terlaksana. Para keluarga besar pun turut membantu agar momen pernikahan Amira dan Reyhan nanti terkesan sempurna dan mewah.''Sayang, Papa sangat bangga sekali. Akhirnya kamu bisa menemukan pasangan yang terbaik. Semoga kalian berdua hidup bahagia setelah menikah nanti.'' ucap Hartawan pada Amira.''Amin. Terima kasih, Pa.''Hartawan bangga melihat putrinya bisa menemukan jodoh yang terbaik seperti Reyhan, ia tidak menyangka laki-laki yang dulu pernah ia hina mampu membuktikan rasa cintanya pada Amira. Dia pun sangat bahagia dan berharap bahwa putrinya akan hidup bahagia dengan Reyhan.Semua perlengkapan dari gaun pengantin, catering, hotel sudah semuanya dipersiapkan jauh-jauh hari. Hanya tinggal menunggu hitungan hari, semua mimpi yang diharapkan oleh mereka akan terwujud. Amira dan Reyhan sangat menantikan pernikahan segera terwuju
''Dzakira?!'' Amira terkejut ketika melihat seorang wanita terbaring dengan kondisi luka yang parah. Wanita itu yang pernah membuat rumah tangga Amira dan Bagas hancur. ''Kamu kenal, Sayang?'' tanya Reyhan menatap ke arah Amira. Seakan ingin tahu wanita yang disebut oleh istrinya.''Dia yang sudah menghancurkan rumah tangga aku dengan mantan suamiku dulu, Reyhan. Aku tahu wajahnya sesaat tidak sengaja menemukan bukti foto perselingkuhan mereka.'' jelas Amira. Reyhan terkejut mendengarnya. Amira seakan masih menahan luka akibat perlakuan Bagas dan juga Dzakira. Jika saja ia masih bersama mantan suaminya dan tidak mengetahui perselingkuhan diantara mereka, mungkin Amira akan terus-terusan menjadi wanita bodoh yang mau dibohongi oleh suaminya sendiri. Namun, sekarang Amira sangat beruntung sudah terlepas dari laki-laki jahat seperti Bagas. Sekarang ia sudah memiliki Reyhan, laki-laki yang akan membuat Amira bahagia dan tidak akan mengalami nasib seperti sebelumnya.''Kamu wanita yang ku
''Sayang ... kamu kenapa?'' tanya Amira pada Reyhan sembari membuka pintu lebar.''Amira?!'' Reyhan terkejut melihat kedatangan istrinya.''Kok sepertinya kamu sedang gelisah. Ada apa?'' tanya Amira.''Gelisah? Hmm ... barusan kebetulan sekretarisku telepon. Dia bilang bahwa hari ini ada meeting yang harus diselesaikan. Aku bingung, karena saat ini pun aku tengah sibuk ingin membantu kamu mengurus perlengkapan yang akan dibawa besok.'' jelas Reyhan sambil terkekeh.''Oh begitu. Ya sudah, kamu kerjakan saja meeting hari ini. Lagipula tinggal sedikit lagi akan selesai kok. Pergi saja, tidak apa-apa.'' suruh Amira memperbolehkan Reyhan pergi. Reyhan menelan saliva lalu tersenyum.''Hmm, kalau begitu aku pergi, ya, Sayang.'' Reyhan mencium kening Amira. Kemudian melangkah pergi meninggalkan istrinya keluar kamar.Amira memandang Reyhan. Hatinya merasa ada sesuatu yang aneh pada diri suaminya. Namun, Amira abaikan dan menganggap hanyalah sebuah firasat yang tidak benar adanya.Amira pun la
Mobil taksi yang mereka tumpangi akhirnya melesat meninggalkan halaman rumah. Bintang, sejak tadi bercengkrama dengan Reyhan. Dari penglihatan Amira, mereka nampak terlihat bukan seperti Ayah dan anak tiri. Walaupun Reyhan bukan Ayah biologis Bintang, Amira tahu Reyhan adalah laki-laki yang bertanggung jawab dan menerima masa lalunya, teruma menerima Bintang yang sekarang sudah berstatus menjadi anak tirinya.''Sayang ... kamu kenapa? Sepertinya ada sesuatu,'' tanya Reyhan menatap wajah Amira.''Eh, tidak! Aku hanya senang melihat kamu dan Bintang akur dan bahagia seperti ini,'' jawab Amira sambil tersenyum.''Aku pun sangat bahagia, Sayang. Aku tidak menyangka sekarang sudah menjadi Ayah.'' ujar Reyhan.''Terima kasih ya, kamu sudah menerima Bintang seperti anak kandungmu sendiri. Aku sangat bangga memiliki seorang suami seperti kamu.'' sahut Amira. Jemarinya meremas kedua tangan Reyhan.''Apapun itu, aku akan menerima masa lalu kamu dan Bintang. Kalian berdua adalah anugerah yang su
