"Dewi ...!" Kak Dewa memanggil dan sudah berdiri di sampingku dengan senyum tersungging di wajah."Ya Kak, sebentar ya," aku menjawab panggilannya."Jadi benar beliau Bapak Fandi?" tanya Kak Dewa padaku."Iya Kak, Bapak Fandi beserta istri, Ibu Yulia dan ini Mas Hanif Putra beliau, ini Bapak Iqbal orang kepercayaan Pak Fandi yang datang ke rumah sama Pak RT waktu itu." Aku memperkenalkan Pak Fandi sekeluarga pada Kak Dewa.Kak Dewa menghampiri mereka dan mengajak berjabatan tangan serta menyapa dengan ramah."Senang bertemu dan berkenalan dengan Anda Pak Fandi, saya Dewa Hamijoyo."Lalu Kak dewa menyalami Pak Iqbal."Hallo Pak Iqbal, senang bisa bertemu lagi disini," sapa Kak dewa ramah."Iya Pak Dewa, senang juga bisa berkenalan dengan pengusaha muda yang sukses seperti anda." Pak Iqbal menyambut ramah jabatan tangan Kak Dewa."Hai, kenalkan saya Dewa," ucap Kak Dewa ramah dan mengulurkan tangan ke arah Mas Hanif."Saya Hanif, senang berkenalan dengan Anda," jawab Mas Hanif dengan
Aku bergegas ke depan, ingin memastikan warungku sudah ditutup terlebih dahulu, kasian Mbak Sumi dan Mbak Sri, mereka sudah waktunya pulang. Chat Kak Dewa aku balas nanti saja, aku masih memikirkan jawabannya.Ardi dan Aisyah masih di Musholla dekat rumah, mereka pulang setelah Sholat Isya berjamaah.Saat kaki ini melangkah menuju arah warung, telingaku mendengar suara celoteh dan candaan yg riuh dari arah warung, juga seseorang sedang memasak, sedang apa mereka? Bukankah ini jam pulang?Sesampainya di warung, aku tercengang, warungku penuh pemuda-pemuda atau abang-abang, seperti para petani. Mereka sedang duduk di memenuhi bangku, ramai bercanda, ada yang mengobrol sendiri dengan temannya, ada yang bercanda dengan Mbak Sumi yang sedang meladeni pembeli, membuatkan minuman.Lalu aku metoleh melihat ke arah Mbak Sri yang sedang memasak nasi goreng di wajan besar bersama dua pemuda, aku berjalan ke arahnya dengan heran."Mbak Sri ...?! Kenapa rolling door warung nggak cepet ditutup?
Dicintai dua lelaki ganteng? Apakah diri ini bahagia? Dicintai Pria berkelas seperti mereka justru membuatku ngeri, pria yang sekelas Bang Danu saja, pria biasa, dia membuangku, tak menginginkan aku menjadi Istrinya, apalagi yang lebih.Sungguh aku tidak percaya isini Diri ini sadar diri tak punya kecantikan seperti Shella, seperti mantan kekasih Kak Dewa yang seorang model, bahkan pelakor bernama Renita saja sangat glowing dan modis, aku tak sebanding dengan mereka.Kak Dewa dan Mas Hanif ini lelaki-lelaki berkelas, pengusaha kaya raya, gantengnya diatas rata-rata, dan mereka bilang menyukaiku?Oh Tuhan apa mereka sakit mata? Aku merasa seperti di sinetron Betty la fea yang sedang dicintai lelaki luar biasa.Aku mengambil ponsel, aku nyalakan, dan membuka aplikasi WAAku coba mengetik jawaban pesan untuk Kak Dewa dan Mas Hanif, dengan jawaban yang sama, karena binggung harus jawab apa yang tak sampai menyinggung hati, berkali-kali aku mengetik tapi berkali-kali pula aku menghapu
"Ibu, Ardi sama Aisyah berangkat sekolah ya, Assalamualaikum," Putra putriku, memanggil untuk berpamitan pergi ke sekolah."Waalaikumsalam wr wb, iya sayang, hati-hati ya Nak, belajar yang pinter," ucapku lembut.Mereka berdua menyalami tangan dan mencium punggung tangankuSetelah melihat kedua anakku menjauh, Aku segera menuju kamar mandi dan membersihkan diri, bekas memilih ikan di Mang Ujang tadi lumayan amis baunya.Selesai mandi, aku kenakan pakaian yang sopan dan pantas untuk menyambut tamu, aku pilih gamis sederhana warna abu muda, yang tidak banyak motif pemberian dari Mama Laura dan hijab warna abu-abu tua, untuk menyambut kedatangan Pak Fandi dan Ibu Yulia yang pertama kali ke rumah makan milikku.Rumah makan ini aku dapat dari bantuan mereka, walau tidak besar, hanya di halaman rumah, tanah orang tuaku luasnya 20x25 jadi di belakang warungku, berdiri rumah kecil yang sederhana, sekarang sudah direnovasi minimalis, 2 lantai. Kecil memang namun nyaman.Walau Orang tuaku ke
Aku sengaja menginjak kaki Mbak Sumi dengan kuat, supaya ucapannya nggak dilanjutkan, aku takut kalau orang tua Mas Hanif kurang suka cara dan gaya bercanda Mbak Sumi.Aduh, maafkan kakiku yang sudah menginjakmu Mbak, nanti saat warung sepi, aku akan datang minta maaf."Loh?! Kenapa Mbak?" tanya Mas Hanif yang lebih dekat jaraknya dengan Mbak Sumi.Orang tuanya juga menatap dengan heran."Anu Mas ...! Kesenggol gelas kopi tadi, masih panas he he he maaf ya kalau bikin kaget, saya juga ikutan kaget barusan, makanya teriak, mari silahkan diminum, permisi," ujar Mbak Sumi yang berbalik badan menuju ke belakang sambil mencebik, melirik manja ke arahku.Aku tetap diam tak merespon ulah Mbak Sumi.Semua tamuku terdiam, mungkin memikirkan jawaban Mbak Sumi yang aneh, bilangnya kesenggol gelas kopi, padahal saat dia teriak, yang di pegang gelas juz buah.Hadeh.Mas Hanif melihat ke arahku sambil tersenyum, seolah dia tahu aku telah melakukan sesuatu ke Mbak Sumi.Aku meringis dengan ulahku s
Mbak Sumi pura-pura mencebik, lalu pergi meneruskan pekerjaannya di belakang."Cepet diambil yuk ...! Biar cepet selesai dan dikirim ke Shella, kasian sahabat kamu nanti nunggu kelamaan." Mas Hanif segera berlalu menuju ke arah orang tuanya yang masih mengobrol santai sambil mencicipi camilan.Aku gegas mengikuti langkahnya, tak lupa mengambil tas cangklong untuk tempat ponsel dan dompet, di dalamnya selalu tersedia brosur dan kartu nama yang dibuatkan Ardi untukku, yang setiap saat bisa aku bagi-bagikan saat bertemu kenalan."Ayah, Bunda! Tunggu disini dulu ya, belanjaan Mbak Dewi ada yang ketinggalan di pasar, aku bantu nganter dulu, buat ambil belanjaannya, dibutuhkan sekarang soalnya, tapi kalau kalian ingin pulang lebih dulu, Hanif telpon Pak Rudi datang ya, buat jemput kemari, soalnya jam 8.30 ada jadwal terapi Bunda," ujar Mas Hanif pada Orang tuanya."Iya Nak, pergi aja, hati-hati di jalan ya, biar Ayahmu yang menelpon Pak Rudi, " ( supir pribadi keluarga Pak Fandi) ujar Bu Y
Aku masih belum menjawab pertanyaannya hingga mobil masuk ke halaman depan warungku."Nanti aja ya ceritanya, pas nganter makanan ke rumah Nenek Murni, rumahnya nggak jauh, 20 menitan juga dari sini." Aku menjanjikan akan cerita saat perjalanan mengantar pesanan Shella nanti."Oke, santai aja!" jawab Mas Hanif dengan mengulas senyum di wajahnya. Aku segera membuka pintu mobil, takut dibantu Mas Hanif lagi.Di warung ini yang aku takutkan cuma Mbak Sumi, bisa-bisa aku jadi sasaran candaannya terus, bikin aku salah tingkah.Aku segera turun sambil membawa kantong kresek berisi buah-buahan.Aku menyapa Bapak Fandi dan Ibu Yulia saat melewatinya."Aduh, Bapak, Ibu, maaf ya jadi ditinggalin, tamunya malah nggak ditemenin," ujarku tak enak hati."Nggak usah sungkan begitu Nak, kami tahu kok warung kamu ramai, itu dari tadi Mbaknya nggak berhenti, banyak yang datang dan bungkus, Alhamdulillah, kami senang lihatnya." Pak Fandi berkata menenangkan aku yang tak enak hati.Terlihat Mbak Sumi men
Makan Sepiring BerduaBab 46Aku langsung berlari masuk ke dalam rumah, lupa kalau datang bersama Mas Hanif, biarlah dia bersama Nenek dan Kakek, nanti juga dipersilahkan masuk.Aku langsung berlari menuju kamar Shella.Tok tok tok!"Shella! Shella!" Aku memanggilnya saat sudah di depan kamar lalu mengetuk pintu kamar.Ceklek!Pintu terbuka dan muncul wajah Shella yang pucat dan kuyu sambil cemberut."Lamaaa ...!" ujarnya merajuk."Nich ...! Pesennya mendadak sih, terus di proses dulu sayang," ujarku sambil mengangkat kantong plastik berisi pesanannya."Wah ...! Ayo di makan," Mata Shella langsung berbinar, direbutnya kantong plastik dari tanganku, berjalan riang sambil senyum-senyum ke arah meja makan."Ayo Dewi! Ikutin gue, ngapain bengong di situ," ujarnya sambil tetap berjalan.Aku memang masih melongo melihat tingkah Shella, tadi Nenek bilang, dia sakit nggak kuat jalan, nggak bisa bangun, lah ... sekarang dia melangkah cepat sambil mesam-mesem, aneh banget ulahnya.Aku langsung