[Mas, apa kamu sudah sampai Turki?] tanya wanita dari seberang telepon.Amira mengurutkan kening. Dia merasa cukup hafal dengan suara wanita yang menelepon suaminya.'Bukankah suara itu milik Dewi? Tapi ... bagaimana bisa Reyhan kenal dekat dengan Dewi. Sementara sesaat ia datang ke rumah, mereka nampak biasa saja seperti tidak saling mengenal. Lalu, sebenarnya siapa masa lalu Reyhan sehingga nomer kontaknya masih di simpan di ponsel ini?'[Mas Reyhan? Kenapa tidak dijawab? Sekarang aku sedang di Bandara. Kirim lokasi hotelnya, sekarang juga aku akan menuju ke sana agar kita bisa bermesraan.] ucapnya kembali.Jantung Amira berdebar. Hatinya mendidih ketika mendengar ucapan wanita yang ia tidak kenali. Ternyata Reyhan masih ada hubungan dengan masa lalunya. ''Amira?''Tiba-tiba Reyhan datang, ia menatap ke arah Amira yang tengah menggenggam ponsel miliknya. Tubuh Reyhan bergetar, ia terlihat ketakutan. Apalagi tatapan Amira sama sekali tidak teralih seakan-akan ingin menerkamnya hidup
''Amira?'' Amira menoleh sesaat mendengar suara laki-laki yang memanggil namanya. Jantungnya seketika berdetak cepat, Amira terkejut ketika melihat sosok Reyhan berdiri tegap menatap ke arahnya. Dia bangkit dari tempat duduk, mencoba melangkah meninggalkan Caffe bersama Bintang. Hatinya membuncah tak ingin bertatap muka dengan laki-laki yang bergelar suaminya. Rasa sakit yang terasa masih membekas di hati, apalagi ketika mengetahui bahwa Reyhan mempunyai wanita idaman lain.''Amira, tunggu! Kamu kenapa pergi tanpa pamit? Sejak kemarin aku mencari keberadaanmu,'' ucap Reyhan mencekal pergelangan tangan istrinya, Amira.''Biarkan aku pergi, aku sudah tidak mau lagi bersama laki-laki seperti kamu. Lebih baik kita bercerai agar kita bisa hidup masing-masing,'' ujar Amira, hati Reyhan membara ketika mendengar ucapan dari istrinya.''Bercerai? Segampang itu kamu meminta cerai? Permasalahan yang terjadi bisa dibicarakan dengan baik-baik Amira, aku tidak--''''Tidak ada yang perlu dibicarak
Dari kejauhan, terlihat seorang wanita tengah duduk di taman tak jauh dari hotel tempat Reyhan menginap. Wanita itu sibuk menatap keindahan pesona alam Dubai yang sangat menakjubkan. Reyhan menelisik agar mengetahui jelas siapa wanita yang tengah duduk sendiri di sana. Ketika langkah kakinya sudah mulai mendekat, Reyhan langsung meyakini bahwa ternyata yang duduk itu adalah Amira, istrinya. ''Amira ....''Reyhan berucap lirih memanggil nama istrinya. Dia berharap penuh bahwa memang yang tengah duduk itu adalah Amira. Sejak tadi, tidak henti-hentinya Reyhan memikirkan nasib istri dan anaknya, terutama nasib rumah tangganya yang sudah hampir renggang. Wanita itu langsung menoleh ke belakang dan lekas menatap Reyhan, seketika raut wajah laki-laki berusia 28 tahun itu pun langsung terkejut. Berbeda dengan wanita yang sekarang sudah berada dihadapannya.''Mas Reyhan ....''Wanita itu berdiri dan menatap penuh bahagia ke arah Reyhan, ia pun dengan cepat langsung memeluk erat. Reyhan yang
PoV Amira ''Arrgghh ... kenapa ini semua bisa terjadi, kenapa?'' Aku menangis dan berteriak kencang, semua benda yang berada di sekitar aku hancurkan. Tak perduli seberapa banyak uang yang harus dikeluarkan. ''Mas Reyhan benar-benar keterlaluan, dia begitu tega telah membohongiku. Selama ini, aku percaya dan menyakini bahwa dia tidak akan pernah seperti Mas Bagas, namun ternyata ... aku salah! Seharusnya sejak awal aku tak menerima lamaran dan menjadi istrinya. Hatiku hingga detik ini masih belum menyangka, Mas Reyhan yang kukenal pendiam, ia tega berkhianat dengan seorang wanita yang belum lama ini menjadi asisten rumah tangga di rumah kami,'' ucapku lirih sembari meneteskan air mata. Perasaanku begitu hancur berkeping-keping, runtuh sudah keyakinanku untuk bisa bersamanya hingga akhir hayat. Jika saja kejadian barusan terungkap sesaat sebelum menikah, mungkin aku tak akan menjadi istrinya hingga kini. Tapi, Tuhan maha baik, jika saja kebohongannya tidak terbongkar, aku pasti akan
Aku terdiam beberapa saat. Suasana seperti ini membuatku merasa bimbang. Aku harus jawab apa sekarang. Apa aku tolak saja? “Maaf, Mas, bukannya aku enggak mau, tapi aku sudah nggak mau menjalani hidup dengan laki-laki mana pun, aku masih ingin sendiri menikmati kehidupan seperti sekarang. Jadi, mohon maap kalau misalkan aku menolak permintaan kamu,” ucapku pada Mas Bagas dengan hati-hati. Aku takut ucapanku malah menyakiti perasaan dia. Mas Bagas menanggapi ucapanku dengan tersenyum, tatapan dia seolah-olah tidak menyimpan amarah. Namun, aku merasa nggak enak pada dirinya. “Nggak papa, Amira. Aku tahu jawaban kamu pasti akan seperti itu. Dan, aku juga sama sekali nggak marah apalagi sampai kesal hanya karena masalah ini. Aku tahu sakit yang sudah kamu rasakan kemarin, mungkin oleh karena itu kamu memilih ingin menyendiri tak ingin dengan siapa pun lagi,” ujar dia masih dengan senyumnya. Aku tahu, Mas Bagas sudah berubah tak lagi seperti dulu, tetapi bagaimana pun juga sudah keputu
“Mama juga bingung harus gimana, tapi yang jelas sekarang lebih baik kamu fokus sama anak kamu, jangan dulu memikirkan laki-laki. Nanti, jika anak kamu sudah beranjak dewasa dan ada laki-laki baik yang mau menerima kamu dan juga Bintang Mama nggak jadi masalah. Takutnya kalau kamu mengambil keputusan dan menerima dia, Mama takut nasib kamu akan sama seperti kemarin, dan Mama nggak mau melihat kamu menderita lagi,” ujar Mama menasihati. Aku mengangguk paham saat Mama mengatakan hal itu, lebih baik menyendiri dulu dan bahagiakan anak tanpa lebih dulu memikirkan laki-laki. Kegagalan membuatku trauma, aku merasa lebih nyaman seperti ini tanpa merasa ada beban. “Iya, Ma. Keputusan aku menolak Pak Devan sepertinya sudah tepat. Aku ingin sendiri dulu membahagiakan anakku Satu-satunya, aku nggak mau Bintang kembali menjadi korban hanya karena salah memilih ayah untuk dia.”Mama mengangguk. Aku merasa lebih lega sekarang karena sudah mencurahkan isi hatiku. Mungkin jika memang hanya karena
Ya Allah ... bagaimana ini ...“Kamu kenapa, Amira?”Tiba-tiba terdengar suara dari belakang, dengan cepat aku memutar tubuh dan menatap ke arahnya. Ternyata dia ....“Mas Devan?”Aku terkejut setelah tahu ternyata itu adalah Mas Devan. Tatapannya seakan bingung, mungkin dia heran melihat aksiku yang seperti anak kecil. Aku juga seakan merasa malu pada dirinya, bisa-bisanya aku bertingkah seperti itu. “Kamu kenapa, Amira?” tanya Mas Devan mengulang pertanyaan yang sama. “Nggak papa, kok, Pak.” Aku tersenyum, kemudian berniat ingin menjauhinya karena merasa malu. “Permisi, Pak.” Aku pamit dan melangkah pergi. “Tunggu sebentar, Amira,” ujarnya menghentikan langkah kakiku. Perasaanku seakan menggebu saat dia memanggilku. Aku pun lantas berbalik arah dan menatapnya lagi. “Iya, kenapa, Pak?” tanyaku menatap mata elangnya. Jujur, Mas Devan memang begitu sangat tampan sekali. Matanya pun nampak indah. Dia manis. 'Astagfirullah. Apa-apaan sih Amira. Inget, kamu itu janda. Nggak boleh
“Saya enggak membutuhkan pekerja untuk menjadi asisten pribadi saya. Memang kemarin iya, tapi jika dipikir-pikir saya nggak butuh asisten pribadi,” ucap Mas Devan menjelaskan. “Jika tidak membutuhkan asisten pribadi, saya tidak akan jadi melamar di perusahaan ini, karena dengan pengalaman saya sebelumnya pernah memimpin perusahaan dan mungkin saya juga bisa mengatur segala urusan apapun sebagai asisten pribadi,” sahutku berucap. Seketika itu dia menatapku seolah-olah penasaran. Kemudian dia meraih CV yang aku bawa dari rumah. Dia membaca secara seksama isi dari CV itu.“Waw, hebat sekali! Ternyata sebelumnya kamu pernah memiliki perusahaan besar. Saya sangat mengenal betul pemilik perusahaan itu. Apakah kamu putri dari Pak Handriana, directur utama perusahaan Aksara Pramudia?” “Betul, Mas. Itu Papa saya. Perusahaan yang sudah Papa saya bangun dan kelola selama ini mengalami masalah sehingga kami tidak memimpin kembali perusahaan itu. Oleh sebab itu, saya memutuskan mencari lowongan
“Ya mau bagaimana lagi, Ma. Amira sedang mencari. Mungkin nanti secepatnya dapat pekerjaan, yang penting Mama doakan selalu Amira,” “Mama doakan semoga kamu secepatnya mendapatkan pekerjaan Amira,” lirih Mama berucap. Aku merasa belum mampu membahagiaan Mama padahal hanya aku satu-satunya anak Mama. Ya Allah ... mudah-mudahan Engkau lancarkan agar aku bisa mendapatkan uang. Aku nggak tahu lagi bagaimana caranya mencari uang sedangkan anak aku pun masih kecil. Aku berharap ada keajaiban, Allah maha baik dia pasti menolongku. Setelah obrolan itu, pagi ini aku bersiap akan melakukan perjalanan ke kota untuk mencari pekerjaan. Aku menenteng map cokelat yang berisikan surat-surat yang dibutuhkan. Masuk ke dalam kendaraan roda empat, satu-satunya yang kumiliki saat ini. Dengan cepat aku mobilku melesat menyusuri jalanan raya yang lenggang. Saat ini tujuanku ingin melamar ke perusahaan digital yang bergerak dibidang pemasaran lokasinya tak jauh dari rumah. Aku begitu sangat percaya diri
Jam dipergelangan tanganku sudah menunjuk ke arah pukul 13:00 WIB, sudah hampir menjelang sore namun hujan hingga kini belum juga usai. Aku pun berniat ingin menerjang hujan karena takut Bintang menunggu kepulanganku di rumah. Saat hendak masuk ke mobil, tiba-tiba saja pandanganku teralih ke arah seorang laki-laki yang tengah duduk termenung di pinggir jalan. Wajahnya nampak mirip sekali dengan Mas Reyhan, dia terlihat sedih, berulang kali menatap jalan raya dengan perasaan cemas. Entah kenapa hatiku ingin sekali menghampirinya. Aku segera masuk ke dalam mobil bersiap menghidupkan mobil, lalu kendaraan roda empat yang tengah kukendaraipun berjalan tepat di depan laki-laki itu yang mirip sekali dengan Mas Reyhan.“Permisi, Mas. Sejak tadi saya lihat di tempat pemakaman umum Mas terlihat sedih. Ada apa?” tanyaku menghampirinya.“Anak saya sampai saat ini belum kunjung pulang, Mbak. Saya sangat khawatir dengan keadaannya.” Dia menjelaskan keresahan hatinya.“Memangnya anak Mas usia ber
“Amira, kamu kenapa menangis?”“Mas Reyhan bunuh diri, Ma,” jelasku pada wanita yang telah melahirkanku dua puluh sembilan tahun lalu.“Apa? Kok bisa?” “Entahlah, aku sendiri pun nggak tahu kenapa dia malah memilih jalan buntu dengan melakukan perbuatan itu.” Aku menghela nafas menghapus air mata yang sedari tadi mengalir. “Apa mungkin karena perkataanku tadi ya, sampai-sampai dia berani bunuh diri?” lanjutku menatap tak percaya Mama.“YaAlloh Amira ... kamu jangan menyalahkan diri kamu atas kematian Reyhan, kamu perempuan baik, mungkin dia seperti itu karena sudah terlalu capek hidup di dunia walaupun dengan cara yang salah memaksakan diri untuk mengakhiri hidup,” lirih Mama menguatkan. Sebagaimana perasaanku kini, hati yang paling terasa begitu belum ikhlas. Memang setiap yang bernyawa pasti akan kembali lagi ke sang pencipta, namun harus bagaimana lagi mungkin sudah garis takdir.“Iya.” Aku mulai merasa tenang saat Mama berucap barusan, mungkin saat ini aku harus belajar ikhlas
"Hallo, Amira. Ada sesuatu yang ingin aku beritahu tentang kamu tentang mantan suamimu. Ternyata dia barusaja melakukan pencobaan bunuh diri.” Jelasnya dari seberang telepon. “Apa? Ini siapa?” “Ini Bunga.” “Siapa yang bunuh diri?” “Reyhan.” “Apa?” Seketika itu aku merasakan debaran yang bergejolak di dada, terasa aneh dan tak percaya membuatku seakan tak percaya. Mas Reyhan bunuh diri? Karena apa? “Aku nggak percaya dia bunuh diri, kamu tahu dari mana?” tanyaku tak percaya, apalagi baru tadi sore Mas Reyhan datang ke rumah dan meminta maap atas apa yang telah ia perbuat kepadaku di masa lalu. “Malam tadi. Aku juga tahu dari Mas Irsyad.” Jelasnya membuatku terkejut. Bagai dihantam batu besar dadaku saat mendengarnya. Hatiku seketika gelisah. Bagaimana mungkin Mas Reyhan tega melakukan hal itu sementara setahuku dia tak akan mungkin melakukan hal bodoh apalagi sampai menghilangkan nyawanya sendiri. “Nggak mungkin dia bunuh diri, Bunga. Baru tadi sore dia datang ke rumahku.” A
—Lima tahun kemudian—“Ma, di depan ada tamu, katanya ingin bertemu dengan Mama,” ucap Bintang menghampiriku yang tengah sibuk menata bumbu di dapur.“Siapa, Nak?” “Nggak tahu. Katanya teman Mama.” Keningku mengerut heran. Aku merasa nggak ada janji dengan siapa pun tiba-tiba saja ada tamu datang ke rumah ini. Aku lantas menyelesaikan aktivitas di dapur dan segera menghampiri seseorang yang berada di ruang tamu. Kedua kakiku melangkah pelan menyusuri ruangan, tepat tiga langkah hendak menuju ruang tamu aku menatap dari kejauhan. Terlihat seorang laki-laki duduk termenung menampakkan raut wajahnya yang gelisah. Aku begitu terkejut ketika mengetahui tamu yang dimaksud Bintang.“Mas Reyhan?”Ternyata dia sudah bebas dari penjara. Lantas, kenapa dia datang ke rumah ini? Apa jangan-jangan ia ingin kembali menculik Bintang? “Ada perlu apa kamu datang ke rumah ini?” tanyaku menghampirinya menatap tak suka dengan kehadiran matan suamiku.“Amira.” Dia bangkit dan tersenyum.“Kamu mau mencu